68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah Pabrik Gula (PG) terbanyak, yaitu 33 PG dari 59 PG yang ada di Indonesia. Total produksi gula Jawa Timur sebanyak 1 075 792 ton, atau sebesar 46.6 persen dari total produksi nasional pada tahun 2005/2006. Produksi tebu yang dihasilkan di Jawa Timur adalah sebanyak 14 665 500 ton atau mencakup 48.5 persen dari total produksi tebu nasional. Jika dilihat dari total kapasitas terpasang, industri gula jawa Timur memiliki total kapasitas terpasang terbesar di Indonesia yaitu 90 430 ton tebu per hari dari total 197 840 tth (P3GI, 2007). 5.2 Kabupaten Situbondo Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini terletak di ujung timur Pulau Jawa bagian utara, sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Secara geografis Kabupaten Situbondo berada pada posisi 7 0 35-7 0 44 lintang selatan dan 113 0 30-114 0 42 bujur timur. Luas wilayah Kabupaten Situbondo adalah 1 638.50 km 2 atau 163 850 hektar. Kondisi fisiknya berbentuk memanjang dari barat ke timur 140 km dengan rata-rata lebar wilayah 11 km. Kabupaten Situbondo berada pada ketinggian 0-1.250 m di atas permukaan air laut. Temperatur daerah ini 24,7 0 C-27,9 0 C dengan rata-rata
69 curah hujan 994 mm-1.503 mm per tahunnya sehingga daerah ini tergolong kering. Umumnya keadaan tanah menurut teksturnya tergolong sedang 96,26%, tergolong halus 2,75% dan tergolong kasar 0,99%. Drainase tanah tergolong tidak tergenang 99,42%, kadang-kadang tergenang 0,05% dan selalu tergenang 0,53%. Jenis tanah di Kabupaten Situbondo antara lain berjenis alluvial, regosol, gleysol, renzine, grumosol, mediteran, latosol dan androsol. Bagian terbesar tanah di Kabupaten Situbondo terbentuk dari jenis tanah latosol seperti di Kecamatan Sumber Malang sedangkan bagian terkecil adalah dari jenis tanah regosol seperti yang terdapat di Kecamatan Mangaran. Jenis tanah dan sebarannya merupakan keunggulan yang berbeda dengan kabupaten lain sehingga pembangunan sektor pertanian dan industri yang berbasis sumberdaya alam banyak yang dikembangkan, salah satunya adalah industri tebu. Secara administratif Kabupaten Situbondo terdiri dari dari 17 Kecamatan dan dari 17 Kecamatan tersebut hanya 13 Kecamatan yang memiliki pantai. Jumlah kelurahan dan desa masing-masing adalah 4 kelurahan dan 132 desa. Tanaman tebu dibudidayakan hamper di semua kecamatan tersebut pada berbagai skala luasan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Situbondo adalah lahan sawah. Tahun 2007 lahan sawah tersebut seluas 30 405.95 hektar. Dilihat dari perkembangannya dari tahun 2005 samapai 2007 lahan sawah di wilayah Situbondo mengalami penurunan yaitu dari 31 638.50 hektar menjadi 30.405,95 hektar. Luas lahan kering justru mengalami peningkatan dari 26 765.30 hektar menjadi 27 997.13 hektar. Sebaliknya untuk penggunaan lahan lainnya dari tahun 2005 sampai 2007 mengalami luasan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.
70 Tabel 4. Perkembangan Luas Wilayah Situbondo Menurut Penggunaan Lahan di Kabupaten Situbondo (Ha) Penggunaan Lahan Luas 2005 2006 2007 Sawah 31 638.50 31 638.50 30 405.95 Pertanian tanah kering 26 765.30 26 765.30 27 997.13 Kebun campuran 414 414 414 Perkebunan 1 780.26 1 780.26 1 768.26 Hutan 73 407 73.407 73 407 Rawa/danau/waduk 174 174 174 Tambak/kolam 1 875.30 1 875.30 1 875.30 Padang rumput/tanah kosong 7 464 10 7 464.10 7 6464.10 Tanah tandus/rusak/tambang 17 052.10 17 052.10 17 502.10 Pemukiman 2 841 2 841 2 841.72 Lain-lain 438.44 438.44 438.44 Sumber: BPS Situbondo 2005, 2006, 2007 Perkembangan usahatani tebu di Kabupaten Situbondo dilihat dari luas panen dan produktifitas menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Luas areal panen dari tahun 2003 sampai 2007 mengalami peningkatan dari 7.2 ribu hektar menjadi 8.3 ribu hektar. Produktifitas gula juga mengalami peningkatan, yaitu dari 59.1 kuintal per hektar menjadi 64.8 kuintal per hektar, seperti yang terlihat pada Tabel 5. Peningkatan terjadi karena adanya peningkatan rendemen pada tebu. Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Situbondo pada tahun 2007 sebesar 638.5 ribu jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 390 jiwa per km 2. Jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2007 sebanyak 342.2 ribu jiwa dan 180.8 ribu (52,67%) jiwa bekerja di sektor pertanian. Persentase tersebut
71 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor non pertanian. Hal tersebut menggambarkan bahwa Kabupaten Situbondo merupakan wilayah agraris. Tabel 5. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Usahatani Tebu di Kabupaten Situbondo Tahun Luas Tanam (Hektar) Luas Panen (Hektar) Produksi Gula (Kuintal/Hektar) Produktifitas Gula (Kuintal/Hektar) 2003 7.209 7.209 42.624 59,1 2004 6.812 6.812 40.345 56,2 2005 6.182 6.182 39.398 53,7 2006 6.237 6.237 33.717 54,1 2007 8.311 8.311 53.872 64,8 Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 2003-2006, 2006 dan BPS Situbondo, 2007 5.3 Kabupaten Lumajang Kabupaten Lumajang merupakan wilayah yang terletak pada 112 53' - 113 23' Bujur Timur dan 7 54' - 8 23' Lintang Selatan. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Lumajang adalah 1790.90 km 2 atau 3.74% dari luas Provinsi Jawa Timur. Luas tersebut terbagi dalam 21 Kecamatan yang meliputi 197 Desa dan 7 keluraha. Kabupaten Lumajang terdiri dari dataran yang subur karena diapit oleh tiga gunung berapi, yaitu: Gunung Semeru (3.676 m), Gunung Bromo (3.295 m) dan Gunung Lamongan (1.668 m). Kabupaten ini sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Malang, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Jember dan sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
72 Ketinggian daerah Kabupaten Lumajang bervariasi dari 0-3.676 m dengan daerah yang terluas adalah pada ketinggian 100-500 m dari permukaan laut 63 405.50 hektar (35.40%) dan yang tersempit adalah pada ketinggian 0-25 m di atas permukaan laut yaitu 19 722.45 hektar (11.01%) dari luas keseluruhan Kabupaten Lumajang. Secara umum keadaan drainase di Kabupaten Lumajang cukup baik mengingat keadaan topografi yang bervariasi kemiringannya. Berdasarkan klasifikasi lereng (kemiringan), wilayah Kabupaten Lumajang termasuk kategori: datar (0-2%) seluas 87 199.59 hektar (45.9%), landai-agak miring (2-15%) seluas 1 459.57 hektar (17.57%), miring-agak curam (15-40%) seluas 28 827.89 hektar (10.10%) dan curam-sangat curam (lebih dari 90%) seluas 36 602.65 hektar. Keadaan topografi di Kabupaten Lumajang yang bervariasi mulai datar sampai curam menguntungkan dari aspek ketergantungannya. Pengaturan air yang baik dan berfungsinya saluran pengairan, menyebabkan daerah tidak tergenang kecuali jika terjadi bencana alam. Penentuan iklim di Kabupaten Lumajang didasarkan pada sistem Shcmidt dan Ferguson. Sistem ini hanya membandingkan jumlah bulan basah dan bulan kering. Berdasarkan klasifikasi Shcmidt dan Ferguson terdapat tiga macam iklim di Kabupaten Lumajang. Tipe pertama adalah iklim tipe C, yaitu iklim yang bersifat agak basah. jumlah bulan kering rata-rata kurang dari tiga bulan dan buah-buahan lainnya adalah bulan basah dengan jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100 mm. Sektor pertanian merupakan tulang punggung kegiatan penduduk Kabupaten Lumajang. Luas lahan sawah di wilayah ini adalah 34 042 hektar. Hal ini didukung dengan daerah yang dekat dengan gunung berapi yang laharnya menyuburkan tanah di wilayah Lumajang. Keberadaan gunung yang menyediakan
73 lahan subur juga memberikan keuntungan lain bagi Lumajang. Mata air yang mengalir dari lereng gunung dan belum terpolusi menjadi sumber air utama bagi pengembangan pertanian organik. Selain penghasil tanaman pangan, Lumajang juga menjadi daerah produsen sayuran dan buah-buahan. Buah-buahan yang dihasilkan lumajang, pisang berukuran besar/pisang agung menjadi salah satu daya tarik. Pisang ini menjadi bahan baku pembuatan keripik dan sale pisang. Sentra penanaman pisang agung terletak di Kecamatan Senduro. Kegiatan di bidang perkebunan turut pula memberi andil pada perekonomian daerah, seperti kakao, kelapa, karet, tebu, kopi, cengkeh, tembakau, dan kapas. Tebu juga merupakan hasil perkebunan terbesar kedua setelah pisang yang dihasilkan di Kabupaten Lumajang. Menurut BPS (2007), luas perkebunan di Kabupaten Lumajang mengalami penurunan yaitu menjadi hanya seluas 11 473 hektar. PG Semboro berada di Desa/Kecataman Semboro, Kabupaten Jember. Beroperasi sejak 1928 sebagai unit usaha milik perusahaan swasta di era kolonialisme. Setelah mengalami beberapa kali rehabilitasi, kini PG Semboro berkapasitas 7 000 tth. Peningkatan kapasitas dilakukan tahun 2009 sejalan dengan dicanangkannya program revitalisasi dari sebelumnya sebesar 4 500 tth. Area pengusahaan tebu sekitar 9 000 hektar, baik yang berasal dari tebu sendiri maupun rakyat. Tebu digiling mencapai 900 000 ton dan gula dihasilkan sebanyak 88 000 ton. Dalam pada itu, untuk meningkatkan mutu produk sejalan dengan perubahan perilaku konsumen yang cenderung memilih gula bermutu tinggi dan warna lebih putih cemerlang, pada tahun 2009 juga telah dilakukan alih proses
74 dari sulfitasi dan remelt karbonatasi. Melalui proses ini, mutu produk dihasilkan minimal setara gula rafinasi sehingga secara bertahap PTPN XI dapat masuk ke pasar eceran yang memberikan premium lebih baik. 5.4 Pabrik Gula Semboro PG Semboro berada di Desa/Kecataman Semboro, Kabupaten Jember. Beroperasi sejak 1928 sebagai unit usaha milik perusahaan swasta di era kolonialisme. Setelah mengalami beberapa kali rehabilitasi, kini PG Semboro berkapasitas 7 000 tth. Peningkatan kapasitas dilakukan tahun 2009 sejalan dengan dicanangkannya program revitalisasi dari sebelumnya sebesar 4 500 tth. Area pengusahaan tebu sekitar 9 000 hektar, baik yang berasal dari tebu sendiri maupun rakyat. Tebu digiling mencapai 900 000 ton dan gula dihasilkan sebanyak 88 000 ton. Dalam pada itu, untuk meningkatkan mutu produk sejalan dengan perubahan perilaku konsumen yang cenderung memilih gula bermutu tinggi dan warna lebih putih cemerlang, pada tahun 2009 juga telah dilakukan alih proses dari sulfitasi menjadi remelt karbonatasi. Melalui proses ini, mutu produk dihasilkan minimal setara gula rafinasi sehingga secara bertahap PTPN XI dapat masuk ke pasar eceran yang memberikan premium lebih baik. 5.5 Pabrik Gula Wringinanom Beroperasi sejak masa kolonial, sebelum restrukturisasi BUMN Perkebunan tahun 1996 PG yang administratif masuk wilayah Kabupaten Situbondo ini menjadi unit usaha PTP XXIV-XXV. Sejalan perubahan frontal pada tatanan di semua aspek kehidupan dan lingkungan, termasuk tidak adanya
75 lagi kawasan tata ruang budidaya tebu dan kebebasan petani untuk mengusahakan tanaman apa saja yang dinilai paling menguntungkan, namun PG Wringinanom tetap eksis dan terus berkembang. Pengembangan areal terus dilakukan, baik TS maupun TR, seirama kapabilitas PG untuk menggiling tebu lebih banyak. Sasaran utama adalah daerah sawah berpengairan teknis yang secara agronomis juga digunakan untuk budidaya padi dan palawija. PG Wringinanom meyakini bahwa melalui penerapan agroekoteknologi, kecukupan agroinputs, penataan masa tanam, dan perbaikan manajemen tebang-angkut, produktvitas yang meningkat akan menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadikan tebu sebagai komoditas alternatif. Selain itu, pengembangan juga dilakukan ke lahan kering sepanjang air dapat dipompa secara artesis. Upaya menarik animo petani juga dilakukan melalui perbaikan kinerja pabrik dan kelancaran giling. Sadar akan pentingnya tebu rakyat dalam pemenuhan kebutuhan bakan baku dan pengembangan PG lebih lanjut, pelayanan prima kepada petani teru diupayakan dengan sebaik-baiknya. Secara periodik, PG menyelenggarakan Forum Temu Kemitraan (FTK) guna membahas berbagai persoalan yang dihadapi petani, baik di luar maupun dalam masa giling. Dalam upaya peningkatan produktivitas, PG Wringinanom antara lain melakukan optimalisasi masa tanaman dan penataan varietas menuju komposisi ideal dengan proporsi antara masak awal, tengah dan akhir dengan sasaran berbanding 30-40-30. Melalui kebun semacam ini, petani diharapkan dapat belajar lebih banyak tentang pengelolaan kebun melalui best agricultural practices.