2 Tinjauan Pustaka 2.1 Tinjauan Famili Moraceae Famili Moraceae termasuk famili tumbuhan yang tersebar di daerah hutan tropis sampai subtropis, yaitu di Asia, Amerika, Afrika, dan Australia. Famili ini terdiri dari 60 genus dan sekitar 1400 spesies. Morus, Artocarpus, dan Ficus merupakan tiga genus terbesar dalam famili Moraceae. Tumbuhan jenis ini merupakan tumbuhan berkayu dengan tinggi dapat mencapai 30 m. Indonesia memiliki 17 genus Moraceae dengan spesies berjumlah 80 (eyne, 1987). Secara fisik maupun kimia famili Moraceae sangatlah berguna. Kayunya dapat digunakan secara langsung untuk bahan bangunan. Selain itu, beberapa jenis tumbuhan ini juga dikenal sebagai obat tradisional. Salah satu spesies dalam famili Moraceae yaitu mulberi (Morus) sangat dibutuhkan sebagai makanan ulat sutra. Masyarakat China menggunakan kulit akarnya sebagai obat tradisional untuk antiphlogestic (mengurangi efek peradangan), diuretic, dan obat batuk, obat ini dikenal sebagai So-haku-hi di Jepang. Indonesia sendiri mengenal genus Artocarpus sebagai obat tradisional yang disebut jamu, tumbuhan ini digunakan sebagai obat antiinfeksi dan obat malaria (Nomura, 1998) Tumbuhan pada famili ini dikenal sebagai sumber senyawa fenolik terisopresilasi, termasuk flavonoid (Nomura, 1998). Selain golongan flavonoid pada famili ini ditemukan juga senyawa fenolik dengan kerangka stilben (Venkataraman, 1972). Senyawa santon yang terdapat dalam famili ini merupakan turunan flavonoid yang terprenilasi pada C-3 dan mengalami siklisasi dengan karbon pada cincin B. Beberapa flavonoid yang terkandung dalam famili ini memiliki pola oksigenasi cincin B 2, 4 (contoh mulberin) atau 2, 4, 5 (contoh artonin E). Isoprenilasi pada flavonoid biasanya terjadi pada posisi karbon no 3, 6, dan/atau 8. 2.2 Tinjauan Genus Artocarpus Artocarpus merupakan tumbuhan yang tersebar mulai dari Asia Selatan dan Tenggara, Papua Nugini dan Pasifik Selatan. Genus ini termasuk jenis pohon yang selalu berdaun hijau
(evergreen) pada daerah tropis, memiliki getah pada setiap bagiannya, dan biasanya tumbuh pada ketinggian kurang dari 1000 m. Terdapat 50 spesies Artocarpus dan keanekaragaman terbesar terdapat di Indonesia. Di Indonesia genus Artocarpus banyak tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Tumbuhan dengan genus ini dikenal sebagai nangkanangkaan dan beberapa diantaranya merupakan tumbuhan penghasil buah yang dapat dimakan, yaitu Artocarpus heterophyllus (nangka), A. Champeden (campedak), dan A. altilis (sukun). Beberapa tumbuhan genus ini telah dikenal sebagai obat tradisional (eyne, 1987), diantaranya A. communis, A. integra, dan A. elastica. Sebagai obat tradisional abu daun A. communis digunakan untuk penyakit kulit, bunganya untuk sakit gigi, dan akarnya untuk mengobati murus darah. Tumbuhan A. elastica getahnya digunakan untuk disentri dan daunnya untuk mengobati TBC. Spesies A. integra bagian akarnya dikenal sebagai obat untuk demam dan bijinya digunakan sebagai obat murus. Selain sebagai obat tradisional bunga kering A. communis juga biasa digunakan untuk membasmi nyamuk. Pada umumnya senyawa-senyawa yang ditemukan dalam genus Artocarpus adalah terpenoid, steroid, flavonoid, santon, kromon, stilbenoid, 2-arilbenzofuran, dan senyawa jenis adduct Diels-Alder. Tidak banyak senyawa jenis terpenoid yang dilaporkan dalam genus ini, terpenoid yang ditemukan biasanya berupa triterpen. Flavonoid yang ditemukan termasuk pada golongan calkon, flavanon, flavon, flavanol, flavan-3-ol, dan 3-prenilflavon. Genus ini juga dikenal sebagai sumber senyawa flavonoid terprenilasi (Nomura, 1998). Beberapa modifikasi flavonoid berupa oksepinoflavon, piranoflavon, dihidrobenosanton, furanodihidrobenzosanton, dan piranodihidrobenzosanton. Senyawa santon yang ditemukan dalam genus ini merupakan turunan dari flavonoid, yaitu kuinonosanton, siklopentenosanton, santonolida, dihidrosanton, dan siklopentenokromon. Gambar 2.1 menunjukan struktur dasar senyawa flavonoid dan turunannya yang ditemukan dalam genus Artocarpus. 5
Calkon Flavanon Flavon Flavan-3-ol 3-Prenilflavon ksepinoflavon Piranoflavon Dihidrobenzosanton Furanodihidrobenzosanton Piranodihidrobenzosanton C 2 C 3 Kuinonosanton Siklopentenosanton Santonolid C 2 C 3 Dihidrosanton Siklopentenokromon Gambar 2.1 Struktur dasar metabolit sekunder yang terdapat dalam genus Artocarpus 2.3 Kelompok Senyawa yang Terkandung dalam Artocarpus Senyawa yang terkandung dalam genus Artocarpus secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua golongan utama, yaitu senyawa nonfenolik dan fenolik. Senyawa nonfenolik yang ditemukan pada genus ini berupa triterpen dan steroid. Sedangkan senyawa fenolik yang terdapat dalam genus ini adalah flavonoid, santon, kromon, senyawa adduct Diels- Alder, stilben, dan 2-arilbenzofuran. Berdasarkan struktur senyawanya, santon, dan kromon, yang terdapat dalam genus ini merupakan turunan dari flavonoid. 6
2.3.1 Terpenoid dan Steroid Terpenoid dan steroid keduanya berasal dari jalur mevalonat (Achmad, 1985). Pada jalur mevalonat asam asetat sebagai senyawa awal pada biosintesis diaktifkan oleh koenzim A dan kemudian mengalami kondensasi Claisen membentuk asetoasetil koenzim A. Senyawa hasil kondensasi tersebut akan mengalami kondensasi aldol dengan asetil koenzim A menjadi asam mevalonat. Asam mevalonat ini yang selanjutnya akan menjadi dimetilalil pirofosfat (DMAPP) dan isopentenil pirofosfat (IPP), dua prekursor dalam biosintesis terpenoid dan steroid. PP DMAPP IPP PP Gambar 2.2 Prekursor dalam biosintesis terpenoid Terpenoid pada umumnya terdiri dari unit-unit isopren (unit C 5 ) yang bergabung dari kepala ke ekor. Senyawa jenis ini merupakan senyawa-senyawa dengan jumlah atom karbon kelipatan lima. Kelompok ini merupakan minyak atsiri (C 10 dan C 15 ), resin pinus (C 20 ), damar (C 30 ), zat warna karoten (C 40 ), dan karet alam (C > 40). Kepala Ekor Unit isopren PP + PP PP Geranil pirofosfat Gambar 2.3 Reaksi pembentukan terpenoid Senyawa steroid pada umumnya merupakan senyawa yang berhubungan dengan beberapa hormon dan keaktifan biologis tumbuhan. Senyawa ini merupakan gabungan dari dua farnesil pirofosfat yang kemudian mengalami demetilasi beberapa karbon. R Gambar 2.4 Struktur umum steroid Triterpen dan steroid ditemukan pada spesies A. champeden merupakan senyawa glutinol (1), sikloartenon (2), 24-metilenesi kloartanon (3), sikloeukanelol (4), dan β-sitosterol (5). 7
1 2 3 4 Gambar 2.5 Triterpen dari A. champeden 5 Gambar 2.6 Steroid dari A. champeden 2.3.2 Flavonoid dan Turunannya Senyawa kelompok flavonoid biasanya hanya terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi (Achmad, 1985). Biosintesis senyawa kelompok ini merupakan perpaduan antara jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. al ini didasarkan pada kerangka dasar dari flavonoid (Gambar 2.7), yaitu dua cincin benzen (C 6 ) yang terikat pada rantai propan (C 3 ) dengan susunan C 6 -C 3 -C 6. Berdasarkan pola oksigenasinya yang berselang seling (lihat Gambar 2.8) cincin A berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat) yang merupakan kondensasi tiga unit asetat atau malonat. Sedangkan cincin B berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat). A B Gambar 2.7 Struktur dasar flavonoid 8
S CoA + 3 S CoA Turunan asam sinamat Asetil koenzim A 7 6 8 A 5 4 1 C Flavanon 2' 1' 2 3 3' B 6' 4' 5' Calkon Gambar 2.8 Biosintesis kelompok flavonoid Dapat dilihat dari Gambar 2.8 biosintesis dimulai dengan pembentukan kerangka fenilpropanoid (asam sinamat) yang berasal dari jalur shikimat, kemudian pemanjangan unit fenilpropanoid (C6-C3) yang akan bereaksi dengan jalur asetat-malonat. Senyawa dengan kerangka flavonoid dan turunannya yang ditemukan pada genus Artocarpus merupakan jenis calkon, flavanon, flavan-3-ol, flavon, flavonol, 3-prenilflavon, oksepinoflavon, piranoflavon, dihidrobenosanton, furanodihidrobenzosanton, piranodihidrobenzosanton, kuinonosanton, siklopentenosanton, santonolida, dihidrosanton, dan siklopentenokromon (Nomura et al, 1998 dan akim et al, 2006). Adanya isoprenilasi pada flavonoid menandakan adanya jalur biosintesis tambahan pada senyawa, yaitu adanya jalur mevalonat untuk sintesis isopren. Pada senyawa metabolit sekunder dapat terjadi reaksi kopling oksidatif, pembentukan epoksida, penataulangan, atau reaksi-reaksi lainnya yang dapat menyebabkan pembentukan suatu cincin. Adanya pembentukan cincin kromen, piran, dan furan ini menyebabkan keanekaragaman flavonoid meingkat dan dapat membentuk turunannya, seperti santon atau kromon. A. Cakon Senyawa calkon telah dilaporkan diisolasi dari spesies Paratocarpus (Artocarpus) venenosa. Senyawa tersebut merupakan paratokarpin D (6), E (7), B (8), C (9), G (10), A (11), dan F (12). Senyawa calkon lain dilaporkan terdapat pada Artocarpus bracteata yang merupakan kanzonol C (13) dan artoindonesianin J (14). 9
B. Flavanon Beberapa flavanon yang terdapat pada genus Artocarpus dilaporkan terdapat pada spesies A. champeden, senyawa tersebut merupakan artokarpanon (15), heteroflavanon A (17), dan artoindonesianin E (18). Senyawa flavanon juga ditemukan pada A. heterophyllus yang merupakan artokarpanon A (16), dan heteroflavanon A (17), C (19), dan B (20). 6 7 8 9 10 11 12 Gambar 2.9 Senyawa calkon pada Paratocarpin venenosa 13 14 Gambar 2.10 Senyawa Calkon pada A. bracteata 3 C R R 1 R 2 3 C C 3 C 3 15 R = 16 R = C 3 17 R 1 = R 2 = 18 R 1 = C 3 R 2 = 19 R 1 = R 2 = 20 R 1 = Me R 2 = Gambar 2.11 Flavanon pada genus Artocarpus 10
C. Flavon Senyawa dengan kerangka flavon yang terdapat dalam genus ini adalah: norartokarpetin (21), 6-(3-metilbut-2-enil) apigenin (23), dan carpakromen (26). Senyawa norartokarpetin ditemukan pada spesies A. champeden, A. schortechinii, A. kemando, A. heterophyllus dan A gomezianus. Dua senyawa lain ditemukan pada A. bracteata. Dari A. heterophyllus dilaporkan juga adanya artokarpetin (22), artokarpesin (24), oksidihidroartokarpesin (25), dan sikloartokarpesin (27). R 21 R = 23 24 22 R = Me 25 26 27 Gambar 2.12 Flavon pada genus Artocarpus D. Flavan-3-ol Senyawa flavanon terdapat dalam A. heterophyllus merupakan senyawa dihidromorin (28). Pada spesies A. fretessi dan A. reticulatus ditemukan juga afzelecin (29), apzelecin ramnosid (30), dan katecin (31) R 1 R 2 28 29 R 1 =, R 2 = 30 R 1 =, R 2 = α-l-ramnosid 31 R 1 =, R 2 = Gambar 2.13 Flavan-3-ol pada genus Artocarpus 11
E. 3-Prenilflavon Senyawa ini merupakan golongan flavonoid yang mengikat unit isopren pada C-3 dan subtituen tersebut tidak mengalami modifikasi. Senyawa-senyawa tersebut antara lain, mulberin (32), artelasticin (33), artonin E (34), artoindonesianin L (35), artoindonesianin (36), artoindonesianin I (37) F. ksepinoflavon ksepinoflavon ditemukan pada spesies A. champeden dan A. altilis merupakan senyawa chaplasin (38) dan artoindonisianin B (39). Chaplasin juga ditemukan pada A. kemando dan A. maingayii. Pada golongan senyawa ini isopren yang terikat pada C-3 membentuk suatu cincin oksepin atau cincin segi tujuh yang salah satunya merupakan oksigen. G. Piranoflavon Piranoflavon merupakan senyawa flavon yang subtituen isoprenilnya mengalami pembentukan cincin piran. Senyawa golongan ini ditemukan pada diantaranya berupa senyawa siklokomunol (40), siklokomunin (41), artoindonesianin (42), dan sikloartokarpin (43). Golongan piranoflavon merupakan flavon yang memiliki gugus tambahan cincin piran pada cincin A. 32 33 34 35 36 37 Gambar 2.14 3-Prenilflavon pada genus Artocarpus 38 39 Gambar 2.15 ksepinoflavon pada genus Artocarpus 12
40 41 42 43 Gambar 2.16 Piranoflavon pada genus Artocarpus. Dihidrobenzosanton Dihidrobenzosanton merpakan senyawa flavon yang terprenilasi pada C-3 dan mengalami siklik dengan karbon pada cincin B. beberapa senyawa yang diperoleh dari genus ini merupakan senyawa artoindonesianin T (44), artobilosanton (45), dan artoindonesianin P (46). I. Furanodihidrobenzosanton Furanodihidrobenzosanton merupakan kerangka dihidrobenzosanton yang memiliki cincin furan akibat pembentukan cincin dengan oksigen pada cincin B. beberapa senyawa golongan ini adalah artoindonesianin M (47), sikloartobilosanton (48), artonin M (49), dan artonin A (50). C 3 44 45 46 Gambar 2.17 Dihidrobenzosanton pada genus Artocarpus 13
C 3 3 C 47 48 49 50 Gambar 2.18 Furanodihidrobenzosanton pada genus Artocarpus J. Piranodihidrobenzosanton Serupa dengan furanodihidrobenzosanton pada piranodihidrobenzosanton terbentuk cincin piran. Artoindonesianin Z-2 (51) merupakan senyawa dengan kerangka ini yang diisolasi dari A. champeden. 51 Gambar 2.19 Piranodihidrobenzosanton pada genus Artocarpus K. Kuinonodihidrobenzosanton Senyawa golonganini merupakan senyawa flavon yang mengalami modifikasi pada cincin B membentuk suatu kuinon. Kuinonodihidrosanton yang terdapat pada genus ini merupakan senyawa artonin (52). Senyawa ini diisolasi dari A. rotunda. 52 Gambar 2.20 Kuinonnodihidrobenzosanton pada genus Artocarpus 14
L. Siklopentenosanton Senyawa siklopentenosanton merupakan hasil biogenesis flavonoid yang mengalami modifikasi cincin B. Cincin B yang merupakan suatu cincin segi enam membentuk cincin segi lima. Golongan siklopentensanton yang terdapat pada genus ini merupakan senyawa artoindonesianin C (53). Senyawa ini diisolasi dari A. lancefolius, A. scortechinii, dan A. altilis. C 2 C 3 53 Gambar 2.21 Siklopentensanton pada genus Artocarpus M. Santonolida Golongan senyawa santonolida merupakkan senyawa yang memiliki kerangka santon. Santon yang terdapat dalam genus ini merupakan biogenesis senyawa flavonoid. Santonolida yang terdapat pada genus ini merupakan senyawa artonol B (54). Senyawa ini ditemukan pada spesies A. lancefolius, A. teysemanii A. scortechinii, dan A. altilis. 54 Gambar 2.22 Santonolid pada genus Artocarpus N. Dihidrosanton Dihidrosanton merupakan senyawa santon yang mengalami hidrasi sehingga hanya memiliki satu cincin benzen. Kerangka ini juga diprediksi berasal dari retro Diels Alder kuinonodihidrobenzosanton. Senyawa dihidrosanton yang terdapat dalam genus ini adalah artonol A (55). Senyawa ini ditemukan pada spesies A. scortechinii. 55 Gambar 2.23 Dihidrosanton pada genus Artocarpus 15
. Siklopentenokromon Golongan siklopentenokromon merupakan senyawa flavoniod yang mengalami pembentukan cincin segi lima pada cincin D. Adanya cincin dan hidrasi cincin B menyebabkan senyawa ini memliki kerangkan kromen. Senyawa siklopentenkromon yang terdapat dalam genus adalah artoindonesianin Z-3 (56). Senyawa ini ditemukan pada spesies A. lancefolius. 56 C 2 C 3 Gambar 2.24 Siklopentenkromon pada genus Artocarpus Secara biogenesis kelompok flavonoid pada genus Artocarpus berhubungan seperti Gambar 2.25 (akim et al, 2006). Biogenesis turunan flavonoid pada genus Artocarpus diperkirakan dimulai dengan senyawa flavanonon dengan pola oksigenasi 2 dan 4. Flavanon kemudian mengalami dehidrasi membentuk flavon dan isoprenilasi pada C-3 membentuk 3- prenilflavon. Dari flavon terprenilasi inilah dapat terbentuk siklik dan penataulangan sehingga dapat mencapai kerangka golongan santonolida atau siklopentenkromon. 16
17 CMe Dihidrosanton Siklopentenosanton Santonolida Furanodihidrobenzosanton Kuinodihidrobenzosanton ksepinoflavon Dihidrobenzosanton Piranoflavon Flavanon Flavon Flavan-3-ol Calkon 3-Prenilflavon C 2 C 3 Siklopentenokromon Piranodihidrobenzosanton Calkon terprenilasi Gambar 2.25 ubungan biogenesis flavonoid pada genus Artocarpus
2.3.3 Stilben Stilben memiliki asal usul yang sama seperti senyawa flavonoid. Senyawa ini memiliki dua jalur asal biosintesis yaitu jalur poliketida atau asetat-malonat dan jalur asam shikimat. Pebedaanya terdapat pada reaksi pembentukan siklik pada poliketida. CoAS -C 2, CoAS Gambar 2.26 Pembentukan kerangka stilben Senyawa stilben yang telah dilaporkan dalam genus ini adalah oksiresperatrol (57), dan artoindonesianin N (58). ksiresperatrol dan artoindonesianin N keduanya ditemukan pada A. gomezianus. 57 58 C 3 Gambar 2.27 Stilben pada genus Artocarpus 2.3.4 Arilbenzofuran Golongan senyawa ini tidak banyak ditemukan dalam genus Artocarpus. Senyawa 2- arilbenzofuran yang ditemukan adalah artoindonesianin (59), X (60), dan Y (61). Artoindonesianin X dan Y ditemukan dalam spesies A. fretessi sedangkan artoindonesianin ditemukan dalam spesies A. gomezianus. C 3 59 60 61 Gambar 2.28 2-Arilbenzofuran pada genus Artocarpus 18
2.3.5 Senyawa Adduct Diels-Alder Golongan senyawa ini merupakan hasil reaksi Diels-Alder antara dua flavonoid yang mengalami isoprenilasi. Senyawa ini ditemukan pada spesies A. heterophyllus dan dikenal dengan artonin C (62), artonin D (63), artonin I (64), artonin X (65), dan kuanon R (66). Jika kita perhatikan diena dan dienofil dari senyawa ini merupakan calkon dan/atau flavon terprenilasi. Calkon pada umumnya menjadi dienofil sedangkan subtituen dihidroisopren pada suatu flavonoid menjadi suatu diena. 2.3.6 Benzaldehid Senyawa fenolik lain yang cukup jarang ditemukan pada genus ini adalah senyawa benzaldehid sederhana. Adapun senyawa yang ditemukan merupakan resorsil aldehid (67) atau 2,4-dihidroksibenzaldehid, dan galil aldehid (68) atau 3,4,5-trihidroksibenzaldehid. Senyawa ini keduanya ditemukan pada A. lanceifolius. 19
62 63 64 65 66 Gambar 2.29 Senyawa adduct Diels-Alder pada genus Artocarpus C C 67 68 Gambar 2.30 Benzaldehid pada A. lanceifolius 20
2.4 Tinjauan Spesies Artocarpus rotunda A. rotunda merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk dalam genus Artocarpus. Tumbuhan ini tersebar di Myanmar, Malaysia, dan Indonesia termasuk Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan, pada ketinggian 900 m dan ditanam sebagai pohon buah (Lemmens, 1995). Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan diameter 115 cm. Di Indonesia tumbuhan ini dikenal dengan nama tempuni, kundang, atau pusar (Jawa Barat), purian (Sumatra), dan cempedak air (Bengkulu). Kayu tumbuhan ini dapat digunakan sebagai balok kayu, perabot, dan perahu. Buahnya dapat dimakan, tetapi jika terlalu banyak dapat meyebabkan sakit mulut (Verheij, 1992). Selain buah, bijinyapun dapat dimakan. Getah tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai tinta untuk membatik jika dicampur dengan malam, dan juga dapat digunakan sebagai salep dalam kedokteran hewan. Taksonomi Artocarpus rotunda (Samuel, 1987): Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Subkelas rdo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Angiospermae : Magnoliopsida : amamelideae : Urticales : Moraceae : Artocarpus : Artocarpus rotunda (out) Panzer Penelitian terdahulu melaporkan adanya lima senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi (Suhartati, 2001). Kelima senyawa tersebut adalah artonin E (34), artoindonesianin L (35), sikloartobilosanton (48), artonin M (49), dan artonin (52). Artoindonesianin L dan artonin E merupakan senyawa flavon terprenilasi pada posisi C-3. Sikloartobilosanton dan artonin M merupakan senyawa furanodehidrobenzosanton. Artonin merupakan senyawa kuinonodihidrosanton. Berdasarkan penelitian siktotoksisitas terhadap sel murin leukemia P388 senyawa tersebut memiliki IC 50 sebagai berikut: artoindonesianin L 0,6 µg/ml; artronin E 0,06 µg/ml; sikloartobilosanton 4,6 µg/ml; artonin M 7,9 µg/ml; dan artonin 0,9 µg/ml. 21