BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan nutrisinya baik dalam segi mutu ataupun jumlahnya. Untuk bayi 0-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN

ANALISIS KUALITAS PROTEIN SECARA BIOLOGI PADA TEPUNG CAMPURAN BERAS-PISANG AWAK MASAK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA.

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan,

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

Analisis Protein dan Energi pada MP-ASI campuran Tepung Beras, Pisang Awak dan Ikan Lele

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda dari orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

ARIS SETYADI J

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

PENGEMBANGAN INTERVENSI MP-ASI DENGAN METODE DEMONSTRASI PADA KADER POSYANDU DI DESA BATUR KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

: Ceramah, presentasi dan Tanya jawab

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

TENTANG KATEGORI PANGAN

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB I PENDAHULUAN. kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Konsep Batita atau Tooddler

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai Deklarasi World Food Summit 1996

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

BAB I PENDAHULUAN. Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Oleh karena itu setiap makanan yang kita makan akan berubah menjadi

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

I. PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

Peran ASI Bagi Tumbuh Kembang Anak

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI adalah makanan bergizi dan berenergi tinggi yang mudah untuk diterima bayi. ASI memiliki kandungan yang dapat membantu penyerapan gizi. ASI merupakan zat gizi yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi yang penting untuk pertumbuhan dan kesehatan sampai berusia enam bulan. Namun pasca 6 bulan, pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan makanan bayi. Pemberian ASI saja pada usia pasca 6 bulan hanya akan memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan bayi. Sedangkan yang 30-40% harus dipenuhi dari makanan pendamping atau makanan tambahan. Sementara itu, pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat dalam kualitas dan kuantitasnya dapat menyebabkan bayi menderita gizi kurang (Indiarti, 2008). Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai

kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2006). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Depkes RI, 2010), prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada anak balita di Indonesia sebesar 17,9 persen sedangkan anak balita gizi lebih sebesar 12,2 persen. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek juga masih tinggi yaitu sebesar 18,0 persen dan 18,5 persen. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi tersebut dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan, dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit degeneratif pada usia tua. Keseluruhan hal tersebut akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa. Untuk mengatasi masalah ini Indonesia telah menyepakati untuk menjadi bagian dari Scaling Up Nutrition (SUN) Movement sejak Desember 2011, melalui penyampaian surat keikutsertaan dari Menteri Kesehatan kepada Sekjen PBB. Di Indonesia Gerakan SUN Movement berupa Gerakan Sadar Gizi yang bertujuan menurunkan masalah gizi yang fokus pada 1000 hari pertama kehidupan (270 hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran sampai usia 2 tahun) disingkat menjadi Gerakan 1000 HPK. Gerakan ini terdiri dari intervensi gizi spesifik, seperti promosi

ASI eksklusif serta MP-ASI dan intervensi gizi sensitif yaitu kegiatan diluar sektor kesehatan (Laksono, 2012) Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; (1) memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, (2) memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, (3) memberikan MP-ASI sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan (4) meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Pemberian MP-ASI lokal memiliki beberapa dampak positif, antara lain; ibu lebih memahami dan lebih terampil dalam membuat MP-ASI dari bahan pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian MP-ASI lokal secara mandiri. (DepKes RI, 2006) Makanan pendamping ASI pertama sebaiknya adalah golongan beras dan serelia, karena berdaya alergi rendah. Secara berangsur-angsur dapat dikombinasikan dengan buah, sayur, dan sumber protein (tahu, tempe, ikan, daging sapi, daging ayam, hati ayam, dan kacang-kacangan). Sebagian masyarakat kita memanfaatkan buah pisang diantaranya pisang awak masak (Musa paradisiaca var. Awak) sebagai MP- ASI karena rasanya yang manis dan tekstur yang lembut sehingga mudah diterima oleh bayi. Pemberian MP-ASI dari pisang awak masak juga sering dikombinasikan dengan tepung beras ataupun nasi yang merupakan makanan pokok rakyat Indonesia.

Secara empiris, pemberian pisang awak masak yang dikerok baik langsung diberikan maupun dicampur dengan nasi sebagai MP-ASI telah lama dilakukan oleh sebagian masyarakat khususnya di Aceh. Berdasarkan hal tersebut, pembuatan MP-ASI untuk memenuhi gizi bayi dapat dilakukan dengan mengombinasikan pisang awak masak yang umumnya kaya akan vitamin, karbohidrat, serat, energi, dan mineral namun sedikit mengandung protein dengan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan kedelai (Glycine max L. Merrill) sebagai penyumbang protein untuk memenuhi gizi tumbuh kembang bayi selanjutnya. Kombinasi antara kacang-kacangan dan serelia juga akan menghasilkan suatu pola komposisi asam amino esensial yang lebih mendekati pola standar bila dibandingkan dengan pola konsumsi asam amino esensial bahan makanan tersebut secara sendiri-sendiri (Nursanyoto, 1992) dikarenakan protein kacang-kacangan umumnya kaya akan lisin, leusin, dan isoelusin, tetapi terbatas dalam hal metionin dan sistin. Hal ini menyebabkan protein sering dikombinasikan dengan serelia, karena kaya akan metionin dan sistin tetapi miskin lisin (Astawan, 2008). Pembuatan tepung beras-campuran pisang awak masak yang dikombinasikan dengan ikan lele dumbo dan kecambah kedelai sebagai MP-ASI dapat lebih mudah dibentuk dan disajikan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak. Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa banyak protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang

mudah dicerna menunjukan besarnya jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan tubuh karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses (Muchtadi, 1989). Dengan demikian, penulis tertarik untuk menganalisis kualitas protein secara biologi pada campuran tepung beras-pisang awak masak yang divariasikan dengan ikan lele dumbo dan kecambah kedelai, dikarenakan manfaat yang dihasilkan dari nilai gizi yang terkandung pada ketiga pangan tersebut dalam pemenuhan gizi penting pada bayi dan balita usia 6-24 bulan. Selain itu, pemanfaatan pangan lokal juga bisa meningkatkan kelestarian terhadap budaya dan kecintaan produk dalam negeri. Untuk mengetahui mutu biologi protein tepung campuran beras-pisang awak masak yang divariasikan dengan ikan lele dumbo dan kecambah kedelai dapat menggunakan beberapa indikator yaitu: Protein Efficiency Ratio (PER), Net Protein Utilization (NPU) dan Biological Value (BV). Penentuan kualitas protein melalui indikator-indikator tersebut berdasarkan pengukuran aktivitas protein pada tubuh mencit jantan (Mus musculus) yang memiliki kemiripan fisiologis dan anatomis dengan manusia. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan pada penelitian ini adalah: Bagaimana kualitas protein secara biologi pada tepung campuran beraspisang awak masak yang divariasikan dengan ikan lele dumbo dan kecambah kedelai.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas protein secara biologi pada tepung campuran beras-pisang awak masak (Musa paradisiaca var. Awak) yang divariasikan dengan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan kecambah kedelai (Glycine max L. Merrill). 1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kualitas protein tepung campuran beras-pisang awak masak dengan ikan lele dumbo dan tepung kecambah kedelai (TPLK). 2. Untuk mengetahui kualitas protein tepung campuran beras-pisang awak masak dengan ikan lele dumbo (TPL). 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai makanan lokal sebagai MP-ASI yang mudah disajikan. 2. Memberikan informasi mengenai kualitas dan daya cerna protein tepung campuran beras-pisang awak masak yang divariasikan dengan ikan lele dumbo dan tepung kecambah kedelai.