Bagaimana pendapat Anda tentang susunan menteri kabinet barunya SBY?

Transkripsi

1 {mosimage} Boni Hargens, Pengamat Politik UI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan tiga misi pemerintahannya yakni kesejahteraan, demokrasi, dan keadilan. Untuk mewujudkan itu, dia telah memilih para pembantunya dan mengumumkannya Rabu (21/10) malam. Banyak pihak pesimis dengan para menteri SBY tersebut. Mereka beralasan kabinet ini didominasi kalangan partai politik, bukan profesional. Sejauh mana pilihan SBY ini akan sukses membawa misi yang dicanangkan sang Presiden? Akankah pemerintahan SBY jilid II ini mampu beranjak dari rapor merah lima tahun sebelumnya? Media Umat mewawancarai pengamat politik dari UI Boni Hargens. Berikut petikan wawancaranya. Bagaimana pendapat Anda tentang susunan menteri kabinet barunya SBY? Tidak ada yang menggembirakan. Karena itu semua merupakan rekan-rekan kepercayaan SBY sebagai bentuk balas jasa. Kita berharap menteri-menteri itu berasal dari kalangan profesional. Melihat semua ini, pemerintahan otomatis akan berjalan di bawah kendali SBY secara total dan tidak akan berbeda dengan jilid pertama kemarin. Tidak akan ada dinamika. Artinya perkembangan politik ke depan hampir sama saja? Ya, hampir sama. Malah bila dilihat dari performance, cenderung akan sama, tidak ada yang lebih baik. Karena kebanyakan yang dipilih adalah orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya. Karena itu memang hanya mencerminkan arogansi kekuasaan presiden. Atas nama hak prerogatif, SBY ingin mengendalikan kekuasaan ini hanya ada di tangannya sendiri. 1 / 5

2 Kalau begitu peran menteri ini sebenarnya seperti apa? Kabinet yang ideal, menteri-menteri itu seharusnya bukan sekadar pembantu presiden. Mereka haruslah kreatif dan juga mandiri di masing-masing bidangnya, yang memang tentu di bawah koordinasi presiden. Tetapi orang yang dipilih SBY ini bukan saja mereka tidak akan kritis dan tidak akan mandiri tetapi siap menjadi boneka yang siap diatur. Apakah SBY akan menciptakan tirani layaknya Soeharto? Saya kira akan terbentuk model pemerintahan yang sama. Ini suatu preseden lima tahun ke depan. Akan terbangun suatu pola otoriter. Maka bisa kita katakan, kita akan kembali seperti pemerintahan Orde Baru. Bahkan boleh kita bilang sebagai pemerintahan neo orde baru dari pola-pola kerja saat sekarang ya. Pola perekrutan politiknya, manajemen konfliknya, itu kan hampir sama dengan Orde Baru. Cuma ini lebih halus. Bagaimana peran parpol pendukungnya dikaitkan dengan kebijakan yang sudah mutlak ada di tangan SBY? Kontrak yang dibuat dengan parpol-parpol itu kan merupakan cara SBY mengendalikan parpol-parpol tersebut. Dia seolah mengatakan, sebanyak apapun kalian, yang memegang kekuasaan lima tahun ke depan tetaplah presiden yang berkuasa. Sehingga presiden dengan kontrak politiknya ingin mengontrol secara total kekuatan lima tahun ke depan. Jadi dia tidak mau diatur, tidak mau dikendalikan parpol-parpol itu. Tapi apakah SBY akan semudah itu mengendalikan parpol-parpol tersebut? Saya kira tidak akan semudah itu karena partai-partai itu juga punya kursi di parlemen. Jadi ketika ada clash of interest otomatis tergantung pada formasi di parlemen. Dan presiden harus membangun kembali kompromi politik di parlemen. Jadi bagaimana pun dia harus 2 / 5

3 mengakomodasi kepentingan parpol-parpol itu ke depan, meskipun sudah ada kontrak bahwa parpol-parpol tersebut tidak boleh melawan kepada SBY. Tetapi mereka akan tetap compare kembali kompromi-kompromi itu dalam proses ke depan. Yang jelas dalam misi tertentu ada perbedaan kepentingan beragam antara kelompok politik presiden dengan kelompok-kelompok parpol tersebut. Dalam kondisi sekarang siapa yang masih bisa memungkinkan menjadi penyeimbang kekuatan politik yang ada? Sekarang bandul politik itu ada di masyarakat sipil. Kita tidak bisa lagi berharap kepada pengawasan oleh sistem melalui parlemen. Sekarang kekuatan pengontrol ada di tangan rakyat. Maka menurut saya, sekarang perlu adanya pelembagaan pengawasan oleh masyarakat sipil karena kini kekuatan utamanya bukan di parlemen. Dari sisi kedaulatan wilayah, apakah kekuatan SBY yang penuh itu bisa menjaga kedaulatan negara? Sulit ya. Kan mungkin dia bisa menegakkan kedaulatan negara dalam pengertian otoritas presiden itu akan sulit diganggu oleh kekuatan lain, ini di dalam negeri. Kita bisa yakin dia tidak dikontrol siapa pun karena dia incumbent yang tidak memiliki oposisi. Tetapi di ranah internasional tidak ada jaminan dia berdaulat. Tetapi justru dia yang akan diatur oleh kekuatan-kekuatan suprastruktural, seperti IMF, Bank Dunia, atau pelaku-pelaku internasional negara-negara adikuasa. Mengapa itu bisa terjadi? 3 / 5

4 Karena paradigma ekonominya yang neoliberal yang bekerja dengan sistem globalnya, otomatis Indonesia tunduk pada sistem itu. Sedangkan Indonesia tidak menerapkan sistem apapun untuk mengatur ini. Justru kita yang diatur oleh sistem yang global ini. Nah, hal itu sudah dapat terlihat jelas dalam bidang ekonomi. Sekarang dalam bidang politik. Yang kita tunggu kan sebenarnya terpilihnya menteri-menteri yang mampu menunjukkan kedaulatan penuh dalam masalah-masalah regional maupun internasional. Nah, ini yang kita masih tunggu. Mampukah menteri-menteri terkait bidang politik berdiri tegak menghadapi Malaysia dan negara-negara tetangga yang mencoba melakukan gangguan? Artinya dari sisi hubungan internasional tidak ada perubahan yang berarti? Kita hanya bisa berharap dengan kompromi-kompromi internasional yang dilakukan Natalegawa misalnya. Karena kawan yang satu ini kan punya rekam jejak yang bagus dalam bidang diplomasi. Diplomasinya ada di forum-forum tingkat tinggi. Dia kan sudah lama jadi dubes Indonesia di PBB. Bahkan sebagian besar hidupnya adalah diplomasi. Jadi penerimaan masyarakat internasional kepada Natalegawa tinggi. Tapi setelah menjadi menteri ini apakah Natalegawa bisa bertindak secara penuh, berdaulat, atau justru malah tidak bisa menghindar dari sistem global yang telah diatur oleh asing? Nah, itu kan kembali lagi kepada presidennya. Apakah presidennya mampu tidak mempertahankan kedaulatan itu? Dalam kompromi dan deal-deal internasional itu kan seperti itu. Misalnya kalau negara kita mau pinjam uang, selalu saja ada syarat-syaratnya. Kita harus melakukan ini, melakukan itu. Kita harus mempunyai ini, mempunyai itu. Di situlah presiden diuji kedaulatannya. Kalau kita diatur seenaknya oleh persyaratan-persyaratan dari kekuatan luar itu, ini kan kelihatan tidak ada kedaulatan. Bukannya kita tidak mau diatur, tetapi bagaimana peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh sistem moneter itu sesuai atau tidak dengan nilai-nilai kita sebagai bangsa dan negara. Sesuai tidak dengan pandangan hidup kita, ideologi kita. Jadi saya kira kita masih harus menunggu waktu ujian yang akan dihadapi presiden dan para menterinya ke depan. 4 / 5

5 Terakhir, apakah ada kemungkinan SBY ini akan menggunakan kekuatannya yang super ini mengubah UUD dalam rangka melanggengkan kekuasaannya? Ada kecenderungan menuju ke sana. SBY sangat mungkin mengubah UUD 45 dan Indonesia akan kembali ke era Orde Baru. Karena nanti di DPR akan diambil suara secara voting. Kalau voting, secara keanggotaan, mayoritas ada di bawah pengaruh SBY. Maka aturan bahwa presiden menjabat maksimal dua priode berturut-turut bisa dihapus. Maka akan terbangunlah neo-orde Baru. Dan kemungkinan ke arah itu sangat terbuka.[] 5 / 5