BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (UU No. 32/2004)

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi yang terjadi pada sektor publik di Indonesia juga diikuti dengan adanya tuntutan demokratisasi, tentunya dapat menjadi suatu fenomena global bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu berkaitan dengan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi salah satu hal penting dalam sistem pemerintahan, terutama di bidang pengelolaan keuangan negara dan daerah. Akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan pengungkapan seluruh aktivitas serta kerja keuangan pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan (Mardiasmo, 2002). Hal ini menyebabkan pengamat ekonomi, pengamat politik, investor, hingga rakyat mulai mengalihkan perhatiannya kepada setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan. Pertumbuhan yang terjadi pada daerah-daerah di Indonesia semakin pesat, selaras dengan berjalannya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan disentralisasi fiskal (Setiawan, 2010). Salah satu ketetapan MPR yaitu Tap MPR No. XV/ MPR /1998 tetang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan landasan hukum bagi di keluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah 1

2 daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagai dasar penyelenggaraan otonomi daerah Terjadinya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan terbitnya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, yang sekarang telah diperbarui dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran membangun perekonomian daerah secara optimal, sehingga tidak lagi terkosentrasi dipusat. Pelaksanaan otonomi ini telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan pusat dan daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah. Melalui otonomi daerah ini, sama halnya pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam masalah pengelolaan keuangan. Begitu pula dalam Islam, secara tidak langsung tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah ini tidak lain ialah untuk mewujudkan keadilan masyarakat yang merata. Keadilan merupakan pilar terpenting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al Qur an sebagai misi utama para nabi yang diutus Allah SWT dalam surat Al-Hadid, termasuk penegakkan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan sosial.

3 Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)nya dan rasul-rasul-nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS 57 : 25). Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya penegakan keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen Al Qur an tentang penegakan keadilan sangat jelas. Karena itu, tujuan keadilan sosial ekonomi dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam (Mashadi, 2010). Dalam permasalahan penyelenggaran pembiayaan pemerintahan daerah berdasarkan asas desentralisasi dilaksanakan berdasarkan beban APBD. Kebijakan berjalan sesuai dengan asas desentralisasi, begitu pula dengan penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak atau retribusi dan mengelola

4 Sumber Daya Alam secara mandiri dengan memanfaatkan sumber pemasukan daerah. Sumber pendapatan tersebut ialah Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah melalui APBD, sedangkan yang lain dikelola oleh pemerintah pusat melalui kerja sama dengan pemerintah daerah. Pembangunan daerah yang berkaitan dengan kegiatan fiskal akan membutuhkan alokasi dana dari pemerintah daerah, sehingga mengakibatkan pembiayaan pada pos belanja persediaan membutuhkan dana yang besar untuk membiayai kegiatan tersebut. Rencana belanja pemerintah daerah akan dilaporkan oleh pemerintah daerah ke dalam APBD, merupakan kegiatan rutin pengeluaran kas daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasi dalam pemerintahan. Dengan belanja yang semakin meningkat maka dibutuhkan dana yang besar pula agar belanja untuk kebutuhan pemerintah daerah dapat terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan belanja pemerintah daerah, maka diharapkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik dan kesejahterahan masyarakat dapat meningkat. Belanja daerah harus dialokasikan secara efektif dan efisien, karena belanja daerah dapat menjadi tolak ukur keberhasilan suatu pelaksanaan kewenangan daerah. Karena adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kebijakan pemerintah daerah untuk mengelola keuangan secara mandiri. Keadaan sesungguhnya yang dihadapi oleh beberapa pemerintahan daerah di Indonesia terutama dalam hal keuangan daerah ialah relatif kecilnya kontribusi PAD didalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

5 Sehingga susunan APBD masih didominasi dari kontribusi penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Namun sejak berlakunya Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, telah membawa perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme pengelolaan pemerintah daerah. Transfer dana perimbangan kepada pemerintah daerah memiliki tujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik. Adanya transfer dana ini bagi pemerintah daerah merupakan sumber pendanaan dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri yaitu PAD. Namun pada kenyataannya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama bagi pemerintah daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja daerah, yang nantinya oleh pemerintah daerah akan dilaporkan diperhitungkan dalam APBD. Harapan pemerintah pusat, dana transfer tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanaan kepada masyarakat. Serta kebijakan dalam penggunaan dana tersebut harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Karena dana transfer tersebut berimplikasi pada APBD, yaitu terletak pada pos penerimaan (Setiawan, 2010). Dengan masuknya dana transfer tersebut kedalam pos penerimaan APBD, maka jumlah penerimaan daerah semakin bertambah besar. Sehingga perubahan jumlah penerimaan daerah yang cukup besar tersebut harus disertai dengan peningkatan sumberdaya manusia yang mampu memberikan semangat kepada pemerintah daerah untuk memberdayakan ekonominya secara mandiri, ekonomis,

6 efisien dan efektif. Misi utama undang-undang tersebut tidak hanya pelimpahan kewenangan pembiayaan saja tetapi sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik, sehingga kualitas pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat dapat meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar dapat memberikan informasi sumber daya keuangan daerah dan dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah daerah. Begitu sering ditujukan kepada manajer pemerintah daerah seiring dengan Peraturan Pemerintah 105 tahun 2000 yang mensyaratkan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan keuangan yaitu berupa neraca, laporan arus kas, laporan realisasi anggaran serta catatan atas laporan keuangan. Sebagian besar wilayah provinsi, PAD hanya dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%. Distribusi pajak antar daerah sangat timpang karena basis pajak antar daerah sangat bervariasi. Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi hal ini terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya relative mahal) dan kemampuan masyarakat, sehingga dapat mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi (Wahyuningtyas, 2012). Otonomi daerah harus disadari sebagai suatu transformasi paradigma dalam penyelenggaran pembangunan dan pemerintahan di daerah, transformasi paradigma dalam hal ini terletak pada aspek akuntabilitas Pemerintah Daerah dalam rangka mengelola sumber-sumber ekonomi. (Mardiasmo, 2002:103).

7 Begitu pula dengan Provinsi Jawa Timur yang menjadi pusat perekonomian kedua setelah Ibu Kota Jakarta. Pertumbuhan perekonomian di beberapa kota besar yang termasuk dalam wilayah Provinsi Jawa Timur turut serta menyumbang pengaruh besar terhadap jumlah PAD. Hal ini memungkinkan terjadinya pengaruh yang signifikan dalam penerapan PAD dan DAU terhadap Belanja Daerah di Provinsi Jawa Timur. Secara umum kondisi perekonomian Provinsi Jawa Timur sampai dengan akhir tahun 2012 cukup baik. Pertumbuhan ekonominya lebih tinggi daripada nasional yaitu 2010 tumbuh 6,68%, meningkat 7,72 % tahun 2011 dan tahun 2012 menjadi 7,72%. Inilah pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur berbanding Nasional. Tabel. 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Terhadap Nasional TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI (%) NASIONAL JAWA TIMUR 2009 4,63 5,01 2010 6,20 6,68 2011 6,50 7,22 2012 6,23 7,27 Sumber : BPS Jawa Timur, 2013 Bentuk keberhasilan pemerintah daerah provinsi Jawa Timur ini dibuktikan dengan diraihnya prestasi gemilang, lewat penghargaan yang berupa pemeringkatan hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD) Tahun 2012 untuk peringkat pertama. Sesuai Keputusan Mendagri Nomor 120-2818 Tahun 2013 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah secara nasional tahun 2011, Pemprov Jatim ada di posisi tertinggi dengan skor

8 3,1482. Pemerintah pusat pun memberi status penilaian untuk Laporan Pelaksanaan Pemerintahan Daerah (LPPD) dengan nilai sangat tinggi (Surya, Jumat 26 April 2013). Hal inilah yang menjadi pertimbangan peneliti memilih Provinsi Jawa Timur sebagai obyek penelitian. Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang "Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Dalam Rangka Pengukuran Kinerja Keuangan Jawa Timur".

9 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah? 2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah? 3. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) d an Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah? 4. Bagaimana pengukuran kinerja keuangan Pemerintah Daerah Jawa Timur dengan pendekatan value for money? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji signifikansi pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah. 2. Untuk menguji signifikansi pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah.

10 3. Untuk menguji signifikansi pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah. 4. Untuk mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Daerah Jawa Timur dengan pendekatan value for money. 1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal pengembangan keilmuan dibidang belanja daerah serta sebagai bentuk dasar ilmiah yang menerapkan teori selama berada di bangku perkuliahan serta membandingkan dengan kenyataan yang ada. b. Bagi Investor Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi wujud dari bentuk pemahaman nilai dari laporan keuangan pemerintah daerah secara tepat. Sehingga mampu menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial maupun politik. Sehingga para investor selaku pengguna laporan keuangan dapat menjadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ketika berencana melakukan investasi khususnya Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.

11 c. Pemerintah Daerah Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah untuk memanfaatkan dana transfer dari Pemerintah Pusat dan Pendapatan Asli Daerah secara efektif dan efisien. Kemudian menyajikan laporan keuangan secara transparan sehingga good governance dapat terlaksana dengan baik. Sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk mendukung keputusan atau kebijakan yang mengutamakan kepentingan publik. 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada Penerimaan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum sebagai variabel independen berfokus pada pengaruh Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010-2012.