Oleh: Samudi SDN 3 Gemaharjo, Watulimo, Trenggalek

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: Samudi SDN 3 Gemaharjo, Watulimo, Trenggalek"

Transkripsi

1 64 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 3, DESEMBER 2016 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PENJASORKES MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING BAGI SISWA KELAS V DI SDN 3 GEMAHARJO KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh: Samudi SDN 3 Gemaharjo, Watulimo, Trenggalek Abstrak. Mata pelajaran Penjasorkes merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan bekal kepada siswa mengenai cara menjaga kesehatan baik melalui kegiatan yang bersifat jasmaniah yang berupa olah raga fisik maupun mengenai teori dan cara menjaga kesehatan. Pada tahap pra siklus, guru memasang KKM sebesar 70. Pada tahap ini guru menerapkan metode pembelajaran diskusi. Tingkat ketuntasan belajar yang dapat dicapai adalah 52,94% atau 9 siswa, dan siswa tidak tuntas sebanyak 8 siswa atau mencapai 47,06%. Sedangkan hasil pengamatan keaktifan siswa menunjukkan 10 siswa aktif dan 7 siswa pasif. Dengan demikian siswa aktif sebesar 58,82% dan siswa pasif sebesar 41,18%. Pada siklus I dan II guru menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Masalah yang diteliti adalah bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Penjasorkes setelah diterapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Subjek yang diteliti adalah siswa klelas V SDN 3 Gemaharjoi Kecamatan Watulimo Kabupatebn Trenggalek semester I tahun pelajaran 2016/2017 dengan jumlah 17 siswa. Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah metode tes dengan instrument lembar soal tes akhir dan metode non tes dengan instrument lembar pengamatan. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis data statistic. Hasil penelitian membuktikan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak dan disimpulkan bahwa: Terjadi peningkatan hasil belajar Penjasorkes siswa kelas V SDN 3 Gemaharjo Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek setelah diterapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017 Kata Kunci: Prestasi Belajar, Penjasorkes, Contextual Teaching and Learning. Mengawali pembahasan mengenai prestasi belajar, perlu untuk mengenali dan memahami apa yang dimaksud dengan prestasi dan kata belajar. Pengertian dari kata prestasi yang diperoleh dari pendapat Gagne yang diunggah pada tanggal 20 Desember 2012 adalah sebagai berikut: Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Gagne (1985: 40) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan ( Berkaitan dengan prestasi dalam bidang pendidikan, dapat disampaikan berikut ini. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk

2 Samudi, Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan. ( co.id/) Diposkan tanggal 20 Desember Pendapat modern mengenai belajar adalah: Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkahlaku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku yang baru itu misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, serta timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial, susila, dan emosional. (Aqib, 2012:42). Belajar biasanya memang tidak hanya mempelajari sesuatu yang bersifat teori saja. Tetapi juga bersifat praktek. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga harus paham dan dapat menerapkan fungsinya sebagai makhluk sosial. Dalam tatanan kehidupan, manusia juga dihadapkan kepada adanya tata susila. Oleh karena itulah maka masalah aturan dan norma susila juga harus dipelajari. Demikian juga dengan masalah emosi. Emosi seseorang yang tidak terkendali seringkali menimbulkan masalah dalam kehidupan. Pendapat yang lain mengenai pengertian dari belajar adalah sebagai berikut: Belajar adalah suatu proses aktif yang perlu dirangsang dan dibimbing ke arah hasil yang diinginkan (dipertimbangkan) (RBS. Fudyartanto, 2002:150). Menurut Fudyartanto, belajar memerlukan adanya rangsangan dan bimbingan. Yang dimaksud dengan rangsangan disini adalah rangsangan atau stimulus yang diberikan oleh sumber belajar kepada individu yang belajar. Semakin tinggi stimulus atau rangsangan yang diberikan, semakin tinggi pula intensitas belajar. Stimulus dalam kegiatan belajar dapat menimbulkan motivasi. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan belajar. Belajar juga memerlukan adanya bimbingan. Bimbingan dapat mengarahkan seseorang pada tujuan yang pasti. Membimbing bukanlah memberikan paksaan kepada seseorang untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh pembimbing. Tetapi bimbingan hanya sekedar memberikan solusi, sedangkan keputusan akhir tetap pada diri seseorang yang dimbimbing. Lebih lanjut Fundyartanto menjelaskan sebagai berikut: Belajar adalah penguasaan kebiasaan, pengetahuan, dan sikap (RBS. Fudyartanto, 2002:150). Perubahan sebagai hasil belajar menurut Fudyartanto adalah adanya perubahan pada aspek kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Atau seringkali kita kenal dengan nama aspek afektif, kognitif, dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut harus benarbenar diperhatikan. Kurikulum 2013 telah menetapkan porsi yang berbeda-beda untuk perkembangan dari ketiga aspek tersebut. Aspek yang paling dominan untuk dikembangkan pada anak usia Sekolah Dasar adalah aspek sikap. Aspek berikutnya adalah aspek pengetahuan, sedangkan aspek terakhir adalah ketrampilan. Muhammad Fathurrohman menyatakan bahwa sebenarnya prestasi belajar dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal. Faktor yang bersifat internal adalah faktor yang

3 66 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 3, DESEMBER 2016 berasal dari dalam diri sendiri, yakni dari individu yang belajar. Faktor yang termasuk pada faktor internal yaitu faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berkaitan dengan faktor jasmani siswa. Sedangkan faktor yang berkaitan dengan faktor jasmani meliputi berbagai macam faktor, misalnya kesempurnaan jasmani, kesehatan, dan sebagainya. Pengertian dari mata pelajaran Penjasorkes adalah: Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik, bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, perseptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem pendidikan nasional. ( /pengertian-penjasorkes-dan-tujuan-dari. html). Penjasorkes merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan. Tujuannya untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih, melalui aktivitas jasmani, olahraga, dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. pengertian-penjasorkes-dan-tujuan-dari.html Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya; (2) Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya; (3) Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya; (4) Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya; (5) Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya; (6) Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/ karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung; (7) Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek. ( blogspot.co.id/2013/02/tujuan-dan-ruanglingkup-pendidikan_4434.html) Sistem CTL merupakan suatu proses pendekatan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya

4 Samudi, Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan utnuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para siswa menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka secara aktif mimilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna. Nurhadi (2004:6) mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta hubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar. Dalam pembelajaran kontekstual terdapat beberapa karakteristik. Jhonson (2002: 24) dalam Nurhadi (2004:13) terdapat delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual. Pertama melakukan hubungan bermakna (making meaningful connected). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). Kedua, melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat. Ketiga belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata. Untuk itu, siswa mesti dilatih berpikir kritis dan kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi dengan sedikit bantuan atau secara mandiri. Keempat bekerjasama. Siswa seyogyanya dibiasakan saling belajar dari dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar. Guru membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Dalam setiap bekerjasama, selalu ada siswa yang menonjol. Siswa ini dapat dijadikan fasilitator dalam kelompoknya. Kelima berpikir kritis dan kreatif (critical and creatif thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti. Keenam mengasuh dan memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya, mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati teman-temannya dan juga orang dewasa. Ketujuh mencapai standar yang tinggi. (reaching high standart). Siswa mengenal

5 68 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 3, DESEMBER 2016 dan mencapai standar yang tinggi, memotivasi untuk mencapainya. Standar tinggi sering dipersepsi sebagai jaminan untuk mendapat pekerjaan, atau minimal membuat siswa percaya diri untuk menemukan pilihan masa depan. Kedelapan menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan kontektual, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tugas pendidik tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa. Untuk itu Nurhadi (2004:34) menjelaskan bahwa tugas guru adalah memfasilitasi dengan cara menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, serta menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Refleksi (reflection) adalah kegiatan memikirkan apa yang harus dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran dan memberikan masukan-masukan perbaikan jika diperlukan. Tujuannya adalah bagaimana pengetahuan itu dapat mengendap di benak siswa. Nurhadi (2004:51) juga menjelaskan refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang telah dilakukan. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Penerapan refleksi pada akhir pembelajaran yang dilakukan oleh guru berupa (1) pernyataan langsung tentang apaapa yang diperolehnya hari itu; (2) catatan atau jurnal di buku siswa; (3) kesan dan saran siswa mengenal pembelajaran hari itu; (4) diskusi; (5) hasil karya; (6) cara-cara lain yang ditempuh guru untuk mengarahkan siswa kepada pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) adalah proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan hanya dari hasil. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Nurhadi (2004:53) mengungkapkan hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa, yaitu (1) proyek/kegiatan dan laporannya; (2) hasil tes tulis; (3) portofolio (kumpulan kayra siswa selama satu semester atau satu tahun); (4) pekerjaan rumah; (5) kuis; (6) karya wisata; (7) presentasi atau penampilan siswa; (8) demonstrasi; (9) laporan; (10) jurnal; (11) karya tulis; (12) kelompok diskusi METODE PENELITIAN Penelitian ini memiliki sifat deskriptif kuantitatif, dimana data yang dikumpulkan dan dianalisis adalah data yang berwujud angka. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini direncanakan selesai dalam waktu sekitar 3 bulan, yakni bulan Juli 2016 sampai dengan September 2016, mulai dari tahap perencanaan sampai selesainya penyusunan laporan penelitian. Pelaksanaan Siklus I dilaksanakan pada Minggu ke IV

6 Samudi, Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes bulan Juli 2016 dan siklus II dilaksanakan pada minggu ke I bulan Agustus Sisa waktu berikutnya adalah untuk penyusunan laporan penelitian. Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan dilaksanakan kegiatan sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi masalah yang muncul; (2) Menentukan materi pembelajaran; (3) Mengembangkan scenario pembelajaran; (4) Menyusun LKS; (5) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran; (6) Menyusun soal evaluasi; (7) Menyusun format pengamatan. Tahap Pelaksanaan Tindakan Kegiatan awal, meliputi: (a) Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; (b) Appersepsi sebagai penggalian pengetahuan siswa terhadap materi yang akan diajarkan; (c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari; (d) Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar. Kegiatan inti, meliputi: (a) Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk memandu proses penyelesaian permasalahan; (b) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru; (c) Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru; (d) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok lain menanggapi; (e) Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat; (f) Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami. Kegiatan Akhir, meliputi: (a) Guru dan siswa membuat kesimpulan; (b) Siswa mengerjakan tes akhir; (c) Siswa menukarkan lembar tugas antara yang satu dengan yang lain, kemudian guru guru bersama siswa membahas penyelesaian lembar tugas sekaligus memberi nilai. Tahap Pengamatan Pada tahap pengamatan, guru melaksanakannya pada saat pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini difokuskan pada kegiatan inti pembelajaran. Aspek yang diamati adalah keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar. Pengamatan dituangkan dalam bentuk check list pada format lembar pengamatan. Tahap Refleksi Kegiatan yang dilakukan pada tahap refleksi adalah sebagai berikut: (a) Menilai hasil tes akhir siswa; (b) Menghitung jumlah siswa aktif dan siswa pasif sesuai dengan data yang terkumpul; (c) Menganalisis hasil tes akhir dan hasil pengamatan; (d) Menentukan solusi dari permasalahan yang muncul Jumlah siswa kelas V SDN 3 Gemaharjo Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek semester I tahun pelajaran 2015/2016 adalah 17 siswa, terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan. Menurut peneliti pemilihan loksai penelitian di lembaga tersebut dikarenakan bagi peneliti lokasi tersebut cukup strategis. Peneliti sehari-hari bekerja di lembaga tersebut sehingga antara guru dan siswa sudah sangat saling mengenal. Untuk memperoleh data tetang prestasi belajar siswa dan keaktifan siswa,

7 70 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 3, DESEMBER 2016 diperlukan instrument pengumpuan data sebagai berikut: (a) Soal test, dipergunakan ada 10 soal pilihan ganda. Masing-masing soal dijawab benar mendapatkan nilai 1; (b) Lembar Observasi, dipergunakan memuat tentang data siswa aktif dan tidak aktif. Hasil pengamatan diisi dengan memberikan tanda ceck list pada format yang sudah disediakan. Untuk memperoleh data dari penelitian diperlukan adanya metode pengumpulan data. Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang dianggap relevan adalah tes dan non tes. Metode tes dipergunakan untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar siswa, sedangkan metode pengumpulan data non tes dipergunakan untuk mengumpulkan data mengenai keaktifan siswa. Data yang dikumpulkan selanjutnya harus dianalisis. Metode analisis data yang dipergunakan untuk melakukan analisa terhadap data-data yang diperoleh dari sumber data adalah teknik analisa kuantitatif atau teknik analisa statistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Pra Siklus Perencanaan Materi yang dikaji pada tahap pra siklus adalah: Menjaga Kebersihan Alat Reproduksi. KKM yang ditentukan pada materi ini adalah 70. Pada tahap ini peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Menyusun silabus; (2) Menyusun RPP; (3) Menyiapkan media pembelajaran; (4) Menyiapkan instrument penilaian yaitu lembar tes pilihan ganda; (5) Menyiapkan instrumen penilaian yaitu lembar pengamatan Pelaksanaan Tindakan Refleksi pada tahap pra siklus adalah sebagai berikut. Jumlah siswa sebanyak 17 siswa. Dari jumlah tersebut terdapat 9 siswa (52,94%) tuntas, dan siswa tidak tuntas sebanyak 8 siswa atau mencapai 47,06%. Siswa dianggap tuntas apabila mampu mencapai nilai paling rendah 70 (KKM=70). Hasil tes tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori. Dilihat dari kategorinya yang termasuk kategori istimewa sebanyak 0 siswa (0%) dan kategori sangat baik sebanyak 4 siswa (23,53%) dan kategori baik sebanyak 3 siswa (17,65%). Siswa yang termasuk dalam kategori cukup sebanyak 2 siswa (11,76%). Dan siswa yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 8 siswa (47,06%). Nilai yang sering muncul adalah kurang dari 70 sebanyak 8 siswa (47,06%). Nilai rata-rata yang dapat dicapai oleh siswa adalah 70,59 Sedangkan hasil pengamatan keaktifan siswa menunjukkan 10 siswa aktif dan 7 siswa pasif. Dengan demikian siswa aktif sebesar 58,82% dan siswa pasif sebesar 41,18%. Hasil refleksi dari pelaksanaan tahap pra siklus adalah sebagai berikut: (1) Siswa tidak diikutkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran; (2) Motivasi guru terhadap siswa kurang; (3) Metode mengajar guru lkurang menarik. Siklus I Materi pada siklus I adalah: Bentuk- Bentuk Pelecehan Seksual. KKM yang ditentukan pada materi ini adalah 70. Beberapa hal yang dilakukan pada masingmasing tahap adalah sebagai berikut:

8 Samudi, Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes Tahap Perencanaan Perencanaan pada siklus I dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: (1) Menyusun silabus siklus I dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); (2) Menyusun RPP siklus I dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); (3) Menyusun LKS siklus I sesuai dengan materi yang dikaji; (4) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran siklus I sesuai dengan materi yang dikaji; (5) Menyusun format pengamatan siklus I tentang keaktifan siswa; (6) Menyusun soal tes akhir siklus I sesuai dengan materi yang dikaji. Tahap Pelaksanaan Tahap-tahap pembelajaran yang dilakukan adalah: (1) Kegiatan awal, meliputi: (a) Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; (b) Appersepsi sebagai penggalian pengetahuan siswa terhadap materi yang akan diajarkan; (c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari; (d) Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar. (2) Kegiatan inti, meliputi: (a) Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk memandu proses penyelesaian permasalahan; (b) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru; (c) Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru; (d) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok lain menanggapi; (e) Dengan mengacu pada jawaan siswa, melalui tanya jawab guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat; (f) Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami. (3) Kegiatan Akhir, meliputi: (a) Guru dan siswa membuat kesimpulan; (b) Siswa mengerjakan tes akhir; (c) Siswa menukarkan lembar tugas antara yang satu dengan yang lain, kemudian guru guru bersama siswa membahas penyelesaian lembar tugas sekaligus memberi nilai Tahap Pengamatan Tahap pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran ini berlangsung. Pada tahap ini guru mengisi format pengamatan, dimana pada format tersebut akan diisi siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif. Format pengamatan diisi dengan cara memberi tanda check list pada kolom yang sesuai. Pada tahap siklus I siswa aktif sebanyak 13 siswa (76,47%) dan sisa yang tidak aktif sebanyak 4 siswa (23,53%). Tahap Refleksi Refleksi dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran yang baru saja dilakukan. Untuk dapat melaksanakan refleksi dari siklus I berikut akan disampaikan hasil ulangan dari siklus I, sebagaimana yang terdapat pada Table 1. Tabel 1. Hasil Tes Siklus I NO Rentang Nilai Frekuensi Persentase Kategori Rata-Rata KKM Ketr ,76 Istimewa 74,71 70 Tuntas ,65 Sangat Baik Tuntas Baik Tuntas ,41 Cukup Tuntas Kurang dari ,42 Kurang Tidak Tuntas Jumlah

9 72 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 3, DESEMBER 2016 Refleksi pada tahap siklus I adalah sebagai berikut. Jumlah siswa sebanyak 17 siswa. Dari jumlah tersebut terdapat 12 siswa (70,59%) tuntas, dan siswa tidak tuntas sebanyak 5 siswa atau mencapai 29,41%. Siswa dianggap tuntas apabila mampu mencapai nilai paling rendah 70 (KKM=70). Hasil tes tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori. Dilihat dari kategorinya yang termasuk kategori istimewa sebanyak 2 siswa (11,76%) dan kategori sangat baik sebanyak 3 siswa (17,65%) dan kategori baik sebanyak 2 siswa (11,76%). Siswa yang termasuk dalam kategori cukup sebanyak 5 siswa (29,41%). Dan siswa yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 5 siswa (29,41%). Nilai yang sering muncul adalah cukup dan kurang, masing-masing sebanyak 5 siswa (29,41%). Nilai rata-rata yang dapat dicapai oleh siswa adalah 74,71. Hasil refleksi dari pelaksanaan tahap siklus I adalah sebagai berikut: (1) Siswa aktif mengalami peningkatan dibandingkan pada pra siklus (sebanyak 3 siswa); (2) Ketuntasan bel;ajar meningkat dibandingkan dengan tahap pra siklus (sebanyak 3 siswa); (3) Rata-rata kelas meningkat dibandingkan pada tahap pra siklus (sebanyak 4 point); (4) Siswa masih terlihat agak ragu-ragu untuk menyampaikan pendapat. Siklus II Materi pada siklus II adalah: Cara Menjaga Diri dari Pelecehan Seksual. KKM yang ditentukan pada materi ini adalah 70. Beberapa hal yang dilakukan pada masing-masing tahap adalah sebagai berikut: Tahap Perencanaan Perencanaan pada siklus II dilakukan dengan kegiatan sebgai berikut: (1) Menyusun silabus siklus II dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); (2) Menyusun RPP siklus II dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); (3) Menyusun LKS siklus II sesuai dengan materi yang dikaji; (4) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran siklus II sesuai dengan materi yang dikaji; (5) Menyusun format pengamatan siklus II tentang keaktifan siswa; (6) Menyusun soal tes akhir siklus II sesuai dengan materi yang dikaji. Tahap Pelaksanaan Tahap-tahap pembelajaran yang dilakukan adalah: (1) Kegiatan awal, meliputi: (a) Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; (b) Appersepsi sebagai penggalian pengetahuan siswa terhadap materi yang akan diajarkan; (c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari; (d) Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar. (2) Kegiatan inti, meliputi: (a) Siswa ke perpustakaan sekolah untuk menambah sumber belajar; (b) Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk memandu proses penyelesaian permasalahan; (c) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru; (d) Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru; (e) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok lain menanggapi; (f) Dengan mengacu pada jawaan siswa, melalui tanya jawab guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat; (g) Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal

10 Samudi, Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami. (3) Kegiatan Akhir, meliputi: (a) Guru dan siswa membuat kesimpulan; (b) Siswa mengerjakan tes akhir; (c) Siswa menukarkan lembar tugas antara yang satu dengan yang lain, kemudian guru guru bersama siswa membahas penyelesaian lembar tugas sekaligus memberi nilai Tahap Pengamatan Tahap pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran ini berlangsung. Pada tahap ini guru mengisi format pengamatan, dimana pada format tersebut akan diisi siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif. Format pengamatan diisi dengan cara memberi tanda check list pada kolom yang sesuai. Pada tahap siklus II ini jumlah siswa aktif sebanyak 15 siswa (88,24%) dan siswa yang tidak aktif sebanyak 2 siswa (11,76%) Tahap Refleksi Refleksi dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran yang baru saja dilakukan. Untuk dapat melaksanakan refleksi dari siklus II berikut akan disampaikan hasil ulangan dari siklus II, sebagaimana yang terdapat Tabel 2. Refleksi pada tahap siklus II adalah sebagai berikut. Jumlah siswa sebanyak 17 siswa. Dari jumlah tersebut terdapat 15 siswa (88,24%) tuntas, dan siswa tidak tuntas sebanyak 2 siswa atau mencapai 11,76%. Siswa dianggap tuntas apabila mampu mencapai nilai paling rendah 70 (KKM=70). Hasil tes tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori. Dilihat dari kategorinya yang termasuk kategori istimewa sebanyak 5 siswa (29,41%) dan kategori sangat baik sebanyak 3 siswa (17,65%) dan kategori baik sebanyak 5 siswa (29,41%). Siswa yang termasuk dalam kategori cukup sebanyak 2 siswa (11,76%). Dan siswa yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 2 siswa (11,76%). Nilai yang sering muncul adalah istimewa dan lebih dari cukup, masing-masing sebanyak 5 siswa (29,41%). Nilai rata-rata yang dapat dicapai oleh siswa adalah 83,53. Hasil refleksi dari pelaksanaan tahap pra siklus adalah sebagai berikut: Siswa pada siklus II sudah dapat mengemukakan pendapatnya dengan lancer, sudah dapat bekerja dalam kelompoknya dengan bauik. Sedangkan tingkat ketuntasanb belajar juga sudsah sangat memuaskan. Berdasarkan hasil refleksi yang dilaksanakan pada siklus II yang sudah menunjukkan adanya berbagai peningkatan, maka penelitian ini dihentikan pada siklus II. Perbandingan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II Perbandingan tersebut terdapat pada Tabel 3. Pada siklus I Siswa tuntas sejumlah 12 siswa (70,59%), sedangkan pada siklus II sejumlah 15 siswa (88,24%). Dengan demikian ada kenaikan sebesar 17,65% atau sebanyak 3 siswa. Peningkatan prestasi belajar tersebut dapat disampaikan pada tabel grafik dan Gambar 1. Tabel 2. Hasil Tes Siklus II NO Rentang Nilai Frekuensi Persentase Kategori Rata-Rata KKM Ketr ,41 Istimewa 83,52 70 Tuntas ,65 Sangat Baik Tuntas ,41 Baik Tuntas ,76 Cukup Tuntas Kurang dari ,76 Kurang Tidak Tuntas Jumlah

11 74 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 3, DESEMBER 2016 Tabel 3. Perbandingan Ketuntasan belajar siswa Siklus I dan Siklus II NO Rentang Nilai KKM Frekuensi Ketuntasan Siklus I % Siklus II % Siklus I Siklus II , , , , , , , ,76 5 Kurang dari , ,76 6 Jumlah Pra Siklus Siklus I Siklus II Gambar 1. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Selanjutnya akan disampaikan hasil perbandingan nilai rata-rata kelas Tabel 4. Perbandingan Rata-Rata Kelas No KKM Rata-Rata Kelas Siklus I Siklus II ,71 83,51 Nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 76,20 dan pada siklus II mencapai 79,65. Dengan demikian terjadi kenaikan sebesar 8,82. Untuk hasil pengamatan siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Tabel Perbandingan Hasil Pengamatan Siswa Setiap Siklus No Siklus Keaktifan Persentase Aktif Pasif JML Aktif Pasif JML 1 Pra Siklus ,62 41, Siklus I ,47 23,53 3 Siklus II ,24 11,76 Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa: (1) Siswa aktif dari pra siklus ke siklusn I naik sebanyak 3 siswa (17,65%); (2) Siswa aktif dari siklus I ke siklus II sebanyak 2 siswa (11,76). Berdasarkan perbandingan sebagaimana yang disampaikan di atas, maka maka dapat disampaikan bahwa hipotesis yang diajukan pada Bab II yang berbunyi: Terjadi peningkatan prestasi belajar Penjasorkes siswa kelas V SDN 3 Gemaharjo Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek setelah diterapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Semester I Tahun Pelajaran 2016/ dinyatakan diterima. PENUTUP Kesimpulan Pada siklus I Siswa tuntas sejumlah 12 siswa (70,59%), sedangkan pada siklus II sejumlah 15 siswa (88,24%). Dengan demikian ada kenaikan sebesar 17,65% atau sebanyak 3 siswa. Nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 76,20 dan pada siklus II mencapai 79,65. Dengan demikian terjadi

12 Samudi, Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes kenaikan sebesar 8,82. Siswa aktif dari siklus I ke siklus II sebanyak 2 siswa (11,76). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut: Terjadi peningkatan hasil belajar Penjasorkes siswa kelas V SDN 3 Gemaharjo Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek setelah diterapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017. Saran DAFTAR RUJUKAN ( ( ujuan-dan-ruang-lingkuppendidikan_4434.html) ( /pengertian-penjasorkes-dan-tujuandari.html) Aqib, Zainal Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia Asrori, Mohamad Psikologi Pembelajaran. Bandung; Wacana Prima Guru diharapkan mempunyai kemauan untuk menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif, sehingga sisa merasa termotivasi. Selain itu guru juga akan merasa tertantang dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, karena metode dan model pembelajaran yang ditrerapkan lain dari biasanya. Siswa diharapkan dapat meningkatkan semangatnya di dalam kegiatan belajar. Dengan model pembelajaran yang baru diharapkan dapat pula memberikan warna baru dalam proses pembelajaran bagi siswa, sehingga siswa tidak merasa bosan dalam melaksanakan pembelajaran. Hasil akhir yang dapat dicapai siswa diharapkan dapat meningkat. Diharapkan agar Kepala Sekolah mempunyai semangat pula untuk berinovasi, memberikan berbagai masukan dan bimbingan kepada para guru untuk terus berinovasi. Keterlibatan Kepala Sekolah dalam inovasi pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas output dari lembaga yang dipimpinnya. Fathurrohman, Muhammad Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:Teras Fudyartanto, RBS Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Yogyakarta Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapanya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press) Sukidin Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.

: Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK)

: Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) 85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral

Lebih terperinci

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, agar menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab. Pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, agar menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab. Pendidikan jasmani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan dan kualitas individu, baik dalam aspek kognitif,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran

A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis,

Lebih terperinci

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani di dalam sekolah memiliki peranan penting terhadap perkembangan perilaku siswa, yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam

Lebih terperinci

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 62. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia baik itu di sekolah maupun di luar sekolah selalu akan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia baik itu di sekolah maupun di luar sekolah selalu akan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Pendidikan di Indonesia baik itu di sekolah maupun di luar sekolah selalu akan mengarah pada tujuan pendidikan nasional itu sendiri, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang dalam upaya pembinaan mutu sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang dalam upaya pembinaan mutu sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas kehidupan bangsa ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendididikan memegang peranan penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka dan

Lebih terperinci

D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas X, Semester 1

D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas X, Semester 1 82. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION Haryono, Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Matematika... 43 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION BAGI SISWA KELAS IV SEMESTER I

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA Kelas V. Sulistiodiono

Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA Kelas V. Sulistiodiono Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA Kelas V Sulistiodiono Guru SDN 1 Ngembel Trenggalek Email: sdn-1-ngembel@yahoo.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan kehidupan manusia tidak akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik individu maupun kelompok,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN LUAR KELAS SEBAGAI KURIKULUM PENJAS

PENDIDIKAN LUAR KELAS SEBAGAI KURIKULUM PENJAS PENDIDIKAN LUAR KELAS SEBAGAI KURIKULUM PENJAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI KURIKULUM PENJAS Tujuan PENJASORKES 1. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan

Lebih terperinci

PEDOMAN BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C

PEDOMAN BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C PEDOMAN BENTUK LATIHAN GERAK DASAR LOKOMOTOR (LOMPAT DAN LONCAT) MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT SMALB- C A. Deskripsi Dalam buku pedoman bentuk latihan ini berisikan tentang variasivariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang direncanakan secara sistematik untuk mencapai suatu tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang direncanakan secara sistematik untuk mencapai suatu tujuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan serta untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kepribadian dan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan isi Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. aspek kepribadian dan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan isi Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan

Lebih terperinci

57. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

57. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 57. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. 57. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan secara keseluruhan. Bertujuan mengembangkan aspek

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan secara keseluruhan. Bertujuan mengembangkan aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan. Bertujuan mengembangkan aspek kebugaran jasmani, ketrampilan

Lebih terperinci

Pendapat lain diutarakan oleh Rosdiani (2013, hlm. 72)yang menyatakan

Pendapat lain diutarakan oleh Rosdiani (2013, hlm. 72)yang menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang pada Pendidikan jasmani merupakan salahsatu program pendidikan yang berpacu aktivitas jasmani dan dirancang secara sistematis untuk meningkatkan kebugaran tubuh,kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Secara disadari atau tidak sejak lahir hingga dewasa manusia

Lebih terperinci

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning) PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning) Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP Universitas Pendidikan Indonesia KONSEP CTL Merupakan Konsep Belajar yang dapat Membantu Guru Mengaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dapat ditempuh melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Salah satu satuan pendidikan

Lebih terperinci

Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes Kelas IV Menggunakan Model Pembelajaran Inside Outside Cyrcle (IOC) Suwardi

Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes Kelas IV Menggunakan Model Pembelajaran Inside Outside Cyrcle (IOC) Suwardi Peningkatan Prestasi Belajar Penjasorkes Kelas IV Menggunakan Model Pembelajaran Inside Outside Cyrcle (IOC) Suwardi Guru SDN 1 Prigi Watulimo Trenggalek Email: sdn-prigi1@yahoo.com Tersedia Online di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak terlepas dari berbagai macam mata pelajaran yang ada di sekolah. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan merupakan salah satu mata pelajaran

Lebih terperinci

PENDEKATAN BERMAIN PADA POKOK BAHASAN LEMPAR CAKRAM UNTUK KETUNTASAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI. Munzir*)

PENDEKATAN BERMAIN PADA POKOK BAHASAN LEMPAR CAKRAM UNTUK KETUNTASAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI. Munzir*) PENDEKATAN BERMAIN PADA POKOK BAHASAN LEMPAR CAKRAM UNTUK KETUNTASAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI Munzir*) Abstrak:Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani

Lebih terperinci

Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA melalui Model Pembelajaran Bamboo Dancing

Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA melalui Model Pembelajaran Bamboo Dancing Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA melalui Model Pembelajaran Bamboo Dancing Subani SDN I Watuagung Trenggalek Email: sdn1watuagung@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

Peningkatan Prestasi Belajar PAI Siswa SMA Negeri 1 Trenggalek Melalui Metode Call On The Next Speaker

Peningkatan Prestasi Belajar PAI Siswa SMA Negeri 1 Trenggalek Melalui Metode Call On The Next Speaker Peningkatan Prestasi Belajar PAI Siswa SMA Negeri 1 Trenggalek Melalui Metode Call On The Next Speaker M. Habibullah (1) 1 SMA Negeri 1 Trenggalek, Email: 1 habibdahana@gmail.com DOI: https://doi.org/10.28926/riset_konseptual.v2i1.30

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Kelas I. Dwi Astuti

Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Kelas I. Dwi Astuti Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Kelas I Dwi Astuti Guru SDN 1 Pogalan Trenggalek Email: dwiastuti756@ymail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

Prof. Wawan S. Suherman, M.Ed. FIK UNY 2010

Prof. Wawan S. Suherman, M.Ed. FIK UNY 2010 Prof. Wawan S. Suherman, M.Ed. FIK UNY 2010 Sumber referensi: Graham, G., Holt/Hale, S.A., and Parker, M. (2010). Children moving: a reflective approach for teaching physical education. 8 th ed. Boston:

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS Eneng Siti Fatimah Nurlela 1, Atep Sujana

Lebih terperinci

Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak

Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak Disajikan pada: Lokakarya Pembelajaran Penjas Berbasis Masalah Gerak (Movement Problem-Based Learning) Presented by Agus Mahendra Riset Menanyakan: Apakah ciri

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING ATAS BOLA VOLI MELALUI BANTUAN TUTOR SEBAYA SISWA KELAS VIII DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 5 PALEMBANG

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING ATAS BOLA VOLI MELALUI BANTUAN TUTOR SEBAYA SISWA KELAS VIII DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 5 PALEMBANG UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING ATAS BOLA VOLI MELALUI BANTUAN TUTOR SEBAYA SISWA KELAS VIII DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 5 PALEMBANG SKRIPSI diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

Penerapan Model Pair Checks Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Kelas VI. Siti Zaenab

Penerapan Model Pair Checks Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Kelas VI. Siti Zaenab Penerapan Model Pair Checks Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Kelas VI Siti Zaenab SDN 1 Pogalan Kecamatan Pogalan Kabuapten Trenggalek Email: sitizaenab656@yahoo.co.id Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

Oleh: Bakim SDN 2 Ngembel Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek

Oleh: Bakim SDN 2 Ngembel Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek 52 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 2, AGUSTUS 2016 MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER BAGI SISWA KELAS VI SEMESTER I TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai

Lebih terperinci

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 3 No. 4 ISSN X. Rismawati. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 3 No. 4 ISSN X. Rismawati. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran PKn Dengan Menggunakan Pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) Pada Siswa Kelas IV di SDK Jononunu Rismawati Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL)

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL) SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL) PENGERTIAN CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Riska Dwi Herliana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Riska Dwi Herliana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan merupakan proses yang sangat berperan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui proses pendidikan manusia dididik dan dibina

Lebih terperinci

Oleh: Umi Salamah SDN 2 Watulimo Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek

Oleh: Umi Salamah SDN 2 Watulimo Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek 216 JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016 MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING BAGI SISWA KELAS V SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2015/2016 DI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu Pelaksanaan September Oktober November Ket 1 Penulisan Proposal 5 September 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu Pelaksanaan September Oktober November Ket 1 Penulisan Proposal 5 September 2012 5 BAB III METODE PENELITIAN 3. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian 3.. Lokasi Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Katekan, Kecamatan Brati, Kabupaten Grobogan Kelas

Lebih terperinci

melakukan segala aktivitasnya untuk memenuhi

melakukan segala aktivitasnya untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola adalah suatu permainan beregu yang dimainkan masingmasing regunya terdiri dari sebelas orang termasuk seorang penjaga gawang. Sepakbola adalah permainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan jasmani yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan yang tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Proses belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan pengajar untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setiap tahap pelaksanaan tindakan merupakan tahapan yang dilaksanakan sebagai realisasi dari perencanaan yang telah disusun. Perencanaan yang telah disusun, belum

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara I. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Gegne dalam Suprijono (2009 : 2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh

Lebih terperinci

Oleh: Yuniwati SDN 2 Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek

Oleh: Yuniwati SDN 2 Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek 218 JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 2, AGUSTUS 2016 MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK BILANGAN PECAHAN MELALUI PERMAINAN KARTU BERWARNA PADA SISWA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Cikampek Barat III Desa Cikampek Barat Kec. Cikampek Kab. Karawang. Alasan dipilihnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkembang di Indonesia dilaksanakan oleh dua lembaga pendidikan yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama. Lembaga pendidikan tersebut adalah

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING Fatmawaty Sekolah Dasar Negeri Hikun Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi besar jangka panjang yang harus ditata dan disiapkan sebaik mungkin, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar Nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SEPAK TAKRAW MELALUI PENDEKATAN PERMAINAN JALA HIP HOP

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SEPAK TAKRAW MELALUI PENDEKATAN PERMAINAN JALA HIP HOP Vol. 17, No. 4, Agustus 2016 (Edisi Khusus) ISSN 2087-3557 UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SEPAK TAKRAW MELALUI PENDEKATAN PERMAINAN JALA HIP HOP SD Negeri Kutamendala 02, Kecamatan Tonjong, Kabupaten

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS VII-H SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM Masdeliana Harahap Guru IPS SMP Negeri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1.Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Sudjana ( 1989 : 28 ) belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Lebih terperinci

Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN:

Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI BAGIAN-BAGIAN UTAMA TUBUH HEWAN DAN KEGUNAANNYA DI KELAS II SDN KULUR I KECAMATAN MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

Samriani. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

Samriani. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas IV SDN No 3 Siwalempu Samriani Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PENJELAJAHAN GERAK PADA SISWA KELAS V SDN 19 BOKAT KABUPATEN BUOL

MENINGKATKAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PENJELAJAHAN GERAK PADA SISWA KELAS V SDN 19 BOKAT KABUPATEN BUOL 1 MENINGKATKAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PENJELAJAHAN GERAK PADA SISWA KELAS V SDN 19 BOKAT KABUPATEN BUOL Abdul Jalil Gunawan Hasanuddin Pendidikan Olahraga FKIP Universitas

Lebih terperinci

Firman P., I Made Tangkas, dan Ratman. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Firman P., I Made Tangkas, dan Ratman. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pengelompokan Makhluk Hidup Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas III SDN 2 Salakan Kecamatan Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING JURNAL MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING BAWAH BOLA VOLI MINI MELALUI PENDEKATAN MEDIA BOARDBALL PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 SAWAHAN KECAMATAN PANGGUL KABUPATEN TRENGGALEK IMPROVING LEARNING OUTCOMES

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER Jupair, Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IP... 87 MENINGKATKAN PRETAI BELAJAR MATA PELAJARAN IP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER BAGI IWA KELA VI EMETER II TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKAMELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKAMELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKAMELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERBANTUAN ALAT PERAGA PADA SISWA KELAS 5 SDN LODOYONG 03 AMBARAWA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang makhluk hidup, mulai dari makhluk hidup tingkat rendah hingga makhluk

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya 31 BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis adalah berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN No 2 Ogoamas II Pada Sifat-sifat Balok Dan Kubus Menggunakan Pendekatan Kontekstual

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN No 2 Ogoamas II Pada Sifat-sifat Balok Dan Kubus Menggunakan Pendekatan Kontekstual Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN No 2 Ogoamas II Pada Sifat-sifat Balok Dan Kubus Menggunakan Pendekatan Kontekstual Rahmania, Muh. Rizal, dan Baharuddin Paloloang Mahasiswa Program Guru Dalam

Lebih terperinci

YANIK SULISTYANI SDN Ngletih Kec.Kandat Kab.Kediri

YANIK SULISTYANI SDN Ngletih Kec.Kandat Kab.Kediri PENINGKATAN EFEKTIFITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPA INDIKATOR KEBUTUHAN MAKHLUK HIDUP DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS III SDN NGLETIH KABUPATEN KEDIRI YANIK SULISTYANI SDN Ngletih Kec.Kandat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD merupakan model pembelajaran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD merupakan model pembelajaran BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang digunakan pada pembelajaran

Lebih terperinci

Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Wujud Benda Pada Siswa Kelas IV SDN 3 Siwalempu Melalui Pendekatan

Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Wujud Benda Pada Siswa Kelas IV SDN 3 Siwalempu Melalui Pendekatan Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Wujud Benda Pada Siswa Kelas IV SDN 3 Siwalempu Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Arif Abdul Karim Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam pembelajaran, gurulah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam pembelajaran, gurulah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGENAL TEKNOLOGI PRODUKSI MELALUI METODE KARYAWISATA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 BEJI KABUPATEN TULUNGAGUNG

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGENAL TEKNOLOGI PRODUKSI MELALUI METODE KARYAWISATA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 BEJI KABUPATEN TULUNGAGUNG PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGENAL TEKNOLOGI PRODUKSI MELALUI METODE KARYAWISATA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 BEJI KABUPATEN TULUNGAGUNG Dwi Wahyuning Tiyas 1, Suminah 2, Sutansi 3 Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pra Siklus Sebelum penelitian dilakukan, dalam kegiatan pembelajaran IPS di Kelas 4 guru masih menggunakan metode pembelajaran tradisional.

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS II SD NEGERI TEBING TINGGI

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS II SD NEGERI TEBING TINGGI PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS II SD NEGERI 163086 TEBING TINGGI Helmina Siagian Surel: hrmnsiagian@gmail.com ABSTRACT This aim of this

Lebih terperinci

Penerapan Metode Tanya Jawab untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Sumber Daya Alam di Kelas IV SDN FatufiaKecamatan Bahodopi

Penerapan Metode Tanya Jawab untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Sumber Daya Alam di Kelas IV SDN FatufiaKecamatan Bahodopi Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 1 No.1 ISSN 2354-614X Penerapan Metode Tanya Jawab untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Sumber Daya Alam di Kelas IV SDN FatufiaKecamatan Bahodopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai (sikap, mental, emosional, spiritual, sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN. nilai (sikap, mental, emosional, spiritual, sosial), dan pembiasaan pola hidup sehat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan alat untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran, penghayatan nilai (sikap, mental,

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SDN Santigi

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SDN Santigi Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SDN Santigi Alprida Lembang Mongan, Mestawaty As. A, dan Lestari Alibasyah

Lebih terperinci

Oleh: Sri Hidayati TK Dharma Wanita 3, Karangan, Trenggalek

Oleh: Sri Hidayati TK Dharma Wanita 3, Karangan, Trenggalek 122 JUPEDASMEN, VOLUME 2, NOMOR 3, DESEMBER 2016 PENINGKATAN KEMAMPUAN SENI MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA KELOMPOK B TK DHARMA WANITA 3 KARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK SEMESTER II TAHUN 2015/2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter bangsa dari suatu negara. Pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter bangsa dari suatu negara. Pendidikan jasmani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses yang wajib diikuti dalam kehidupan setiap individu dan memiliki fungsi serta peranan penting bagi pembentukan karakter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dirancang dengan menggunakan metode penelitian tindakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dirancang dengan menggunakan metode penelitian tindakan 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian yang dirancang dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang bersifat reflektif dan kolaboratif. Prosedur penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GLOBALISASI DI KELAS IV SDN NO.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GLOBALISASI DI KELAS IV SDN NO. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GLOBALISASI DI KELAS IV SDN NO. 1 BONEOGE Oleh: Hijrah, Dahlia Syuaib, Asep Mahfuds Abstrak Permasalahan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBANTUAN MEDIA KARTU PECAHAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN BERBANTUAN MEDIA KARTU PECAHAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN BERBANTUAN MEDIA KARTU PECAHAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR Rissa Prima Kurniawati IKIP PGRI MADIUN rissaprimakurniawati14@gmail.com ABSTRAK Guru dalam mengajar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Penelitian Pra Siklus Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas IV SDN Randuacir 01 Salatiga semester 2 tahun 2013/2014 nampak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Kemmis (dalam Rochiati, 2008) menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah sebuah bentuk inkuiri

Lebih terperinci

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2 Ada sesuatu yang salah dengan proses pendidikan Sebelum Sekolah 1. Anak lincah 2. Selalu belajar apa yang diinginkannya dengan gembira,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia menyelenggarakan suatu sistem pendidikan dan pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana pendidikan sering

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SKJ DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF. Masdin SD Negeri 02 Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SKJ DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF. Masdin SD Negeri 02 Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 17, No. 5, Oktober 2016 ISSN 2087-3557 PENINGKATAN HASIL BELAJAR SKJ DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF SD Negeri 02 Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono,

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMAHAMI SIFAT-SIFAT BANGUN MATA PELAJARAN MATEMATIKA

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMAHAMI SIFAT-SIFAT BANGUN MATA PELAJARAN MATEMATIKA PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMAHAMI SIFAT-SIFAT BANGUN MATA PELAJARAN MATEMATIKA Intan Pertama Sari 1), Usada 2), A. Dakir 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembelajaran yang sifatnya aktif, inovatif dan kreatif. Sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembelajaran yang sifatnya aktif, inovatif dan kreatif. Sehingga proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan proses pembelajaran di masa global ini, pembelajaran yang sangat sesuai untuk di terapkan pada kondisi siswa yang pasif adalah pembelajaran

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG VOLUME PRISMA SEGITIGA DAN TABUNG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PBI. Nur Aini Yuliati

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG VOLUME PRISMA SEGITIGA DAN TABUNG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PBI. Nur Aini Yuliati Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) ISSN 2477-2240 (Media Cetak). 2477-3921 (Media Online) PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG VOLUME PRISMA SEGITIGA DAN TABUNG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PBI SD

Lebih terperinci