ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN PROBIOTIK DALAM FERMENTASI JERAMI SEBAGAI PAKAN SAPI BALI DI MUSIM KEMARAU

BOBOT LAUIR DAN KINERJA REPRODUKSI SAM HASIL PERSILANGAN BOS TAURUS X BOS BANTENG

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

MANFAAT BIOPLUS DALAM PENGGEMUKAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) JANTAN DI KECAMATAN LELES KABUPATEN DT II GARUT

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

Nuansa Teknologi ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa P.O. Box 1285, Ujung Pandang 90001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA PEMBESARAN SAPI PEDET Pola pembesaran pedet yang sangat menonjol di Kab. Boyolali ada 3 sistem yaitu : (1) pembesaran secara tradisional, (2) pem

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA MELALUI PERBAIKAN MUTU PAKAN DAN PENINGKATAN PERAN KELOMPOKTANI DI KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Lokakarya Fungsional Non Peneiti 1997 Sistem Perkandangan 1. Dari umur sehari sampai dengan umur 2 mingggu digunakan kandang triplek + kawat ukuran 1

INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen

Tabel 1. Komponen teknologi introduksi pengkajian No. Jenis kegiatan Teknologi Ukuran/dosis penggunaan 1. Perbibitan sapi Kandang : Ukuran sesuai juml

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENGARUH PEMBERIAN SINGKONG TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP SAPI BALI DI KEBUN PERCOBAAN KOYA BARAT

I. PEDAHULUAN. sekitar 2-5 ekor ternak per rumah tangga peternak (RTP). Skala yang kecil

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN

PENERAPAN TEKNOLOGI DEFAUNASI DAN TAPE JERAMI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL. RAMAIYULIS dan SUJATMIKO

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak pembukaan lahan perkebunan, kehutanan, dan pert

KAJIAN INTEGRASI USAHATERNAK SAPI POTONG DALAM SISTEM USAHA PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI INTRODUKSI LIMBAH PERTANIAN dan PROBIOTIK BIO - CAS

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KAMBING PE DAN KACANG MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PROBIOTIK

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

sering tidak sesuai dengan perkembangan harga produk (ANONIM, 2004). Di lain pihak untuk pengembangan tanaman makanan ternak, baik untuk bahan baku ko

Pertumbuhan Sapi Bali Jantan yang Dipelihara di Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Kering

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI MADURA DAN SAPI MADRASIN DI DESA TAMAN SAREH KECAMATAN SAMPANG. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. ternak dalam suatu usahatani atau dalam suatu wilayah. Adapun ciri keterkaitan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PADA KELOMPOK TERNAK KAWASAN BARU

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

KAJIAN PEMANFAATAN PAKAN LOKAL DAN UREA MOLASES BLOK (UMB) UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

Transkripsi:

Seminar Nasional Peternakan Jan Veleriner 2000 ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF MATIMUS SARIUBANG dan SURYA NATAL TAHBit4G lnstalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa, Kotak Pos 4 Sungguminasa-Gowa ABSTRAK Suatu penelitian telah dilakukan pada tingkat petani dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha pembibitan sapi Bali yang dipelihara secara ekstensif dan semi intensif. Penelitian dilaksanakan di kecarnatan Tanete Riaja, kabupaten Barru sebagai salah satu tempat pemumian sapi Bali di Sulawesi Selatan. Mated yang digunakan adalah sapi Bali jantan milik petani sebanyak 24 ekor dan dibagi dalam 2 sistem pemeliharaan, yaitu (I). secara ekstensif dimana sapi dilepas dan pakan hanya berupa rumput lapangan (6 ekor) dan (2). secara semi intensif dimana sapi dikandangkan, dilakukan vaksinasi dan pemberian obat-obatan, kemudian dibagi lagi dalarn 3 kelompok perlakuan pakan. Ketiga kelompok perlakuan tersebut adalah (A) rumput lapangan + 4 kg konsentrat (6 ekor), (B) rumput lapangar. + 1,05 kg dedak padi + 4,5 kg daun gamal + 2 kg konsentrat, dan (C) rumput lapangan + 2,1 kg dedak padi + 9 kg daun gamal. Untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diperoleh digunakan analisis efisiensi usaha dan B/C ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola usaha pembibitan sapi Bali secara semi intensif lebih menguntungkan yang ditandai dengan eftsiensi usaha dan B/C ratio lebih tinggi dibandingkan pola usaha pembibitan seeara ekstensif. Keuntungan, efisiensi usaha dan B/C ratio pada pola usaha pembibitan secara semi intensif yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan A, yaitu masing-masing Rp. 179.829,03/ekor/tahun, 0,29 dan 1,29. Disimpulkan bahwa pola usaha pembibitan sapi Bali secara semi intensif layak digunakan secara finansial pada tingkat petani. Perlu penambahan konsentrat sebanyak 4 kg/ekor/had untuk memperbaiki performans produksi bibit sapi Bali. Kata kunei : Pakan, pembibitan, sapi Bali PENDAHULUAN Sapi Bali adalah salah satu plasma nutfah di Indonesia dan merupakan keturunan langsung dari banteng liar (Bos sondaicus). Sapi ini memiliki keunggulan yaitu potensi genetiknya tinggi dan mudah beradaptasi dengan lingkungan dimana dia berada walaupun dengan tatalaksana pemeliharaan sederhana. Sapi ini juga tidak selektif dalam memilih pakan dan mampu memberikan respon pertumbuhan yang baik bila diberi pakan dengan kualitas rendah (SURANJAVA, 1999). Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah pengembangan sapi Bali di Indonesia dan sekitar 95% dipelihara oleh petani kecil di pedesaan, skala usaha kecil dan pola pemelihaman secara tradisional. Akibatnya produktivitas sapi Bali di daerah ini sangat ditentukan pola usahatani setempat. Pola pemeliharaan sapi Bali yang umumnya masih tradisional akan menimbulkan konsekuensi yaitu rendahnya pertumbuhan yang diperoleh. Hal ini diperburuk lagi oleh sistem pemberian pakan yang masih mengandalkan rumput lapangan saja sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan fisiologis sapi Bali akan zat-zat nutrisi yang diperlukan untuk maintenance maupun produksi. Apabila hat ini dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu lama akan menimbulkan efek negatif pada performans dan menunukkan kualitas genetik sapi Bali serta pada akhirnya menunukkan tingkat pendapatan peternak. 408

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 Salah satu isu nasional yang berkembang sekarang ini pada sapi Bali adalah adanya dekadensi genetik sebagai akibat adanya pengurasan sapi Bali produktif terus-menerus dari daerah sumber bibit untuk diantarpulaukan atau ekspor (PUTRA, 1999). Disamping itu, adanya dugaan perkawinan sekeluarga (inbreeding) yang mana akan mengakibatkan penurunan hybrid vigor, sifat produksi, clan reproduksi lainnya. Upaya yang perlu ditempuh untuk memperbaiki produktivitas sapi Bali adalah melalui program seleksi clan persilangan, yaitu dengan mendatangkan pejantan unggul sapi Bali dari luar untuk disilangkan dengan dengan sapi Bali lokal dengan tujuan utama untuk pemurnian sapi Bali. Namun demikian hal ini tidak akan berhasil bila tidak disertai dengan perbaikan pola pemeliharaan ke arah semi intensif atau intensif dan disertai dengan pemberian pakan yang berkualitas baik untuk memenuhi kebutuhan fisiologis sapi Bali. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan usaha pembibitan sapi Bali di daerah sentra pembibitan yang dipelihara secara semi intensif clan intensif. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada daerah sentra pembibitan sapi Bali, yaitu di kecamatan Tanete Riaja, kabupaten Barru clan dilaksanakan pada tingkat petani (on farm). Sapi Bali jantan milik petani digunakan sebanyak 24 ekor, dan dibagi dalam 2 kelompok/pola pemelihaaan, yaitu (1) tradisional (ekstensif) dimana sapi tidak dikandangkan dan pakan yang diberikan berupa rumput lapangan (6 ekor), clan (2) semi intensif dimana sapi dikandangkan dan dilakukan vaksinasi serta pemberian obatobatan (18 ekor). Pada pola pemeliharaan secara semi intensif, 18 ekor sapi Bali jantan dibagi lagi dalam 3 kelompok perlakuan pakan, yaitu (A) rumput lapangan + konsentrat 4 kg/ekor/hari, (B) rumput lapangan + dedak padi 1,05 kg + daun gamal 4,5 kg + konsentrat 2 kg/ekor/hari, clan (C) rumput lapangan + dedak padi 2,1 kg + daun gamal 9 kg/ekor/hari. Untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diperoleh digunakan analisis efisiensi usaha clan B/C ratio. Pola usaha pembibitan secara ekstensif Pola usaha pembibitan secara semi intensif HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pakan merupakan komponen biaya produksi yang paling banyak dikeluarkan pada pola usaha pembibitan.sapi Bali secara ekstensif (Tabel 1), namun tidak menyebabkan pertumbuhan sapi meningkat. Rataan bobot badan akhir penelitian yang dicapai adalah 199,5 t 43,69 kg. Akibatnya penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan ternak tidak dapat memberikan keuntungan yang yang memadai. Hal ini didukung dari hasil analisis efisiensi usaha clan B/C ratio rendah, yaitu 0,06 dan 1,06. Hal ini memberikan gambaran bahwa setiap pengeluaran biaya produksi sebesar Rp. 100,- hanya memberikan keuntungan sebesar Rp. 6, dari usaha pembibitan secara ekstensif. Penerimaan yang diperoleh hanyalah berupa penjualan ternak saja, sedangkan kotoran belum dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keuntungan yang tertinggi pada usaha pembibitan sapi Bali secara semi intensif diperoleh pada perlakuan A, yaitu penambahan konsentrat sebanyak 4 409

SeminarNasional Peternakan clan Veteriner 2000 kg/ekor/hari dengan pakan dasar rumput lapangan (Tabel 2). Hal ini didukung lagi dari ahasil analisis efisiensi usaha dan B/C ratio ternyata juga lebih efisien pada perlakuan A dibanclingkan pada perlakuan B dan C. Hal lain penyebab tingginya keuntungan yang diperoleh pada perlakuan A aclalah rataan bobot badan akhir penelitian pada perlakuan A lebih tinggi (267,33 t 54,38 kg) dibanclingkan pada perlakuan B (241,17 t 43,65 kg) dan perlakuan C (219,50 t 49,56 kg). Tabel 1. Analisis finansial usaha pembibitan sapi Bali secara ekstensif No. Uraian Nilai (Rp./ekor/thn) 1. Penerimaan : 811.715 - Penjualan ternak 811.715 2. Biaya produksi : 766.870 - Bibit ternak 365.350 - Pakan 393.600 - Lain-lain 7.920 3. Keuntungan 44.845 4. Efisiensi usaha 0,06 5. B/C ratio 1,06 Secara umum dapat dijelaskan bahwa pola usaha pembibitan sapi Bali secara semi intensif masih lebih menguntungkan clan efisien ditinjau dari segi kelayakan usaha dibandingkan pola usaha pembibitan secara ekstensif pada tingkat pedesaan. Hal ini disebabkan biaya produksi yang dikeluarkan secara keseluruhan relatif lebih rendah pada pola pembibitan secara semi intensif dibandingkan secara ekstensif. Tabel 2. Analisis fin ansial pola usaha pembibitan sapi Ba li secara semi intensif No. Uraian Faktor lain penyebab lebih rendahnya keuntungan yang diperoleh pada pola usaha pembibitan secara ekstensif adalah rataan bobot badan sapi akhir penelitian rendah yang disebabkan pakan yang diberikan berupa rumput lapangan belum mampu memenuhi kebutuhan fisilogis sapi Bali akan zat- A Perlakuan 1. Penerimaan : 805.683,33 798.620 710.140 - Nilai jual sapi (bobot badan x Rp/kg.) 805.683,33 798.620 710.140 2. Biaya produksi : 625.854,3 679.520,46 650.558,28 - Bibit temak 454.400 483.400 453.000 - Pakan 124.387,64 169.387,13 170.824,95 - Penyusutan kandang/alat 23.333,33 23.333,33 23.333,33 - Obat-obatan/vaksin 2.000 2.000 2.000 - Lain-lain 1.400 1.400 1.400 3. Keuntungan 179.829,03 119.099,54 59.581,72 4. Efisiensi usaha 0,29 0,17 0,09 5. B/C ratio 1,29 1,17 1,09 B C 410

Seminar Nasiona! Peternakan dan Veteriner 2000 zat nutrisi yang akan digunakan untuk maintenance dan berproduksi. Sementara itu, pada pola usaha pembibitan secara semi intensif, selain diberi pakan dasar berupa rumput lapangan, juga diberi konsentrat sebanyak 4 kg/ekor/bari (perlakuan A) mengakibatkan bobot badan akhir penelitian meningkat dan pada akhirnya keuntungan yang diperoleh meningkat pula. DIWYANTO et al. (1997) mengemukakan bahwa pemberian konsentrat sebanyak 8 kg/ekor/hari akan memberikan pertambahan bobot badan harian sapi lebih tinggi sehingga pendapatan petani lebih meningkat pula. Dari hasil penelitian ini juga terlihat biaya pengadaan bibit masih cukup tinggi pada pola usaha pembibitan secara semi intensif. Menurut KUSNADI et al. (1992) bahwa dalam usaha ternak sapi, biaya paling besar diperlukan adalah biaya pengadaan bibit sebesar 63-74% dari total biaya produksi. Untuk mendapatkan bibit sapi Bali yang baik sebaiknya dipelihara secara semi intensif disertai dengan pemberian pakan yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan fisiologis ternak, yaitu dengan jalan memberikan pakan tambahan berupa konsentrat dan tidak hanya mengandalkan rumput lapangan sebagai pakan basal. Dengan adanya penambahan konsentrat diharapkan akan meningkatkan produksi asam propionat pada biokonversi pakan dalam rumen (PUrRA, 1999). Dengan semakin tinggi asam propionat maka prekusor pembentuk glikogen semakin banyak sehingga dapat meningkatkan laju pertambahan bobot badan ternak. Selain itu, adanya suplementasi konsentrat akan meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan energi. NMS dan LANA (1993) melaporkan suplementasi konsentrat pada tingkat 30% pada pakan dasar rarnput akan meningkatkan pertambahan bobot badan harian sapi Bali jantan 76,8-297,9%. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pola usaha pembibitan sapi Bali secara semi intensif layak digunakan secara finansial pada tingkat petani. Perlu penambahan konsentrat sebanyak 4 kg/ekor/bari untuk memperbaiki performans produksi bibit sapi Bali. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perbedaan tingkat keuntungan pada pola usaha pembibitan sapi Bali secara semi intensif antara basil persilangan penjantan unggul dan betina, lokal dengan hasil perkawinan pejantan lokal dan betina lokal. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada 1. Dinas Peternakan Dati II Barru yang telah memberikan bantuan demi terlaksananya penelitian ini. 2. Sdr. M. Sidik Azis Hamsah dan Empo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.. DAF"rAR PUSTAKA KUSNADI, U., M. SABRANI, M. WINUGROHO, S. ISKANDAR, U. NURSHATI, dan D. SUGANDI. 1992. Usaha penggemukan sapi potong di dataran tinggi Wonosobo. Proc. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Ruminansia Besar. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Nrris, I.M. dan K.. LANA. 1983. Pengaruh suplementasi beberapa limbah industri pertanian terhadap pertumbuhan sapi Bali. Pros. Seminar pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian Untuk Makanan ternak. LKN, LIPI, Bandung. hal. 157-162.

SeminarNasiona! Peternakan Jan Yeteriner 2000 PUTRA, S. 1999. Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu Pakan clan Suplementasi Seng Asetat. Disertasi. Program Pascasarjana IPB, Bogor. SURANJAYA, I.G. 1999. Pengkajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu Genetik Sapi Bali di Wilayah Binaan Proyek Pembibitan clan Pengembangan Sapi Bali di Bali. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor. DIwyANTo, K., P. SrrEPU, clan I.G. PuTu. 1997. Evaluasi performans clan niw ekonomis sapi jantan mucla lokal clan ex-import pads peternakan rakyat. Pros. SeminarNasional Peternakan clan Veteriner. Pusat Penelitian clan Pengembangan Peternakan, Bogor. hall. 739-748.