BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

Angka Insidensi T B Tahun 2011 (WHO, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas pada semua kelompok usia di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. karena menjadi penyebab kematian terbanyak dibanding dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Walaupun obatobatan anti tuberkulosis yang poten telah ditemukan sekian lama, tetapi hingga saat ini penyakit TB paru masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Munculnya pandemic HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan ini membuat terjadinya epidemik TB yang sulit ditangani (Depkes RI, 2008). Penanggulangan tuberkulosis di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat bermakna, ditandai dengan pencapaian target penemuan penderita TB dan turunnya peringkat TB Indonesia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2012, mencatat peringkat Indonesia menurun dari posisi tiga ke posisi empat dengan jumlah penderita TBC sebesar 321.000 orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2012 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Indonesia dan Pakistan (WHO, 2012). Target ke-6 Millennium Development Goals (MDGs) 2015 mempunyai tujuan mengendalikan dan menurunkan penyakit HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya termasuk penyakit TB paru. Berdasarkan laporan dari Kemenkes RI bahwa pada tahun 2011, target MDGs ke-6 dalam kegiatan pengendalian penyakit TB paru sebagian besar sudah tercapai, diantaranya angka penemuan kasus TB paru (case detection rate/cdr : 83,48%, target 70%) dan angka keberhasilan pengobatan TB paru (success rate/sr : 90,29%, target 85%) serta angka prevalensi TB paru sudah mendekati target (289/100.000 penduduk) dari target 221/100.000 penduduk (Kemenkes, 2012). 1

2 Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis tidak tepat, (2) pengobatan tidak adekuat, (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik HIV, (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri (self treatment), (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara berkembang karena jumlah anak berusia < 15 tahun adalah 40%-50% dari jumlah seluruh populasi (Kartasasmita, 2009). Penyakit tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di Indonesia dan dunia, namun kurang mendapat prioritas dalam penanggulangannya. Data surveilans dan epidemiologi TB pada anak juga jarang di dapat. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain sulitnya diagnosis TB anak, meningkatnya TB ekstra paru pada anak, tidak adanya standar baku definisi kasus dan prioritas yang kurang diberikan pada TB anak dibandingkan TB dewasa. Berbagai penelitian menunjukkan prevalensi TB anak tinggi, namun umumnya tanpa konfirmasi pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) positif. Salah satu indikator untuk menilai situasi TB paru di komunitas dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu indeks epidemiologi yang dipakai untuk evaluasi dan monitor keadaan tuberkulosis di suatu komunitas atau negara (Kartasasmita, 2009). Tuberkulosis paru anak merupakan aspek yang sering dilupakan dari epidemi TB. Penyakit TB paru anak merupakan bayang-bayang dari TB paru dewasa dan merupakan masalah kesehatan anak yang signifikan, tetapi dilalaikan karena biasanya hasil pemeriksaan BTA negatif dan dianggap berkontribusi kecil terhadap penyebaran TB paru di masyarakat (Donald et al., 2007). Pada anak komplikasi biasanya terjadi pada 5 tahun pertama setelah infeksi terutama 1 tahun pertama. Penyebaran limfohematogen menjadi TB milier atau meningitis TB atau efusi pleura biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. TB tulang dan sendi terbanyak terjadi dalam 3 tahun pertama. TB ginjal dan kulit terbanyak setelah 5 tahun dari infeksi primer (Setiawati et al., 2006)

3 Faktor risiko yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB BTA positif ), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif (Kartasasmita, 2009). Kabupaten Banyumas merupakan salah satu wilayah kabupaten di Jawa Tengah bagian barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 bahwa Kabupaten Banyumas menempati peringkat ke-4 jumlah penduduk terbanyak di Jawa Tengah dengan jumlah sebanyak 1.570.598 orang (BPS 2012). Penemuan penderita TB paru di kabupaten Banyumas tahun 2012 sebanyak 1.161 kasus case detection rate (CDR) sebesar 69,0% (target >70%) menempati urutan ke-10 kabupaten terbanyak di Jawa Tengah (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012). Penemuan penderita TB Paru anak tahun 2012 sebanyak 427 kasus dan tahun 2013 sebanyak 448 kasus dengan proporsi 14,1%. Case notification rate (CNR) tahun 2011 sebesar 176/100.000 penduduk, tahun 2012 sebesar 179/100.000 penduduk dan tahun 2013 sebesar 195/100.000 penduduk. CNR Nasional adalah sebesar 85/100.000 penduduk (Dinkes Kabupaten Banyumas, 2014). Penemuan penderita TB paru di Kabupaten Banyumas tahun 2010 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Peningkatan penemuan TB paru ini disamping dilaksanakan oleh puskesmas juga ditunjang penemuan penderita di rumah sakit pemerintah dan swasta yang ada di Kabupaten Banyumas serta klinik praktek swasta. Tahun 2013, jumlah Puskesmas yang melaksanakan Directly Observed Treatment Short-course Therapy ( DOTS) sebanyak 39 puskesmas (100%), rumah sakit sebanyak 12 rumah sakit (85,7%) dan klinik praktek swasta sebanyak 3 klinik (25%). Data tahun 2012 angka kesembuhan sebesar 89,95% dan pengobatan lengkap 93,43%. Target angka kesembuhan adalah >85% dan pengobatan lengkap >90% (Depkes 2010). Penemuan TB paru anak di Kabupaten Banyumas tahun 2010-2013 berkisar 400-500 kasus per tahun. Penemuan TB paru anak tahun 2013 sebesar

4 443 anak, dengan perincian anak umur <5 tahun sebanyak 209 anak dan anak umur 5-15 tahun sebanyak 234 anak. Penemuan penderita TB paru anak di Kabupaten Banyumas dilaksanakan dengan uji tuberkulin dengan mantoux test. Komplikasi TB paru anak biasanya terjadi pada 5 tahun pertama setelah infeksi terutama pada tahun pertama. Penyebaran limfohematogen menjadi TB milier atau meningitis TB atau efusi pleura biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. TB tulang dan sendi terbanyak terjadi dalam 3 tahun pertama. TB ginjal dan kulit terbanyak setelah 5 tahun dari infeksi primer (Setiawati et al., 2006). Sistem surveilans dapat mengidentifikasi faktor risiko kejadian TB paru dengan mengidentifikasi sebaran kasus TB paru hingga tingkat individu. Identifikasi lokasi penderita TB paru sampai tingkat lokasi individu sangat dimungkinkan karena dalam register TB terdapat alamat penderita yang dapat dipetakan menggunakan pendekatan Geographic Information System (GIS) atau sistem informasi geografis (SIG). Sistem ini dapat digunakan untuk menentukan distribusi geografis, variasi penyakit, prevalensi dan kejadian penyakit. Informasi tersebut sangat penting untuk menyusun strategi pemberantasan penyakit sehingga mampu memperkuat sistem surveilans epidemiologi (Johnson & Johnson 2001). Berdasarkan hasil penelitian Niha, (2011) ada empat clustering positif kasus TB paru BTA positip di Kabupaten Dili. Berdasarkan hasil penelitian Ruswanto, (2010) analisis spasial dapat menyimpulkan dan mengidentifikasi wilayah yang berpotensi tinggi untuk terjadinya penyakit tuberkulosis paru di Kabupaten Pekalongan. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru anak serta bagaimana sebaran spasialnya agar dapat diupayakan cara pencegahan dan pengendalian sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Banyumas.

5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah faktor risiko kejadian penyakit TB paru anak di Kabupaten Banyumas tahun 2014? 2. Bagaimanakah sebaran penderita TB paru anak di Kabupaten Banyumas tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor risiko dan sebaran spasial TB paru anak di Kabupaten Banyumas tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan lingkungan fisik rumah (kepadatan rumah, luas ventilasi, jenis lantai) dengan kejadian penyakit TB paru anak di Kabupaten Banyumas tahun 2014. b. Mengetahui hubungan status imunisasi dengan kejadian penyakit TB paru anak di Kabupaten Banyumas tahun 2014. c. Mengetahui sebaran spasial penyakit TB anak di Kabupaten Banyumas tahun 2014. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Bagi Peneliti a. Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan yang luas dalam pengendalian penyakit TB paru anak. b. Dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut tentang analisis spasial yang berhubungan dengan penyakit TB paru anak. 2. Bagi Masyarakat Sebagai bahan masukan kepada masyarakat dalam upaya kewaspadaan dini terhadap penularan penyakit TB paru anak sehingga masyarakat dapat

6 berperan aktif dalam mencegah dan menanggulangi penyakit TB paru anak serta upaya peningkatan kesehatan lingkungan. 3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan alternatif cara intervensi di dalam mengendalikan dan menanggulangi penyakit TB paru anak. E. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan tetapi berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Susilawati (2012), tesis tentang faktor risiko tuberkulosis paru BTA positif daerah dataran tinggi Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah rancangan penelitian, variabel bebas luas ventilasi, jenis lantai dan kontak serumah dengan penderita TB paru. Perbedaannya adalah penelitian sebelumnya tidak melakukan analisis spasial, variabel terikatnya adalah TB paru anak, variabel bebasnya tidak meneliti status imunisasi. 2. Satria, (2011), tesis faktor risiko dan distribusi spasial tuberkulosis paru BTA positif di Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2011. Persamaan dengan penelitian ini adalah rancangan penelitian dan menggunakan analsis spasial, variabel bebasnya kontak serumah dengan BTA positif, luas ventilasi dan kepadatan penghuni. Perbedaannya adalah varibel terikat TB paru anak, variabel bebas tidak melihat status imunisasi dan jenis lantai. 3. Djaya et al. (2009), jurnal tentang determinan upaya pengobatan tuberkulosis pada anak di bawah umur 15 tahun. Persamaannya adalah variabel terikat TB paru anak, variabel bebasnya adalah riwayat kontak penderita TB paru, riwayat imunisasi dan rumah sehat. Perbedaannya adalah rancangan penelitian dan tidak melakukan analisis sebaran spasial. 4. Karim et al. (2012), jurnal faktor risiko TB masa kanak-kanak kasus kontrol studi dari pedesaan Bangladesh. Persamaannya adalah rancangan penelitian,

7 variabel terikatnya adalah TB paru anak dan variabel bebasnya kepadatan rumah. Perbedaannya variabel terikat usia, komposisi keluarga serta tidak ada analisis sebaran spasial. 5. Nakaoka et al. (2006), penelitian tentang risiko tuberkulosis anak. Persamaannya adalah variabel terikat, variabel bebas riwayat kontak TB paru dewasa. Perbedaannya adalah rancangan penelitian dan tidak menggunakan analisis sebaran spasial.