BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 1 Berbicara mengenai ruang berarti membahas keterpaduan dimensi antara ruang darat, laut, dan udara. Ruang sebagai wadah dibutuhkan oleh manusia untuk menjalankan berbagai aspek kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya, kebutuhan ruang menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Dewasa ini, perkembangan kebutuhan tersebut semakin tidak sejalan dengan ketersediaan ruang di bumi. Sebagaimana diketahui, ruang bumi memiliki luasan tetap dan tidak dapat bertambah sehingga tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tahun semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ruang sebagai sumber daya yang penting, dalam perkembangannya, tidak terlepas dari permasalahan. Beberapa kompleksitas masalah dalam penataan ruang, di antaranya: a. terbatasnya lahan yang tersedia dengan berbagai fungsi peruntukan; b. pemanfaatan dan pengelolaan lahan serta pola tata ruang yang belum sepenuhnya dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh; 1 Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 26, Lembaran Negara Nomor 68 Tahun 2007, Pasal 1 Angka 1.

2 2 c. penggunaan lahan seringkali terjadi penyimpangan dari peruntukannya; d. persaingan mendapatkan lokasi lahan yang telah didukung atau yang berdekatan dengan berbagai fasilitas perkotaan, sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan kota; e. masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat terhadap kepatutan atas kewajiban sebagai warga negara. 2 Mengingat perbedaan struktur sosial serta tingkat kepadatan penduduk, kompleksitas masalah tata ruang yang dihadapi menjadi beragam di setiap wilayah. Permasalahan terkait pemanfaatan lahan umumnya lebih marak terjadi di wilayah-wilayah perkotaan yang padat. Salah satu kota di Indonesia yang dalam perkembangannya mengalami tingkat pertumbuhan serta kepadatan penduduk yang tinggi, dan memerlukan tingkat pengelolaan tata ruang yang baik adalah Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta secara astronomis terletak pada LS dan BT. Posisi secara administratif menunjukkan letak Kota Yogyakarta berada di tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data, luas wilayah Kota Yogyakarta adalah sekitar ha atau 32,5 km 2 atau 1,02 % dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 3 Secara administratif, Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, 45 kelurahan, 614 RW dan RT serta dihuni sekitar jiwa, yang penggunaan lahan paling banyak 2 3 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, NUANSA, Bandung, 2013, cetakan ke III, hlm Pemerintah Kota Yogyakarta, Kota Yogyakarta Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Yogyakarta, 2012

3 3 diperuntukkan bagi perumahan, yaitu sebesar 2.103,272 ha. 4 Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa Kota Yogyakarta merupakan kota yang padat, dengan kepadatan penduduk mencapai jiwa / km 2. Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi di wilayah Kota Yogyakarta ini tidak hanya terjadi karena tingkat kelahiran yang tinggi, tetapi diperparah dengan tingginya tingkat urbanisasi yang terjadi. Hal ini karena Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota dengan kebudayaan yang menarik, memiliki keistimewaan, dikenal sebagai Kota Perjuangan, Kota Kebudayaan, Kota Pariwisata, dan juga Kota Pelajar 5. Keseluruhan citra dari Kota Yogyakarta tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, semakin mengundang maraknya urbanisasi ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satunya Kota Yogyakarta, yang berdampak pula pada tingginya kebutuhan akan ruang, terutama sebagai tempat bermukim. Permasalahan kepadatan penduduk yang ada kemudian mendorong terjadinya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai fungsinya. Oleh karena itu, pemerintah Kota Yogyakarta telah mencoba mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan akan ruang, salah satunya dengan menerapkan pembangunan hunian vertikal di Kota Yogyakarta. Namun, seiring perkembangannya, pendirian hunian vertikal di Yogyakarta ini menjadi tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Harga hunian vertikal yang cenderung tinggi tidak terjangkau oleh masyarakat dengan golongan ekonomi 4 5 Pemerintah Kota Yogyakarta, Data administratif Kota Yogyakarta, termuat dalam website resmi Pemerintah Kota Yogyakarta dengan alamat diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul WIB Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pendidikan DIY, yang termuat dalam website resmi Dinas Pendidikan DIY dengan alamat diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul WIB

4 4 menengah ke bawah sehingga hunian vertikal di Kota Yogyakarta akhirnya lebih dominan digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi dan bisnis golongan ekonomi menengah ke atas. 6 Gagalnya program hunian vertikal dalam menekan kebutuhan akan ruang semakin tampak dengan maraknya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan semakin tersebar hingga memenuhi kawasan sekitar sungai-sungai yang ada di Kota Yogyakarta. Salah satunya adalah kawasan sekitar Sungai Code, Kota Yogyakarta. Sungai Code terletak di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Bantaran Sungai Code membujur dari Jembatan Tungkak, Jembatan Sayidan, Jembatan Juminahan, Jembatan Gondolayu, Jembatan Sarjito, Jembatan Blunyah, Jembatan Ring Road Utara, Jembatan Dayu, dan Jembatan Plumbon. Sungai Code yang dalam bahasa Jawa lebih dikenal dengan Kali Code merupakan sungai yang memiliki peran penting bagi masyarakat. Namun, pada perkembangannya Sungai Code ternyata tidak terlepas dari dampak kebutuhan akan ruang yang semakin meningkat. Dapat dilihat saat ini, kawasan sekitar Sungai Code yang semula bersih dan asri telah dipenuhi dengan bangunanbangunan perumahan yang membuatnya tampak kumuh dan tidak tertata. Bangunan-bangunan tersebut didirikan baik sebagai tempat tinggal maupun 6 Ratih Keswara, 28 Desember 2015, Hunian Vertikal di Yogyakarta Tidak Sesuai Tujuan, Koran Sindo, termuat dalam website dengan alamat diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul WIB

5 5 tempat industri. Tidak sedikit dari bangunan yang didirikan berada sangat dekat dengan sungai. 7 Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2013 dengan citra satelit, diketahui adanya ribuan bangunan yang didirikan sepanjang bantaran Sungai Code, dengan rincian sebagai berikut: Jumlah bangunan 0 3 m 10m 15m Jumlah bangunan Grafik 1: Jumlah bangunan yang berdiri di sekitar Sungai Code Yogyakarta dengan jarak dari sungai pada tahun Data diambil melalui citra. Sumber : Laporan Penelitian Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul Keselarasan Letak Bangunan dan Pemanfaatan Lahan Terhadap Peraturan Sempadan Sungai Menggunakan Citra Satelit Quickbird (Kasus Sepanjang Sungai Code, Kota Yogyakarta). Jika melihat data pada grafik 1, terdapat sekitar 476 (empat ratus tujuh puluh enam) bangunan yang didirikan hanya berjarak 3 ( tiga ) meter dari sungai. Sisanya pada jarak 10 (sepuluh) meter dari sungai terdapat 1040 ( seribu empat puluh ) bangunan, dan pada jarak 15 (lima belas) meter dari tepi sungai sebanyak 1499 (seribu empat ratus sembilan puluh sembilan) bangunan. 8 Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah bangunan yang didirikan di sepanjang wilayah sungai ini tidaklah sedikit. 7 8 Pemerintah Kota Yogyakarta, Laporan Akhir Grand Design Sungai Code tahun 2013 disusun oleh PT.CNB, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya (PUP-ESDM) DIY dan Bappeda Kota Yogyakarta, 2013 Anton Setyadi, Analisis Keselarasan Letak Bangunan dan Pemanfaatan Lahan Terhadap Peraturan Sempadan Sungai Menggunakan Citra Satelit Quickbird (Kasus Sepanjang Sungai Code, Kota Yogyakarta), Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

6 6 Selain itu, dampak dari berdirinya bangunan-bangunan tersebut juga cukup besar bagi lingkungan sekitarnya, dalam hal ini lingkungan Sungai Code. Lingkungan Sungai Code merupakan lingkungan perairan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-hari warga. Selain sebagai sumber air, Sungai Code juga merupakan kawasan penunjang bagi ekosistem yang terdapat di dalamnya, seperti ekosistem ikan air tawar, hewan-hewan sungai, tumbuhan, serta ekosistem lainnya. Selain itu, berdasarkan fungsinya, kawasan sempadan Sungai Code dikategorikan sebagai kawasan lindung 9. Sebagai kawasan lindung, sudah seharusnya Sungai Code benarbenar dilindungi dari berbagai faktor perusak. Namun, lemahnya kontrol dari pemerintah, terbatasnya lahan, serta keadaan ekonomi yang lemah mengalihkan pemanfaatan kawasan lindung ini menjadi wilayah pemukiman yang kemudian berkembang dengan pesat hingga saat ini. Wilayah pemukiman di sepanjang bantaran Sungai Code umumnya merupakan kawasan pemukiman yang dapat dikategorikan kumuh dan dihuni oleh masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Maraknya pemanfaatan lahan di sekitar Sungai Code sebagai wilayah pemukiman tidak hanya menganggu stabilitas fungsi dari Sungai Code sebagai kawasan lindung, tetapi juga berdampak pada rusaknya ekosistem yang hidup di wilayah ini. Ekosistem sungai mulai tercemar dengan maraknya aktivitas manusia yang dilakukan di sungai tersebut. Pemanfaatan sungai sebagai sarana mandi, cuci, kakus atau yang kita kenal dengan istilah MCK, serta sebagai saluran akhir pembuangan berdampak pada menumpuknya residu 9 Pemerintah Kota Yogyakarta, Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rencana tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta, Pasal 60

7 7 limbah-limbah berbahaya yang mengendap di sungai. Hal ini menyebabkan kandungan bakteri di sungai semakin tinggi dan berdampak buruk pada kualitas air. 10 Selain hal tersebut, maraknya pembangunan rumah tinggal di sepanjang wilayah Sungai Code juga berbahaya bagi penghuninya. Hal ini karena Sungai Code merupakan sungai yang memiliki sumber mata air di kaki Gunung Merapi, yang berarti pula sungai ini merupakan jalur lahar dingin Merapi jika terjadi banjir lahar dingin. Oleh sebab itu, debit air Sungai Code dapat naik sewaktu-waktu, terutama jika terjadi hujan lebat dalam waktu yang cukup lama. Letak bangunan rumah di sekitar kawasan Sungai Code yang hanya berjarak beberapa meter dari sungai tentunya akan berdampak pada tingginya intensitas dampak luapan banjir yang dialami dan membahayakan penghuni di sekitarnya. 11 Melihat potensi dampak yang cukup besar tersebut, pemerintah kemudian mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan tata ruang di kawasan Sungai Code Kota Yogyakarta. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang secara tersirat menyatakan negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan kekayaan tersebut haruslah digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat. Dengan kewenangan yang dimilikinya guna mewujudkan amanat tersebut, pemerintah mencoba untuk berperan lebih jauh dengan melakukan campur tangan untuk mengatur Ivan Aditya, 6 April 2015, Kandungan E Coli Sungai di Yogyakarta Melebihi Batas, Kedaulatan Rakyat, termuat dalam website dengan alamat KR Jogja.com, diakses pada hari Jumat, 9 Oktober 2015 pukul WIB Ans, 23 April 2015, Kali Code Meluap di Yogyakarta, Solo Juga Dilanda Banjir, Liputan6 termuat dalam website dengan alamat NewsLiputan6.com, diakses pada Jumat, 9 Oktober 2015 pukul WIB

8 8 aspek-aspek penting terkait penataan ruang di sekitar Sungai Code Kota Yogyakarta. Mengingat Indonesia sebagai Negara hukum 12, pemerintah memerlukan keberadaan hukum untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Hal ini didasari pendapat Mochtar Kusumaatmaja yang menyatakan bahwa pada dasarnya hukum bersifat konservatif, yakni memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi hukum yang demikian diperlukan dalam setiap masyarakat. Hukum tidak hanya memelihara ketertiban, namun juga membantu proses perubahan masyarakat itu. 13 Fungsi hukum menurut Mochtar Kusumaatmaja tersebut dapat dipahami bahwa hukum menjadi produk ideal yang dapat digunakan pemerintah Kota Yogyakarta untuk menyelesaikan permasalahan mengenai tata ruang sempadan Sungai Code ini. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya muncul berbagai peraturan hukum mengenai pengelolaan ruang sungai, baik di tingkat pusat maupun daerah. Saat ini sudah terdapat banyak peraturan mengenai tata ruang di wilayah sungai. Hal ini menyebabkan penghunian sempadan Sungai Code, dalam perkembangannya, bertentangan dengan berbagai peraturan terkait tata ruang terkhusus peraturan mengenai garis sempadan sungai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan sempadan sungai merupakan kawasan lindung. Pengertian kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3). Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Kumpulan Karya Tulis, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 11.

9 9 daya alam dan sumber daya buatan. Di sisi lain, kawasan pemukiman maupun kawasan industri merupakan bagian dari kawasan budi daya yang memiliki fungsi berbeda dengan kawasan lindung. 14 Dengan demikian, pendirian bangunan pemukiman maupun bangunan industri yang dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta berarti melanggar fungsi kawasan. Sebagai kawasan lindung, tanah di sepanjang sempadan Sungai Code seharusnya merupakan kawasan milik umum yang dikuasai oleh negara sebagai bentuk pelaksanaan hak menguasai negara yang diamanatkan UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pembangunan kawasan pemukiman dan industri di sekitar kawasan Sungai Code juga bertentangan dengan ketentuan mengenai penetapan garis sempadan sungai yang dimuat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Selain itu, pembangunan di kawasan Sungai Code juga dikhawatirkan akan merusak fungsi kawasan perlindungan setempat dari sempadan sungai yang ada. Selain adanya pembentukan hukum guna menata kawasan Sungai Code, yang kemudian menjadi perlu dilakukan adalah memantau sejauh apa pelaksanaan berbagai ketentuan hukum mengenai sempadan sungai, dalam hal ini sempadan Sungai Code dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Lebih lagi setelah diterbitkannya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Perda Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2010) 14 Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 26, Lembaran Negara Nomor 68 Tahun 2007, Penjelasan Umum Pasal 5 ayat (2)

10 10 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta (Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010). Keberhasilan rencana tata ruang yang dibuat mampu membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tata ruang khususnya pemanfaatan lahan di sepanjang sempadan Sungai Code dan meninjau kinerja pemerintah dalam memaksimalkan peraturan hukum tersebut untuk menciptakan tata ruang yang baik dan mengatasi berbagai konflik sosial yang tentunya akan timbul dari penerapan berbagai pengaturan tersebut. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi Penulis untuk melakukan Penulisan Hukum dengan judul Hukum Sempadan Sungai Code dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta dengan memfokuskan penulisan pada analisis hukum dan bagaimana penerapannya di lapangan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa saja kompleksitas masalah yang berkaitan dengan peraturan sempadan Sungai Code dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kompleksitas masalah sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

11 11 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penulisan hukum ini adalah untuk memperoleh semua data yang diperlukan dalam rangka menyusun penulisan hukum guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum/ S.H.) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penulisan hukum ini didasarkan pada rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni: a. Meneliti, mengetahui, dan mengkaji kompleksitas masalah yang timbul terkait hukum sempadan Sungai Code dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta; b. Meneliti, mengetahui, dan mengkaji bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi kompleksitas masalah di sekitar kawasan Sungai Code Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai peraturan terkait sempadan sungai, khususnya Sungai Code di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, serta menyajikan informasi mengenai berbagai peraturan yang belum diketahui oleh masyarakat; 2. Memaparkan data terkait permasalahan yang timbul di sekitar Sungai Code, serta menjabarkan upaya pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini diharapkan dapat digunakan

12 12 sebagai evaluasi bagi pihak-pihak terkait guna menjadi pembelajaran dalam pembuatan kebijakan kedepannya. E. Keaslian Penelitian Penulis telah melakukan penelusuran melalui beberapa sumber. Berdasarkan penelusuran tersebut, terdapat banyak penelitian dengan objek umum sungai dan tata ruang, serta lebih khusus mengenai tata ruang Sungai Code Kota Yogyakarta. Agar penulisan keaslian penelitian ini tidak terlalu meluas, telah dilakukan kualifikasi dari berbagai penelitian yang ada dengan memfokuskan pada kesamaan objek dan pokok pembahasan yang hampir sama dengan penulisan ini. Berikut judul dari penulisan tersebut, beserta persamaan dan perbedaan dengan Penulisan Hukum yang dibuat oleh Penulis: 1. Skripsi berjudul Pelaksanaan IMBB di Area Sempadan Aliran Sungai Code Dalam Rangka Penataan Ruang di Kota Yogyakarta karya Idham Pamungkas, mahasiswa Fakultas Hukum UGM konsentrasi Hukum Administrasi Negara, ditulis tahun 2005 Persamaan penulisan terdapat dalam hal pengkajian terhadap tata ruang di kawasan sempadan Sungai Code, Yogyakarta. Namun, dalam skripsi ini Saudara Idham lebih fokus membahas aspek hukum administrasi negara terkait pelaksanaan IMBB, sedangkan tulisan ini lebih mengarah pada hukum agraria tepatnya terkait penataan ruang dan hukum sempadan sungai. 2. Skripsi berjudul Penggunaan Tanah Untuk Tempat Tinggal di Sempadan Sungai Code Dalam Kaitannya Terhadap Perlindungan

13 13 Fungsi Ruang Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun karya Nita Prawita, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ditulis tahun Sama halnya dengan skripsi sebelumnya, persamaan Penulisan Hukum ini terletak pada objek pembahasan mengenai Sempadan Sungai Code, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan skripsi karya Saudari Nita Pratiwi terletak pada perbedaan fokus bahasan. Saudari Nita hanya mengambil 4 lokasi yang cenderung padat di sepanjang sempadan Sungai Code, kemudian menganalisis pada satu bahasan hukum terkait pemanfaatan lahan sebagai tempat tinggal di kawasan yang dilarang dan dampaknya terhadap fungsi ruang, sedangkan dalam penulisan hukum ini cenderung menjabarkan kompelksitas pengaturan hukum sempadan sungai dalam rencana tata ruang, dampaknya, dan upaya pemerintah untuk mengatasinya. 3. Tesis berjudul Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam Menangani Permukiman di Kota Yogyakarta (Studi Kasus Bantaran Sungai Code Bagian Utara) karya Alfian, mahasiswa Strata 2 program studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, ditulis pada tahun Persamaan tesis ini dengan Penulisan Hukum yang dibuat oleh Penulis adalah mengenai objek penelitian di Sungai Code Kota Yogyakarta, serta mengenai kebijakan pemerintah yang juga akan dibahas dalam Penulisan Hukum ini. Perbedaannya, tesis ini membahas kebijakan

14 14 pemerintah Kota Yogyakarta dalam menangani permukiman yang sangat padat di wilayah Sungai Code bagian utara. Tesis tersebut lebih membahas pada kebijakan yang telah dibuat dan dicoba untuk dilaksanakan oleh pemerintah Kota Yogyakarta, sedangkan penulisan ini lebih menjabarkan kebijakan pemerintah Kota Yogyakarta untuk menangani keseluruhan permasalahan di Sungai Code Kota Yogyakarta yang timbul sebagai dampak tata ruang, tidak hanya difokuskan pada satu bagian permasalahan. Selain itu, pokok pembahasan utama dalam tesis tersebut berbeda dengan pokok bahasan utama yang diangkat dalam penulisan hukum ini, yang dalam hal ini, menitikberatkan kompleksitas pengaturan hukum sempadan sungai dalam rencana tata ruang. 4. Tesis berjudul Hak Penguasaan Atas Tanah di Sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta karya Nita Prawita, mahasiswi Strata 2 program studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, ditulis tahun Sama halnya dengan tesis sebelumnya, persamaan Penulisan Hukum ini terletak pada objek pembahasan mengenai Sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta, sedangkan perbedaan penelitian Penulis dengan tesis karya Saudari Nita Pratiwi terletak pada perbedaan pokok pembahasan. Saudari Nita dalam tesisnya membahas mengenai hak penguasaan atas tanah di sempadan Sungai Code, sedangkan Penulis lebih menekankan hukum sempadan sungai yang ada di kawasan sempadan Sungai Code Kota Yogyakarta.

15 15 Selebihnya Penulis belum menemukan penulisan hukum terkait yang membahas mengenai objek penelitian yang sama yakni mengenai sempadan Sungai Code. Hanya terdapat beberapa penulisan mengenai sempadan pantai, sempadan jurang, dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat beberapa penulisan mengenai Sungai Code, tetapi menggunakan disiplin ilmu yang berbeda seperti pemanfaatan citra geografi, keadaan mutu air, dan sebagainya yang tidak Penulis tampilkan. Berdasarkan penelusuran tersebut Penulisan Hukum dengan judul HUKUM SEMPADAN SUNGAI CODE DAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA YOGYAKARTA benar merupakan karya asli Penulis, yang membahas berbagi pengaturan hukum terkait sempadan Sungai Code dikaitkan dengan RTRW Kota Yogyakarta yang tidak hanya terfokus pada perlindungan fungsi ruang semata, tetapi juga melihat penerapan berbagai peraturan tersebut dalam pelaksanaan penataan ruang di Kota Yogyakarta, dan apa upaya pemerintah untuk mengatasi kompleksitas masalah tersebut.

Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada Daftar Pustaka Buku / Literatur Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada Ashshofa, Burhan, 2004, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Rineka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang mempunyai peran bagi keperluan pembangunan bangsa Indonesia dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai dan arti

meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai dan arti 3 yang tersebar jumlahnya. Salah satunya adalah penggunaan lahan pada tanah timbul atau tanah wedi kengser yang biasanya terdapat di sekitar wilayah bantaran sungai. Tanah wedi kengser merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta masih belum sesuai

BAB I PENDAHULUAN. kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta masih belum sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kota Yogyakata bahwa kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Lebih terperinci

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis katulistiwa di apit oleh dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal dalam permukiman.

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah tidak lagi mengandalkan kepada tanah-tanah yang luas tetapi

BAB I PENDAHULUAN. tanah tidak lagi mengandalkan kepada tanah-tanah yang luas tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan tanah di daerah perkotaan memiliki suatu karakteristik yang khas. Di samping harga tanah yang semakin melambung, ketersediaan tanah yang ada untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian disingkat dengan UUD 1945 bahwa Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN, PENGATURAN PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Usaha konservasi menjadi kian penting ditengah kondisi lingkungan yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak mengedepankan aspek lingkungan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN Rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Klaten. Perencanaan suatu pembangunan haruslah mengkaji dari berbagai aspek-aspek

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH Alamat : Bappeda Kota Cirebon Jalan Brigjend Dharsono Bypass Cirebon 45131 Telp. (0231) 203588 GEMAH RIPAH LOH JINAWI PENGUMUMAN PENGAJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merupakan tantangan yang besar bagi Indonesia untuk mempertahankan ke-tujuhbelas

BAB I PENDAHULUAN. Merupakan tantangan yang besar bagi Indonesia untuk mempertahankan ke-tujuhbelas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan luas wilayah total 1.904.569 km 2, Indonesia disebut juga sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang dihadapi, di antaranya,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang dihadapi, di antaranya, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penerapan hukum sempadan sungai di Sungai Code Yogyakarta menghadapi permasalahan yang kompleks. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi, di antaranya, a. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia untuk disemayamkan. Hal ini menjadi amat penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia untuk disemayamkan. Hal ini menjadi amat penting bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan bagi kehidupan manusia dalam mencukupi segala kebutuhannya. Dari awal manusia lahir di dunia sampai manusia meninggal

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Firman M. Hutapea, MUM Kasubdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Wilayah II (Jawa Bali) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH Alamat : Bappeda Kota Cirebon Jalan Brigjend Dharsono Bypass Cirebon 45131 Telp. (0231) 203588 GEMAH RIPAH LOH JINAWI PENGUMUMAN PENGAJUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH Alamat : Bappeda Kota Cirebon Jalan Brigjend Dharsono Bypass Cirebon 45131 Telp. (0231) 203588 GEMAH RIPAH LOH JINAWI PENGUMUMAN PENGAJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemui pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ditemui pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan penduduk yang semakin meningkat, pencemaran lingkungan menjadi salah satu permasalahan yang banyak ditemui pada daerah dengan kepadatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM Menimbang : a. Bahwa sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR Ir. Saroni Soegiarto, ME Kasubdit Pemanfaatan SDA Makassar, 23 Maret 2016 Subdit Pemanfaatan SDA Direktorat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 18 BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Dengan diundangkannya UUPA itu, berarti sejak saat itu telah memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. 1 Kota juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman serta pertumbuhan laju penduduk mendorong terjadinya pembangunan yang sangat pesat, baik pemabangunan yang ada di daerah maupun pembangunan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA 2.1 Profil Kota Yogyakarta 2.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa sungai

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MOJOKERTO TAHUN 2002 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kelurahan Tamansari 3.1.1 Batas Administrasi Kelurahan Tamansari termasuk dalam Kecamatan Bandung Wetan, yang merupakan salah satu bagian wilayah

Lebih terperinci

Pembangunan (Jakarta: Universitas Trisakti,2005), hal Dalam Penjelasan Pasal ayat 5 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana

Pembangunan (Jakarta: Universitas Trisakti,2005), hal Dalam Penjelasan Pasal ayat 5 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia mengalami dua hal dalam hidupnya yaitu kelahiran dan kematian. Besarnya angka kelahiran mengakibatkan peningkatan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 23 Januari 1942 merupakan catatan penting bagi masyarakat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. 23 Januari 1942 merupakan catatan penting bagi masyarakat Provinsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 23 Januari 1942 merupakan catatan penting bagi masyarakat Provinsi Gorontalo sebagai sejarah lahirnya kemerdekaan rakyat Gorontalo yang terbebas dari penjajahan Belanda

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEPADAN DENGAN RAKHAT TUHAN YANG AHA ESA WALIKOTA BANJAR, enimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah kampung berasal dari bahasa Melayu, digunakan sebagai terminologi yang dipakai untuk menjelaskan sistem permukiman pedesaan. Istilah kampung sering dipakai

Lebih terperinci