BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. atas sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan,

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

HASIL REKAP DATA. Jenis Kelamin. Status Pernikahan

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia memiliki wilayah pesisir yang sangat potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal dasar suatu pembangunan yang harus dikelola dengan baik dan bijaksana adalah sumber daya alam. Sumber daya alam di wilayah pesisir pantai terdiri dari banyak ekosistem seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, estuari, pasir dan pantai yang berperan mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut. Tingginya akivitas di wilayah pesisir pantai memicu berkembangnya masalah di daerah tersebut. Permasalahan yang sering ditemui yaitu abrasi pantai yang menyebabkan sempitnya luas pantai. Pertumbuhan manusia yang cukup signifikan, kurangnya perhatian terhadap aspek kelestarian menjadi salah satu faktor utama penyebabnya (Fadhilah, 2015). Dari berbagai permasalahan tersebut sumber daya alam yang ada di daerah pesisir harus dimanfaatkan penggunaannya secara kesinambungan, serasi dan selaras dengan maksud memberikan manfaat pada generasi sekarang dan generasi 1

2 yang akan datang baik bagi kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya dimuka bumi. Menurut Masrifah (2002), dalam kegiatan pengembangan sumber daya alam, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan seperti aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek ekologi. Hal ini sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dimana pemanfaatan sumber daya alam harus semaksimal mungkin demi kesejahteraan rakyat dan keseimbangan lingkungan hidup dengan memperhatikan pelestarian fungsinya. Hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat potensial. Beberapa fungsi dari hutan mangrove yaitu sebagai penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan obat dan hasil hutan lain serta sumber pendapatan masyarakat yang termasuk kedalam fungsi ekonomisnya. Selain fungsi ekonomis, terdapat fungsi lain dari hutan mangrove yaitu fungsi ekologis, dimana ekosistem mangrove dapat mencegah abrasi, merupakan tempat hidup berbagai macam biota, penyerap limbah dan lain sebagainya (Saprudin dan Halidah, 2012). Manfaat hutan mangrove secara ekologis sering kali dikesampingkan masyarakat karena tidak dirasakan secara langsung dan terlalu fokus pada manfaat ekonomisnya. Akibatnya cenderung terjadi eksploitasi untuk memperoleh hasil hutan dari ekosistem mangrove tersebut (Binawati, dkk. 2015). Kerusakan ekosistem mangrove terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya kebutuhan ekonomi yang dapat

3 dihasilkan dari ekosistem mangrove. Hal ini telah menjadi perhatian seluruh dunia termasuk Indonesia. Dinas Kelautan dan Perikanan DIY (2015) menyatakan bahwa luas kawasan konservasi mangrove di Yogyakarta masih relatif sempit dan belum dapat disebut sebagai suatu kawasan. Di Kabupaten Kulonprogo kawasan konservasi mangrove tepatnya di daerah Pasirmendit Jangkaran luasnya 9 Ha dan belum ada kawasan untuk pencadangan. Sedangkan di wilayah Kabupaten Bantul berada di muara sungai Opak Pantai Baros memiliki kawasan konservasi mangrove seluas 8 Ha dimana telah ada kawasan untuk pencadangan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Bantul No. 284 tahun 2014 pada tanggal 24 April 2014 telah mencadangkan kawasan konservasi Taman Pesisir di Kabupaten Bantul seluas 132 Ha yang terbagi menjadi tiga zona yaitu zona inti seluas 10 Ha, zona pemanfaatan terbatas seluas 28 Ha, dan zona pemanfaatan lainnya seluas 94 Ha (Keputusan Bupati 2014). Dalam pengembangan kawasan konservasi mangrove di Pantai Baros terdapat berbagai kendala, salah satunya adalah sampah yang dibawa arus air dari hulu sungai Opak. Keberadaan sampah ini menyebabkan rusaknya ekosistem mangrove yang menghambat perkembangannya akibat pembusukan batang pohon mangrove. Untuk menanggulangi sampah, telah dilakukan pemasangan jaring-jaring paranet dimaksudkan agar sampah tidak masuk ke dalam kawasan konservasi, selain itu pembersihan sampah harus dilakukan secara berkala agar tidak terjadi penumpukan.

4 Hasil pemantauan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul yang tertuang dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul yang dilakukan pada bulan Mei 2013, menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Opak berturut-turut yaitu BOD (100%), Nitrit (66,7%), Klorin bebas (33,3%), Total Fosfat (66,7%), Minyak dan lemak (33,3%), Bakteri koli tinja (100%) dan Total bakteri coli (100%). Namun demikian dalam hal pengembangan ekosistem mangrove harus melibatkan seluruh instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Disperindagkop, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BLH, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Dinas Pekerjaan Umum. Upaya lain dalam pengembangan kawasan konservasi mangrove yaitu dengan terus melakukan penanaman bibit mangrove. Program penanaman bakau telah dilaksanakan oleh pemuda-pemudi Baros desa Tirtoharjo dilahan seluas 5 Ha dari 25 Ha lahan pengembangan tanaman bakau dengan persentase tutupan mencapai 75% dengan kerapatan pohon 500 pohon/ha. Tujuan penanaman pohon bakau ini adalah untuk mencegah terjadinya tsunami dan terjangan gelombang pasang. Dari beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh (Suprapto, dkk, 2015) pada valuasi ekonomi terhadap restorasi ekosistem mangrove di Karimunjawa, mendapatkan hasil bahwa pendapatan rumah tangga merupakan faktor penting yang mempengaruhi secara positif, status pernikahan juga mempengaruhi secara positif, selain itu tingkat pendidikan menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan tinggi dan penghasilan yang

5 semakin banyak lebih suka membayar kegiatan restorasi hutan bakau (jogja.antaranews.com yang diakses pada Kamis, 03 November 2016 pukul 12:15 WIB). Penelitian oleh Prasetyo dan Saptutyningsih (2013) tentang kesediaan untuk membayar peningkatan kualitas lingkungan desa wisata di Kabupaten Sleman, dengan mnggunakan metode penilaian kontingen terhadap 150 responden, menunjukkan hasil bahwa pendidikan, usia, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap kesediaan membayar dalam upaya perbaikan kualitas lingkungan desa wisata di Kabupaten Sleman. Penelitian lain oleh Adekunle dan Agbaje (2011) mengenai willingness to pay terhadap pencadangan hutan di negara Nigeria menyimpulkan bahwa sebanyak 96 orang dari 200 responden bersedia membayar dari sebagian pendapatannya untuk kelangsungan pencadangan hutan kota. Menurut Nuva dan Shamsudin (2009) pada penelitian willingness to pay terhadap konservasi sumber daya ekowisata Taman Nasional Gunung Gede menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga, jenis kelamin, tingkat harga bid dan perumahan mempengaruhi secara signifikan pada jumlah biaya yang mereka rela bayarkan untuk meningkatkan fasilitas layanan dan perlindungan terhadap sumber daya yang ada. Adapun Afifah (2013) telah meneliti pengaruh pendapatan, jenis kelamin, pendidikan, pemakaian air, persepsi pentingnya konservasi air terhadap willingness to pay jasa lingkungan air untuk konservasi di Dusun Kerandangan, Kabupaten Lombok Barat. Hasil penelitiannya menyatakan

6 bahwa faktor jenis kelamin, pendapatan dan persepsi pentingnya konservasi air mempengarui willingness to pay jasa lingkungan air untuk konservasi di Dusun Kerandang, Kabupaten Lombok Barat dengan menggunakan Contingen Valuation Method untuk mengetahui besaran nilai willingness to pay yang dikehendaki masing-masing individu. Dengan memperhatikan kondisi kawasan konservasi mangrove yang ada di muara sungai Opak pantai Baros sebagaimana yang telah digambarkan diatas, maka dilakukan penelitian mengenai kesediaan membayar oleh masyarakat terhadap konservasi kawasan mangrove di daerah tersebut. B. Rumusan Masalah Pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan dan meningkatnya aktivitas di wilayah pesisir pantai telah memicu pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Namun seiring dengan meningkatnya pembangunan ekonomi di wilayah pesisir ada dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Hingga saat ini, pengembangan kawasan konservasi mangrove di muara sungai Opak masih terus dilakukan. Mengingat banyaknya sampah yang dibawa arus air dari hulu sungai yang dapat menyebabkan rusaknya ekosistem mangrove, terlebih apabila terjadi banjir pada saat musim hujan. Selain itu, terjadi abrasi disekitar muara sungai Opak yang mengakibatkan semakin melebarnya luas sungai. Hal ini tentu akan mengancam kondisi lingkungan disekitar kawasan sungai Opak. Perluasan kawasan konservasi mangrove harus dimaksimalkan selain untuk memperbaiki kerusakan lingkungan, kawasan ini dapat dijadikan

7 sebagai objek wisata baru yang ada di Kabupaten Bantul. Agar upaya ini dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan partisipasi dari berbagai pihak seperti lembaga pemerintah misalnya Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta pihak masyarakat sekitar kawasan yang mengelola secara langsung. Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai kesediaan membayar dari masyarakat dalam hal pemgembangan kawasan konservasi mangrove secara berkelanjutan untuk mencegah abrasi dan perbaikan lingkungan agar lebih baik. Sebagaimana uraian di atas, berikut pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu: 1. Berapa nilai willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros? 2. Apakah faktor jenis kelamin mempengaruhi willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros? 3. Apakah faktor pendapatan mempengaruhi willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros? 4. Apakah faktor umur mempengaruhi willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros? 5. Apakah faktor tingkat pendidikan mempengaruhi willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros? 6. Apakah faktor status pernikahan mempengaruhi willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengukur nilai willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros. 2. Mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros. 3. Mengetahui pengaruh pendapatan terhadap willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros. 4. Mengetahui pengaruh umur terhadap willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros. 5. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros. 6. Mengetahui pengaruh status pernikahan terhadap willingness to pay konservasi ekosistem mangrove di kawasan Pantai Baros. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sebagai pertimbangan terhadap penelitian yang sejenis serta menambah wawasan mengenai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan khususnya pelestarian lingkungan. 2. Diharapkan dapat menjadi masukan untuk pengelola dan pengambil kebijakan dalam rangka pengembangan kawasan

9 konservasi ekosistem mangrove di pantai Baros yang berkelanjutan. 3. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat mengenai pentingnya pelestarian hutan mangrove agar terhindar dari kerusakan lingkungan yang mengancam lingkungan sekitar.