BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian. dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lalat adalah salah satu jenis serangga, yang mendekomposisi komponen

BAB I PENDAHULUAN. Kematian merupakan hal yang pasti akan dialami. setiap makhluk hidup. Kematian menurut ilmu kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Ilmu forensik merupakan penerapan ilmu. pengetahuan tertentu yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian merupakan proses alamiah dan pasti. Penyebab kematian pada manusia sendiri sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kata kunci : genus, familia, instar, Lucilia, Calliphora, Sarcophaga

Paparan Morfin Dosis Letal pada Bangkai Tikus terhadap Pertumbuhan Larva Sarcophaga Sp.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi. yang berasal dari alam ataupun buatan yang pada dosis

ENTOMOLOGI FORENSIK. Oleh Maria Krishanta Manek : Rico Rotinggo : Roman Rolanda Mesada :

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti. kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ,

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PANJANG LARVA LALAT DENGAN LAMA WAKTU KEMATIAN TIKUS WISTAR YANG DIDISLOKASI TULANG LEHER DI SEMARANG

Perubahan Kecepatan Pertumbuhan Larva Lalat Chrysomya sp. pada Bangkai Tikus yang Mengandung Berbagai Kadar Morfin

Pengaruh Amitriptyline Dosis Lethal pada Bangkai Tikus Rattus Norvegicus strain Wistar terhadap Pertumbuhan Larva Musca Sp.

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Senjata tajam adalah hal yang tidak asing yang. digunakan dalam banyak kegiatan sehari-hari, seperti

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Sampai saat ini

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) kematian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

PREDIKSI LAMA KEMATIAN BERDASARKAN KEBERADAAN SERANGGA GENUS LUCILIA (CALLIPHORIDAE) PADA BANGKAI MENCIT (Mus musculus) DI LOKASI HUTAN MANGROVE

I. PENDAHULUAN. diperkirakan, pengendalian hama pun menjadi sulit dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. dalam investigasi forensik, meliputi blowflies, fleshflies, cheese skippers, hide and

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 50% dari jumlah korban sengatan listrik akan mengalami kematian. 1 Banyaknya

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh mempunyai nama latin Camellia sinensis. Teh merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja. terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat

III. METODE PENELITIAN. Desain Penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan mengalami kematian. Undang-Undang Republik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

I. PENDAHULUAN. dan keanekaragaman agroklimat. Keadaan tersebut menyebabkan hampir setiap

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk golongan tumbuhan. Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN GENUS LARVA LALAT PADA BANGKAI TIKUS WISTAR DILETAKAN DI DARAT, AIR TAWAR DAN AIR LAUT

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini meliputi ilmu kedokteran

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. industri tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Kanker kepala leher

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB IV METODE PENELITIAN

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

BAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan jaman. Oleh karena itu ilmu kedokteran forensik bermanfaat bagi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Data di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam komponen yang diantaranya merupakan zat-zat kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

GAMBARAN KECEPATAN PEMBUSUKAN HEWAN COBA DI DAERAH PESISIR PANTAI MANADO

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Otopsi merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk. mengetahui penyebab kematian jenazah.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian menurut World Health Organization (WHO) merupakan

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya akibat dari berhentinya suplai oksigen ke otak (Indriati, 2003). Penyebab kematian tidak wajar sering ditemukan di lingkungan sekitar kita seperti pembunuhan, pemerkosaan, overdosis obat, keracunan, bunuh diri, penganiayaan (Dicky et al., 2011) dan bencana alam (Prawestiningtyas dan Algozi, 2009). Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki iklim tropis. Beberapa daerah mempunyai curah hujan berlebih dan beberapa daerah lain mengalami kekeringan yang relatif sama sepanjang tahun. Cuaca tersebut optimal untuk pembusukan dan siklus kehidupan serangga tetapi cuaca ekstrim yang berkepanjangan bagi beberapa orang dapat membuat stres dan putus asa (Prawestiningtyas dan Algozi, 2009). Diperkirakan sebanyak 877.000 orang melakukan bunuh diri pada tahun 2002 (WHO, 2006). Pada tahun 2008 angka kematian akibat keracunan di Amerika Serikat 1

2 meningkat enam kali lipat dibanding tahun 1980, yaitu dari 6.100 menjadi 36.500 kematian karena keracunan (Warner et al., 2008). Di negara dengan pendapatan rendah dan sedang, pestisida lebih terjangkau dan sering digunakan sebagai metode meracuni diri sendiri. Kematian akibat menggunakan pestisida memberikan kontribusi 60-90% pada kasus bunuh diri di Cina, Malaysia, dan Sri Lanka. WHO memperkirakan ada peningkatan angka bunuh diri dengan menggunakan pestisida di berbagai negara Asia dan Amerika (WHO, 2006). Menurut hasil penelitian, insidensi keracunan di DIY sebesar 2,27% dari seluruh kematian pada tahun 1986 1990. Penyebab tersering insedensi keracunan yaitu bunuh diri, dan racun yang sering digunakan adalah insektisida rumah tangga yang berbahan aktif praletrin. Angka kematian tertinggi akibat keracunan berada di kabupaten Sleman (Mulia, 2015). Pada periode Januari 2001 sampai Desember 2002 jumlah pasien keracunan sebanyak 122 orang di salah satu Rumah Sakit di Yogyakarta. Kasus keracunan pestisida sebanyak 34 atau 28,8% dari seluruh kasus keracunan. Dari 34 kasus tersebut, 30 kasus atau 88,24% merupakan kasus bunuh diri, 1 kasus karena orang lain,

3 dan 3 kasus terjadi karena tidak disengaja (Nurlaila et al., 2005). Jenis pestisida yang digunakan pada kasus diatas diantaranya insektisida (76,47%), racun tikus (14,70%), pestisida cap kanap (2,94%), herbisida (2,94%), dan lain lain (2,94%). Golongan insektisida diantaranya transflutrin, d-aletrin, praletrin dan propoxur sebanyak 26 kasus (76,47%). Racun tikus yang digunakan golongan organoklorin yaitu dieldrin (Nurlaila et al., 2005). Pada tahun 1993 2013 angka kematian karena keracunan di RSUP Dr. Sardjito sebanyak 63 orang. Angka kematian akibat keracunan di Instalasi kedokteran Forensik RSUP Dr. Sarjito setiap tahunnya fluktuatif (Mulia, 2015). Post Mortem Interval (PMI) merupakan jarak antara waktu kematian sampai jenazah manusia atau hewan ditemukan (Goff, 1993). Pada kasus pembunuhan, penentuan lama waktu kematian penting untuk mengetahui alibi tersangka pada saat itu. Lama waktu kematian atau post mortem interval tidak dapat ditentukan secara absolut oleh ahli forensik, melainkan perkiraan yang mendekati kebenaran (Mayasari, 2008).

4 Data diatas telah menunjukkan peningkatan kematian terkait keracunan diberbagai negara di dunia. Banyak dari kematian ini ditemukan setelah jaringan tubuh mayat telah mengalami degradasi / membusuk dan menghilang sehingga menyulitkan penentuan perkiraan waktu kematian (post mortem interval), penyebab kematian dan beberapa barang bukti hilang (Kristanto et al., 2009). Dalam keadaan seperti ini tidak ada cukup jaringan untuk analisis toksikologi. Walaupun demikian, masih ada kemungkinan untuk mendeteksi berbagai racun melalui analisis serangga, larva maupun pupa yang hidup pada mayat (Jason et al., 2005). Tahapan pembusukan jaringan tubuh manusia akan menarik jenis serangga yang berbeda sehingga larva serangga tersebut dapat digunakan untuk perkiraan waktu kematian dan mengindikasikan adanya pemindahan mayat dari satu area ke area lain (Erwin et al., 2009). Adanya zat tertentu yang terdapat pada bangkai/mayat dapat mempengaruhi perkembangan serangga (Duke, 2002). Sejauh ini laporan entomologi forensik khususnya dari Yogyakarta, Indonesia belum ditemukan. Mengingat pentingnya data tentang larva serangga ini, maka penelitian ini perlu untuk dilakukan.

5 Dari data beberapa penelitian yang sudah dilakukan dalam bidang entomologi forensik di Indonesia, perlu dilakukan penelitian di DIY khususnya mengenai racun praletrin yang terdapat pada baygon terhadap perkembangan larva dalam kepentingannya untuk memperkirakan PMI (Laksmita et al., 2013; Mayasari, 2008; dicky et al., 2011; Rahmanet et al., 2010 ). B. Perumusan Masalah Pertanyaan penelitian yang timbul dari latar belakang yang sudah dijelaskan yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan tahap pembusukan pada bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol? 2. Apakah terdapat perbedaan urutan keberadaan larva lalat pada bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol? 3. Apakah terdapat perbedaan genus larva lalat yang hidup pada bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol? 4. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan dan perkembangan larva lalat pada bangkai tikus yang diberi paparan praletrin dan kontrol? 5. Bagaimana hubungan pertumbuhan larva lalat dengan perkiraan post mortem interval?

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Membandingkan tahap pembusukan bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol. 2. Membandingkan urutan keberadaan larva lalat pada bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol. 3. Membandingkan jenis lalat yang dapat hidup pada bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol. 4. Mengetahui pengaruh racun praletrin terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva lalat pada bangkai tikus. 5. Mengetahui hubungan pertumbuhan larva lalat dengan perkiraan post mortem interval.

7 D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian dalam bidang entomologi forensik yang sudah dilakukan di Indonesia diantaranya: Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti, tahun Tempat Desain Populasi Penelitian 1 Faizal et Malang al., 2011 2 Mayasari, 2008 Eksperimental laboratorium menggunakan racun morfin Larva lalat pada bangkai tikus Semarang Observasional Larva lalat pada bangkai tikus wistar jantan Hasil Pada media tumbuh yang dipapar morfin dosis letal menunjukkan hasil pertumbuhan larva baik panjang maupun berat lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pertumbuhan larva pada media tumbuh yang tidak terpapar morfin dosis letal dengan durasi pencapaian stadium lebih cepat. Panjang larva lalat pada bangkai yang didislokasi tulang lehernya memiliki korelasi yang tinggi dengan lama waktu kematian, hal ini dipengaruhi jugaoleh temperatur dan kelembaban sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut.

8 3 Laksmita et al., 2013 4 Rahman et al., 2010 Hutan mangrove Bali di daratan dan perairan Malang Eksperimental kohort Eksperimental laboratorium menggunakan racun amitriptyline Larva lalat pada bangkai mencit Larva lalat Musca sp. pada bangkai tikus Ditemukan ordo diptera familia calliphoridae genus lucilia. Siklus hidup larva di daratan lebih cepat dibandingkan dengan siklus larva di perairan. Keberadaan racun amitryptiline dalam media hidup larva lalat secara signifikan mempengaruhi panjang larva lalat pada larva stadium tiga dan pupa. Menurut hasil uji statistik yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berat yang signifikan.

9 Penelitian mengenai Pemeriksaan Larva Lalat pada Bangkai Tikus yang Terpapar Praletrin dalam Kepentingannya untuk Post Mortem Interval berdasarkan referensi yang didapat oleh penulis belum didapatkan penelitian serupa mengingat banyak faktor yang mempengaruhi penelitian ini seperti kondisi suhu lingkungan, kelembaban, air, intensitas cahaya, letak geografis suatu daerah dan kontaminan (Rahman et al., 2010; Kristanto, 2009; Dicky et al., 2011; Mayasari, 2008; Laksmita et al., 2013). Racun praletrin belum pernah digunakan untuk penelitian dalam bidang entomologi forensik. E. Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini antara lain: 1. Menambah referensi ilmu pengetahuan dalam bidang Entomology Forensik, maupun sebagai bahan kajian dalam mengembangkan penelitian lanjutan yang lebih relevan. 2. Mengembangkan kemampuan peneliti dalam riset bidang ilmu entomologi forensik, dan hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan penelitian selanjutnya. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat pemecahan masalah dalam bidang

10 kedokteran forensik terutama dalam mengusut kematian akibat racun praletrin.