BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

GAMBARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI INTEGRASI FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DI DKI JAKARTA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 5, 8, 65, 66,

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Perkembangan Flu Burung pada Manusia dan Langkah-Langkah Pengendaliannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset terpenting dari kehidupan. Kita bisa melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 36 TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

Hasil Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

Policy Brief berbasis data/hasil penelitian epidemiologis: Studi Kasus KIA

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

2

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PETUNJUK DISKUSI RAPAT KERJA KESEHATAN NASIONAL (RAKERKESNAS) TAHUN 2017

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Trend Pemberantasan Korupsi 2013

BAGAIMANA KONDISI IMPLEMENTASI PROGRAM DIT KESJAOR SAAT INI? DIT KESJAOR, MARET 2017

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

DIREKTUR UTAMA LPDB-KUMKM Dr. Ir. Kemas Danial, MM

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Makassar, 24 April 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyebaran wabah flu burung tersebut sejak tahun 2003 telah menyerang dunia perunggasan di Indonesia, dimana Departemen Pertanian menyatakan sekitar 4,7 juta ekor unggas yang mati akibat avian influenza dengan nilai kerugian 7,7 triliun pada awal terjadinya kasus (Fadillah et al, 2007). Pada tahun 2003-2007, berdasarkan data Departemen Pertanian, jumlah unggas yang mati di Indonesia akibat AI adalah berjumlah 12.597.193 ekor dengan total provinsi yang tertular sebanyak 31 provinsi. Kerugian secara materi tersebut dapat memunculkan dampak sosial yang negatif seperti meningkatnya angka pengangguran, kejahatan, dan juga kualitas kesehatan pada manusia dapat menurun karena konsumsi protein berkurang. Dari hal tersebut tingkat kepercayaan masyarakat terutama pelaku perunggasan dapat menurun terhadap pemerintah. Di Indonesia, sampai dengan tahun 2006 terdapat 178 Kabupaten/Kota di 26 Provinsi telah tertular (dan menjadi daerah endemi) Avian Influenza pada unggas yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Lampung, Kalimatan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, NTB, NTT, Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, 1

2 Jambi, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, NAD, Sulawesi Barat, dan Riau serta Kepulauan Riau (Depkom Info RI, 2006). Sedangkan berdasarkan data Komnas FBPI per 27 Februari 2008, jumlah Kabupaten/Kota yang terdapat kasus meninggal sebanyak 45 Kabupaten/Kota. Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention, Avian Influenza masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena sudah menyerang manusia dan menelan banyak korban. Avian Influenza yang pertama kali menyerang manusia dilaporkan di Hongkong pada tahun 1997 (CDC ; Endarti & Djuwita, 2006). Seluruh dunia sekarang saat ini mencemaskan akan terjadinya Pandemi influenza yang dapat menyebabkan banyak kematian. Berdasarkan data WHO, sampai dengan 19 Juni 2008 di dunia terdapat 385 kasus konfirm AI pada manusia 243 diantaranya meninggal dunia. Indonesia berada pada posisi pertama dalam hal jumlah kasus dengan 135 kasus konfirm flu burung 110 diantaranya meninggal dunia, disusul Vietnam dengan 106 kasus, 52 meninggal dan Eygypt dengan 50 kasus, 22 diantaranya meninggal dunia. Dalam beberapa tahun terakhir jumlah kasus infeksi virus flu burung pada manusia di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Tiga provinsi dengan kasus tertinggi di Indonesia menurut Komnas FBPI sampai Juni 2008 adalah Provinsi Jawa Barat (33 kasus, 27 meninggal), diikuti DKI Jakarta (33 kasus, 28 meninggal) dan Banten (26 kasus, 22 meninggal). Tersebarnya kasus selama periode waktu semenjak pertama kali terdeteksi hingga kini serta kasus-kasus yang masih terdeteksi, mengindikasikan tetap terjadinya paparan virus tersebut terhadap manusia di DKI Jakarta dimana sebagian besar kasus di DKI Jakarta meninggal dunia.

3 DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara RI merupakan kota yang sangat rentan terjadinya suatu wabah/klb suatu penyakit menular, termasuk flu burung, hal ini terjadi karena adanya mobilisasi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan barangbarang lainnya yang begitu tinggi, kepadatan penduduk yang tinggi sehingga penularan dapat terjadi secara cepat, serta perilaku hidup bersih dan sehat serta lingkungan yang memungkinkan suasana kondusif untuk berkembangnya penyakit menular termasuk flu burung. Berkembangnya penyakit menular dan penyakit baru seperti flu burung sebagai KLB seringkali menimbulkan angka kematian maupun kesakitan. Menurut Santoso (2007), kejadian luar biasa yang terjadi di Indonesia selama ini masih sering terlambat diketahui, sehingga penanggulangannya pun terlambat untuk dilakukan. Salah satu strategi penting dalam rangka penanggulangan flu burung adalah pelaksanaan surveilans epidemiologi dan dengan adanya aspek zoonosis pada penyakit flu burung ini surveilans yang dilakukan tidak bisa berjalan dari satu sektor saja namun harus terintegrasi antara kesehatan manusia dengan kesehatan hewan. Adanya kebijakan surveilans flu burung terintegrasi ini antara lain bertujuan untuk deteksi dini munculnya penyakit AI pada unggas dan deteksi dini faktor risiko penularan penyakit AI dari unggas ke manusia. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK di 7 Provinsi di Indonesia pada bulan Mei 2007 atas Pengendalian Flu Burung Dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, dimana Provinsi DKI Jakarta termasuk di dalamnya, menyebutkan bahwa surveilans berbasis faktor risiko untuk mendeteksi dini kasus penularan virus flu burung belum berjalan optimal dimana dilakukan secara terintegrasi. Hal ini disebabkan diantaranya karena riwayat alamiah penyakit sampai saat ini masih

4 banyak yang belum diketahui, koordinasi lintas sektor terkait investigasi di lapangan belum tertata dengan baik, pertukaran informasi antara surveilans flu burung pada manusia pada hewan belum berjalan optimal, wabah flu burung pada unggas tidak dilaporkan oleh masyarakat sehingga tidak terpantau oleh Puskesmas atau Disnak dan tidak segera ditindaklanjuti dengan surveilans ILI oleh Puskesmas setempat. Pada dasarnya kunci keberhasilan penanganan flu burung menurut Mahardika (2006) adalah deteksi dini, pelaporan dini, dan tindakan dini (3-E -- early reporting, early detection, early action). Kecurigaan adanya kasus baik pada manusia dan unggas harus dilaporkan dini, selanjutnya dikonfirmasi secepat mungkin, dan akhirnya dilakukan aksi penanganan yang tepat dengan segera. Untuk itu menjadi sangat penting dalam penangulangan penyakit flu burung untuk mengoptimalkan kegiatan surveilans terintegrasi dibawah kebijakan yang jelas dan dengan adanya komitmen dari pemerintah daerah yang cukup dalam pelaksanaannya. Integrasi antara kesehatan dan peternakan dalam surveilans epidemiologi perlu dilaksanakan karena faktor risiko terjadinya kasus flu burung pada manusia terutama adalah hewan dan produk mentahnya. Adanya kebijakan ini dilakukan sebagai langkah antisipatif agar dapat menanggulangi dengan cepat, membatasi penularan dan menekan jumlah korban akibat flu burung. Di DKI Jakarta sendiri pelaksanaan mengenai kebijakan surveilans integrasi belum diketahui optimalisasinya. Dalam pelaksanaan suatu kebijakan, informasi dalam bentuk sosialisasi setelah kebijakan tersebut dikeluarkan adalah sangat penting, selain itu pula faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan antara lain seperti standar dan sasaran kebijakan, komunikasi antara organisasi dan pengukuran aktivitas,

5 karakteristik organisasi, kondisi sosial, ekonomi, dan politik sumber daya, sikap pelaksana (Dunn, 2000). Menurut Hoogwood & Gun, terdapat sepuluh persyaratan pelaksanaan kebijakan tersebut berjalan dengan baik yaitu keadaan eksternal tidak dalam kondisi timpang, waktu tepat dan SDM tersedia, sumber daya manusia baik, kebijakan berdasarkan teori yang tepat tentang sebab akibat, hubungan langsung antara sebab akibat, ada kejelasan tujuan, tugas dilakukan kekhususan dalam kejadian yang tepat, komunikasi dan koordinasi harus sempurna, kekuasaan mendapat sempurna. Selain itu pula menurut Syaaf (2001) menyatakan bahwa efektivitas implementasi kebijakan sangat tergantung pada sejauh mana sumber daya dan personil (petugas) yang disiapkan oleh sistem kebijakan memiliki jumlah dan kualitas yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi dalam rangka pengendalian penyakit flu burung (Avian Influenza) di DKI Jakarta. Di dalam penelitian ini, penulis melalui pendekatan kualitatif yang dilakukan membahas mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi integrasi flu burung di DKI Jakarta tahun 2008. Antara lain sosialisasi, koordinasi, sumber daya yang meliputi tenaga pelaksana, dana, serta sarana 1.2 Rumusan Masalah Surveilans integrasi flu burung merupakan salah satu strategi yang sangat penting dalam upaya penanggulangan flu burung di Indonesia. DKI Jakarta saat ini berupaya merealisasikan kebijakan surveilans terintegrasi penanggulangan flu burung, dimana saat ini belum diketahuinya optimalisasi pelaksanaan surveilans

6 terintegrasi tersebut untuk memantau secara dini kecenderungan peningkatan kasus flu burung setiap waktu serta faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakannya, diantaranya terkait dengan sosialisasi, koordinasi, serta sumber daya yang meliputi tenaga, anggaran, dan fasilitas, serta dukungan pedoman. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kebijakan yang melatarbelakangi pelaksanaan surveilans epidemiologi flu burung terintegrasi di DKI Jakarta Tahun 2008? 2. Bagaimana gambaran pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi flu burung terintegrasi di DKI Jakarta Tahun 2008? 3. Bagaimana gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan surveilans integrasi flu burung di DKI Jakarta (meliputi sosialisasi, koordinasi, ketersediaan petugas, dana, dan sarana)? 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi integrasi flu burung (Avian Influenza) di DKI Jakarta tahun 2008 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kebijakan yang melatarbelakangi pelaksanaan surveilans epidemiologi integrasi flu burung di DKI Jakarta Tahun 2008 2. Diketahuinya gambaran pelaksanaan surveilans epidemiologi integrasi flu burung di DKI Jakarta Tahun 2008

7 3. Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan surveilans integrasi flu burung di DKI Jakarta (meliputi sosialisasi, koordinasi, ketersediaan petugas, dana, dan sarana ) 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi mengenai gambaran pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi integrasi flu burung (Avian Influenza) di DKI Jakarta. 1.5.2 Metodologis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan metodologi mengenai gambaran pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi integrasi flu burung (Avian Influenza) di DKI Jakarta tahun 2008. 1.5.3 Aplikatif Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan kepada penanggung jawab pelaksana surveilans epidemiologi flu burung di semua jenjang administrasi (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Peternakan DKI Jakarta) untuk mengambil keputusan dalam upaya peningkatan kinerja program penanggulangan flu burung agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.

8 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi integrasi flu burung (Avian Influenza) di DKI Jakarta sebagai salah satu strategi dalam upaya pengendalian terhadap penyakit flu burung. Fokus penelitian ini adalah dimana sampai saat ini belum diketahuinya optimalisasi pelaksanaan surveilans terintegrasi tersebut untuk memantau secara dini kecenderungan peningkatan kasus flu burung setiap waktu serta faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan dilakukan oleh peneliti sendiri sedangkan jenis penelitiannya adalah deskriptif analitik. Pada penelitian kualitatif, digunakan responden atau informan yang didasarkan pertimbangan pada pengetahuan pemahaman pada pelaksanaan kebijakan surveilans epidemiologi integrasi flu burung di DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan karena sampai saat ini jumlah kasus flu burung pada manusia di DKI Jakarta tertinggi dibandingkan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Dimana DKI Jakarta saat ini berupaya melaksanakan surveilans integrasi AI terintegrasi, belum optimalnya deteksi dini, pelaporan dini, dan tindakan dini kasus penyakit flu burung terlihat dengan masih tingginya jumlah kasus yang ditimbulkan akibat penyakit flu burung pada manusia. Penelitian ini dilakukan pada organisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang meliputi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Sudin Kesmas Jakarta Barat, Kecamatan Sudin Kesmas Jakarta Selatan, Sudin Kesmas Jakarta Timur, Puskesmas Kecamatan Cipayung, serta organisasi Dinas Peternakan, Perikanan, dan

9 Kelautan DKI Jakarta, Sudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Sudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Timur, serta BKHI. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yaitu pada bulan Mei-Juni 2008 yang digunakan untuk mengumpulkan data-data hasil wawancara dan pengolahan data hasil wawancara mendalam. Informasi yang diperoleh di dalam penelitian ini didapatkan melalui pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam. Selain bersumber dari data primer, peneliti juga menggunakan data sekunder serta melakukan pengamatan yang dapat digunakan untuk memperkuat atau menunjang data primer. Guna memudahkan interpretasi, data primer maupun sekunder hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk tabel, matriks, diagram, maupun deskripsi.