MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSI DAN INTELIGENSI SISWA MELALUI PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

dokumen-dokumen yang mirip
: Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK)

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON

D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas X, Semester 1

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia baik itu di sekolah maupun di luar sekolah selalu akan

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang dalam upaya pembinaan mutu sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah :

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang direncanakan secara sistematik untuk mencapai suatu tujuan yang

57. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, agar menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab. Pendidikan jasmani

PENDIDIKAN LUAR KELAS SEBAGAI KURIKULUM PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. aspek kepribadian dan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan isi Undang-Undang

PEDOMAN BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

PROGRAM PEMBELAJARAN P J O K KELAS VI - SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Riska Dwi Herliana, 2013

Prof. Wawan S. Suherman, M.Ed. FIK UNY 2010

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan. Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan

PROGRAM PEMBELAJARAN P J O K KELAS VI - SEMESTER 2

Pendapat lain diutarakan oleh Rosdiani (2013, hlm. 72)yang menyatakan

PROGRAM TAHUNAN (PROTA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ARTIKEL ILMIAH HASIL PENELITIAN PENERAPAN MODEL KOOPERATIF STAD MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PASSING CONTROL SEPAKBOLA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila

PROGRAM PEMBELAJARAN P J O K KELAS IV - SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN BERMAIN PADA POKOK BAHASAN LEMPAR CAKRAM UNTUK KETUNTASAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI. Munzir*)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

PROGRAM PEMBELAJARAN P J O K KELAS V - SEMESTER 2

BAB I PENDAHULUAN. nilai (sikap, mental, emosional, spiritual, sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROGRAM PEMBELAJARAN P J O K KELAS IV - SEMESTER 2

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan di Indonesia, bukan mustahil pendidikan di Indonesia akan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI PERMAINAN LARI BOLAK BALIK MEMINDAHKAN BENDA PADA ANAK KELAS 1A SD NEGERI JARAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sandy Windiana, 2014 Pengaruh Model Pendekatan Taktis Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter bangsa dari suatu negara. Pendidikan jasmani

Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak

Oleh: Samudi SDN 3 Gemaharjo, Watulimo, Trenggalek

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ARTIKEL ILMIAH HASIL PENELITIAN IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas manusia untuk bersaing dalam membangun taraf hidup

IMPLEMENTASI KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BERGULING SENAM LANTAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

SILABUS PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kwalitas setiap

Survei Interaksi Edukatif Guru Dengan Siswa Pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, Dan Kesehatan

TUJUAN DAN FUNGSI PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional, (Depdiknas, 2003: 30). Karanggambas sesuai silabus adalah: atletik, senam, renang, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Wulantika Utami, 2013

BAB III PENILAIAN A. Benar-Salah. Petunjuk:

GALIH PERMANA, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN ALAT BANTU MODIFIED SMARTER SPOTTER TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN SIKAP KAYANG

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations

ARTIKEL KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BERGULING SENAM LANTAI

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pengertian penjasorkes telah didefinisikan secara bervariasi oleh beberapa

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan. Melalui pendidikan jasmani dikembangkan beberapa aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani pada hakekatnya merupakan usaha pembentukan

Kata-kata Kunci: TAI, aktivitas, hasil belajar, passing bola voli.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

I. PENDAHULUAN. (human movement) yang dapat berupa aktivitas jasmani, permainan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Muhammad Hasbiyal Farhi, 2013

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. lancar sangat ditentukan oleh beberapa unsur antara lain guru, siswa,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting dalam pelaksanaan pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyebabkan seseorang melakukan tindakan atau aktifitas. Seseorang akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan menfasilitasi kegiatan belajar mereka.

HAMBATAN SISWA KELAS VII BELAJAR SENAM LANTAI GULING DEPAN DALAM PEMBELAJARAN PENJASORKES DI SMP MUHAMMADIYAH 2 DEPOK TAHUN AJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah KTSP Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

I. PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

KISI KISI SOAL ULANGAN KENAIKAN KELAS (UKK) MAPEL PENJASORKES KELAS VII SMP KABUPATEN TEGAL TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014

PENERAPAN METODE PERMAINAN LARI SAMBUNG MATA PELAJARAN PENJASKES UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS 2 A SDN TANGGUL KULON 03 JEMBER

ARTIKEL MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PASSING SEPAK BOLA. Oleh I Made Dwi Ariyuda NIM

BAB I PENDAHULUAN. dan bermakna. Menurut Morse (1964) dalam Suherman (2000: 5) membedakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan seseorang sebagai. dan pembentukan watak. Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan Model Pendekatan Taktis Dan Pendekatan Tradisional Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia

LEMPAR LEMBING DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN LEMPAR TURBO DI SEKOLAH DASAR NEGERI 19 SERIRANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

Transkripsi:

MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSI DAN INTELIGENSI SISWA MELALUI PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI Nurkholis FIK Universitas Negeri Surabaya, Kampus Ketintang, Surabaya E-mail: kholis_dayung@yahoo.com Abstract: Ameliorating the EQ and IQ of Primary School students through quality enhancement of physical-exercise education. This classroom action research (CAR) was aimed to ameliorate the EQ and IQ of Primary School students through physical-exercise education. 38 sixth graders of Sekolah Dasar Negeri (Public Primary School) Lidah Kulon II Surabaya participated in this study. Analyses of curriculum, relevant literature, observation results, and test results were conducted. Results of the analyses show that the quality of physical-exercise teaching and learning did not significantly improve the students intelligence. However, the use of games in the teaching-learning process allowed for the improvement of the students EQ. Kata kunci: pendidikan jasmani, kecerdasan emosi, inteligensi, kualitas pembelajaran. Pendidikan jasmani adalah satu tahap dari keseluruhan proses pendidikan yang berkenaan dengan perkembangan dan penggunaan gerak individu yang dilakukan atas kemauan sendiri dan dengan reaksi yang terkait langsung dengan, mental, emosi dan sosial (Nixon & Jewett, 1980). Tujuan pembelajaran pendidikan pendidikan jasmani tidak hanya menyentuh aspek jasmaniah saja, tetapi juga rohaniah. Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi adalah dua aspek yang harus terakumudir dalam pencapaian tujuan pembelajaran pendidikan jasmani. Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi adalah dua hal yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kehidupan anak pada masa selanjutnya. Kecerdasan intelektual bagi anak akan menentukan keberhasilannya dalam menguasai materi sekolah secara akademik. Hal tersebut akan berpengaruh dalam penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi yang semakin cepat perkembangannya. Sedangkan kecerdasan emosi menyangkut prestasi, perilaku, dan penyesuaian konsep diri dan kepribadian (Goleman, 1999). Anak yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan merasa bahagia, percaya diri, popular, serta lebih mampu menguasai gejolak emosi, mengelola stres dan mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain. Ada beberapa permasalahan umum yang sering dijumpai dalam praktik pembelajaran pendidikan jasmani di Indonesia. Permasalahan tersebut antara lain terbatasnya prasarana dan sarana, rendahnya kualitas pengajaran atau kurang relevannya model pembelajaran dengan perkembangan fisik dan mental anak. Menurunnya motivasi anak terhadap pelajaran pendidikan jasmani adalah sebuah kenyataan. Anak cepat bosan, dan menganggap semakin menyiksa apabila mengikuti pelajaran pendidikan jasmani. Di lain pihak, pendidikan jasmani dihubungkan dengan tercapainya kepuasan aktivitas gerak anak. Mutohir dan Lutan (1992) menyebutkan bahwa curahan waktu aktif anak (active learning time) dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah ternyata hanya 8 sampai dengan 12 menit pertatap muka. Kebrutalan dan kenakalan anak merupakan akibat minimnya kesempatan anak untuk mengaktualisasikan energi fisiknya serta mengembangkan kondisi emosional. Vebenbach, psikolog Universitas Vermort seperti yang dikutip oleh Goleman (1999) menyatakan bahwa penurunan kecerdasan emosi anak dalam masa sekarang ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya jumlah anak yang terlibat dalam penyalahgunaan obat bahaya, kriminalitas, dan kekerasan. Di samping itu, tingkat anak-anak yang mengalami depresi semakin hari semakin bertambah jumlahnya, di antaranya mereka banyak yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan pu- 112

Nurkholis, Meningkatkan Kecerdasan Emosi dan Inteligensi Siswa melalui Peningkatan Kualitas Pembelajaran 113 tus sekolah. Permasalahan pokok yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang dapat menjamin tercapainya peningkatan kualitas kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual anak. Pendidikan jasmani sebagai bagian dari pendidikan secara keseluruhan. bukan hanya sekedar pelengkap dalam pendidikan. Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotor, serta life skill. Kondisi tersebut membuat kualitas pendidikan di Indonesia terpuruk, kalau dibandingkan dengan pendidikan di negara lain. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang (Pusat Kurikulum, 2006; Hairy, 2000). Ruang lingkup mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan di sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut. Permainan dan olahraga meliputi olahraga tradisional, permainan, ekplorasi gerak keterampilan lokomotor, nonlokomotor, dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tennis meja, tennis lapangan, bulu tangkis, dan bela diri, serta aktivitas lainnya. Aktivitas pengembangan meliputi mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya. Aktivitas senam meliputi ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya. Aktivitas ritmik meliputi gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya. Aktivitas air meliputi permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya. Pendidikan luar kelas meliputi piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung. Dan kesehatan meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan askek tersendiri, dan secara implicit masuk dalam semua aspek (Pusat Kurikulum, 2006). Pengajaran dapat disebut sebagai ilmu apabila memenuhi karakteristik sebagai berikut. Pengajaran memiliki daya ramal dan kontrol terhadap pencapaian prestasi belajar siswa (Bucher, 1983). Pengajaran dapat dievaluasi secara sistematik dan dapat dipecah menjadi rangkaian kegiatan yang dapat dikuasai. Pengajaran mengandung pemahaman tentang tingkah laku manusia, pengubahan tingkah laku, rancangan pembelajaran, penyampaian dan menajemen. Pengajaran berkaitan erat dengan prinsip belajar seperti kesiapan, motivasi, latihan, umpan balik, dan kemajuan serta urutan. Dimungkinkannya mengkaji pengajaran dari sudut keilmuan (Siedentop dkk., 1986). Istilah kecerdasan emosi dipopulerkan oleh Goleman (1995) dan Sowiyah (2006). Kecerdasan emosi menggambarkan sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan kehidupan. Kecerdasan emosi terkait dengan kemampuan untuk memahami orang lain, hal yang memotivasi, serta cara bekerja dan cara bekerja sama, juga kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain. Definisi kecerdasan emosi diperluas menjadi lima wilayah, yakni kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri, kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk mengenali orang lain, dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 1995). Unsur-unsur kecerdasan emosi meliputi kesadaran diri, pengelolaan emosi, pemanfaatan emosi secara produktif, empati, dan pembinaan hubungan (Yusuf, 2006). Emotional Quotient (EQ) tidak sama dengan Intelegence Quotient (IQ). EQ berhubungan dengan kemampuan seseorang individu untuk mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa untuk mencapai kesuksesan hidup, individu tidak hanya harus mempunyai skor IQ yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah EQ-nya harus memadai pula (Goleman, 1999). Emosi memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan anak (Suryabrata, 1996). Kecerdasan emosi dapat dilatih sejak dini secara terusmenerus, dan bukan hanya merupakan kecerdasan yang bersifat bawaan sejak lahir seperti kecerdasan intelektual.

114 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 2, Juni 2009, hlm. 112-118 LeDoux, seorang ahli saraf di Center for Neural Science di New York University, melalui pemetaan otak yang sedang bekerja menemukan peran penting amigdala. Amigdala adalah sekelompok sel berbentuk seperti kacang almond yang bertumpu di batang otak. Amigdala merupakan gudang ingatan emosi dan bagian tubuh yang memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi seperti rasa sedih, marah, nafsu, dan kasih sayang. Bila amigdala hilang dari tubuh manusia tidak akan mampu menangkap makna emosi dari suatu peristiwa. Kunci kecerdasan emosi adalah amigdala yang merupakan warisan genetik. Oleh karena itu, hingga tahap tertentu setiap individu mempunyai rentang kisaran emosinya masing-masing sebagai warisan genetiknya. Setiap individu memiliki semacam suasana hati yang menjadi ciri khas dari kehidupan emosinya yang dibawa sejak lahir, namun untuk perkembangan selanjutnya peran lingkungan menjadi sangat penting karena jaringan otak ini bersifat plastis, amat mudah dibentuk sesuai dengan rangsang yang didapat. Pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perkembangan otak. Jika anak-anak mendapat latihan emosi yang tepat maka kecerdasan emosinya akan meningkat, demikian sebaliknya. Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Ada beberapa penjelasan yang telah mengemukan tentang inteligensi. Inteligensi adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Inteligensi itu meliputi (1) kemampuan untuk belajar, (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan (3) kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Hakikat inteligensi itu ada tiga macam. Pertama, kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu. Semakin cerdas seseorang akan semakin cakaplah dia membuat tujuan sendiri, mempunyai inisiatif sendiri tidak menunggu perintah saja. Kedua, kemampuan mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dan ketiga, kemampuan untuk melakukan otokritik, yakni kemampuan untuk belajar dari kasalahan yang telah dibuatnya. Inteligensi itu terdiri dari dua kategori, pertama (1) fluid intelegence yaitu tipe kemampuan analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya. Kedua, cristalized intelegence yaitu keterampilan atau kemampuan nalar yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendesain pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif untuk meningkatkan kualitas kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual pada siswa sekolah dasar. METODE Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Lidah Kulon II Kecamatan Lakarsantri Surabaya dengan melibatkan 38 siswa kelas VI, pada semester ganjil tahun pelajaran 2007/2008. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (Classroom Actian Research). Prosedur penelitian tindakan ini terdiri atas dua siklus, di mana masing-masing siklus dilakukan dalam dua kali tatap muka. Gambaran umum untuk setiap siklus mengacu pada model Kemmis & Taggart (1988). Untuk memperoleh data yang diinginkan dalam penelitian ini digunakan teknik analisis kurikulum, kajian literatur, observasi dan tes. Observasi dilakukan untuk mengungkap berbagai hal tentang kecerdasan emosi siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Tes dilakukan untuk mengumpulkan data tingkat inteligensi siswa. Data kecerdasan emosi diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu dua orang dosen dan dua orang mahasiswa. Observasi dilakukan dengan mengisi lembar checklist berdasarkan indikator yang telah disebutkan pada kajian pustaka (Hutt & Corrin, 1990). Indikator tersebut adalah (1) mengenali emosi diri, yaitu mengikuti proses pembelajaran subjek, menunjukan ekspresi positif (senang), gembira, tersenyum, tidak cemberut, dan tidak marah; (2) mengelola emosi, yaitu berapa kali ia memperagakan kegiatan fisik tanpa menghiraukan giliran; (3) memotivasi diri, yaitu terlibat kerja sama dalam aktivitas jasmani/permainan dengan teman yang lain; (4) berempati, yaitu bertanya atau sharring kepada teman tentang apa yang sedang dilakukan; dan (5) membina hubungan dengan orang lain, yaitu mau bersama-sama bermain, menyapa dan membagi mainan dengan teman lain. Pemberian penilaian didasarkan pada hal sebagai berikut. Nilai satu berarti gambaran perilaku yang muncul selama diberi perlakuan kurang atau sama dengan satu. Nilai dua adalah gambaran perilaku yang muncul selama diberi perlakuan dua sampai tiga. Nilai tiga menunjukkana gambaran perilaku yang muncul selama diberi perlakuan empat sampai lima. Nilai empat berarti gambaran perilaku yang muncul selama diberi perlakuan lebih dari atau sama dengan enam. Untuk menambah kekuatan validitas data yang diperoleh, dilakukan juga wawancara terhadap significant others. Dalam penelitian ini significant others yang dipilih adalah guru. Data tentang

Nurkholis, Meningkatkan Kecerdasan Emosi dan Inteligensi Siswa melalui Peningkatan Kualitas Pembelajaran 115 kecerdasan intelektual diperoleh melalui tes inteligensi. Tes inteligensi dilakukan oleh Yayasan Bina Psikologi Surabaya. Analisis data inteligensi menggunakan uji Anava guna meredusir adanya perbedaan pada awal siklus I dan akhir siklus III. Keseluruhan data yang terkumpul selanjutnya dipergunakan untuk menilai keberhasilan tindakan yang diberikan dengan menggunakan indikator keberhasilan (1) peningkatan aktivitas belajar siswa, (2) tingkat kecerdasan emosi dalam belajar minimal cukup, dan (3) inteligensi siswa dalam tes minimal baik. Penelitian ini menetapkan tiga standar kompetensi yang dipilih. Standar kompetensi dan kompetensi dasar digunakan untuk menetapkan aspek pembelajaran. Standar kompetensi yang diteliti meliputi (1) mempraktikan berbagai gerak dasar permainan dan olahraga dengan peraturan yang dimodifikasi, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; (2) mempraktikan latihan peningkatan kualitas jasmani (komponen kebugaran jasmani), dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya; dan (3) mempraktikan kombinasi senam lantai dan senam ketangkasan dalam bentuk sederhana dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kompetensi dasar yang menjadi fokus penelitian menyangkut (1) mempraktikan gerak dasar salah satu permainan bola kecil dengan koordinasi dan kontrol yang baik dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerja sama, sportifitas, dan kejujuran; (2) mempraktikan berbagai latihan untuk memperbaiki cacat jasmani bukan bawaan, serta nilai keselamatan, disiplin dan kerja keras; dan (3) mempraktikan rangkaian senam lantai dan senam ketangkasan dengan gerakan yang lebih halus, jelas dan lancar, serta nilai percaya diri, disiplin dan estetika. Aspek pembelajaran untuk kompetensi dasar pertama terdiri dari permainan kecil (jungkitan) dan permainan kecil (bola bakar). Kompetensi dasar kedua terdiri dari aspek pembelajaran berlatih keseimbangan (permainan keseimbangan) dan berlatih kekuatan (permainan kekuatan). Aspek pembelajaran dari kompetensi dasar ketiga menyangkut senam lantai (gerak mengguling) dan senam ketangkasan (lompat jongkok dan kangkang). Dipilihnya standar kompetensi, kompetensi dasar serta aspek pembelajaran yang berbeda dimaksudkan untuk memberikan pengalaman yang lebih kepada guru di tempat penelitian serta untuk melihat secara empirik kualitas aktivita siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran lebih ditekankan pada model bermain (Teaching Games for Understanding/TGFU) sebelum bagaimana keterampilan yang dibutuhkan untuk memainkan permainan itu diajarkan. Model pembelajaran tersebut diadopsi ke dalam kurikulum 2006 dan disajikan dengan berbagai modifikasi pembelajaran. Setelah dilakukan proses pembelajaran selama 6 kali tatap muka diperoleh hasil seperti pada Tabel 1. Data tentang inteligensi siswa diperoleh dengan mengkomparasikan rerata hasil dari dua kali tes inteligensi yaitu pada awal siklus I dengan akhir siklus II. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Rekapitulasi Kecerdasan Emosi Siswa No Siklus Rerata Klasifikasi 1 Siklus-I/1 9,29 Cukup 2 Siklus I/2 9,86 Cukup 3 Siklus-II/1 10,55 Cukup 4 Siklus II/2 10,79 Cukup 5 Siklus III/1 11,97 Baik 6 Siklus III/ 2 12,21 Baik Siklus Satu Siklus satu dilakukan dalam rentang waktu mulai tanggal 25 Agustus hingga 6 Oktober 2007. Tahap persiapan meliputi penyusunan rencana pembelajaran untuk tiga jam pelajaran bersama guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi terfokus (focus group discussion). Hasil yang diperoleh dalam diskusi ini adalah penetapan aspek pembelajaran yang akan dilaksanakan. Penetapan aspek pembelajaran disesuaikan dengan standart isi kurikulum 2006 kelas VI semester satu. Aspek pembelajaran yang ditetapkan adalah permainan kecil, aktivitas pengembangan, aktivitas senam. Aspek pembelajaran tersebut selanjutnya dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP dilakukan oleh guru dan dibimbing oleh peneliti. Ketiga aspek pembelajaran tersebut dituangkan dalam 6 kali tatap muka (pertemuan). Sehingga dengan demikian disusun sebanyak 6 RPP. Bentuk bimbingan yang diberikan adalah pembuatan indikator pembelajaran. Hal tersebut dimaksudkan agar kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran bisa tercapai. Persiapan juga dilakukan dengan cara memberikan arahan atau penjelasan mengenai pelaksanaan pembelajaran yang akan diterapkan kepada siswa. Arahan yang diberikan adalah penetapan metode pembalajaran penjasorkes. Metode pembelajaran yang dipilih adalah metode bermain (TGFU) dan

116 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 2, Juni 2009, hlm. 112-118 lebih banyak pada pemecahan masalah. Meskipun metode ini bukan hal yang baku namun diharapkan dengan metode ini eksplorasi gerak dan emosi anak akan terpenuhi. Persiapan berikutnya menyiapkan lembar pengamatan siswa dan melakukan tes inteligensi. Lembar pengamatan yang dimaksud adalah ceklist untuk mengambil data tentang kecerdasan emosi. Lembar pengamatan disusun bersama dengan para peneliti, observer dan tenaga pencacah data. Lembar pengamatan dikembangkan sesuai dengan indikator kecerdasan emosi. Pengambilan data tentang inteligensi dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2007 oleh Yayasan Bina Psikologi Surabaya. Tahap pelaksanaan tindakan meliputi pemberian arahan tentang tujuan minimal yang diharapkan harus tercapai dalam pertemuan bersangkutan. Tujuan yang ingin dicapai dalam tindakan ini adalah meningkatkan curahan waktu aktif anak dalam mengikuti pembelajaran, sehingga anak akan memiliki apresiasi yang positif terhadap pembelajaran penjasorkes. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh guru yang bersangkutan yaitu Ibu Suhartini. Hal tersebut dimakudkan agar siswa secara alami memiliki hubungan emosional dengan guru tersebut. Pada siklus I dilakukan dengan 2 kali tatap muka. Penyediaan sarana dan prasarana dibantu oleh peneliti, terutama menyangkut alat dalam permainan. Guru diberi kebebasan untuk berinteraksi dengan siswa dalam susana perbelajaran yang akrab. Tahap pengamatan dan evaluasi meliputi kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh observer pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan secara intensif oleh observer sepanjang proses pembelajaran. Pengamatan dengan membagi tugas pengamatan dengan satu orang observer mengamati delapan sampai dengan sepuluh anak. Hal tersebut dilakuakan karena keterbatasan tenaga pengamat. Pengamatan dilakukan dengan sebelumnya membagi dan memberi kode anak pada nomor punggung serangam. Pengamatan juga dilakukan terhadap guru dalam membelajarakan siswa. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan feedback bagi kegiatan selanjutnya. Tahap refleksi dilakukan sebagai akhir dari siklus I. Pada tahap ini diidentifikasi berbagai masalah yang muncul menyangkut kelemahan dan kelebihan dari proses pembelajaran pada siklus I. Pada siklus I muncul berbagai permasalahan, antara lain: guru masih merasa canggung dan tidak bebas. Hal tersebut karena guru merasa diamati. Hal lain disebabkan karenan guru terbiasa melakukan proses pembelajaran dengan eksplorasi tak terbatas atau bahkan melakukan pendekatan inti. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pendekatan kapada guru dengan memberi keleluasaan guru dalam memahami konsep pembelajaran penjasorkes dan mendiskusikannya bersama peneliti. Hasil refleksi juga terlihat dalam peningkatan kualitas kecerdasan emosi yang masih dalam kategori cukup (rerata 9,29). Ini menunjukan bahwa apa yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran juga berimbas pada siswa. Siklus Dua Siklus dua dilaksanakan mulai 22 Oktober sampai dengan 1 Nopember 2007. Persiapan siklus dua ini dilakukan diskusi untuk membahas tentang pendekatan dalam pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan aspek yang ditetapkan dalam siklus dua adalah aktivitas pengembangan, yang sementara dalam perspektif guru kurang menarik karena tidak dalam bentuk permainan. Pada tahap persiapan ini disusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan memaksimalkan pendekatan pembelajaran dengan bermain dan berkompetisi antar teman secara perorangan, pasangan dan beregu. Pada tahap ini juga dilakukan persiapan penyediaan peralatan pembelajaran antara lain tongkat Pramuka, ban bekas, dan kardus. Tahap pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan RPP yang telah disusun bersama dalam bentuk pembelajaran yang mengoptimalkan media pembelajaran yang ada. Pelaksanaan pembelajaran aktivitas pengembangan meliputi pengembangan mekanika sikap tubuh (permainan huruf secara perorangan, beregu dan kelompok, permainan kata-kata), komponen kebugaran jasmani (lari bolak-balik secara perorangan, berpasangan dan beregu). Seperti pada siklus sebelumnya, tahapan pengamatan dan evaluasi ini dilakukan pengamatan secara intensif selama proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan pada anak yang sama dan oleh observer yang sama pula. Hal-hal yang muncul dan mengganggu hasil pengamatan pada tahap ini berusaha untuk dinetralisir. Hal-hal yang mengganggu adalah pemahaman indikator pengamatan yang masih perlu ditingkatkan. Teknis pengamatan yang diubah dengan lebih dekat dan lebih akrab baik dengan siswa maupun dengan guru. Pada tahapan refleksi diperoleh hasil yang positif dengan perbaikan iklim pembelajaran, dimana guru lebih leluasa dan mengekspresikan kemampuannya di antara siswa. Hal tersebut membuat aktivitas anak dalam proses pembelajaran lebih meningkat.

Nurkholis, Meningkatkan Kecerdasan Emosi dan Inteligensi Siswa melalui Peningkatan Kualitas Pembelajaran 117 Siklus Tiga Pelaksanaan siklus tiga dimulai tanggal 5 Nopember sampai dengan 14 Nopember 2007. Sebagai akhir dari siklus yang direncanakan maka dalam siklus tiga ini diharapkan segala permasalahan dalam siklus-siklus sebelumnya bisa diminimalisir. Pada siklus tiga dilakukan tahapan seperti juga siklus satu dan siklus dua. Aspek pembelajaran yang ditetapkan pada siklus tiga adalah aktivitas senam meliputi ketangkasan sederhana (roll depan kangkang, guling samping, meroda, handstand miring, posisi menggantung, dan mengayun). Pada akhir tahapan ini dilakukan tes inteligensi. Berdasarkan hasil analisis data, dapat dikatakan bahwa peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dan positif terhadap kecerdasan emosi siswa. Hasil positif terhadap kecerdasan emosi siswa dapat dilihat dari adanya kecenderungan peningkatan rerata kecerdasan emosi siswa dalam setiap siklus, dari klasifikasi cukup (dengan rerata 9,29) pada saat tindakan satu hingga klsifikasi baik (rerata 12,21) pada tindakan enam akhir siklus tiga. Hal ini berarti terjadi peningkatan kualitas pembelajaran yang meliputi pemilihan aspek pembelajaran, penetapan metode, pemanfaatan prasarana, serta pengelolaan kelas. Hakikat dari peningkatan tersebut adalah merupakan kegiatan pembelajaran penjasorkes yang menekankan peningkatan curahan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran (active learning time) serta mengoptimalkan unsur afektif dan kognisi anak. Peningkatan curahan waktu aktif siswa dalam hal ini dapat dipahami mengingat bahwa secara teoritis semakin sering siswa melakukan aktivitas dan menghasilkan hasil yang positif bagu kebugaran dan keterampilannya dan diberikan reward sepantasnya akan menambah kepercayaan diri siswa untuk terus meningkatkan aktivitas belajarnya. Hal inilah yang terus dibina dan dipelihara dalam setiap siklus dengan tujuan mempertahankan sesuatu yang telah baik dan meningkatkan aktivitas siswa. Inteligensi siswa belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hasil analisis data tes inteligensi awal tindakan dan akhir tindakan dengan rerata awal 114,03 rerata akhir 114,6. Uji beda mean t-test 0,78 dengan taraf signifikansi 95% (α = 0,05). Hal tersebut disebabkan oleh waktu yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian masih relatif pendek, sehingga belum mampu secara permanen mempengaruhi kondisi inteligensi. Frekuensi pemberian tindakan masing terlalu kecil. Namun demikian dari tampilan data yang diperoleh terdapat sebanyak 19 anak mengalami peningkatan, 9 anak tidak mengalami peningkatan atau tetap dan 10 mengalami penurunan. Tampilan data tersebut memang masih sangat meragukan karena banyak hal yang mempengaruhi hasil tes inteligensi antara lain kondisi anak pada saat pengambilan data atau pelaksanaan tes inteligensi. Selain hasil di atas beberapa hal yang perlu diungkap dalam pembahasan ini sebagaimana terjadi selama proses pemberian tindakan sebagai berikut. Ketika pembelajaran awal (tindakan satu) dimulai, guru masih merasa canggung, tidak bebas berekspresi. Hal ini disebabkan karena guru terbiasa menerapkan pembelajaran dengan pendekatan teknis (keterampilan inti). Sehingga membuat anak merasa kebingungan. Kondisi ini disikapi dengan melakukan refleksi pendekatan personal kepada guru pada akhir siklus satu. Guru masih terbelenggu oleh konsep yang tersirat dalam kurikulum, sehingga selalu mempertanyakan proses evaluasi atau pemberian nilai siswa dalam rapor. Hal tersebut dirasa masing sangat mengganggu kreatifitas dan inovasi dalam pendekatan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan di atas, dapat disimpulkan hal-hal berikut. Peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dapat dilakukan dengan pendekatan bermain (teaching games for understanding). Peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang dilaksanakan dalam enam kali tatap muka belum secara signifikan dapat meningkatkan inteligensi siswa. Aspek pembelajaran (permainan kecil, aktivitas pengembangan, dan senam) yang dikemas dengan pendekatan bermain yang dilakukan dalam enam kali tatap muka, dapat meningkatkan kualitas kecerdasan emosi. Saran Terkait dengan hasil yang diperoleh penelitian ini, terutama yang menyangkut peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil yang diperoleh dalam tes inteligensi, saran yang perlu disampaikan adalah perlu terus diupayakan kemampuan guru dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, perlu dipertegas kompetensi dasar yang dimunculkan dalam setiap pembelajaran dan dituangkan dalam indikator yang jelas, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih panjang serta frekuensi tindakan yang lebih banyak.

118 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 2, Juni 2009, hlm. 112-118 DAFTAR RUJUKAN Bucher, C.A. 1983. Foundation of Physical Education and Sport. USA: The CV Mosby Company. Goleman, D. 1999. Emotional Intellegence. Terjemahan Hermaya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. 1995. Emotional Intellegence. New York. Bamtam Book. Graham, G. 1987. Children Moving. California: Mayfield Publishing Company. Hairy, RPM J. 2000. Mengoptimalkan Kinerja Guru Pendidikan Jasmani untuk Meningkatkan Kesegaran Jasmani Peserta Didik Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan, 7 (1): 13-24. Hutt, S.J., & Corrin, H. 1990. Direct Observation and Measurement of Behavior. USA: Thomas Publisher. Mutohir, T.C. & Lutan, R. 1992. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud, Ditjen Dikti, Proyek pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Nixon, J.E. & Jewett, A.E. 1980. An Introduction to Physical Education. Philadhelphia: Sounders College. Pusat Kurikulum. 2003. Kurikulum 2006. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Siedentop, D., Mand, C. & Taggart, A. 1986. Physical Education: Teaching and Curriculum Strategies for Grades 5 12. California: Mayfield Publishing Company. Sowiyah. 2006. Headmasters' Effectiveness in Making Decisions through an Emotional-Intelligence Approach. Jurnal Ilmu Pendidikan, 13 (1): 9-13. Suryabrata, S. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Rajawali. Yusuf, S. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.