publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan

REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI PROVINSI...

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

ANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

Legacy SBY Di Bidang Politik dan Demokrasi. LSI DENNY JA Oktober 2014

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

Sunardi Purwaatmoko 1. Kata-kata kunci: kebijakan beras, koalisi partai reformis dan oligarki politik.

Pelajaran dari Kasus Pansus Bank Century

Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, secara otomatis merubah sistem politik di Indonesia. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

Sunardi Purwaatmoko 1. Kata-kata kunci: kebijakan beras, koalisi partai reformis dan oligarki politik.

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik

PASKA MUNASLUB: Golkar Perlu Branding Baru? LSI DENNY JA Analis Survei Nasional, Mei 2016

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

KAMPANYE NEGATIF DAN PREDIKSI HASIL PILEG Lingkaran Survei Indonesia April 2014

Mayoritas Publik Ingin DPR Tandingan Segara Bubarkan Diri. LSI DENNY JA November 2014

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis

SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU. Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

Tiga Isu Menanti Kabinet Jokowi. LSI DENNY JA Oktober 2014

PKB 4,5%, PPP 3,4%, PAN 3,3%, NASDEM 3,3%, PERINDO

BAB 1 PENDAHULUAN. Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya

Pemilu 2014, Partai Islam Bakal 'Keok'

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik. Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI)

PENGENALAN PUBLIK TENTANG PARTAI POLITIK: BAGAIMANA KUALITAS PILEG 2014?

Pembaruan Parpol Lewat UU

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Penelitian mengenai Evaluasi Pemilihan Umum Pada Proses

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI

MEDIA SURVEI NASIONAL

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

Paska PAN Gabung Pemerintah LSI DENNY JA SEPTEMBER 2015

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

HASIL JAJAK PENDAPAT PUBLIK SEPUTAR PEMILUKADA DKI JAKARTA 2012

HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi Cossensus politik Nasional yang

Jokowi Pasca Naiknya BBM. LSI DENNY JA November 2014

Matahari Kembar Kapolri? LSI DENNY JA Januari 2015

2014 : PEMERINTAHAN GOLKAR ATAU PEMERINTAHAN PDIP? Lingkaran Survei Indonesia Februari 2014

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Bagaimana pendapat Anda tentang susunan menteri kabinet barunya SBY?

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

FORMAPPI JAKARTA, 3 APRIL 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masa Yunani kuno (Azhar, Zain & Asif, 2010). Setiap tahun Yunani memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kehidupan politik di Indonesia sangat dinamis. Ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu

PT. Universal Broker Indonesia 1 MARKET OUTLOOK MEI: PILPRES. Oleh: Satrio Utomo PT. Universal Broker Indonesia. 26 April 2014

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Demokrasi dalam sistem politik Indonesia merupakan sebuah keniscayaan

Pemilu 2009: Kemenangan Telak Blok Partai Nasionalis Ringkasan

PROSPEK ISLAM POLITIK

PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengimplementasikan demokrasi pada tingkat lokal di Indonesia. Perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Jenderal TNI (Purn) Luhut B. Pandjaitan

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

SURVEI NASIONAL PEMILIH MUDA: EVALUASI PEMERINTAHAN, CITRA DAN PILIHAN PARPOL DI KALANGAN PEMILIH MUDA JELANG PEMILU 2014

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Klaim partai nasionalis pada faktanya hanya sekadar jargon. Ujung-ujungnya juga kapitalis dan neoliberal.

I. PENDAHULUAN. Dalam Negara demokrasi, pemilu merupakan sarana untuk melakukan pergantian

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009

MENYIMAK PEMBERITAAN PARTAI POLITIK DI MASA KAMPANYE TERBUKA (16 Maret 1 April 2014)

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

Jl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) , Fax (021) Website:

BAB V PENUTUP. Dari analisis hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam bab sebelumnya. dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. warga tertentu. Strategi komunikasi politik juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa perubahan pada sistem politik di Indonesia seperti

JK: Tradisi Golkar di Pemerintahan

Kekuatan Elektoral Partai-Partai Islam Menjelang Pemilu 2009

Transkripsi:

BAB VI. KESIMPULAN Perubahan-perubahan kebijakan sektor beras ditentukan oleh interaksi politik antara oligarki politik peninggalan rezim Orde Baru dengan oligarki politik reformis pendatang baru. Tarik menarik kepentingan antara dua kutub kekuatan itu menentukan nasib petani dan penduduk miskin. Hal ini disebabkan karena Masyarakat Sipil tidak mempunyai kapasitas untuk menuntut perubahan-perubahan kebijakan yang ditujukan pada Masyarakat Politik. Sehingga, hanya menggantungkan pada kekuatan oligarki politik baru. Ketika elemen-elemen kekuatan oligarki politik baru solid dan berkuasa dalam Pemerintahan, perubahan kebijakan menuju proteksi yang dihasilkannya terwujud walaupun hanya bersifat moderat karena, hubungan patronase antara birokrat, politisi-politisi lama, dan pengusaha-pengusaha, yang didukung oleh lembaga-lembaga internasional dan negara-negara Barat sangat kuat. Sebaliknya, ketika oligarki politik baru terpecah, pengaruh perubahan kebijakan yang dihasilkannya negatif atau tidak berpengaruh sama sekali dengan alasan yang sama. Walaupun demikian, dalam suatu sistem politik yang demokratis proses pengambilan kebijakan berjalan sangat dinamis. Kelompok kekuatan penentang liberalisasi akan mengadakan tuntutan di berbagai level yakni, birokrasi pemerintah, parlemen, dan demonstrasi publik. Survai ini membenarkan bahwa akor-aktor politik dan bisnis lokal pada masa Orde Baru dan aktor-aktor politik global dapat bertahan dalam situasi politik demokrasi yang baru. Bahkan dalam sektor perberasan aliansi diantara pelaku bisnis lokal dan internasional, birokrat, politisi, dan lembaga-lembaga internasional IMF dan Bank Dunia yang mendapat dukungan negara-negara Barat menjadi semakin kuat dengan adanya kebijakan liberalisasi, walaupun telah lahir rezim politik reformasi. Oleh sebab itu mereka masih memiliki pengaruh yang menentukan terhadap proses pengambilan kebijakan publik pada sektor pangan pada umumnya dan sektor kebijakan perberasan khususnya. Kegagalan pengendalian liberalisasi sektor perberasan pada masa rezim reformasi tidak terlepas dari dominasi oligarki politik masa Orde Baru. Dalam sistem politik demokratis, oligarki politik lama dapat bertahan dan menyesuaikan diri dengan sistem demokrasi yang ada karena sistem politik multi-partai telah memberikan peluang bagi mereka untuk menguasai lembaga-lembaga politik demokrasi. Oligarki politik pendatang baru tidak mampu mendominasi proses pengambilan kebijakan

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama. Dalam sistem multi-parpol kompetisi politik mengejar karier sangat tinggi sehingga, memaksa partai-partai politik menggunakan mesin partai untuk memobilisasi suara dukungan konstituen. Mobilisasi konstituen melalui mesin parpol memerlukan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu, pada umumnya partai-partai politik mempunyai perilaku yang pragmatis dalam menentukan pilihan-pilihan politik. Sebagian besar dari elemen-elemen kekuatan politik reformis juga tidak luput dari pengaruh pemikiran pragmatis dan memutuskan untuk berkoalisi dengan oligarki politik masa Orde Baru. Oleh sebab itu kekuatan oligarki politik reformis baru menjadi semakin lemah. Sehingga, praktek-praktek pemburuan rente menjadi semakin berkembang luas di kalangan lembaga-lembaga birokrasi pemerintah. Kebijakan impor beras bukan hanya memberikan keuntungan bagi aktor-aktor politik lama akan tetapi juga politisi-politisi reformis. Perilaku politik partai-partai politik reformis memiliki andil yang besar dalam mendukung kebijakan liberalisasi pasar beras dalam negeri dan impor. Sama halnya dengan parpol lama yang dekat dengan Suharto, parpol reformis tidak dapat menghindar dari praktek-praktek pemburuan rente. Faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah bahwa untuk mempertahankan karier politik mereka harus mampu memobilisasi dukungan konstituen melalui mesin parpol. Dengan demikian, dominasi aktor-aktor pendukung liberalisasi bukan hanya melibatkan aktor-aktor lama yang terikat dalam oligarki politik masa Orde Baru, akan tetapi juga politisi-politisi baru dari partai-partai politik reformis. Terbukti, perubahan perubahan kebijakan dalam masa awal reformasi ditentukan oleh pola kekuatan koalisi antar parpol yang ada dalam Pemerintahan dan Parlemen. Ketika oligarki politik baru yang terdiri dari parpol reformis masih dapat bersatu dan terlibat dalam kabinet Pemerintahan Gus Dur dan Megawati, perubahan-perubahan kebijakan menuju perlindungan terhadap petani dan kelompok miskin dapat terwujud. Pada masa Pemerintahan Gus Dur dan Megawati, oligarki politik baru yang didukung oleh ormas petani, NGOs, dan beberapa Kepala-kepala Daerah, dapat menghasilkan perubahan-perubahan kebijakan seperti penetapan tariff impor beras, pemutusan hubungan dengan IMF, dikembalikannya subsidi input, dan larangan impor beras. Pada masa Pemerintahan Gus Dur dan Megawati, Partai politik GOLKAR tetap dapat mempertahankan keberadaannya dan memperoleh dukungan konstituen yang besar. Walaupun para technokrat masa Orde Baru tidak menduduki posisi sebagai menteri akan tetapi mereka masih mempunyai posisi yang kuat dalam proses pengambilan kebijakan.

Kelompok Mafia Berkely menduduki posisi dominan sebagai penasehat Presiden. Kelompok technokrat ini masih bertahan hingga Pemerintahan SBY. Orientasi pemikiran dari para technocrat itu itu adalah liberal. Dengan dukungan yang kuat dari lembaga-lembaga internasional IMF, Bank Dunia, WTO, dan negara-negara Barat kebijakan perberasan yang liberal tetap bertahan. Sehingga, pelaku bisnis importir beras domestik pada masa Orde Baru yang terdiri dari importir-importir yang dekat dengan oligarki politik masa Orde Baru juga dominan. Oligarki politik baru yang terdiri dari elemen-elemen kekuatan reformis hanya mampu mengendalikan secara terbatas melalui kebijakan de-liberalisasi sektor perberasan. Pada masa awal transisi demokrasi, parpol reformis relatif masih dapat bersatu dan mendukung kebijakan de-liberalisasi sektor beras. Walaupun rezim politik reformasi yang demokratis telah lahir, partai-partai politik reformis tidak dapat mengendalikan sepenuhnya jalannya liberalisasi yang sudah dimulai sejak akhir rezim Orde Baru. Tekanan-takanan politik dari aktor-aktor politik pendatang baru seperti partai politik, Kepala Daerah, organisasi petani dan NGOs hanya mampu menghambat jalannya liberalisasi dengan dukungan dari partai politik reformis yang sedang berkuasa menjalankan Pemerintahan. Jatuhnya Suharto dan proses demokratisasi yang mengikutinya telah menghilangkan kendala-kendala partisipasi politik dari masyarakat miskin. Demokratisasi telah melahirkan aktor-aktor partai-partai politik dan Kepala-kepala Daerah yang tergantung pada dukungan suara konstituen masyarakat petani miskin. Sehingga partisipasi politik masyarakat miskin yang derepresentasikan oleh ormas petani, NGOs, dan Kepala-kepala Daerah berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan. Pengaruh yang dihasilkan dari partisipasi poltitik Masyarakat sipildan Kepala-kepala Daerah terhadap proses pengambilan keputusan tergantung pada kekuatan oligarki politik reformis baru yang terdiri dari partai-partai politik reformis yang sedang berkuasa dalam kabinet Pemerintahan yang terbentuk setelah pemilu pertama. Dalam perkembangannya kebijakan impor beras juga melibatkan politisi-politisi reformis yang hendak mempertahankan posisi politik mereka. Partai-partai politik reformis berubah menjadi pragmatis dan berkoalisi dengan elemen-elemen kekuatan politik oligarki lama. Sebagai akibatnya kekuatan oligarki politik reformis pendatang baru menjadi semakin melemah. Sehingga, pada masa Pemerintahan SBY I, aktor-aktor yang diuntungkan kebijakan liberalisasi dan impor beras menjadi lebih kuat dibandingkan dengan aktor-aktor yang dirugikan. Karena, partai-partai politik reformis terperangkap dalam kepentingan bisnis oligarki politik patrimonial sisa Orde Baru yang menguasai jaringan patronase dengan

birokrat dan sektor bisnis. Sehingga, kebijakan liberalisasi perberasan dalam kenyataannya tetap berjalan dan kebijakan impor dihidupkan kembali. Kebijakan liberalisasi sektor beras menjadi semakin kuat karena dapat dikendalikan oleh kekuatan oligarki politik lama yang didukung oleh elemen-elemen kekuatan politik baru yang pragmatis. Penyelundupan beras yang terjadi di Indonesia terkait dengan perilaku importir yang mendapat kemudahan dari oknum-oknum pejabat Pemerintah, DPR, penegak hukum, dan politisi-politisi. Agusdin Pulungan, Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia (WAMTI), menghitung bahwa beras impor telah menurunkan harga padi sebesar 20-30%. Pemerintah tidak mampu mengendalikan impor secara efektif. Sejak tahun 2000, 1.000.000-2.000.000 ton beras selundupan memasuki pasar setiap tahun. Pedagang di negara tetangga sudah mengetahui bahwa aparat Pemerintah bisa diajak main. Jika ada orang Indonesia mengimpor beras maka mereka langsung ditanya apakah berat yang dimasukkan sesuai dengan sesungguhnya (resmi) atau direndahkan ( separo nyolong ). Organisasi-organisasi petani dan NGOs di Indonesia masih menghadapi perpecahan internal dapat dikooptasi oleh Pemerintah sehingga, militansi gerakan mereka dalam menuntut perubahan-perubahan lemah. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa setelah rezim Megawati telah lahir berbagai organisasi-organisasi petani, NGOs dan kepala-kepala daerah yang semakin kuat dalam menuntut perubahan-perubahan kebijakan. Akan tetapi pengembangan kekuatan mereka tidak didukung oleh partai-partai politik reformis. Karena, partai-partai politik reformis seperti PAN, PKB, PPP, PBB dan PKS memutuskan berkoalisi dengan partai politik Pemerintah pendukung liberalisasi. Hal ini disebabkan karena dalam sistem politik multi-partai, dimana persaingan mengejar karier politik diantara partai-partai politik sangat tinggi memerlukan biaya yang besar dalam memastikan dikungan dan simpati konstituen. Proses pengambilan kebijakan publik menuju kepentingan kolektif di Indonesia mendapatkan kendala yang semakin kompleks karena partai-partai politik reformis yang pada awalnya mendukung perjuangan PDIP dalam meninggalkan pengaruh IMF mulai ikut serta dalam membangun hubungan patronase mengikuti sisa oligarki politik patrimonial Orde Baru. Kemenangan kembali SBY pada pemilu berikutnya semakin memperkuat kekuatan koalisi pendukung liberalisasi. Partai-partai politik reformis PAN, PKB, PPP, PBB, PKS dan partai-partai politik Tradisional GOLKAR dan Hanura terikat dalam koalisi pendukung liberalisasi. Sementara itu PDIP tetap berada di luar Pemerintahan didukung oleh Partai politik pendatang baru sempalan GOLKAR yaitu, Gerindra. Perubahan pola koalisi aktoraktor ini semakin memperkuat kebijakan liberalisasi dan impor beras. Terbukti kebijakan

impor beras menjadi semakin meningkat dan pasar beras domestik yang liberal tetap berjalan tanpa direvisi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa walaupun partai-partai politik berusaha untuk memobilisasi suara konstituen melalui mesin partai politik akan tetapi keberhasilannya hanya terbatas. Terbukti partai-partai politik yang termasuk dalam koalisi Pemerintah menderita kekalahan dalam pemilu Legislatif tahun 2014. Dukungan konstituen terhadap Partai politik incumbent terutama GOLKAR dan Demokrat mengalami kemerosotan. Prestasi Pemerintah dalam menjalankan pembangunan yang diukur melalui parameter yang bersifat umum seperti pertumbuhan, pengangguran, inflasi, dan stabilitas nilai mata uang tidak menjadi pertimbangan bagi konstituen untuk menentukan pilihan. Gejala ini merupakan pertanda bahwa masyarakat pemilih semakin cerdas dalam menentukan pilihan-pilihan politik. Partai-partai politik tidak dapat melakukan tindakan-tindakan korupsi yang merugikan negara tanpa menghadapi resiko tidak terpilih kembali dalam pemilu baik pada level Legislatif maupun Eksekutif. Jajak pendapat publik menunjukkan rakyat pemilih jauh lebih canggih dan beragam. Akan tetapi kebanyakan rakyat pemilih ternyata mempunyai keinginan-keinginan yang kongkrit ketika ditanya tentang profil ideal kandidat yang bakal atau sedang memangku jabatan publik. Mereka mempunyai harapan bahwa pemimpin atau calon pemimpin lebih didasarkan pada penampilan seorang pemimpin yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dalam masyarakat (performance-based) daripada jaringan-jaringan ikatan primordial, suku, agama dan kelompok mafia. Perilaku politik konstituen yang rasional kondusif terhadap perubahan-perubahan pola kekuatan antar partaipartai politik. Sehingga, kebijakan publik akan mengalami pergeseran ketika oligarki politik lama menguat dan mendapat dukungan penuh Parpol yang ikut serta dalam koalisi Pemerintah. Kebijakan beras Pemerintah oligarki politik lama yang semakin liberal ini telah menjauhkan simpati konstituen petani dan penduduk miskin terhadap partai-partai politik yang terikat dalam koalisi pemeritahan SBY, terutama Partai Demokrat dan GOLKAR. Sementara itu partai-partai politik yang berada di luar Pemerintahan SBY, PDIP, Gerindra, dan Nasdem, semakin mendapat dukungan kuat dari konstituen pemilih. Sehingga, pola kekuatan koalisi antar partai politik menjadi berubah secara drastis. Sikap politik partai politik pendatang baru sempalan GOLKAR, Nasdem, dan perubahan orientasi politik partai politik reformis dan tradisional, PKB dan Hanura, memiliki andil yang besar terhadap perubahan pola koalisi antar partai politik dan membuka peluang terhadap kemungkinan terjadinya reformasi kebijakan. Pola kekuatan koalisi hasil pemilu 2014 berpengaruh besar

terhadap perubahan-perubahan kebijakan pada sektor pangan, beras khususnya. Dengan adanya kemenangan koalisi Partai politik PDIP, Nasdem, Hanura, dan PKPI, oligarki politik reformis baru telah menguat kembali. Akan tetapi, kendala terhadap perubahan kebijakan itu juga tidak ringan mengingat lawan politik mereka oligarki politik patrimonial sisa Orde Baru masih kuat. Kemudian yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah sejauh mana kemungkinan perubahan bebijakan menuju perlindungan terhadap kelompok miskin dapat terjadi di masa yang akan datang. Jika melihat perkembangan kekuatan Masyarakat sipil dan Kepala-kepala Daerah kemungkinan perubahan itu bisa terjadi apabila oligarki politik baru memiliki orientasi ideologi nasionalisme yang konsisten dan mendapatkan dukungan penuh dari semua partai politik yang ikut dalam koalisi Pemerintah baru. Kelompok-kelompok kepentingan masyarakat sipil petani dan penduduk miskin tergantung pada oligarki politik reformis pendatang baru. Ketika oligarki politik reformis menjadi semakin lemah, petani dan kelompok miskin tidak dapat menyalurkan kepentingan mereka pada Pemerintah. Kebuntuan saluran komunikasi politik antara kelompok kepentingan masyarakat sipil dengan partai-partai politik pada masa Pemerintahan SBY disebabkan karena oligarki politik lama dominan dan partai-partai politik reformis bersikap pragmatis dalam menentukan pilihan politik untuk mencapai karier dan tidak peduli bahwa pilihan politik yang pragmatis itu hanya menguntungkan elemen-elemen pendukung kekuatan ekonomi global dan bertentangan dengan kepentingan kelompok petani dan penduduk miskin. Perubahan kebijakan dapat terjadi ketika oligarki politik baru mempunyai komitmen ideologi nasionalisme ekonomi yang jelas dan mampu memenangkan pemilu baik Legislatif maupun Eksekutif, walaupun hanya mendapatkan dukungan dari partai politik pragmatis dan beberapa partai baru yang ideologis. Sehingga, saluran komunikasi politik yang selama ini macet dapat dibuka kembali, dan kelompok-kelompok kepentingan masyarakat miskin mempunyai kapasitas untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan. Akan tetapi, karena elemen-elemen kekuatan politik oligarki lama memiliki sumber-sumber kekuatan politik yang lebih besar maka perubahan-perubahan menuju keberpihakan kepentingan petani dan penduduk miskin masih menghadapi kendala yang besar. Berdasarkan survei juga dapat ditemukan bahwa sistem kepartaian diperlukan perubahan yang mendasar. Pemilihan umum yang menggunakan sistem Multi-memberdistricts dimana partai-partai politik secara proporsional dapat terwakili, mengandung cacat yang sulit diperbaiki karena, telah mengakibatkan munculnya partai-partai politik yang

pragmatis yang hanya mementingkan upaya untuk mencapai karier politik. Sebagai akibatnya, kekuatan Masyarakat sipil yang telah berkembang pada petengahan tahun 1980-an masa Orde Baru, yang pada masa reformasi semakin berkembang luas, menghadapi kendala yang serius dalam mengartikulasikan kepentingan mereka terhadap Pemerintah. Terdapat dua kelemahan dalam sistem politik multi-partai. Pertama, konstituen pemilih menghadapi kesulitan dalam menilai prestasi politik kandidat-kandidat partai politik. Dalam sistem Single-member-districts kelemahan ini tidak terjadi karena pilihan partai politik hanya ada dua. Sehingga sangat mudah untuk membedakan prestasi politik dari masingmasing kontestan. Oleh sebab itu, mengacu pada teori Antony Down, median voters dapat digunakan untuk mengidentifikasi kecenderungan dari perilaku pemilih. Dalam sistem multipartai masyarakat pemilih akan menghadapi kesulitan untuk menilai prestasi politik Partai politik sehingga, kecenderungan perilaku median voters tidak dapat diidentifikasi. Kedua, karena masyarakat pada umumnya tidak dapat memonitor prestasi kebijakan politisi-politisi. Sehingga, mesin elektoral menjadi alat essensial untuk memobilisasi suara konstituen. Dari sinilah awal terjadinya korupsi di berbagai lembaga birokrasi pemerintah. Demi untuk mengejar karier politik kandidat-kandidat berusaha untuk menarik simpati konstituen dengan berbagai cara termasuk memberikan hadiah-hadiah. Oleh sebab itu persaingan antar partai politik dalam memperebutkan karier bersifat kontraproduktif terhadap proses demokratisasi. Akan tetapi, terdapat satu fenomena yang menarik untuk diamati pada pemilu akhir-akhir ini. Ternyata, partai-partai politik yang menjalin hubungan bisnis patronase tidak mampu memperoleh dukungan dari konstituen, seperti yang dialami oleh GOLKAR, Partai Demokrat. Di lain pihak partai politik oposisi mendapatkan dukungan konstituen yang semakin meningkat. Perubahan perilaku pemilih ini berpotensi menciptakan perubahan-perubahan kebijakan yang tunduk pada kepentingan kolektif.