KANDUNGAN BORAKS DAN FORMALIN PADA BAKSO KEMASAN BERMEREK DI BEBERAPA PASAR SWALAYAN DI KOTA MANADO TAHUN 2017 Vivi Fadhilah Dengo*, Rahayu H. Akili*, Oksfriani Jufri Sumampouw* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Bakso merupakan salah satu olahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat, namun masih banyak produsen bakso menggunakan boraks dan formalin sebagai pengawet makanan. Indikasi penggunaan tersebut tidak hanya dilakukan penjual jajanan tapi juga bakso kemasan bermerek di berbagai swalayan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan boraks dan formalin pada Bakso kemasan bermerek di sejumlah pasar swalayan di kota Manado. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif berbasis laboratorium. Sampel yang digunakan adalah 11 sampel bakso. Pengujian menggunakan metode kromatrofik dan metode uji tumeric yang dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Manado. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 11 bakso tidak mengandung boraks dan formalin. Hasil pemerikasaan boraks dengan menggunakan reaksi reagen ditemukan tidak menunjukan adanya perubahan warna dari warna kuning pada kertas uji. Hasil pemerikasaan formalin juga menunjukkan bahwa negatif mengandung formalin. Hal ini menyatakan bahwa bakso yang diuji aman untuk dikonsumsi. Namun demikian, perlu adanya pengawasan secara berkala tentang penggunaan bahan pengawet kimia. Kata kunci: Bakso, Formalin, Boraks, Pasar Swalayan ABSTRACT Meatball is one of the many food processed by society, but there are still many meatball producers using borax and formalin as food preservative. Indication of the use is not only done seller snacks but also brandedpackaging meatballsin various supermarkets. This study aims to determine the content of borax and formalin inbranded packaged meatballs in a number of supermarkets in the city of Manado. This research is a laboratory-based explorative research. The sample used was 11 samples of meatballs. The test used chromatrophic method and tumeric test method which was done in Manado Research and Standardization Center. The results showed that 11 meatballs did not contain borax and formalin. The results of the examination of borax by using reagent reactions were found not to show any discoloration of the yellow color on the test paper. The results of formalin examination also showed that the negatives contain formalin. This states that the meatballs tested are safe for consumption. However, there should be regular monitoring of the use of chemical preservatives. Keywords: Meatballs, Formalin, Borak, Supermarkets PENDAHULUAN Bakso merupakan salah satu makanan produk olahan yang banyak digemari masyarakat. Ini yang membuat bakso berkembang pesat dan meluas di daerahdaerah seluruh nusantara dan dipasarkan mulai dari pedagang kecil sampai pasar swalayan. Berdasarkan data BPOM tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 2903 sampel PJAS yang diambil dari 478 Sekolah Dasar (SD) di 26 Provinsi, sekitar 5,76% bakso, mie dan kudapan menggunakan boraks dan formalin 3,67%. Tahun 2014 juga menunjukkan bahwa peredaran makanan yang dicurigai mengandung bahan berbahaya meningkat dari 7,86% tahun 2013 menjadi 15,06%. Hasil penelitian Priandini (2015) menunjukan bahwa dari 42 sampel bakso yang diambil dari 14 kecamatan 1
di Kota Makassar ditemukan 31 (73,80%) sampel bakso yang positif mengandung boraks setelah di uji dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom. Senada Priandini, hasil penelitian Faradila (2014) di Kota Padang menunjukkan bahwa 20 sampel dari 42 sampel yang diidentifikasibakso positif mengandung formalin (47,6%) dan Sri (2015) di Kota Makasar menemukan terdapat 4 dari 30 sampel positif mengandung formalin. Penelitian mengenai kandungan boraks pada bakso juga yang pernah dilakukan di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara oleh Suntaka (2014),dari 32 sampel terdapat 7 sampel kios bakso (21,9%) positif mengandung boraks. Penelitian serupa dilakukan Imaningsih dan Handayani (2006) menemukan terdapat bakso kemasan yang dijual di swalayan di Kota Klaten sekitar 25% bakso bermerek yang diteliti positif mengandung bahan tambahan makanan berbahaya boraks. Berdasarkan uraian diatas, membuktikan bahwa penggunaan boraks atau formalin pada bahan makanan masih marak dilakukan para pedagang atau penjual di berbagai wilayah di Indonesia, bahkan bakso yang dijual pada kios permanen dan non permanen ditemukan juga kandungan boraks pada bakso kemasan bermerek, khususnya pada swalayan-swalayan besar, yang idealnya lebih steril dari kandungan bahan berbahaya pada makanan. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui kandungan boraks dan formalin pada bakso kemasan bermerek yang dijual di beberapa pasar swalayan di Kota Manado. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan penelitian eksploratif berbasis laboratorium. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Balai Riset Standarisasi Industri (BARISTAND) Kota Manado. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juli 2017. Sampel yang diuji yaitu 11 bakso kemasan bermerek yang dijual di pasar swalayan Hypermart Manado Town Square, Freshmart, Jumbo, Giant dan Multi Mart di Kota Manado Kota Manado. Pengukuran sampel bakso untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks secara kualitatif menggunakan metode tes uji kertas kurkumin. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemeriksaan Boraks dan Formalin Hasil pemerikasaan uji Boraks pada 11 sampel dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Hasil Uji Kandungan Boraks dan Formalin pada Bakso No Jenis Hasil Uji Jlh Ada Tidak Ada 1. Boraks 0 11 11 2. Formalin 0 11 11 Sumber: Data diolah Berdasarkan Tabel 1. menunjukan tidak adanya perubahan warna dari kuning pada kertas uji menjadi merah kecoklatan pada 11 sampel bakso. Artinya, keseluruhan sampel tidak menggunakan boraks sebagai bahan tambahan pembuatan bakso. Menunjukkan tidak adanya perubahan warna dari transparan menjadi warna ungu terang yang menandakan keseluruhan sampel negatif mengandung formalin. Oleh karena semua hasil yang didapati negatif, maka dibuat sebuah kontrol positif yang berguna sebagai pembanding dengan bahan dasar 1 (satu) tetes larutan formalin murni dicampur dalam 5 ml salah satu larutan sampel. Hasil yang didapati yaitu warna yang dihasilkan berubah menjadi warna ungu pekat yang menandakan terdapat kandungan formalin pada sampel pembanding. Hasil pengamatan pada 11 sampel bakso kemasan bermerek, menunjukkan bahwa pada bakso daging sapi memiliki tekstur yang lembut, mudah dihancurkan, tidak terlalu kenyal, warna abu-abu segar dan warna putih yang merata pada bakso cumi, udang, ayam dan ikan. Perbedaan warna ini karena tekstur dan warna yang dimiliki sampel berbeda. Daging sapi berwarna merah kecoklatan segar sedangkan sampel lain berwarna putih yang tidak terlalu mencolok. Hasil ini sejalan dengan penelitian Efrilia (2016) menunjukan bahwa sampelhasil negatif mengandung boraks dengan ciri-ciri bakso tidak kenyal, basi dalam waktu satu hari, warna tidak putih, dan berlendir dalam satu hari. Berbeda dengan hasil penelitian Imaningsih dan Handayani (2006) bahwa sampel bakso kemasan menunjukan hasil positif mengandung boraks dengan ciri-ciri kedua bakso tersebut adalah tekstur kenyal, berwarna putih dan memiliki masa simpan lima hari. Bakso yang mengandung pengawet boraks teksturnya lebih kenyal dan tahan lama sedangkan penggunaan pengawet alami akan bertahan tidak melebihi 2-3 bulan (Eka, 2013). Ciri yang bisa dilihat untuk membedakan bakso yang mengandung boraks dan tidak adalah sebagai berikut: 1. Bakso mengandung boraks lebih kenyal dibanding bakso tanpa boraks. 2. Bakso mengandung boraks bila digigit sedikit lebih keras dibandingkan bakso tanpa boraks. 3
3. Bakso mengandung boraks tahan lama atau awet selama 3 hari sedang yang tidak mengandung boraks dalam 1 hari sudah berlendir. 4. Bakso mengandung boraks warnanya tampak lebih putih tidak merata. Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik di pinggir maupun tengah. 5. Bakso mengandung boraks baunya terasa tidak alami. Ada bau lain yang muncul. 6. Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola bekel (Efrilia, 2016). Berdasarkan hasil uji kualitatifdengan menggunakan reaksi reagen, diketahui bahwa dari 11 sampel bakso kemasan bermerek dari beberapa pasar swalayan di Kota Manado,yang diperiksa tidak menunjukan adanya perubahan warna dari warna kuning pada kertas uji. Sampel bakso positif mengandung boraks bila menunjukan perubahan warna menjadi merah kecoklatan pekat. Hasil pengujian ini sejalan yang ditemukan Citraningtyas dkk. (2013) dari total sampel 60 biji bakso yang diambil di tiap penjual bakso jajanan. Pengujian menggunakanuji nyala dan metode Uji warna dengan kertas turmeric menunjukan keseluruhan sampel negatif mengandung boraks. Hasil ini juga didukung pengujian yang dilakukan oleh Efrilia (2016) terhadap bakso yang dijual di Bekasi Utara dari 15 sampel bakso dinyatakan negatif mengandung boraks dan tekstur bakso tidak kenyal, bakso basi dalam waktu satu hari, warna tidak putih, dan berlendir dalam satu hari. Tidak ditemukan adanya boraks dan formalin pada bakso kemasan bermerek di beberapa swalayan di Kota Manado karena bakso kemasan bermerek telah terdaftarbalai di Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini menurut Afrianti (2013) bahwa bakso dalam kemasan dapat bertahan dalam 2-3 bulan tanpa menggunakan boraks dan formalin karena adanya sistem pengolahan yang canggih seperti pengemasan dan sistem pengawetan dengan pembekuan. Ini karena bahan pangan umumnya memiliki kandungana air yang tinggi misalnya kadar air pada daging yang mencapai 75 persen. Mikroorganisme agar dapat tumbuh dan berkembang biak serta berlangsungnya reaksi-reaksi kimia/biokimia membutuhkan tersedianya air. Oleh karen itu, bahan pangan perlu didinginkan pada suhu dibawah 0 C. Pembekuan bahan pangan mengakibatkan kebebasan gerak dari molekul-molekul air yang belum
membeku akan terhambat (Afrianti, 2013). Dengan demikian dapat dilkatakan bahwa produk pangan kemasan bernerek biasanya akan bertahan lebih lama dan awet tanpa menggunakan pengawet dengan proses pembekuaan dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik daripada pembekuan dengan kecepatan rendah. Makin rendah suhu beku yang tercapai makin baik sifat-sifat dari produk tersebut bila dibandingkan dengan produk segarnya. Hasil uji kualitatif formalin pada bakso kemasan yang dijual di beberapa pasar swalayan di Kota Manado juga menunjukkan negatif mengandung formalin. Makanan yang membutuhkan daya simpan lebih lama seperti bakso dilakukan penyimpanan beku pada suhu -18 C, pada suhu ini daya tahan simpan produk cukup lama dan mempengaruhi perbedaan harga produk bakso pada umumnya. Perbedaan harga pasaran bakso yang dijual oleh pedagang seperti pada kios, warung dan pasar dengan bakso kemasan bermerek yang dijual di swalayan karena tingkat pengemasan yang memiliki nilai ekonomis, serta perbedaan kualitas bahan-bahan yang digunakan. Selain itu, transportasi, distribusi dan pemasaran bakso kemasan yang sudah melalui uji secara rutin oleh BPOM juga mempengaruhi tingkat keamanan yang berbeda pada produk makanan. Berdasarkan uji laboratorium dari 11 sampel bakso tidak terjadi perubahan warna keunguan pada keseluruhan sampel, artinya seluruh sampel negatif mengandung formalin. Untuk membandingkan hasil akurat dilakukan sebuah kontrol positif yang berguna sebagai pembanding dengan bahan dasar 1 (satu) tetes larutan formalin murni dicampur dalam 5 ml salah satu larutan sampel. Hasil yang didapati yaitu warna yang dihasilkan berubah menjadi warna ungu pekat yang menandakan terdapat kandungan formalin pada sampel pembanding.hal ini serupa hasil penelitian Fauziah (2014) di Kota Jember dari 30 sampel bakso yang diteliti tidak mengandung formalin. Tidak ditemukan adanya kandungan formalin pada bakso kemasan karena menggunakan bahan pengawet alami seperti chitosan dan kalsium hidroksida atau kapur sirih. Beberapa riset yang telah dilakukan oleh Departemen Teknologi Hasil Pertanian FPIK-IPB tentang bahan pengawet alami yang aman digunakan sebagai pengganti formalin yaitu chitosan yang dapat mengawetkan produk-produk perikanan, seperti ikan asin. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin (produk samping/limbah) dari pengolahan udang 5
dan rajungan. Chitosan memiliki gugus fungsi bermuatan yang dapat berikatan dengan mikroba perusak sehingga mikroba tersebut mati yang nantinya dapat berfungsi sebagai antibiotik (Cahyadi, 2012). Klsium hidroksida atau kapur sirih juga dapat digunakan pada bakso dan lontong, air abu merang yang dapat mengawetkan mie basah, serta asam sitrat dan biji kepayang yang dapat mengawetkan ikan basah, ikan segar, ikan kering maupun ikan asin (Yuliarti, 2007). Faktor terjadinya kerusakan bahan pangan disebabkan faktor instrintik misalnya aktivitas air, dan kadar air tingkat kematangan dan sifat bahan pangan itu sendiri. Faktor lainnya yaitu ekstrinsik mencakup semua faktor lingkungan bahan pangan yang dapat mempengaruhi risiko yang terjadi seperti komposisi udara, suhu tekanan, populasi dan tingkat kontaminasi mikroba. Kandungan air dalam kemasan bakso merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan bakso. Setelah dikemas, tingkatan kadar air cukup tinggi maka kegiatan mikrobiologis akan tetap berlangsung sehingga bakso akan cepat rusak dan akhirnya rusak. Beberapa cara yang dilakukan industri pembuatan bakso kemasan yaitu dengan cara pengawetan dengan suhu rendah. Pengendalian suhu merupakan suatu cara yang dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Pendinginan makanan dengan suhu rendah digunakan untuk memperpanjang daya simpan makanan. Sel-sel hidup banyak mengandung air, seringkali 2/3 atau lebih dari jumlah beratnya. Di dalam medium ini banyak terlarut senyawa organik dan anorganik, termasuk garam, gula dan asam dalam bentuk larutan termasuk molekulmolekul organik yang lebih kompleks seperti protein dalam bentuk suspense koloidal. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah tejadinya kehilangan air dari bahan pangan, yaitu dengan mengendalikan kelembaban udara yang terdapat dalam ruang penyimpanan dingin. Disamping itu pengemasan yang sesuai, atau kombinasi anatara pengendalian kelembaban dengan suatu pengemasan berpengaruh dalam daya simpan bakso kemasan, bakso yang disimpan pada suhu 0-1 C dapat disimpan 1-6 minggu tanpa penggunaan boraks dan formalin. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua bakso kemasan bermerek di beberapa Swalayan di Kota Manado tidak mengandung boraks dan formalin. Hal ini menunjukkan bahwa produsen
telah mematuhi peraturan tentang penggunaan pengawet makanan. Pengawasan secara berkala harus dilakukan oleh BPOM khususnya mengukur kandungan boraks dan formalin pada makanan. DAFTAR PUSTAKA Afrianti, L. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung:Alfabeta. Cahyadi, W. 2012. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Edisi Kedua. : Jakarta: Bumi Aksara Citraningtyas, G, Tubagus, I, Fatimawali. 2013. Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks Dalam Bakso Jajanan di Kota Manado. Jurnal ilmiah farmasi Manado: Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado Efrilia, M. 2016. Identifikasi Boraks dalam Bakso di Kelurahan Bahagia Bekasi Utara Jawa Barat dengan Metode Analisa Kualitatif. Jurnal Kesehatan. Jawa Barat : Akademi Farmasi IKIFA Jakarta Timur Eka, R. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta: Titik Media Publisher Faradila. 2014. Identifikasi Formalin pada Bakso yang Dijual pada Beberapa Tempat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Sumatera Barat : Universitas Andalas Fauziah. 2014. Kajian Keamanan Pangan Bakso dan Cilok yang beredar di Lingkungan Universitas Jember Ditinjau dari Kandungan Boraks, Formalin, dan TPC. Jawa Timur : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Imaningsih, T. dan Handayani, S. 2006. Identifikasi Boraks pada Bakso Bermerek yang Dijual di Pasar Swalayan Kota Klaten. Jurnal Kesehatan. Klaten: Kesehatan Lingkungan STIKES Muhammadiyah Klaten Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Bahan Tambahan Pangan Pengawet Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan Priandini, I. 2015. Kandungan Boraks Pada Bakso di Makassar. Jurnal Kesehatan. Makassar : Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Sri, R. 2015. Identifikasi Formalin Pada Bakso Dari Pedagang Bakso di 7
Kecamatan Panakukang Kota Makassar. Jurnal Kesehatan. Makassar: Fakultas Kedokteran UNHAS Suntaka, D. 2014. Analisis Kandungan Formalin dan Boraks pada Bakso yang Disajikan Kios Bakso Permanen Pada Beberapa Tempat di Kota Bitung. Jurnal Kesehatan. Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRAT Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: ANDI.