I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Provinsi Lampung dengan menggunakan data

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam hal keuangan maupun pelayanan daerah serta mengelola kekayaan daerah baik dalam bidang ekonomi maupun sumber daya yang dimiliki guna memajukan daerah dan mensejahterakan masyarakat. Salah satu pendekatan yang digunakan pemerintah dalam pembangunan daerah adalah desentralisasi, yaitu pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah guna memberikan peluang bagi daerah untuk mengoptimalkan sumber daya secara efektif dan efisien agar lebih dapat memajukan daerah. Desentralisasi diharapkan mampu mendorong peningkatan partisipasi dan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan potensi sumber daya daerah dan tidak terlalu bergantung pada pemerintah pusat (Saragih, 2003). Diberlakukannya Undang-undang (UU) No. 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, merupakan awal dari otonomi daerah dan reformasi pemerintah daerah serta pengelolaan keuangan daerah di Indonesia yang memberi dampak terjadinya pelimpahan wewenang yang luas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

2 untuk menyelenggarakan fungsi pemerintah daerah secara optimal, walaupun implementasi otonomi daerah baru dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 berdasarkan ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Keuangan Pusat Daerah. Kedua undang-undang ini kemudian diperbaharui menjadi UU No. 33 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 32 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Konsekuensi dari pelaksanaan UU No. 32 2004 dan UU No. 33 2004 adalah pemahaman tentang pemberian wewenang yang lebih luas kepada daerah dan kejelasan perimbangan keuangan pusat dan daerah menjadi sangat penting bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, karena dengan pemahaman yang tepat dan benar maka upaya pemberian otonomi akan menjadi lebih efektif dan efisien. Sebaliknya bila pemahaman yang keliru maka pemberian otonomi akan menambah beban daerah (Frediyanto, 2010). Menurut Saragih (2003), desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemeritahan yang dilimpahkan. Sehingga pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menyadari bahwa pelayanan dan pembangunan daerah sudah menjadi tanggungjawab dan urusan daerah, hal ini bisa berdampak lebih baik pada transfer dana pusat ke daerah.

3 Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri RI 2013, sejak diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah tahun 1999, Indonesia mengalami perubahan jumlah provinsi dan kabupaten/kota sampai dengan tahun 2013. Total daerah otonom di Indonesia pada tahun 2013 berjumlah 539 daerah yang terdiri atas 34 Provinsi, 412 Kabupaten, dan 93 Kota. Jumlah ini bertambah sejak tahun 1999 sebanyak 220 daerah otonom (delapan Provinsi, 178 Kabupaten, dan 34 Kota). Total daerah otonom Provinsi Lampung sendiri sejak tahun 1999 berjumlah delapan terdiri atas tujuh Kabupaten dan satu Kota. Total Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2013 berjumlah 15 (13 Kabupaten dan dua Kota). Dapat dilihat pada Gambar 1 jumlah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung sejak tahun 1959-2013. Jumlah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Jumlah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung 1959 1991 1997 1999 2007 2008 2012 2013 4 5 7 10 11 14 15 15 Sumber : Data diolah dari Kementerian Dalam Negeri RI, 2013. Gambar 1. Jumlah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung 1959-2013. Berdasarkan Gambar 1 di atas, terlihat bahwa sebelum Provinsi Lampung terbentuk ( 1964), pada tahun 1959 sudah terdapat empat Kabupaten/Kota yakni Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten

4 Lampung Utara dan Kota Bandarlampung. 1991 terbentuk Kabupaten Lampung Barat yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara. 1997 terdapat dua Kabupaten baru yakni Kabupaten Tanggamus (pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan) dan Kabupaten Tulang Bawang (pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara). Berdiri tiga Kabupaten/Kota baru pada tahun 1999 yaitu Kabupaten Lampung Timur (pemekaran dari Kabupaten Lampung Tengah), Kabupaten Way Kanan (pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara), dan Kota Metro (pemekaran dari Lampung Tengah). Kabupaten Pesawaran (pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan) berdiri pada tahun 2007. Kabupaten Pringsewu (pemekaran dari Kabupaten Tanggamus), Kabupaten Mesuji (pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang), serta Kabupaten Tulang Bawang Barat (pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang), berdiri bersamaan pada tahun 2008. Terakhir pada tahun 2012 berdiri Kabupaten Pesisir Barat (pemekaran dari Kabupaten Lampung Barat). Sehingga total Kabupaten/Kota Provinsi Lampung sampai tahun 2013 berjumlah 15 Kabupaten/Kota. Di era otonomi, dalam hal memanfaatkan sumber daya secara optimal dan menuju daerah yang mandiri, tidak terlepas dari adanya sumber pembiayaan yang memadai. Keuangan daerah identik dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan saling berkaitan dengan desentralisasi fiskal dalam konteks otonomi daerah. Menurut Halim dalam Aryanto (2011), ciri utama suatu daerah berhasil melaksanakan otonomi daerah, yakni (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti kewenangan dan kemampuan harus dimiliki daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan guna membiayai penyelenggaraan pemerintahannya,

5 dan (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi sumber keuangan terbesar. Namun, terdapat daerah dengan sumber daya yang dimiliki mampu menyelenggarakan otonomi daerah, namun ada beberapa daerah pula yang kesulitan karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Hal tersebut dikarenakan kebijakan otonomi dimulai pada saat daerah di Indonesia sedang melepaskan diri dari krisis moneter (1997-1998), sehingga kesiapan (fiskal) daerah satu berbeda dengan yang lainnya dalam hal ketersediaan, kemampuan, maupun pengelolaan daerah terutama dalam hal keuangan. Pengelolaan keuangan daerah atau APBD paling mendekati sebagai pengelolaan keuangan yang modern yang dapat diterapkan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah. Menurut Mardiasmo (2002), pengelolaan keuangan APBD adalah perubahan dari traditional budget (pengelolaan tradisional) ke performance budget (pengelolaan modern). Dalam era otonomi walaupun terdapat sumber pendapatan daerah dalam APBD yang berasal dari pemerintah pusat seperti dana perimbangan, namun pengelolaan keuangan APBD sepenuhnya wewenang pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran. Dengan kata lain, pendapatan dalam APBD juga mendukung pelaksanaan otonomi daerah, yakni berupa sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah

6 (PAD), namun setiap daerah tidak harus memaksakan untuk menekan pengeluaran tanpa diimbangi kemampuan penerimaannnya. Pendapatan daerah, merupakan sebuah faktor penting untuk menjalankan otonomi daerah. Pendapatan daerah memiliki beberapa variabel pembentuknya, diantaranya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Tabel 1 berikut akan menampilkan proporsi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota Provinsi Lampung dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah pelaksanaan otonomi daerah (1999-2000 dan 2001-2002). Tabel 1. Proporsi PAD Terhadap APBD Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (Rupiah). Kabupaten/Kota Sebelum Otonomi Daerah Sesudah Otonomi Daerah 1999 2000 2001 2002 Lampung Barat 2,876,640,979 1,344,527,751 2,054,020,000 4,932,423,000 Lampung Selatan 1,615,821,690 1,956,446,480 9,811,720,000 9,519,590,000 Lampung Tengah 6,537,034,684 5,361,171,029 7,064,160,000 8,521,040,000 Lampung Utara 469,386,966 2,205,243,223 4,562,010,000 6,090,060,000 Lampung Timur 793,737,229 404,846,258 2,696,060,000 3,521,080,000 Tanggamus 3,707,020,000 1,948,987,458 2,244,590,000 3,170,990,000 Tulang Bawang 1,516,250,107. 2,051,557,000 2,195,500,000 4,747,950,000 Way Kanan 142,082,970 122,546,561 1,218,340,000 1,365,000,000 Bandarlampung 1,297,042,513 11,922,339,267 23,696,670,000 31,586,280,000 Kota Metro 4,667,796,000 4,025,974,050 4,478,010,000 7,198,010,000 Sumber : Kementerian Keuangan RI, 2013. Dalam Tabel 1 di atas, diketahui bahwa sebelum otonomi daerah ( 1999-2001) Kota Bandarlampung mengalami peningkatan PAD yang sangat drastis pada tahun 1999-2000 yakni dari Rp1,297,042,513 ke Rp11,922,339,267. Sedangkan setelah otonomi daerah ( 2001-2002), semua Kabupaten/Kota mengalami peningkatan PAD kecuali Kabupaten Lampung Selatan. Selain dengan mengukur kemampuan keuangan daerah, kesiapan daerah memasuki era otonomi juga diukur dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi

7 daerah. Saragih dalam Adi (2012), menyatakan bahwa peningkatan kemampuan keuangan daerah merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi, selain itu dalam upaya peningkatan kemampuan keuangan daerah, daerah juga perlu melakukan upaya-upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Otonomi daerah memberikan keleluasaan daerah mengelola berbagai potensi yang dimiliki di mana alokasi penerimaan daerah menjadi faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tabel 2 di bawah menampilkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Lampung dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah pelaksanaan otonomi daerah (1999-2000 dan 2001-2002). Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (Persen). Kabupaten/Kota Sebelum Otonomi Daerah Sesudah Otonomi Daerah 1999 2000 2001 2002 Kab. Lampung Barat 5,94 5,64 3,35 3,80 Kab. Lampung Selatan 2.55 3,55 3,64 3,88 Kab. Lampung Tengah 5,25 3,66 4,23 3,90 Kab. Lampung Utara 2,45 3,03 3,55 4,34 Kab. Lampung Timur 27,26 4,17 3,40 13,42 Kab. Tanggamus 3,85 3,87 3,93 3,57 Kab. Tulang Bawang 8,67 3,29 2,81 3,62 Kab. Way Kanan 12,52 3,62 3,88 4,05 Kota Bandarlampung 3,56 3,29 3,14 3,82 Kota Metro 14,98 3,26 3,74 3,40 Provinsi Lampung 4,87 5,12 3,59 5,62 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Pada Tabel 2 di atas, terlihat bahwa dua tahun sebelum pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 1999 dan tahun 2000, hanya Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Tanggamus yang meningkat, sedangkan setelah otonomi daerah pada tahun 2001-2002, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Tanggamus, dan Kota Metro mengalami penurunan. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2001 menjadi 3,59%.

8 Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (studi pada kabupaten/kota Provinsi Lampung). B. Rumusan Masalah Penelitian ini akan melihat perbandingan kemampuan keuangan dan perbedaan pertumbuhan ekonomi daerah pada Kabupaten/Kota Provinsi Lampung dalam memasuki era otonomi. Dari uraian tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti adalah : 1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung sebelum dan sesudah memasuki era otonomi daerah? 2. Apa saja tipe pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung sebelum dan sesudah memasuki era otonomi daerah? C. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan penulis adalah: 1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan keuangan daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung sebelum dan sesudah memasuki era otonomi daerah. 2. Untuk mengetahui tipe-tipe pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung sebelum dan sesudah memasuki era otonomi daerah.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan dan sumber informasi pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam mengupayakan peningkatan kemampuan keuangan daerah serta pertumbuhan ekonomi daerah. 2. Sebagai bahan refrensi bagi peneliti, mahasiswa dan dosen lain yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama. 3. Sebagai informasi dan pengetahuan bagi peneliti maupun orang lain untuk menyelaraskan apa yang didapat selama kuliah dan kenyataan di lapangan. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang Kemampuan Keuangan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam Era Otonomi pada Kabupaten/KotaProvinsi Lampung ini terfokus untuk menganalisa kemampuan keuangan daerah dengan menggunakan formula Kemampuan Keuangan daerah, serta menganalisa perbedaan tipe pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota Provinsi Lampung menggunakan Tipologi Klassen sebelum pelaksanaan otonomi daerah tahun 1996-2000 dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2012. F. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

10 Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Sebelum Era Otonomi Daerah Sesudah Era Otonomi Daerah Kemampuan Keuangan Pertumbuhan Ekonomi Indeks Kemampuan Keuangan Tipologi Klassen Simpulan dan Saran Gambar 2. Kerangka Pemikiran. Kerangka pemikiran pada Gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut, otonomi daerah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengurus dan mengatur segala urusan daerahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah bertujuan agar pemerintah daerah dapat mandiri untuk mengurus kepentingan daerah termasuk keuangan daerah dan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi agar tidak terlalu bergantung pada pemerintah pusat. Penelitian ini akan menganalisa kemampuan keuangan dan pertumbuhan ekonomi daerah sebelum dan sesudah era otonomi pada Kabupaten/Kota Provinsi Lampung. Kemampuan Keuangan dihitung dengan menggunakan formula Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) dari Deddy K (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, 2003) dan perbedaan pertumbuhan ekonomi dianalisa dengan menggunakan Tipologi Klassen untuk mengetahui tipe-tipe pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/kota Provinsi Lampung sebelum era otonomi dan

11 sesudah era otonomi. Sehingga dapat diketahui perbedaan kemampuan keuangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Lampung sebelum dan sesudah era otonomi. G. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat disimpulkan adalah: Terdapat perbedaan kemampuan keuangan daerah dan perbedaan tipe pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Lampung pada era otonomi daerah.