PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB II LANDASAN TEORI. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun.

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Willmot & Hocker (2001), konflik adalah suatu ekspresi. campur tangan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang berbeda pada masing-masing masa. Diantara masamasa

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. suami atau istri, dimana umumnya dalam keluarga yang baru tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter marriage Tipe Adjusting yang Memiliki Anak. Fakhiratun Nisa B.

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baru, seperti definisi pernikahan menurut Olson dan Defrain (2006)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi kehidupan manusia. Banyak orang mengeluhkan dirinya merasa tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah periode perubahan fisik yang sangat monumental

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, darah atau adopsi (Burgess & Locke, dalam Khairuddin, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

a. Berapa lama mereka menikah b. Apa yang diharapkan dari hubungan pernikahan yang sedang dijalani 4. Perbedaan Tingkat Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. saling berbagi serta menemukan kecocokan di dalamnya. untuk menjalani pernikahan, mereka akan mendambakan sebuah pernikahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. dalam sebuah pernikahan. Seperti pendapat Saxton (dalam Larasati, 2012) bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar, dan

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

Lampiran 3. Verbatim Subjek 1. Waktu Wawancara : Sabtu, 08 Februari 2014 PENELITI (P) SUBJEK1 (YS)

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB II. 1. Pasangan WE dan ET (Mahasiswa perantauan asal Riau)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

Transkripsi:

PENDAHULUAN I.A. Latar belakang Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan seseorang, disamping siklus lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian (Pangkahila, 2004). Menurut Hurlock (1997), perkawinan adalah salah satu bentuk lembaga sosial yang penting dan tidak akan pernah berakhir. Selain itu, Berhm (1992), menyatakan bahwa perkawinan merupakan ekspresi akhir dari suatu hubungan yang mendalam dimana dua individu berikrar di depan umum didasarkan pada keinginan untuk menetapkan hubungan sepanjang hidupnya. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah lembaga sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah, kemudian terdapat peran dan status sosial baru sebagai suami atau istri, dimana umumnya dalam keluarga yang baru terbentuk tersebut, suami dan istri tinggal dalam satu rumah bersama dengan anak-anak mereka (Mahyudin, 2008). Ada berbagai alasan dimana terdapat keadaan pada suatu keluarga tidak dapat tinggal dalam satu atap (Mahyudin, 2008). Keadaan tersebut banyak terjadi pada fenomena saat ini yang memperlihatkan bahwa ada sebagian pasangan suami istri tidak tinggal dalam satu rumah, yaitu dengan menjalani perkawinan jarak jauh misalnya, suami yang harus dimutasikan ke lain kota oleh tempatnya bekerja dan istri tetap tinggal dikota asal. Umumnya, mereka memilih kondisi tersebut karena mempertahankan profesi atau pekerjaan masing-masing (dalam Seputar Indonesia, 2008). Meningkatnya kebutuhan hidup dan tingginya persaingan dalam meniti karir membuat banyak pasangan suami istri yang 8

memilih untuk tinggal berpisah untuk meniti karir di luar kota atau bahkan di negeri yang berbeda. Banyak diantara mereka yang harus meninggalkan pasangan dan anak-anaknya, sehingga mereka harus berpisah untuk sementara waktu. Perpisahan secara fisik antara suami dengan istri merupakan hal yang berat karena mereka harus saling berjauhan dan tidak dapat bertemu setiap saat (Purnamasari, 2008). Hal tersebut biasa disebut dengan perkawinan jarak jauh atau lebih dikenal dengan commuter marriage. Keadaan diatas terjadi pada seorang wanita, dengan inisial VV. VV dan suaminya sudah menjalani perkawinan jarak jauh selama kurang lebih 2 tahun sejak awal perkawinan. VV menjalani perkawinan jarak jauh karena VV harus tetap melanjutkan pendidikan di kota asal dan suaminya yang ditugaskan di kota yang berbeda. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan VV. kakak sedih kali waktu pisah sama suami tapi mau gimana lagi, walaupun berat ya harus dijalani. (komunikasi personal, 16 Maret 2009) Di Amerika Serikat perkawinan commuter semacam ini telah banyak terjadi, pada tahun 2005 jumlahnya meningkat 30% menjadi 3.6 juta pasangan, padahal di tahun 2000 jumlahnya masih 2.7 juta (Time, 2007). Johnson (dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009) memperkirakan bahwa 700.000 sampai 1 juta pasangan di Amerika menjalani gaya hidup commuting. Berdasarkan data yang di peroleh bahwa pada tahun 1995, 61% pasangan yang menikah adalah keduanya bekerja, tetapi berbeda pada tahun 1990, 53.5%, tahun 1980, 46.3%, dan tahun 1970, 38.1% (dalam U.S. Bureau of the Cencus, 1996). 9

Menurut Gerstel & Gross; Orton & Crossman, Commuter marriage merupakan keadaan perkawinan yang terbentuk secara sukarela dimana pasangan yang sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat tinggal yang berbeda lokasi geografisnya dan pasangan tersebut terpisah paling tidak tiga malam per minggu selama minimal tiga bulan (dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009). Torsina (dalam Ekasari.dkk, 2007), menyatakan bahwa commuter marriage merupakan pernikahan yang karena alasan khusus menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah. Rhodes (2002) juga menambahkan bahwa pasangan yang tinggal di rumah yang berbeda juga disebut commuter marriage. Ada banyak alasan pasangan perkawinan untuk menjalani commuter marriage. Alasan yang paling umum adalah untuk mempertahankan pekerjaan atau karir. Seperti yang dikatakan Anderson (dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009), beberapa faktor yang mempengaruhi commuter marriage adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja wanita, meningkatnya jumlah pasangan yang sama-sama bekerja dan meningkatnya jumlah wanita yang mencari karir dengan training khusus. Faktor lain yang juga mempengaruhi commuter marriage adalah pekerjaan yang menuntut orang untuk berpindah-pindah sehingga banyak pasangan yang harus berpisah untuk sementara waktu. Pasangan menjalani commuter marriage karena masing-masing memiliki pekerjaan di lokasi geografis yang terpisah jauh sehingga pasangan tersebut tidak dapat berada ditempat tinggal yang sama. Dengan menjalani commuter marriage masing-masing pasangan tetap menjalani pekerjaan mereka, sambil mempertahankan hubungan pernikahan. Keadaan secara commuter ini sering dianggap sementara sampai kedua pasangan 10

mencapai tujuan karir yang memungkinkan mereka untuk dapat tinggal bersama (Farris, dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009). penelitian EP. Hal diatas sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan responden...kakak udah lebih dari 4 tahun pisah sama suami. Kita pisah bukan karna terjadi apa-apa, tapi kita pisah karna suami harus pindah kerja di Kalimantan dan kakak juga harus kerja di sini. Sebenarnya kakak pengen ikut suami tapi masih blom bisa, karna kita berdua masih mau kerja dan butuh pekerjaan ini buat masa depan kita dan keluarga. Sekarang juga kita lagi fokus sama kerjaan agar lebih mapan lagi. (komunikasi personal, 5 februari 2009) Selain alasan untuk mempertahankan pekerjaan, commuter marriage juga sering dijalani dengan tujuan untuk mencari penghasilan lebih baik. Pasangan suami istri akan mencari pekerjaan yang lebih baik, untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan untuk pencapaian jenjang karir (Ekasari, Wahyuningsih, & Setyaningrum, 2007). Pada pasangan commuter marriage terdapat beberapa masalah yaitu seperti kelelahan terhadap peran (Anderson & Spruill, 1993, Gerstel & Gross, 1982, 1983, 1984; Winfield, 1985), pekerjaan yang mengganggu waktu untuk bersama (Gerstel & Gross, 1984; Winfield, 1985), durasi perpisahan (Gerstel & Gross, 1984), kurangnya kebersamaan (Winfield, 1985), kurangnya kekuatan ego (Winfield, 1985) dan penurunan kompetensi sebagai profesional (Gerstel & Gross, 1984; Winfield, 1985). Selain masalah yang terjadi diatas, pada pasangan commuter marriage juga terjadi keterpisahan fisik, keterpisahan fisik ini memunculkan banyak permasalahan dalam perkawinan. Seperti yang diakatakan Souccar (dalam 11

Ekasari.dkk, 2007), bahwa banyak masalah yang akan muncul pada pasangan commuter marriage, diantaranya komunikasi karena pasangan suami istri tidak dapat bertemu setiap hari untuk mengetahui keadaan atau kegiatan masingmasing. Dampak dari keterpisahan fisik tersebut adalah merasa kesepian, pasangan suami istri tidak dapat mencurahkan isi hati, tidak dapat bermesraan, kerinduan untuk melakukan kegiatan keseharian bersama pasangan, dan berkurangnya frekuensi hubungan seksual. Jika pasangan suami istri tersebut telah mempunyai anak, maka istri harus memenuhi kebutuhan anak-anaknya atau jika sakit, istri harus menyelesaikan sendiri tanpa bantuan suami. Anak bisa kehilangan figur ayah, dan istri merasa berat untuk memerankan dua figur secara bersamaan (dalam Ekasari. dkk, 2007). EP. Hal diatas juga dapat terlihat dalam wawancara peneliti dengan responden Rasanya sepi kalo suami lagi gak di sini, apalagi kalo lagi kangen, gak tau mau ngapain Sebenernya yang buat masalah kalo kita jauh tu adalah sinyal telpon. Suami kakak kan di Kalimantan, jadi kalo mau telpon susah, harus cari sinyal dulu. Makanya jarang komunikasi... (komunikasi personal, 6 april 2009) Dalam commuter marriage kurangnya kehadiran pasangan dan terhambatnya kontak nonverbal juga dapat mempengaruhi keintiman pasangan (Scoot, 2002). Menurut Thompson & Walker (dalam Papalia, 2003) pada wanita keintiman memerlukan adanya rasa saling berbagi perasaan dan kepercayaan, sedangkan pria cenderung mengekspresikan keintiman melalui hubungan seksual, pemberian bantuan praktis, pendampingan, dan aktivitas yang dilakukan bersama. 12

Jadi, kurangnya kehadiran pasangan dapat mempengaruhi kepercayaan atau trust pada wanita. Kehadiran anak dalam keluarga commuter marriage menyebabkan kehidupan keluarga menjadi lebih kompleks. Pada keluarga yang memiliki anak, biasanya anak tinggal bersama dengan istri di daerah asal sedangkan suami bekerja di daerah lain (Scoot, 2002). Roehling & Bultman (2002) menjelaskan bahwa pasangan yang tidak tinggal bersama anak-anak dapat fokus pada karir, namun pasangan lain, biasanya istri yang tinggal dengan anak merasakan peran sebagai orang tua tunggal. Oleh sebab itu, kehidupan istri menjadi lebih kompleks dan merasakan peran sebagai orang tua tunggal dimana harus memperhatikan dan menjaga anak. Istri pada pasangan commuter marriage sering kali merasa mempunyai peran sebagai orang tua tunggal dan konflik peran meskipun pasangan commuter marriage menganut peran egalitarian, dimana pasangan suami istri mempunyai peran yang sama dalam keluarga. Namun, ketika salah satu pasangan meninggalkan keluarga, pasangan tersebut akan menyerahkan perannya dalam keluarga kepada pasangan yang tinggal dengan keluarga. Harriett Gross (dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009), menyatakan bahwa ada dua tipe dari pasangan commuter marriage, yang pertama adalah pasangan adjusting, yaitu pasangan suami istri yang usia perkawinnanya cenderung lebih muda, menghadapi perpisahan perkawinan atau commuter marriage di awal perkawinan, dan memiliki sedikit atau tidak ada anak. Yang kedua, pasangan established, yaitu pasangan suami istri yang usia perkawinannya lebih tua, telah lama bersama dalam perkawinan dan memiliki anak yang sudah 13

dewasa dan telah keluar dari rumah. Dalam commuter marriage sendiri, trust menjadi masalah besar bagi pasangan adjusting karena pasangan ini telah menjalani commuter marriage di awal perkawinan dimana diantara mereka belum tercipta keyakinan sepenuhnya. Pasangan yang menjalani commuter marriage juga mengalami perasaan khawatir dan kurang mempercayai pasangan (Ekasari, dkk, 2007). Seperti yang tergambar dari wawancara dengan VV mengenai masalah yang terjadi selama menjalani perkawinan jarak jauh atau commuter marriage:.kalo jarak jauh gini ya pasti ada aja masalahnya. Khawatir, curiga, takut, sedih, gak percaya sama pasangan kita, ya semua la.. pokoknya jadi satu. Ada aja pikiran kayak gitu. Kakak pernah saking curiganya sama suami sampe marah dan kesel, cuma gara-gara ada temen ceweknya yang nyanyi waktu suami lagi telpon kakak. Kakak uda curiga aja, sampe marah-marah sama suami tapi suami kakak langsung bilang itu temennya dan bilang ke kakak harus percaya sama dia. (komunikasi personal, februari 2009) Kepercayaan atau trust sendiri merupakan aspek penting dalam semua hubungan, terutama dalam hubungan perkawinan. Perkawinan tanpa rasa saling percaya mungkin bisa mengakibatkan hal yang buruk seperti perceraian. Dalam perkawinan commuter ini diperlukan trust, selain juga kejujuran, kesetiaan dan komitmen (Maines, dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009). Farris menyatakan bahwa keberhasilan yang sangat penting dalam commuter marriage adalah dasar kepercayaan atau trust, dukungan dari pasangan, komitmen yang kuat pada perkawinan dan pasangan, serta komunikasi yang terbuka antara pasangan (dalam Rusconi, 2002). Apabila salah satu pasangan mulai tidak percaya dan tidak jujur maka pasangan yang lain akan sendirinya merasa tidak 14

aman dan tidak nyaman (Sadarjoen, 2007). Maines (dalam Marriage and Family Encyclopedia, 2009), menyatakan bahwa dalam perkawinan jarak jauh atau commuter marriage, trust dan komitmen cenderung dinilai tinggi bagi pasangan yang berhasil menegosiasikannya. DA: Hal di atas sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan responden yaitu aku percaya sama suami aku...entah kenapa rasa percaya ini sangat kuat...walaupun kita beda kota tapi itu gak jadi masalah sama aku.. mungkin karena setiap waktu dia selalu perhatiin aku... setiap hari kita selalu telpon dan sms, selalu kasih kabar dan berbagi cerita. aku percaya banget sama dia...yang pastinya kita berdua udah punya komitmen. (komunikasi personal, februari 2010) Trust adalah persepsi bahwa pasangan memiliki kebaikan dan kejujuran yang besar (dalam Trust, 2002). Menurut Johnson & Johnson (1997), trust merupakan aspek dalam suatu hubungan secara terus menerus berubah serta bervariasi. Henslin (dalam King, 2002) memandang trust sebagai harapan dan kepercayaan individu terhadap reliabilitas orang lain. Pondasi dari trust meliputi saling menghargai satu dengan yang lainnya dan menerima adanya perbedaan (Carter, 2001). Menurut Johnson & Johnson (1997) tingkat trust dalam sebuah hubungan dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan kemauan setiap orang untuk dapat percaya (trusting) dan dapat dipercaya (trustworthy). Trust juga merupakan suatu proses dan hal utama yang mendasari dalam suatu hubungan (McLean, 2005). Menurut Hendrick & Hendrick (1992) trust merupakan faktor yang diperlukan untuk tercapainya hubungan yang sukses. 15

Adanya rasa percaya merupakan suatu keharusan di dalam suatu hubungan. Suatu hubungan tumbuh dari rasa saling percaya, dan tidak dapat bertahan tanpa rasa saling percaya (Ridwan, 2007). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran trust pada istri yang menjalani commuter marriage tipe adjusting. I.B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana gambaran trust pada istri yang menjalani commuter marriage tipe adjusting?. I.C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan dalam pelitian ini, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran trust pada istri yang menjalani commuter marriage tipe adjusting. I.D. Manfaat Penelitian I.D.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberi gambaran dan pemahaman mengenai bagaimana trust pada pasangan commuter marriage. I.D.2 Manfaat Praktis 16

a. Sebagai masukan bagi para calon pasangan suami istri yang akan menjalani perkawinan jarak jauh atau commuter marriage dan pasangan suami istri yang melakukan perkawianan jarak jauh atau commuter marriage agar dapat menjalani dan mengisi hari-hari dalam kehidupannya dengan lebih baik. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan trust pada pasangan commuter marriage. I.E. Sistematika Penulisan Proposal ini dibagi atas tiga bab, dan masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Sistematika penulisan penelitian ini adalah: Bab I: Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II: Landasan Teori. Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yang meliputi landasan teori dari kepuasan perkawinan dan commuter marriage. Bab III: Metode Penelitian. 17

Bab ini terdiri atas identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur dan metode analisis data. Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan. Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan. Bab V: Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dlakukan. 18