BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KUALITAS DAGING SAPI BERDASARKAN STANDAR ASUH (AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL) PADA TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013.

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

II. METODELOGI PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

BAB III METODE PENELITIAN. C), 6 gerobak pangsit (gerobak pangsit D, E, F, G,H dan I). Penelitian ini

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

Analisa Mikroorganisme

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI VIROLOGI

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Kabupaten

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

Mutu karkas dan daging ayam

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tuladenggi Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal dari sumber nabati ataupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan di Desa Karya Baru Kecamatan Dengilo. Penelitian dilakukan pada tanggal 17 Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Kos Smart Center Kota Gorontalo dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di DAMIU Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

HYGIENE SANITASI DAN KANDUNGAN MIKROBA PADA KECAP MANIS YANG DIGUNAKAN DI KANTIN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2012

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang total koloni bakteri, nilai ph dan kadar air daging sapi di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ayam jantan ras White Cornish dari Inggris dengan ayam betina dari ras

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dipasar sentral Kota Gorontalo dimana untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada penjual minuman olahan yang berada di pasar

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

MATERI DAN METODE. Prosedur

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantin yang ada di lingkungan Asrama

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

METODE PENELITIAN. hingga Agustus 2016 di Laboratorium Teknobio-Pangan, Universitas Atma Jaya

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Karakteristik Umum Lokasi Pengambilan Sampel. observasi di lokasi peternakan, pengambilan jumlah populasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sumur kurang dari 0,8 meter dari permukaan tanah didapat hasil sebagai berikut :

BAB V PEMBAHASAN. A. Kualitas Mikrobiologi Air Tanah di Lokasi Peternakan Babi. 1. Kualitas air tanah secara keseluruhan

Peneliti Ir. Endang Soesetyaningsih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

METODOLOGI PENELITIAN

Densitas = Jumlah koloni/cawan x 60m/30m x Luas cawan

Telur ayam konsumsi SNI 3926:2008

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya tersebar di beberapa wilayah Kota Gorontalo yaitu di Kel. Padebuolo, Kel. Tapa, Kel. Biawu, Kel Dembe 2, dan Kel. Bulotadaa B. kemudian di jual di beberapa pasar, yang terbesar di Pasar Sentral. Sampel daging sapi diambil pada pagi hari setelah pemotongan sapi selesai, sampel tersebut masih dalam keadaan segar. Kemudian disimpan di sebuah wadah yang telah di sterilkan dengan cairan alkohol. Wadah tersebut diberi label agar bisa diketahui. Setelah itu sampel dibawa ke laboratorium untuk pengujian. Sampel tersebut kemudian di bagi menjadi 2 untuk pengujian mikrobiologi dan organoleptik mutu fisik. Untuk pengujian organoleptik dikumpulkan responden diambil dari kategori panelis tidak terlatih yaitu mahasiswa dan mahasiswi jurusan kesehatan masyarakat untuk melihat kondisi fisik daging yaitu warna daging, warna lemak, dan marbling dengan menggunakan standar warna sesuai SNI 3932:2008 Mutu Karkas dan Daging Sapi. Berhasil dikumpulkan 27 panelis untuk menilai kondisi fisik tersebut. Untuk pengujian mikrobiologi yaitu Total plate count,

Coliform, Staphylococcus aureus, alat dan bahan telah disiapkan dan di sterilkan pada hari sebelumnya. 4.2 Hasil Analisis Univariat Objek penelitian ini yaitu sampel daging yang di ambil di 10 Tempat Pemotongan Hewan yang ada di Kota Gorontalo, untuk melakukan pengujian daging sapi secara fisik dan mikrobiologi dengan memeriksa keberadaan bakteri. Pemeriksaan ini dilaksanakan di laboratorium Kesmas Universitas Negeri Gorontalo. Kondisi Tempat Pemotongan Hewan yaitu tidak berbentuk bangunan tetapi hanya tiang dan atap dan tidak memiliki dinding. Tempat pemotongan dan tempat penjualan dilakukan di tempat yang sama. Kotoran-kotoran sisa proses pemotongan dialirkan langsung ke selokan dan lantai disiram dengan air agar noda darah tidak menempel. Karkas selesai di potong di gantung dan dibiarkan terbuka. Tersedia box pendingin untuk menyimpan daging. Untuk mendapatkan sampel, peneliti datang langsung ke tempat pemotongan hewan tersebut dan membeli daging sapi yang baru di potong untuk di jadikan sampel. Sampel di taruh dalam wadah tertutup yang sudah di sterilkan dengan cairan alkohol. Sampel kemudian langsung dibawa di laboratorium dan dilakukan pengujian. 4.2.1 Hasil Uji Organoleptik 1. Warna Daging berdasarkan uji organoleptik

Hasil pemeriksaan mutu fisik daging pada 10 sampel oleh 27 responden / panelis tidak terlatih dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Distribusi Warna Daging berdasarkan hasil penilaian 27 responden pada 10 sampel daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 No Lokasi Sampel I Merah Terang Skor 1-5 Warna Daging II Merah Kegelapan Skor 6-7 III Merah Gelap Skor 8-9 Jumlah n % n % n % n % 1. TPH 1 6 22,2 6 22,2 15 55,6 27 100 2. TPH 2 16 59,2 6 22,2 5 18,6 27 100 3. TPH 3 2 7,4 9 33,3 16 59,2 27 100 4. TPH 4 4 14,8 3 11,1 20 74 27 100 5. TPH 5 9 33,3 5 18,6 13 48,1 27 100 6. TPH 6 26 96,2 0 0 1 3,7 27 100 7. TPH 7 11 40,7 9 33,3 7 25,9 27 100 8. TPH 8 26 96,2 1 3,7 0 0 27 100 9. TPH 9 5 18,5 2 7,4 20 74 27 100 10. TPH 10 6 22,2 8 29,6 13 48,1 27 100 Sumber : Data Primer 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa penilaian responden pada warna daging sapi beragam, namun ditentukan dengan banyaknya presentase pilihan

responden yaitu untuk TPH 1 dengan warna daging merah gelap, TPH 2 dengan warna daging merah terang, TPH 3 dengan warna daging merah gelap, TPH 4 dengan warna daging merah gelap, TPH 5 dengan warna daging merah gelap, TPH 6 dengan warna daging merah terang, TPH 7 dengan warna daging merah terang, TPH 8 dengan warna daging merah terang, TPH 9 dengan warna daging merah gelap dan TPH 10 dengan warna daging merah gelap. 2. Warna Lemak berdasarkan uji organoleptik Hasil pemeriksaan mutu fisik daging pada 10 sampel oleh 27 responden / panelis tidak terlatih dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Distribusi Warna Lemak berdasarkan hasil penilaian 27 responden pada 10 sampel daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 No Lokasi Sampel I Putih Skor 1-3 Warna Lemak II Putih Kekuningan Skor 4-6 III Kuning Skor 7-9 Jumlah n % n % n % n % 1. TPH 1 26 96,2 1 3,7 0 0 27 100 2. TPH 2 22 81,4 3 11,1 2 7,4 27 100 3. TPH 3 11 40,7 14 51,8 2 7,4 27 100 4. TPH 4 23 85,1 4 14,8 0 0 27 100 5. TPH 5 22 81,4 5 18,5 0 0 27 100 6. TPH 6 1 3,7 11 40,7 15 55,5 27 100 7. TPH 7 3 11,1 8 29,6 16 59,2 27 100 8. TPH 8 3 11,1 11 40,7 13 48,1 27 100

9. TPH 9 26 96,2 1 3,7 0 0 27 100 10. TPH 10 5 18,5 6 22,2 16 59,2 27 100 Sumber : Data Primer 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa penilaian responden pada warna lemak sapi beragam, namun ditentukan dengan banyaknya presentase pilihan responden yaitu untuk TPH 1 dengan warna lemak putih, TPH 2 dengan warna lemak putih, TPH 3 dengan warna lemak putih kekuningan, TPH 4 dengan warna lemak putih, TPH 5 dengan warna lemak putih, TPH 6 dengan warna lemak kuning, TPH 7 dengan warna lemak kuning, TPH 8 dengan warna lemak kuning, TPH 9 dengan warna lemak putih dan TPH 10 dengan warna lemak kuning. 3. Marbling berdasarkan uji organoleptik Hasil pemeriksaan mutu fisik daging pada 10 sampel oleh 27 responden / panelis tidak terlatih dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Distribusi Intesitas Marbling berdasarkan hasil penilaian 27 responden pada 10 sampel daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 No Lokasi Sampel I Banyak Skor 9-12 Marbling II Sedang Skor 5-8 III Sedikit Skor 1-4 Jumlah

n % n % n % n % 1. TPH 1 3 11,1 16 59,2 8 29,6 27 100 2. TPH 2 1 3,7 6 22,2 20 74 27 100 3. TPH 3 8 29,6 13 48,1 6 22,2 27 100 4. TPH 4 3 11,1 13 48,1 11 40,7 27 100 5. TPH 5 3 11,1 9 33,3 15 55,5 27 100 6. TPH 6 2 7,4 14 51,8 11 40,7 27 100 7. TPH 7 1 3,7 6 22,2 29 74 27 100 8. TPH 8 2 7,4 10 37 15 55,5 27 100 9. TPH 9 6 22,2 12 44,4 9 33,3 27 100 10. TPH 10 10 37 11 40,7 6 22,2 27 100 Sumber : Data Primer 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui bahwa penilaian responden pada intensitas marbling daging sapi beragam, namun ditentukan dengan banyaknya presentase pilihan responden yaitu untuk TPH 1 dengan intensitas marbling sedang, TPH 2 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 3 dengan intensitas marbling sedang, TPH 4 dengan intensitas marbling sedang, TPH 5 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 6 dengan intensitas marbling sedang, TPH 7 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 8 dengan intensitas marbling sedikit, TPH 9 dengan intensitas marbling sedang dan TPH 10 dengan intensitas marbling sedang. 4.2.2 Hasil Uji Mikrobiologi 1. Hasil Pemeriksaan Bakteri Coliform pada daging sapi

Untuk melihat keberadaan bakteri Coliform pada daging sapi, peneliti menggunakan pemeriksaan laboratorium. Adapun hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Bakteri Coliform Pada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 No Lokasi Pengenceran MPN Keterangan Sampel 10-1 10-2 10-3 Coliform 1 TPH 1 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 2 TPH 2 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 3 TPH 3 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 4 TPH 4 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 5 TPH 5 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 6 TPH 6 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 7 TPH 7 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 8 TPH 8 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 9 TPH 9 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS 10 TPH 10 3 3 3 2,4 x 10 3 TMS Sumber : Hasil Coliform 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TMS = Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37 C, dari 10 sampel daging sapi yang diperiksa seluruh sampel mengandung bakteri Coliform. Dimana dari hasil pengamatan, untuk Mengetahui adanya Bakteri Coliform yaitu Pertama adanya gas pada tabung durham dan yang ke dua adanya perubahan warna hijau menjadi orange. 2. Hasil Pemeriksaan Total Plate Count pada daging sapi

Untuk melihat total koloni bakteri pada daging sapi, peneliti menggunakan pemeriksaan laboratorium. Adapun hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Lokasi Sampel Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Total Plate Count (duplo) Pada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Total Plate Count (duplo) 10-1 10-2 10-3 I II I II I II TPH 1 TBUD TBUD TBUD TBUD 920 996 TPH 2 TBUD TBUD 1.234 1.308 696 680 TPH 3 TBUD TBUD 1.216 1.204 920 840 TPH 4 TBUD TBUD 792 612 500 572 TPH 5 466 578 254 366 264 306 TPH 6 1.028 1.144 422 498 130 114 TPH 7 642 736 492 472 192 124 TPH 8 366 316 220 212 206 176 TPH 9 738 780 280 274 218 210 TPH 10 778 680 540 490 404 420 Sumber : Hasil Total Plate Count 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung Tabel diatas merupakan hasil perhitungan koloni bakteri pada Total Plate Count duplo. Dimana keduanya terdapat bakteri yang jumlahnya hampir sama. Hasil yang diperoleh kemudian akan di rata-rata untuk menghitung nilai total koloni/gram. Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Total Plate Count (rata-rata) Pada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013

Lokasi Pengenceran Total Bakteri Keterangan Sampel 10-1 10-2 10-3 (koloni/gram) TPH 1 TBUD TBUD 958 9,6 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 2 TBUD 1.271 688 6,9 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 3 TBUD 1.210 880 8,8 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 4 TBUD 702 536 5,4 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 5 522 310 258 2,6 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 6 1.086 460 122 1,2 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 7 689 482 158 1,6 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 8 341 216 191 0,2 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 9 759 277 214 0,3 x 10 5 Memenuhi syarat TPH 10 729 515 412 4,1 x 10 5 Memenuhi syarat Sumber : Hasil Total Plate Count 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung Batas maksimum Total Plate Count pada produk olahan daging segar berdasarkan SNI Mutu Karkas dan Daging Sapi adalah 1x10 6 koloni/gram. Berdasarkan hasil pemeriksaan Total Plate Count dari daging sapi yang diuji diperoleh keseluruhan sampel tersebut memenuhi standar sesuai dengan SNI. 3. Hasil Pemeriksaan Bakteri Staphylococcus aureus pada daging sapi Untuk melihat keberadaan bakteri S.aureus pada daging sapi, peneliti menggunakan pemeriksaan laboratorium. Adapun hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Bakteri S.aureus Pada 10 Sampel Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan Kota Gorontalo Tahun 2013 Sampel Pengenceran Total Keterangan 10-1 10-2 10-3 (koloni/gram) TPH 1 256 82 63 8,2 x 10 3 TMS TPH 2 58 36 30 3,6 x 10 3 TMS TPH 3 134 37 21 3,7 x 10 3 TMS TPH 4 279 79 40 7,9 x 10 3 TMS TPH 5 117 67 0 1,2 x 10 3 TMS TPH 6 83 76 40 7,6 x 10 3 TMS TPH 7 372 118 3 7,4 x 10 3 TMS TPH 8 47 43 6 5,2 x 10 3 TMS TPH 9 59 30 21 5,9 x 10 3 TMS TPH 10 306 206 69 2,1 x 10 3 TMS Sumber : Hasil S.aureus 2013 Ket: TPH = Tempat Pemotongan Hewan TMS = Tidak Memenuhi Syarat Batas maksimum S.aureus pada produk makanan olahan daging sesuai SNI yaitu 1x10 2 koloni/gram. Berdasarkan Tabel 4.7 diatas, dapat dilihat bahwa setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37 C, dari 10 sampel daging sapi yang diperiksa seluruh sampel mengandung bakteri dan tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan batas cemaran bakteri pada bahan makanan khususnya daging sapi. 4.3 PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang Kualitas Daging Sapi pada Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo selanjutnya dilakukan pembahasan sesuai dengan variabel yang diteliti. 4.3.1 Kualitas fisik daging sapi Sampel daging sapi diambil pada 10 tempat pemotongan hewan yang tersebar di wilayah kota Gorontalo. Peneliti terlebih dahulu mengambil sampel daging yang lokasinya terjauh dengan laboratorium sehingga waktu pengambilan sampel berbedabeda namun di hari yang sama. Sampel tersebut di masukkan kedalam wadah yang sudah di sterilkan. Rata-rata sapi yang di potong pada tempat pemotongan hewan berjumlah satu sapi per hari. Untuk lokasi penjualan, ada beberapa tempat pemotongan yang menjual sapi di lokasi pemotongan itu sendiri dan ada pula yang setelah pemotongan dibawa ke pasar. Diambil daging sapi langsung dari tempat pemotongannya agar sampel masih dalam keadaan segar atau baru selesai proses penyembelihan dan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat karena daging masih belum banyak terkontaminasi dengan lingkungan luar. Berdasarkan penilaian 27 panelis hasil yang didapat warna daging, warna lemak dan marbling berbeda-beda karena sampel di ambil di 10 tempat yang berbeda dengan jarak yang berjauhan antara tempat pemotongan dengan laboratorium untuk pengujian. Sehingga waktu pengambilan sampel tidak pada saat yang sama walaupun

diambil dalam hari yang sama. Juga sampel daging yang diambil tidak pada bagian yang sama. 10 sampel daging tersebut kemudian di uji organoleptik oleh 27 responden/ panelis yang sudah di kumpulkan. Dari hasil penilaian keseluruhan untuk warna daging, warna lemak dan marbling hasilnya beragam, namun di tentukan dengan penilaian terbanyak responden. Pada Tempat Pemotongan Hewan 1, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah gelap, warna lemak putih dengan intensitas marbling sedang. Untuk Tempat Pemotongan hewan 2, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah terang, warna lemak putih dengan intensitas marbling sedikit. Untuk Tempat Pemotongan Hewan 3, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah gelap, warna lemak putih kekuningan dengan intensitas marbling sedang. Untuk Tempat Pemotongan Hewan 4, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah gelap, warna lemak putih dengan intensitas marbling sedang. Untuk Tempat Pemotongan Hewan 5, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah gelap, warna lemak putih dengan intensitas marbling sedikit. Untuk Tempat Pemotongan Hewan 6, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah terang, warna lemak kuning dengan intensitas marbling sedang. Untuk Tempat Pemotongan Hewan 7, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah terang, warna lemak kuning, dengan intensitas marbling sedikit. Untuk Tempat Pemotongan Hewan 8, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah terang, warna lemak kuning dengan intensitas marbling sedikit. Untuk Tempat Pemotongan

Hewan 9, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah gelap, warna lemak putih dengan intensitas marbling sedang. Sedangkan untuk Tempat Pemotongan Hewan 10, hasil yang didapat yaitu daging berwarna merah gelap, warna lemak kuning dengan intensitas marbling sedang. Faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), ph dan oksigen (Soeparno, 2005 dalam Ridwan). Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi pigmen dan mioglobin. Tipe molekul miogobin, dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam menentukan warna daging (Lawrie, 2003 dalam Ridwan). Kandungan pigmen dalam daging sapi muda lebih rendah sehingga warna daging lebih pucat. Pada umumnya makin bertambah umur ternak, konsentrasi mioglobin makin meningkat walaupun tidak konstan. Bertambahnya tingkat kedewasaan pada sapi akan menyebabkan perubahan warna daging dari merah muda menjadi merah gelap (Aberle et al., 2001 dalam Ridwan). Warna daging merupakan unsur utama untuk menentukan kualitas dan harga daging. Pada saat daging baru dipotong, pigmen myoglobin berwarna merah gelap sedangkan pada saat kontak dengan udara dimana oksigen membentuk oxymyoglobin yang menyebabkan warna merah terang, apabila daging kontak dengan udara dalam

waktu yang relatif lama, maka warna akan berubah menjadi cokelat karena terbentuknya metmyoglobin (Bolink et al., 1999 dalam Ridwan). Lemak marbling atau biasanya disebut lemak intramuskuler terdapat di dalam jaringan ikat perimiseal diantara fasikuli atau ikatan serabut otot. Lemak marbling termasuk faktor yang ikut menentukan kualitas karkas dan mempengaruhi warna daging (hue) menjadi lebih terang, tetapi tidak mempengaruhi mioglobin (Soeparno, 2005 dalam Ridwan). Menurut SNI 3932:2008 Mutu Karkas dan Daging Sapi, kondisi fisik daging sapi yang termasuk kategori baik yaitu memiliki warna daging merah terang, warna lemak putih dan intensitas marbling banyak. Dan dari keseluruhan sampel daging yang dinilai oleh responden, tidak ada sampel yang memenuhi semua kriteria tersebut. 4.3.2 Mikrobiologis daging sapi Pada pengujian ini peneliti melakukan pemeriksaan Total Plate Count, Coliform, dan S.aureus. Sampel daging diambil di lokasi pemotongan. Kondisi tempat pemotongan tidak berbentuk bangunan. Daging yang di jual digantung di tempat terbuka. Sehingga dengan cepat terkontaminasi dengan udara serta mempercepat pertumbuhan mikroba. Untuk pemeriksaan Total Plate Count, cara pengujian dengan menggunakan media NA (nutrient agar) yang dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah terisi sampel daging yang telah diencerkan kemudian di inkubasi selama 1x24 jam. Pemeriksaan TPC menggunakan duplo sehingga hasil yang didapat lebih akurat.

Perhitungan jumlah bakteri ditentukan dengan mengamati koloni yang berdiri sendiri di hitung 1 koloni, koloni yang berdempetan (bersusun seperti anggur) di hitung 1 koloni, koloni yang berjajar atau berderet dihitung 1 koloni serta koloni yang saling bersusun dihitung 1 koloni. Keseluruhan sampel daging sapi terdapat bakteri namun masih memenuhi syarat sesuai SNI 3932 tahun 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi yaitu 1x 10 6 koloni/gram. Untuk pemeriksaan bakteri Coliform, cara pengujian dengan menggunakan media LB (laktosa broth) yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diisi dengan sampel daging yang telah diencerkan. Indikator Coliform yaitu dengan adanya gelembung gas disekitar tabung durham dan terjadinya perubahan warna pada LB. Hasil yang diperoleh setelah inkubasi 1x24 jam yaitu keseluruhan memenuhi indikator tersebut sehingga menunjukkan adanya kandungan bakteri Coliform pada sampel daging sapi tersebut. Hasil yang didapat yaitu semua sampel daging Tempat Pemotongan Hewan melebihi batas maksimum Coliform sesuai SNI 3938 tahun 2008 tentang Mutu dan Karkas Daging Sapi yaitu 1x 10 2 koloni/gram. Untuk pemeriksaan bakteri Staphylococcus aureus pengujian menggunakan media MSA yang dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi sampel daging sapi yang telah diencerkan kemudian diinkubasi selama 1x24 jam. Cara menghitung koloni S.aureus yaitu dengan mengitung sama seperti perhitungan koloni pada umumnya namun indikatornya yaitu koloni yang berwarna kuning. Hasil yang diperoleh berdasarkan perhitungan tersebut, keseluruhan sampel daging sapi mengandung bakteri S.aureus dan melebihi batas maksimum bakteri

S.aureus sesuai sesuai SNI 3938 tahun 2008 tentang Mutu dan Karkas Daging Sapi yaitu 1x 10 2 koloni/gram. Untuk Tempat Pemotongan Hewan 1, hasil yang didapat TPC 9,6 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 8,2 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 2, hasil yang didapat TPC 6,9 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 3,6 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 3, hasil yang didapat TPC 8,8 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 3,7 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 4, hasil yang didapat TPC 5,4 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 7,9 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 5, hasil yang didapat TPC 2,6 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 1,2 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 6, hasil yang didapat TPC 1,2 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 7,6 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 7, hasil yang didapat TPC 1,6 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 7,4 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 8, hasil yang didapat TPC 0,2 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 5,2 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 9, hasil yang didapat TPC 0,3 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 5,9 x 10 3. Tempat Pemotongan Hewan 10, hasil yang didapat TPC 4,1 x 10 5, Coliform 2,4 x 10 3 dan Staphylococcus aureus 2,1 x 10 3. Daging yang sehat seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen kalaupun ada biasanya berupa mikroorganisme nonpatogen dan dalam jumlah yang sedikit. Kontaminasi mikroorganisme patogen atau perusak yang sangat penting

berasal dari luar ternak yang dipotong, yaitu selama pemotongan, penanganan dan proses pengolahan. Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, hal ini karena mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasi, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan mempunyai ph yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme yaitu 5,3-6,5 (Soeparno, 1994 dalam Takasari). Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari pekerja antara lain adalah salmonell, Shigella, Escherichia coli, Bacillus proteus, Staphillococcus albus dan Staphylococcus aureus (Lawrie, 1995 dalam Takasari). Menurut Lawrie (1995) mengatakan bahwa kontaminasi mikroba pada daging dapat terjadi pada saat hewan tersebut masih hidup sampai sewaktu akan dikonsumsi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah, kulit hewan, alat jeroan, air pencelupan, alat yang dipakai selama proses persiapan karkas, kotoran hewan, udara dan dari pekerja. Jumlah TPC masih memenuhi syarat karena daging di ambil langsung di tempat pemotongan dan baru selesai penyembelihan sehingga belum tercemar banyak bakteri. Sedangkan Coliform dan Staphylococcus aureus tidak memenuhi syarat karena walaupun daging diambil di tempat pemotongan, sanitasi tempat pemotongan

tersebut belum memenuhi syarat. sehingga mempercepat pertumbuhan bakteri tersebut. Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan terdiri atas bakteri pembusuk yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Jumlah bakteri pembusuk umumnya lebih dominan dibandingkan dengan bakteri patogen. Bakteri patogen merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan. Bakteri patogen dibedakan atas penyebab intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri patogen yang berkembang di dalam bahan makanan, dan penyebab infeksi yaitu bakteri yang menghasilkan racun di dalam saluran pencernaan (Fardiaz, 1992 dalam Takasari) Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia atau hewan. Dalam batas-batas tertentu kandungan mikroba pada bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan tersebut. Akan tetapi, apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat, maka bahan pangan akan rusak karenanya (Dwidjoseputro 2005 dalam Meilaty).