KAJIAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KABUPATEN MADIUN Amik Krismawati dan Hanik Angraeni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) saat ini dipandang sebagai pendekatan yang paling komperehensif dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman padi, sehingga perlu dimasyarakatkan di tingkat petani melalui pendampingan pada program SLPTT dalam bentuk demplot. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil panen dan keuntungan penarapan PTT. Kajian dilaksanakan di lahan sawah mulai Juli s/d Desember 2010 di desa Desa Pajaran, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, lokasi SLPTT padi sawah di Kabupaten Madiun. Kegiatan dimulai dengan kegiatan PRA ( Participatory Rural Appraisal ), dilanjutkan dengan penerapan PTT dalam bentuk demplot yang difungsikan sebagai laboratorium lapang (LL). Komponen PTT terdiri dari varietas unggul baru (VUB) Inpari 4, benih bersertifikat, penggunaan pupuk organik (1 ton/ha), pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD) dan pemupukan anorganik NPK berdasar potensi hasil, Urea = 300. (1 = 50%; 2 = BWD), NPK = 300 (1=50%, 2 = 50%), perlakuan benih ( seed treatment ), tanam bibit muda (umur 15 hss) dengan 23 bibit per lubang tanam, cara tanam jajar legowo 40 cm x (20 cm x 10 cm). Hasil panen pada demplot (LL) dibandingkan dengan hasil panen di SLPTT dan di luar SLPTT. Dari PRA diketahui bahwa meskipun sudah mendapat sosialisasi PTT padi sawah, tetapi tidak semua petani memahami PTT (makna dan tujuannya). Dari kajian ini diketahui bahwa produktivitas padi di LL 7,40 ton GKP/ha, lebih tinggi daripada di SLPTT (5,20 ton GKP/ha) dan Non SLPTT (5,20 ton GKP/ha). Usahatani padi di LL, SLPTT dan non SLPTT semuanya menguntungkan, tetapi usahatani di LL paling efisien dengan R/C ratio 3,95. Kata kunci: Padi Nonhibrida, Varietas Unggul Baru (VUB), PTT, produktivitas, pendapatan, lahan sawah PENDAHULUAN Salah satu program Departemen Pertanian adalah Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) (Toha et al., 2008). Agar peningkatan produktivitas padi dapat berlanjut, maka perlu penerapan PTT pada budidaya padi sawah dengan komponen utama varietas unggul baru (VUB). PTT adalah pendekatan dalam menerapkan teknologi budidaya padi spesifik lokasi, ditentukan berdasarkan karakteristik biofisik dan sosial ekonomi, dengan mengintegrasikan berbagai komponen teknologi yang inovatif, dinamis, dan kompatibel untuk dapat memecahkan permasalahan setempat, sehingga timbul efek sinergis. Efek sinergis berarti efek komponen teknologi secara bersama lebih besar dari penjumlahan efek teknologi secara individual. Kombinasi komponen teknologi di satu lokasi dapat berbeda dengan lokasi lainnya (Balai Penelitian Tanaman Padi, 139
2004). Untuk memasyarakatkan PTT, telah dilaksanakan sekolah lapang PTT (SLPTT) antara lain di kabupaten Madiun. Tahun 2008 Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah melepas varietas unggul baru di antaranya Inpari 4 dan Inpari 7 dengan beberapa keunggulan seperti umur tanaman genjah (108 hari), bentuk gabah ramping, produksi ratarata 67 ton GKG/ha atau potensi hasil 810 ton/ha, tekstur nasi pulen, tahan terhadap hama wereng batang coklat (biotipe 1,2, 3), tahan terhadap penyakit HDB ( s III, IV ), VT, dan asal persilangan dengan IR64. Untuk mendukung keberhasilan SLPTT, perlu adanya pendampingan antara lain berupa demplot penerapan PTT dengan komponen utama VUB sebagai laboratorium lapang, ditempatkan di lokasi SLPTT (Toha et al. 2008). Kajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil panen dan keuntungan penarapan PTT. METODE PENELITIAN Demplot penerapan PTT ddengan komonen utama VUB Inpari 4 dilaksanakan pada Musim Kemarau II pada tahun 2010/2011 di Desa Pajaran, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Komponen teknologi yang diterapkan petani demoplot PTT di Lokasi LL, Petani Binaan di Lokasi SLPTT dan teknologi petani di lokasi Non SLPTT disajikan pada Tabel 1. Kegiatan dimulai dengan PRA ( Participatory Rural Appraisal ) untuk menggali pengetahuan petani tentang PTT. PRA dilaksanakan secara partisipatif, mengikutsertakan masyarakat desa secara bersamasama dalam menganalisis kondisi, potensi, dan masalah yang dihadapi petani, serta merumuskan perencanaan dan kebijakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Chambers, 1992). Dalam demplot, komponen PTT yang diterapkan adalah (1) benih VUB Inpari 4 bersertifikat, (2) penggunaan pupuk organik 1 ton/ha, (3) pemupukan dengan 300 kg urea/ha (diberikan dua kali, pertama sebanyak 50% dan kedua berdasarkan BWD) dan 300 kg NPK/ha (diberikan dua kali masingmasing 50%), (4) perlakuan benih, (5) tanam bibit umur 15 hss dengan 23 bibit/lubang, (6) cara tanam jajar legowo 2 : 1 yakni 40 cm x (20 cm x 10 cm), (7) penyiangan dengan gosrok/osrok dua kali, dan (8) pengendalian hamapenyakit mengikuti PHT. Data keragaan usahatani eksisting, keragaan pertumbuhan dan hasil panen, serta biaya usahatani padi dikumpulkan melalui observasi langsung dan wawancara semi terstruktur menggunakan kuisioner pada saat sebelum dan sesudah menerapkan PTT. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dan secara ekonomi untuk mengetahui kelayakan finansial menggunakan pendekatan sebagai berikut: a = R/C (R = P y.y; C = FC + VC; a = (P y.y) : (FC + VC) Keterangan : R = penerimaan; C = biaya; P y = harga output; Y = output; FC = biaya tetap (fixed cost); VC = biaya variabel (variable cost) (Soekartawi, 2002; Swastika, 2004). 140
Tabel 1. Komponen Teknologi dalam Demoplot PTT di Lokasi LL, SLPTT dan Non SLPTT di Desa Pajaran, Kecamatan Saradan, Provinsi Jawa Timur, MK II 2010/2011 No Komponen Satuan Demoplot/LL Teknologi SLPTT Non SLPTT 1. Varietas Inpari 4 Ciherang Ciherang 2. Benih padi Unggul Berlabel Unggul Berlabel Unggul, tidak berlabel 3. Jumlah benih 35 40 40 4. Umur bibit hari 1520 HSS 21 HSS 2530 HSS 5. Jumlah bibit per rumpun batang 23 35 5 7 6. Pesemaian m 2 400 400 400 7. Cara tanam cm Jajar Legowo 2 : 1, jarak tanam 40 cm x (20 cm x 10 cm), 2 3 bibit/rumpun. Jarak antar barisan berselang seling 40 cm dan 20 cm, jarak dalam barisan 10 cm Sistem tegel (25 cm x 25 cm); 27 cm x 27 cm 8.. Pemupukan : Pupuk organik Urea NPK Phonska SP36 ZA tonn/ha 1 300* 300 1 250 200 100 100 *) Berdasarkan penggunaan BWD; HSS = Hari Setelah Sebar HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem tegel 25 cm x 25 cm Keragaan Usahatani Padi Sawah Eksisting Petani umumnya menggunakan benih dari hasil panen sendiri dan hanya sebagian kecil petani yang melakukan sortasi benih. Jumlah bibit yang ditanam 57 bibit per lubang tanam dengan kebutuhan benih 40. Sebagian besar petani (90%) menanam padi varietas Ciherang dengan alasan (1) produksi tinggi, (2) disukai oleh tengkulak, (3) harga jual masih tinggi, dan (4) rendemen tinggi. Sebaliknya pertimbangan petani dalam memilih VUB antara lain: (1) biaya produksi lebih murah, (2) produktivitas lebih tinggi, (3) ketahanan tehadap hama penyakit tinggi, (4) umur lebih genjah, dan (5) pemeliharaannya mudah. Dalam bertani padi petani menggunakan jarak tanam 27 cm x 27 cm, 30 cm x 30 cm, atau 25 cm x 25 cm (sistem tegel). Jarak tanam dengan tegel hampir dilakukan oleh seluruh petani, sedangkan sistem tanam jajar legowo 4 : 1 atau 2 : 1 berjarak 40 cm x (20 cm x 10 cm) belum dilakukan oleh petani karena belum terbiasa dan membutuhkan tenaga tanam lebih banyak, sehingga menambah biaya tanam. Keragaan Agronomis dan Hasil Panen Keragaan tanaman dan produktivitas padi di demplot berbeda dengan di SLPTT dan non SLPTT (Tabel 2). Di lokasi Demplot tanaman padi tumbuh lebih baik (lebih tinggi), jumlah anakan produktif lebih banyak dan hasil panen lebih tinggi daripada di lokasi SLPTT dan non SLPTT. VUB merupakan komponen utama dalam pengendalian hama terpadu karena memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit lebih tinggi dari pada varietas unggul lama (Hasanuddin dkk, 2000). Seperti yang tampak pada Tabel 2, Inpari 4 (VUB) tahan terhadap hamapenyakit, sedangkan Ciherang peka 100 141
sampai agak tahan terhadap hamapenyakit. Gangguan hamapenyakit menyebabkan tanaman padi tidak mampu berproduksi sesuai potensinya. Tabel 2. Keragaan Tanaman dan Produktivitas Padi di demplot, SLPTT dan non SLPTT Lokasi Varietas Keragaan tanaman Reaksi terhadap hama & penyakit Ratarata tinggi tanaman (cm) Ratarata jumlah anakan Ratarata produktivitas (ton GKP/ha) Demplot PTT Inpari 4 12 T 78,81* 40,22 7,40 SLPTT Ciherang 23 AT 60,54* 25,50 5,20 Non SLPTT Ciherang 24 P 52,50* 16,11 3,50 Keterangan: Keragaan tanaman: 1 = sangat baik, 2 = baik & merata, 3 = baik & kurang merata, 4 = kurang baik & tidak merata; reaksi terhadap penyakit: T = tahan, AT = agak tahan, P = peka.* = pengamatan umur 35 HST Di lokasi demplot, petani menanam bibit umur 1520 hss dengan 23 bibit/lubang, sedangkan di lokasi SLPTT dan non SLPTT petani menanam bibit umur 2030 hari dengan 57 bibit/titik tanam. Tanam bibit muda umur 1520 hss dengan 23 bibit/titik tanam, bermanfaat dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi. Menurut Las et al. (2003) dan Kasijadi et al. (2010), tanaman padi mulai beranak pada umur 15 hss, apabila menanam bibit umur > 21 hss berarti membiarkan tanaman padi beranak pada kondisi berdesakan di pesemaian, berakibat mengurangi kemampuan beranak di lahan. Di samping itu, bibit muda memiliki daya adaptasi yang tinggi, sehingga berpotensi tumbuh baik, akarnya berkembang sempurna, dan beranak banyak. Tanam satu bibit/titik tanam umur 1521 HSS, akan menghasilkan jumlah anakan yang sama dengan tanam bibit umur 21 hss dengan 23 bibit/titik tanam. Pengaturan jarak tanam sistem jajar legowo dimaksudkan untuk menjadikan seluruh tanaman dalam hamparan berada di bagian pinggir galengan. Menurut Kasijadi et al. (2010), manfaat sistem jajar legowo adalah menjadikan semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir galengan sehingga tanaman mendapat efek samping (border effect). Tanaman yang mendapat efek samping berproduksi lebih tinggi daripada yang tidak mendapat efek samping, karena tanaman mendapat sinar matahari penuh, terjadi sirkulasi udara dengan lancar, serta kelembaban di sekitar rumpun tanaman menjadi rendah sehingga mengurangi serangan OPT. Di samping itu, tanam padi cara jajar legowo memudahkan pemeliharaan tanaman, serta memudahkan dan menghemat pemupukan. Pemberian pupuk organik sebanyak satu ton/ha selain menyebabkan tanah menjadi gembur sehingga merangsang akar bekembang secara optimal, juga memperbaiki lingkungan hidup mikroorganisme tanah yang bemanfaat untuk berkembang, serta menambah ketersediaan hara dalam tanah. Menurut Dadang et al. (2009), penambahan bahan organik tanah akan meningkatkan hara yang berasal dari dekomposisi bahan organik, meningkatkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) sehingga hara yang basasal dari pupuk akan diabsorbsi oleh partikelpartikel bermuatan negatif tanah. Kondisi demikam dapat menekan kehilangan hara melalui pencucian dan akan tersedia bagi tanaman. Sanchez (1976) dan Muljady et al. (2005) mengemukakan bahwa secara fisik bahan 142
organik bermanfaat memperbaiki struktur dan meningkatkan kapasitas tanah menyimpan air. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Malian (2004) mengemukakan jika nilai R/C > 2, maka kegiatan usahatani layak diusahakan. Dari Tabel 3 tampak bahwa semua teknologi yang diterapkan baik di demplot/ll, SLPTT maupun di non SLPTT memiliki R/C ratio > 3. Ini berarti semua teknologi yang diterapkan layak dikembangkan. Namun demikian, penerapan PTT (demplot/ll) paling menguntungkan dan paling efisien. Tabel 3. Pendapatan dan R/C ratio penerapan teknologi di demplot/ll, SLPTT dan non SLPTT di Desa Pajaran, Kecamatan Saradan, Provinsi Jawa Timur, MK II 2010/2011 Uraian Demoplot/LL SLPTT Non SLPTT Biaya a. Saprodi 1. Benih 2. Pupuk Urea SP36 ZA NPK Phonska 3. Petroganik 4. Furadan3G 5. Spontan 2.615.000 245.000 480.000 210.000 690.000 500.000.000 50.000 1.765.000 400.000 200.000 140.000 460.000 250.000 75.000 1.062.500 200.000 345.000 37.500 b. Tenaga Kerja 1. Pengolahan tanah 2. Pesemaian 3. Penanaman 4. Pemupukan 5. PHT 6. Penyiangan 7 Panen dan Pasca Panen 2.100.000 360.000 360.000 420.000 1.680.000 360.000 120.000 1.620.000 350.000.000 200.000.000 100.000 375.000 Jumlah biaya : 4.715..000 3.445.000 2.682.500 Penerimaan (GKP) Keuntungan R/Cratio 18.500.000 13.785.000 3,92 13.000.000 9.655.000 3,78 Keterangan : Harga gabah kering panen Rp 2.500/kg 8.750.000 6.067.500 3,26 Tingginya keuntungan pada penerapan PTT disebabkan karena produksi tanaman padi yang menerapkan PTT paling tinggi. Seperti yang dikemukakan pada Tabel 2, produktivitas padi dengan menerapan PTT adalah 7,4 ton GKP/ha, lebih tinggi daripada produktivitas padi di SLPTT (5,2 ton GKP/ha) dan di non SLPTT (3,5 ton GKP/ha). Ini berarti, penerapan PTT meningkatkan produksi 42 111%, atau meningkatkan pendapatan 43127% per ha. KESIMPULAN 1. Penerapan PTT menggunakan Inpari 4 berproduksi 7,40 ton GKP/ha, lebih tinggi daripada di SLPTT dan non SLPTT yang masingmasing berproduksi 143
5,2 ton GKP/ha dan 3,5 ton GKP/ha GKP. Dengan demikian penerapan PTT meningkatkan produksi 42111%. 2. Usahatani padi di demplot/ll memperleh pendapatan Rp. 13.785.000,, lebih tinggi daripada di SLPTT (Rp 9.655.000,) dan non SLPTT (Rp.6.067.500), sehingga penerapan PTT meningkatkan pendapatan 43127%. DAFRAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanaman Padi, 2004. Budidaya padi dengan pendekatan PTT. Balai Penelitia Tanaman Padi, Subang. 910. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang. 4348. Chambers. 1992. Rural Appraisal: rapid, Rilex and Participatory dalam Y.Sukoco. PRA (Participatory Rural Appraisal) Memahami Desa secara Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta. Dadang, Q., Suwono, Krismawati, A., dan L. Sunaryo. 2009. Laporan Pengkajian Produksi dan Pemanfaatan Pupuk Organik dari Limbah Organik di Jawa Timur. BPTP Jawa Timur. Malang. 50p. Hasanuddin, A. S.E. Baihaki, S.J. Munarso dan Sutisna Nor. 2000. Teknologi ungguln peningkatan produksi padi menuju revolusi hijau generasi kedua. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. 154165. Kasijadi, F., Suwono, Arifin, Z., dan S. Purnomo. 2010. Pengelolaan Tanaman secara Terpadu (PTT) Padi. BPTP Jawa Timur. Malang 73 p. Las, I., A.Gani, IN. Widiarta. 2003. Juknis litkaji PIT Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Las, I., Widiarta, I. N., dan B. Suprihatno. 2004. Perkembangan Varietas dalam Perpadian Nasional. Dalam : Makarim, A.K, et al. (Eds). Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. p. 125. Malian, H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatanii dan Kelayakan Finansial Teknologi pada Skala. Pengkajian. Makalah disajikan pada Pelatihan Analisis Finansial dan Ekonomi bagi Pengembangan Sistem Usahatani Agribisnis Wilayah. Bogor. Muljady D.M., Anasiru, R. H., Sarasutha, I. G. P., dan H.Hasni. 2005. Introduksi Model PTT dalam Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Petani di Sulawesi Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. VoI.8 (2). BBP2TP. Bogor. Sanchez, P. A. 1976. Properties and management of soil in the Tropic. Soil Organic Matter. New York. John Wiley and Sons. 5 : 225 270. Suprihatno, B., Daradjat, A. A., Abdullah, B., dan Satoto. 2006. Inovasi Teknologi Perakitan Varietas Padi. Dalam. Suprihatno, B. et al. (Eds). Inovasi Teknologi Padi menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Buku Dua. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. p. 261279. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Hal 85 87. Swastika, D. K. S. 2004. Beberapa Teknis Analisis dalam Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 7 (1). Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Toha, H. M., dan A. Guswara. 2008. Model Laboratorium Lapangan SLPTT. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Tanaman Padi. 144