JURNAL PELAKSANAAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dalam bab sebelumnya, dapat. ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

JURNAL. Diajukan oleh : DHENNIA AUDRI HERLANDINA

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

Pembangunan (Jakarta: Universitas Trisakti,2005), hal Dalam Penjelasan Pasal ayat 5 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan saat ini berjalan sangat pesat. Tanah. merupakan modal dasar pembangunan. Tidak ada kegiatan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

JURNAL PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA MELALUI PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta masih belum sesuai

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

JURNAL HUKUM. Diajukan Oleh : Redy Savendra Sihaloho. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan perumahan akhir-akhir ini meningkat dengan pesat, hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB III PENUTUP. menentukan bahwa ruang terbuka hijau publik di Kecamatan Mlati 382 Ha

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Fakta tersebut tidak terhindarkan juga terjadi pada Kota Yogyakarta.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. juga merupakan modal utama pembangunan karena semua kegiatan

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyalahgunaan perizinan..., Mumtazah, FH UI, 2010.

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

EVALUASI PERKEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MADIUN

BUPATI BANGKA TENGAH

JURNAL. Diajukan oleh : ELVI MORINA SITEPU. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

PERENCANAAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI KOTA TIDORE KEPULAUAN DENGAN METODE PARTICIPATORY PLANNING

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh KIKI HIDAYAT

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BAB I. Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada. penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG

BAB III PENUTUP. Kabupaten Sleman ini maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

REVIEW PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG PENGEMBANGAN HUTAN KOTA

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bumi, air, ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup yang baik bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan selalu difokuskan di daerah perkotaan melalui

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Transkripsi:

JURNAL PELAKSANAAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA YOGYAKARTA Diajukan oleh : Ditta NPM : 130511178 Program Studi Program Kekhususan : Ilmu Hukum : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2017

PELAKSANAAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA YOGYAKARTA Penulis, Ditta Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta email : ditta.adli@yahoo.co.id ABSTRACT Municipal city of Jogjakarta grew to be a city that enriched by traditional Javanese art and culture, with the growth of urban dwelling the city of Jogjakarta are showing an exponential growth and urban development. An green open space is one effort which the municipal government are able to perform to address this pressing issue with that in mind, the author are keen to conduct a law inquiry, entitled Provision of public green open space in the municipal city of Jogjakarta,based on Jogjakarta municipal code number 2/20, spatial plans of Jogjakarta. On this law inquiry, the author observed the effort by the municipal government on providing green open space for the public, based on Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 with all impediments, hindrances and difficulties that being confronted on the field. This law inquiry are using empirical research method, which rely on primer source as main source alongside secondary data. Data gathering were done by field study and literary references. meanwhile, for analyzing the results the author were using qualitative analytical method which comparing the data from the field study with secondary and primer law material. on the foundation of the author research and analysis, therefore the result are based on The Law number 26 of 2007 on section 29, public green open space on the municipal area was set on minimum 30% of the municipal land area (20% municipal government and 10% from private individual). On the 2010-2029 urban planning regulations, which being addressed by Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010, The municipal government are planning to allocated 20% of public green open space from the municipal area. In reality only 17.16% are being allocated as public green open space. One major hurdle to achieved this goals were the limited number of available plots to build an public green open space, therefore it made the price for it are skyrocketing. Keywords : Green Open Space, Public Green Open Space, Spatial Plans 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Perkembangan kegiatan di perkotaan membuat tingkat kepadatan penduduk terus bertambah, keadaan tersebut kemudian membuat semakin meningkatnya laju pembangunan sebagai upaya pemenuhan sarana-sarana yang harapannya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini sesuai dengan amanat yang terkandung pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Maka kemudian hal tersebut ditegaskan pada Pasal 2 ayat (2) huruf a 1

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang menentukan : (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Daerah-daerah dalam perkotaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan, baik secara nasional, regional maupun lokal. Pentingnya peranan daerah perkotaan ditujukan oleh besarnya jumlah penduduk yang hidup di daerah perkotaan. Jumlah penduduk didaerah perkotaan, tidak terkecuali Kota Yogyakarta menunjukkan pertumbuhan yang semakin meningkat dan cepat. Hal itu wajar, karena daerah perkotaan mempunyai daya tarik yang kuat. Kota Yogyakarta sendiri memiliki daya tarik yang mampu menarik keinginan orang di luar kota untuk hanya sekedar berkunjung, bertempat tinggal maupun memperoleh pendidikan. Kota Yogyakarta kemudian tumbuh menjadi kota yang kaya akan budaya dan kesenian Jawa. Ini tidak mengherankan, karena lingkungan kota yang dikelilingi oleh daerah yang subur. Hasil pertaniannya yang berlimpah telah mampu memberi penghidupan yang layak bagi warganya sehingga memberikan suasana yang kondusif untuk berkesenian. Dalam hal laju pertambahan penduduk Kota Yogyakarta akan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan hidup. Maka berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menentukan : Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dalam mewujudkan lingkungan hidup yang sesuai dengan konsep penataan ruang maka ditegaskan lagi melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menentukan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan bagi kemakmuran rakyat. Hal ini juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang menentukan bahwa: (1)Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah. Penataan ruang terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kewenangan terhadap penyelenggaraan kegiatan utama penataan ruang diberikan kepada Pemerintah dan pemerinah daerah. Pelaksanaan penataan ruang didasarkan pada beberapa pendekatan yaitu pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang dengan pendekatan menggunakan wilayah administratif dapat dibagi menjadi wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota. Berkaitan dengan penataan ruang wilayah kota, Pasal 28 huruf a Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menentukan : Ketentuan 2

perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan selain rincian dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan: a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau. Dalam rangka penataan ruang kota, jangan dilepaskan bagian yang penting dari wilayah perkotaan yaitu Ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, rekreasi kota, kegiatan olahraga, pemakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan. Dalam hal ini, maka ditentukan pengertian Ruang Terbuka Hijau menurut Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu : Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Kawasan Ruang Terbuka Hijau disediakan guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang evakuasi bencana meliputi taman kota, lapangan olah raga, lapangan upacara, jalur hijau, taman lingkungan dan pemakaman umum. Penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau diarahkan untuk mempertahankan dan mengendalikan fungsi lingkungan. Kemudian, Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menentukan : (1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ditegaskan pula dalam penjelasan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dijelaskan bahwa: Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik antara lain adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Pasal 29 ayat (2) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 menentukan : (2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Ditegaskan pula dalam penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dijelaskan bahwa : Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lainnya, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan oleh masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya. Pasal 29 ayat (3) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 menentukan : (3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Ditegaskan pula dalam penjelasan Pasal 29 ayat (3) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 dijelaskan bahwa : Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin 3

pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Penentuan besarnya proporsi ruang terbuka hijau publik tersebut dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara langsung oleh masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai Ruang Terbuka Hijau diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Ketentuan tersebut dibuat sebagai upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan. Namun, disini peneliti akan lebih berfokus pada penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik yang akan dikaitkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta. Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta masih jauh dari standar ruang terbuka untuk kawasan perkotaan. Maraknya pembangunan gedung-gedung bertingkat makin mempertegas hal tersebut. Berdasarkan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik yang ideal dalam suatu wilayah perkotaan adalah paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Namun kenyataannya Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta belum mencapai 20 persen tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Halik Sandera selaku Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bahwa, Saat ini untuk wilayah di bawah pengelolaan Pemkot (Pemerintah) Kota Yogyakarta saja ruang terbukanya baru mencapai 17 persen. Angka itu masih jauh dari standar ruang terbuka untuk kawasan perkotaan yang minimal mencapai 20 persen. Berdasarkan dari pernyataan tersebut bahwa Ruang Terbuka Hijau Publik untuk di Kota Yogyakarta masih kurang 3 persen. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta? 2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 4

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa pengertian Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Jadi, manusia hanya salah satu unsur dalam lingkungan hidup, tetapi perilakunya akan memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 2. Tinjauan tentang Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 1 angka 30 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta, bahwa pengertian Ruang terbuka Hijau adalah area memanjang/ jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Secara garis besar, Ruang Terbuka Hijau dibagi menjadi 2, yaitu Ruang Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau Privat. 3. Tinjauan tentang Penataan Ruang Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa pengertian penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Maksudnya ada tiga kegiatan utama dalam penataan ruang yaitu perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya, dan pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 2. METODE Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum. Penelitian ini membutuhkan data primer sebagai data utama disamping data sekunder. Data tersebut diambil dari suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah melalui wawancara langsung. Penelitian dilakukan secara langsung kepada narasumber sebagai data utamanya yang didukung dengan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer diperoleh dari hukum positif Indonesia yang berupa peraturan perundangundangan yang berlaku yang terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang 5

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Penyelesaian Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029, Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Peraturan Walikota Yoyakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang Ruang Terbuka Hijau Publik. Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku, data dari internet, dan hasil penelitian berkaitan dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik, Rencana Tata Ruang Wilayah, dan tentang kondisi wilayah Kota Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : a. Study lapangan yaitu penelitian untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan cara wawancara secara terbuka menggunakan pedoman yang telah disediakan sebelumnya mengenai permasalahan yang diteliti, ditujukan kepada narasumber untuk memperoleh keterangan lebih lanjut, sehingga dapat memperoleh jawaban yang lengkap dan mendalam berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Study lapangan dapat dilakukan dengan wawancara yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber tentang obyek yang diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. b. Study kepustakaan yang digunakan dalam penelitian hukum ini bertujuan untuk menunjang penelitian lapangan yaitu dengan mempelajari, membaca membandingkan, dan memahami secara teliti buku-buku, peraturan perundangundangan, serta pendapat-pendapat yang memiliki hubungan erat dengan substansi atau materi yang akan diteliti. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta a. Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta Pengaturan umum mengenai pengelolaan Ruang Terbuka Hijau diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang ini maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Sejalan dengan peraturanperaturan diatas Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta juga diatur dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029 dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Kota Yogyakarta. Berdasarkan Pasal 77 ayat (4) 6

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 ditentukan bahwa suatu wilayah kota diwajibkan menyediakan 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota sebagai Ruang Terbuka Hijau. Luas wilayah Ruang Terbuka Hijau tersebut terdiri dari masing-masing Ruang Terbuka Hijau Publik paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota dan Ruang Terbuka Hijau Privat 10 (sepuluh) persen dari luas wilayah kota. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Yogyakarta memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas kurang lebih 1.028,79 Ha atau sekitar 31,65 persen yaitu dengan rincian masing-masing sekitar 557,79 Ha atau 17,16 persen Ruang Terbuka Hijau Publik dan sekitar 471 Ha atau 14,49 persen Ruang Terbuka Hijau Privat. Dengan kata lain, Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta masih sangat kurang yaitu 2,84 persen. Kekurangan tersebut masih sangat jauh untuk mencapai 20 (dua puluh) persen sebagaimana yang sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 ini karena Pemerintah Kota Yogyakarta kira-kira membutuhkan lahan sekitar 65 Ha untuk membangun Ruang Terbuka Hijau Publik tersebut. Keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal sehingga membuat Kota Yogyakarta sulit memenuhi proporsi Ruang Terbuka Hijau Publik yaitu paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Berdasarkan data diatas, bahwa secara umum Kota Yogyakarta sudah memenuhi standar minimal Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kota yaitu 30 persen tersebut, namun ternyata tidak seimbang antara proporsi Ruang Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau Privat. Sedangkan untuk non Ruang Terbuka Hijau, Kota Yogyakarta memiliki seluas kurang lebih 2.221,22 Ha atau sekitar 68,35 persen. Sehingga kalau dijumlah lahan kawasan Ruang Terbuka Hijau dan non Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta seluas 3.250,01 Ha. b. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah yang dimaksud adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta yang lebih lanjut diatur dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 dari periode 2010 sampai dengan 2029. Dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tersebut dijelaskan mengenai Ruang Lingkup Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta yang mencakup strategi dan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota sampai dengan batas ruang daratan, ruang perairan, dan ruang udara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wilayah perencanaan Daerah tersebut meliputi wilayah administrasi seluas 32,5 Km2 yang terdiri dari 14 (empat belas) kecamatan di Kota Yogyakarta. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta disusun dengan berasaskan manfaat, kelestarian, keterpaduan, keberlanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan, perlindungan, kepastian hukum, keberdayagunaan, keberhasilgunaan, kebersamaan, kemitraan, perlindungan kepentingan umum, dan akuntabilitas. Pembangunan Kota Yogyakarta diarahkan dengan visi, yaitu menjadikan Daerah 7

Sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan. c. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah 32,5 km2 dengan jumlah penduduk 402.679 jiwa serta kepadatan penduduk 12.390 jiwa/km2. Kota Yogyakarta terdiri dari wilayah administratif yaitu 14 kecamatan dengan 45 kelurahan. Penyediaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta dengan cara jual beli tanah, dimana tanah yang dulunya tanah hak milik berubah menjadi Tanah Negara ketika tanah tersebut dibeli oleh Pemerintah Kota. Tanah hak milik tersebut adalah tanah masyarakat yang dijual kepada Pemerintah Kota untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau Publik. Namun ada minimal luas tanah yang dibeli Pemerintah Kota dari masyarakat untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau Publik tersebut yaitu minimal 200m2. Dari hasil wawancara dengan Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta kira-kira ada 2 cara untuk mendapakan lahan yaitu : 1) dengan cara masyarakat yang menjual lahan kemudian dibeli oleh Pemerintah Kota; 2) dengan cara mencari lahan, misalnya dari SD yang tidak digunakan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan guna untuk mengetahui penyebaran luas Ruang Terbuka Hijau Publik di 14 Kecamatan dalam wilayah Kota Yogyakarta, Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta melakukan perhitungan presentase luas Ruang Terbuka Hijau Publik yang terdapat di suatu kecamatan terhadap luas wilayah kecamatan tersebut. Kemudian, membagi hasil perhitungan dalam tiga kelas intensitas Ruang Terbuka Hijau Publik, yaitu intensitas Ruang Terbuka Hijau Publik rendah, sedang, dan tinggi. d. Hambatan - Hambatan Dalam Pelaksanaan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta Salah satu hambatan dalam penyediaan Ruang Terbuka HIjau Publik di Kota Yogyakarta adalah keterbatasan lahan atau kekurangan lahan di kawasan perkotaan yang membuat Pemerintah Kota Yogyakarta sulit untuk mencapai proporsi 20 persen Ruang Terbuka Hijau Publik yang sebagaimana sudah diatur atau ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu adapun hambatan lain yang dihadapi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik yaitu harga lahan yang tinggi atau mahal sehingga membuat pemerintah Kota Yogyakarta kesulitan untuk mendapatkan lahan dengan dana yang tinggi tersebut. Hambatanhambatan yang dihadapi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik sebenarnya memiliki pangkal yang sama, yaitu kesadaran masyarakat yang masih kurang mengenai pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. 4. KESIMPULAN ` Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dalam bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana 8

Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) yang berperan sebagai penentu kebijaksanaan di bidang perencanaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau di daerah serta melakukan evaluasi atas pelaksanaanya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) sebagai pelaksana, pembina dan koordinasi terhadap pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang berupa pembangunan, penataan, pengembangan, pemeliharaan, serta pengamanan Ruang Terbuka Hijau beserta seluruh kelengkapannya, dan masyarakat yang menyampaikan usulanusulan pembangunan melalui pelaksanaan Musrenbang RKPD. Penyediaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta dengan cara jual beli tanah, dimana tanah yang dulunya tanah hak milik berubah menjadi Tanah Negara ketika tanah tersebut dibeli oleh Pemerintah Kota. Tahapan-tahapan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : a. Perencanaan; b. Pelaksanaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau Publik; c. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Publik; dan d. Evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Publik. Luas Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta sampai Tahun 2016 ini adalah sekitar 17,16 persen. Dimana terdapat kekurangan sekitar 2,84 persen untuk Ruang Terbuka Hijau Publik karena sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau Publik paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Sejauh ini penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang. 2. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : a. keterbatan lahan atau kurangnya lahan di kawasan perkotaan; b. harga lahan yang tinggi atau mahal di Kota Yogyakarta; c. belum maksimalnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Musyawarah perencanaan pembangunan RKPD Kota Yogyakarta; d. Ruang Terbuka Hijau Publik pohon perindang jalan terganggu oleh aktivitas pertokoan, pedagang kaki lima, dan pemasangan iklan; e. masih ada masyarakat yang membuang sampah sembarangan di Ruang Terbuka Hijau Publik taman kota; dan f. sulitnya mendapatkan air kualitas baik untuk perawatan tumbuhan pengisi Ruang Terbuka Hijau Publik di kawasan padat penduduk. 5. REFERENSI BUKU : DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 2005, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Dien Astuti Rahmawati, 2013, Analisa Kota Hijau Yogyakarta, Yogyakarta. Emil Salim, 1985, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Hasni, 2010, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah Dalam Konteks UUPA-UUPR- UUPLH, Penerbit Rajagrafindo Persada, Jakarta. 9

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2013, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Penerbit Nuansa, Bandung. Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta. ENSIKLOPEDIA/KAMUS : Kamus Besar Bahasa Indonesia Lengkap PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Penyelesaian Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029 Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Peraturan Walikota Yoyakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang Ruang Terbuka Hijau Publik Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 WEBSITE : http://kbbi.web.id/kota, diakses pada Sabtu, 10 september 2016, 13:18. http://www.penataanruang.com/ruangterbuka-hijau.html, diakses pada Sabtu, 10 september 2016, 14:04. http://www.penataanruang.com/ruangterbuka-hijau.html, diakses pada Sabtu, 10 september 2016, 14:05. http://kamuslengkap.com/kamus/kbbi/ar ti-kata/peyediaan, diakses pada Minggu, 11 september 2016, 13:38. http://aayogya.blogspot.co.id/2009/12/pr ofil-kota-yogyakarta.html, diakses pada Minggu, 11 september 2016, 20:55. http://berita.suaramerdeka.com/ruangterbuka-hijau-kota-jogja-masihdi-bawah-standar/, diakses pada Selasa, 27 September 2016, 20:38. http://www.penataanruang.com/pemanfa atan-ruang.html, diakses pada Jumat, 14 oktober 2016, 20:03. 10