RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 11 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 1. Hemostasis (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Evaluasi hemostasis di laboratorium. b. Interpretasi hasil pemeriksaan komponen - komponen dalam hemostasis. Tujuan khusus : 1. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan cara mengevaluasi hemostasis lewat pengukuran/uji berbagai parameter yang lazim dilakukan di laboratorium. 2. Mahasiswa mampu menginterpretasi data hasil pemeriksaan di laboratorium. Metode : Kuliah dan diskusi Media : OHP Universitas Gadjah Mada 1
EVALUASI HEMOSTASIS DI LABORATORIUM I. Urutan evaluasi perdarahan A. Sebelum melakukan terapi, perlu skrining yang bisa meneguhkan adanya gangguan hemostasis, penggologngan mekanisme dan diagnosis. Prosedur sknining: 1. Bleeding time (BT) 2. Clotting time (CT) 3. Jumlah trombosit 4. Kadar fibninogen B. Diambil dari simpan plasma sitrat beku dengan cara sebagai berikut 1. Pakai tabung plastik, ambil 9 bagian darah segar dan tambahkan 1 bagian Na 3 - sitrat 3,8%, campur, sentnifus, pisahkan plasma, dan disimpan dalam keadaan beku. 2. Prosedur untuk plasma sitrat a. Thrombin time (T.T.) b. Partial thromboplastin time (PTT) c. Prothrombin time (Pro T) d. Specific factor analysis e. Platelet factor 3 test (PF3) C. Plasma kontrol berasal dari hewan normal hendaknya disuntikkan bersama-sama sampel dari pasien untuk laboratorium yang tidak biasa melakukan pemeriksaan rutin. II. Interpretasi data hemostasis A. Evaluasi jumlah dan fungsi trombosit. 1. Jumlah trombosit. a. Bila jumlahnya <100.000/µ1, ini merupakan indikasi trombositopenia. b. Perdarahan jarang teramat-i sampai jumlahnya <40.000 per µ1. c. Trombosit meningkat selama trombositosis aktif, kontraksi lien, perdarahan traumatik akut, perdarahan kronik, misalnya pada ancylostomi asi S. 2. Evaluasi trombosit pada preparat apus. a. Pemeriksaan preparat apus yang di warnai dapat sebagai pengganti penghitungan trombosit. b. Pemeriksaan dengan minyak emersi memper- lihatkan 3-4 trombosit/bidang oli emersi atau beberapa kelompok trombosit pada pemeriksaan dengan perbesaran lemah, dan rasio berkisar 1 trombosit per 20 eritrosit merupakan indikasi jumlah trombosit masih dalam batas normal. Universitas Gadjah Mada 2
c. Rata-rata ukuran trombosit meningkat, menunjukkan produksi yang meningkat. Adanya giant thrombocyte (trombosit raksasa) merupakan indikasi adanya stress trombosit. 3. Pemeriksaan preparat apus sumsum tulang terdapat megakariosit dapat membantu evaluasi kelainan trombosit. a. Pemeriksaan preparat apus terhadap megakariosit (pemeriksaan apus sumsum tulang) menunjukkan jumlah megakariosit normal atau meningkat (pada pasien yang mengalami trombositopenia), ini sebagai indikasi adanya peningkatan konsumsi atau destruksi trombosit jika sembuh, jumlah trombosit akan kembali normal. b. Megakariosit terlalu sedi kit atau tidak ada, tetapi jumlal, trombosit turun pada penderita trombositopenia, hal ini merupakan indikasi adanya penurunan produksi. Kesembuhan bisa tidak terjadi walaupun penyebab utamanya sudah hilang. 4. Fungsi trombosit dapat diuji dengan uji bleeding time; demikian juga pengujian terhadap jumlah trombosit 5. Jika serum tidak dapat antikoagulan), ini merupakan fungsi trombosit atau jumlah 6. Platelet factor 3 (PF3) test. a. Uji ini untuk mengetahui adanya anti thrombocyte antibody dalam serum. b. PF3 test positif, ini merupakan indikasi terhadap immunemediated thrombocytopenia. B. Bleeding Time (BT). 1. Mengukur lamanya perdarahan dengan cara insisi standar pada kulit yang berambut atau membrane mukosa (selaput lendir). 2. Bleeding time naik bisa terjadi pada gangguan hemostasis sebagai berikut: a) Trombositopenia b) Gangguan fungsi trombosit c) Gangguan dinsing pembuluh darah 3. Bleeding time normal terjadi pada keadaan sehat dan hemostasis berikut ini. a) Defisiensi atau hambatan faktor penjendal intrinsik (intrinsic clotting factors). b) Defisiensi atau hambatan faktor sistem gabungan. c) Defisiensi Factor VII extrinsic. C. Clotting (coagulation) time (CT). 1. Mengukur waktu pembentukan jendalan fibrin dalam darah tanpa antikoagulan in vitro. Beberapa prosedur dapat dipakai yaitu Lee-White, activated, dan coagulation-capillary tube, dan nilai normal bervariasi pada masing-masing metode tadi. Universitas Gadjah Mada 3
2. Clotting time naik dapat terjadi pada gangguan hemostasis berikut ini. a) Defisiensi atau hambatan tiap factor intrinsik. b) Defisiensi atau hambatan tiap faktor sistem gabungan. c) Hipofibrinogenemia (jika level <50 mg/dl). 3. Clotting time normal pada keadaan sehat dan beberapa gangguan hemostasis berikut ini. a) Trombositopenia b) Gangguan fungsi trombosit c) Gangguan dinding pembuluh darah. D. Partial thromboplastin time (PTT) 1. Mengukur waktu pembentukan jendalan fibrin (fibrin clot) pada plasma sitrat segar yang telah diberi ca ++ sesudah ditambah contact activator in vitro. 2. Hasil pemeriksaan PTT adalah sama bahkan lebih tepat dan pada clotting time. 3. Peningkatan PTT terjadi hanya apabfla defisiensi faktor sebesar kurang dari 30% normal. Misalnya pada hemophilia carrier dengan 40-60% factor VIII activity normal ----> tidak terdeteksi dengan PTT test. 4. PTT meningkat pada gangguan hemostasis berikut ini: a) Defisiensi setiap faktor intrinsik. b) Defisiensi setiap sistem faktor gabungan. c) Hipofibrinogenemia (<50 mg/dl). d) Hambatan pembentukan fibnin oleh pengobatan dengan heparin. Misal: plasma pasien dicampur dengan plasma normal (1:1), akan menghasilkan PTT normal jika gangguannya berupa defisiensi, tetapi PTT tetap tinggi jika gangguannya disebabkan oleh hambatan heparin. E. Prothrombin time (Pro T) 1. Waktu yang dipenlukan untuk pembentukan fibrin dalam plasma sitrat segar yang diberi Ca ++ lagi, sesudah ditambah dengan tissue tromboplastin in vitro. 2. Pro T meningkat pada gangguan hemostasis berikut ini: a) Defisiensi factor VII. b) Defisiensi setiap sistem faktor gabungan. c) Hipofibrinogenemia (level <50 mg/dl). d) Hambatan heparin (adanya terapi heparin). Universitas Gadjah Mada 4
F. Kadar fibrinogen 1. Hipofibrinogenemia, (kurang dan 100 mg/dl) akan tejadi gangguan hemostasis berikut ini: a) Fibrinolisis yang berlebihan. b) Defisiensi fibrinogen kongenital. 2. Hiperfibrinogenemia terjadi pada kasus keradangan, penyakit neoplasia dan dehidrasi (bersifat relatif). a) Perubahan tersebut paling konsisten pada sapi. b) Dehidrasi dapat menyebabkan kenaikan yang sedang dan dapat dibedakan dengan hiperfibrinogenemia sejati dengan menghitung raslo plasma protein (PP) dan fibrinogen (F) (PP/F). Misal: PP = 8,4 g/dl F = 600 mg/dl PP/F = 8,4 : 0,6 = 14 (1) PP/F >15, konsistensi dengan dehidrasi atau normal. (2) PP/F <10, kadar fibrinogen benar-benar meningkat. G. Thrombin time (TT) 1. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan jendalan fibrin dalam plasma sitrat segar yang telah diberi Ca lagi, sesudah ditambah trombin in vitro. 2. TT meningkat pada: a) Hipofibrinogenemia b) Hambatan polimerisasi fibrinogen. Misalnya, konsentrasi produk degradasi fibrin meningkat, heparinisasi. H. Konsentrasi produk degradasi fibrin. 1. Dapat diukur kualitatif dan kuantitatif. 2. Konsentrasi produk degradasi fibrin meningkat terjadi pada waktu fibrinolisis meningkat atau berlebihan. Universitas Gadjah Mada 5
Universitas Gadjah Mada 6