PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG. Muhammad Luqman Akriyono 1), Sri Wahyuningsih 2) dan M. Nur Ihsan 2) 1) Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang 2) Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang Email: muhammadluqmanakri@gmail.com ABSTRACT The purpose of this research was conducted to evaluate reproductive performance of Ongolecrossbreed cattle andlimousin crossbreed inpadang, Lumajang Regency. The material used on this research were 50 heads of Limousin crossbreed cattle and 50 heads ofongole crossbreed cattle.the method used in this research was purposive sampling survey.the data were analyzed by t-test unpaired on Service per Conception (S/C), Days Open (DO), Calving Interval (CI).Conception Rate (CR) and Fertility Index (FI)were analyzed by descriptive.the results showed thats/c, DO, CR, CI and FI of Ongole crossbreed cattle were 1,42±0,70; 107,34±32,38days, 70%; 399,04±39,97 days;66,95and for Limousine crossbreed were 1,62±0,76; 107,34±32,38days, 52%; 416,04±44,09days;26,80, respectively. It was concluded that there was difference of reproductive performance between Ongole crossbreed cattle and Limousine crossbreed and reproductive performance of Ongole crossbreed cattle was better than Limousine crossbreed cattle. Keywords: Reproductive performance, Ongole crossbreed Cattle,Limousin crossbreed Cattle PENDAHULUAN Pembangunan sub sektor peternakan di Indonesia memiliki nilai strategis dalam peningkatan taraf hidup peternak, maka dari itu perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan yang lebih intensif dan terarah guna meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan terutama bagi masyarakat pedesaan yang umumnya masih mempunyai tingkat kesejahteraan yang relatif rendah. Kenyataan di lapang sebagian besar masyarakat pedesaan memelihara sapi potongnya secara tradisional sehingga menyebabkan produktivitas sapi potong rendah (Desinawati dan Isnaini, 2010). Permintaan daging sapi dari tahun ketahun terus meningkat. Tahun 2015 konsumsi daging di Indonesia sebanyak 653.980 ton yang dipasok dari ternak lokal sebanyak 64% dan 36% diimpor dari Negara lain (Anonimous, 2015). Populasi sapi potong di seluruh Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 15.419.716 ekor, kontribusi Provinsi Jawa Timur sebanyak 27,67% dari total populasi di Indonesia (BPS, 2015).Hal tersebut membuktikan bahwa masih kurang produksi daging di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menghasilkan sapi di dalam negeri, berbagai macam bangsa sapi potong telah diimpor baik berupa ternak hidup maupun dalam bentuk semen beku yakni dengan IB, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu genetik sapi potong di Indonesia (Susilawati, 2011). Parameter IB yang dapat dijadikan tolak ukur guna mengevaluasi efisiensi reproduksi sapi betina yaitu CR, DO, S/C, CI. Semua parameter tersebut merupakan evaluasi dari peranan teknologi IB yang diketahui dapat berpengaruh terhadap peningkatan populasi sapi potong yang nantinya mampu untuk meningkatkan produksi (Nuryadi dan Wahjuningsih, 2011). J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 77-81, 2017 77
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans reproduksi induk sapi PO dan PL di Kecamatan Padang Kabupaten Lumajang. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di peternakan rakyat sapi potong PO dan PL di Kecamatan Padang, Kabupaten Lumajang. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan mulai tanggal 10 November sampai 1 Desember 2016. Materi yang digunakan adalah sapi PO sebanyak 50 ekor dan sapi PL sebanyak 50 ekor yang diambil secara purposive sampling berdasarkan wilayah kerja inseminator yang bertempat di Kecamatan Padang, dengan kriteria induk sudah beranak lebih dari satu kali, S/C tidak lebih dari 3 dan tidak pernah mengalami gangguan reproduksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode survei lapang dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan setiap hari, mengukur lingkar dada dan wawancara langsung kepada peternak menggunakan kuisioner sebagai alat bantu pengambilan data. Data sekunder diperoleh dari catatan rekording yang dimiliki peternak maupun petugas inseminator. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi S/C, DO, CI, CR dan IF. S/C, DOdanCI kemudian dianalisis dengan menggunakan uji-t tidak berpasangan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data,sedangkan data CR dan IF dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Service per Conception (S/C) Service per Conception sapi PO dan PL dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan nilai S/C sapi PO dan PL. No Bangsa Rataan S/C (kali) 1 PO 1,42±0,70 2 PL 1,62±0,73 semen yang digunakan oleh petugas inseminator sudah memenuhi standar. Inseminator melakukan inseminasi pada sapi yang menunjukkan berahi seperti keluar cairan bening dari vulva, nafsu makan turun, bengak-bengok dan menaiki tempat pakan. Jainudeen dan Hafez (2008) menyatakan bahwa nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6-2,0 kali.ihsan dan Wahjuningsih (2011) menjelaskan ratarata angka S/C sapi PO sebesar 1,4 kali dan PL sebesar 1,36 kali. Hasil penelitian Nuryadi dan Wahjuningsih (2011) menunjukkan bahwa nilai S/C sapi PO dan sapi PL masing-masing adalah 1,28 kali dan 1,34 kali. Nilai S/C hasil penelitian masih dalam kisaran ideal. Tanda-tanda berahi yang diketahui peternak yakni keluar cairan bening dari vulva, bengak-bengok, nafsu makan turun, dan menaiki tempat pakan. Setelah mengetahui tanda-tanda berahi peternak langsung menghubungi petugas inseminator. Hal ini diperjelas oleh Ihsan (2010) bahwa selama estrus, sapi betina menjadi sangat tidak tenang, kurang nafsu makan. Mau menaiki dan mau dinaiki oleh sapi lainnya. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB diantaranya pengetahuan peternak, kualitas semen, kondisi ternak betina dan keterampilan inseminator. Petugas IB di wilayah kerja Kecamatan Padang sudah menginseminasi selama 17 tahun. Selain itu inseminator sudah memiliki sertifikat Surat Izin Melakukan Inseminasi (SIMI), Pemeriksaan Kebuntingan (PKB), dan Asisten Teknis Reproduksi (ATR). Semen beku yang digunakan setelah di thawing memiliki motilitas spermatozoa > 40%. S/C sapi PO cenderung lebih baik dari pada sapi PL. Nilai S/C menunjukkan bahwa kesuburan induk baik, karena J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 77-81, 2017 78
Days Open(DO) Days Open sapi PO dan PL dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan nilai DO sapi PO dan PL. No Bangsa Rataan DO (hari) 1 PO 107,34±32,38 a 2 PL 130,30±43,78 b Keterangan : Superskrip a-b yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01). Berdasarkan perhitungan statistik Tabel 2 menunjukkan DO sapi PO lebih baik dari pada sapi PL. DO hasil penelitian sapi PO sudah baik tetapi pada sapi PL kurang baik karena nilai hari kosong yang ideal 85-115 hari (Attabany dkk, 2011). Ihsan dan Wahyuningsih (2011) menyebutkan nilai DO sapi PO paritas 2 dan paritas 3 masing-masing 125,28 dan 123,93 hari. Pada sapi PL nilai DO pada paritas 2 dan paritas 3 yakni 114,77 dan 114,00 hari. DO yang panjang disebabkan peternak tidak mengawinkan sapinya pada saat estrus pertama setelah beranak dikarenakan pedet belum disapih, lama penyapihan 3 bulan akan mempengaruhi DO yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan peternak berpendapat bahwa induk yang kawin pada estrus pertama setelah beranak tidak bunting. Pendapat peternak tentang hal tersebut masih salah karena pada saat berahi kemudian terjadi ovulasi dan dilakukan IB maka ternak tersebut bisa terjadi kebuntingan. Sapi berahi pada saat musim paceklik sebagian peternak memilih menunda perkaninan. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilawati dan Affandy (2004) bahwa DO yang panjang disebabkan oleh anaknya tidak disapih sehingga munculnya berahi pertama post partum menjadi lama, peternak mengawinkan induknya setelah beranak dalam jangka waktu yang lama sehingga DO menjadi panjang, tingginya kegagalan IB sehingga S/C nya menjadi tinggi dan umur pertama kali dikawinkan lambat. Jaenudeen dan Hafez (2008) berpendapat bahwa lama kosong dapat diperkecil dengan meningkatkan efisiensi deteksi berahi, dengan cara mengawinkan sapi antara 55-58 hari setelah melahirkan. Peternak diharapkan memperpendek waktu penyapihan dan tidak menunda perkawinan. Calving Interval (CI) Calving Intervalsapi PO dan PL dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan nilai CI sapi PO dan PL. No Bangsa Rataan CI (hari) 1 PO 399,04±39,97 a 2 PL 416,04±44,09 b Keterangan : Superskrip a-b yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01). Hasil statistik nilai CI sapi PO lebih baik dari pada sapi PL. Nilai CI lebih rendah dibandingkan penelitian Nuryadi dan Wahjuningsih (2011) bahwa nilai rataan CI sapi PO dan PL masing-masing 414,97 dan 433,67 hari.ci yang normal adalah 367 hari (Drennan and Berry, 2006). Idealnya jarak beranak sapi adalah 12 bulan, 9 bulan masa bunting dan 3 bulan masa menyusui (Iswoyo dan Widiyaningrum, 2008). Nilai CI hasil penelitian tidak ideal. Nilai CI dipengaruhi oleh lama bunting, umur penyapihan, dan jarak kawin kembali setelah beranak oleh. Nilai S/C dan DO semakin besar maka nilai CI semakin besar. Peternak sering menunda perkawinan karena pedet belum di sapih sehingga lama CI semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasehung, dkk (2016) bahwa nilai CI dipengaruhi oleh lama kebuntingan dan S/C, munculnya berahi pertama setelah beranak dan waktu kawin setelah beranak. Kebuntingan pada induk berada pada rentangan 284-291 hari. Peternak umumnya mengawinkan kembali induk sapi pada berahi ke-2 atau berahi ke- 3 (1,5-3 bulan) setelah beranak. Hartatik, dkk (2009) juga sependapat bahwa tingginya nilai S/C menyebabkan nilai CI semakin tinggi. Peternak diharapkan mengawinkan induk sapi pada berahi pertama setelah beranak. J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 77-81, 2017 79
Conception Rate (CR) Conception Rate (CR) adalah jumlah ternak yang bunting pada inseminasi pertama. Presentase nilai CR hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Presentase nilai CR sapi PO dan PL. No Bangsa Rataan CR 1 PO 70 % 2 PL 52 % Hasil perhitungan deskriptif CR sapi PO lebih tinggi dari pada sapi PL. Nilai ini lebih renda jika dibandingkan dengan penelitian Nuryadi dan Wahjuningsih (2011) bahwa di Kabupaten Malang nilai CR sapi PO 75,34 % dan sapi PL 66%. Nilai CR penelitian ini dipengaruhi oleh nilai rata-rata S/C, semakin rendah nilai S/C maka nilai CR semakin tinggi. Ihsan dan Wahjuningsih (2011) menyatakan apabila angka konsepsi berkisar 65% dan nilai S/C di bawah 1,5 kali maka tingkat keterampilan inseminator baik. Tingginya nilai CR yang diperoleh tidak terlepas dari rata-rata pemberian kandungan nutrisi pada pakan setiap harinya oleh peternak yang mencukupi kebutuhan ternak. Peternak diharapkan memberi pakan tambahan setelah beranak. Hasil nilai CR dipengaruhi oleh keterampilan inseminator, kondisi ternak betina, pengetahuan peternak dan kualitas semen. Rizal dan Herdis (2008) menjelaskan bahwa angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosa dokter hewan atau orang yang terampil. Besarnya angka konsepsi ditentukan oleh kesuburan betina, kesuburan pejantan, teknik inseminasi dan keterampilan inseminator. Indeks Fertilitas (IF) Penampilan reproduksi ternak dapat diukur berdasarkan IF yang dihitung berdasarkan tiga variabel yaitu CR, S/C dan DO. Nilai IF hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai IF sapi PO dan PL. No Bangsa Rataan IF 1 PO 66,96 2 PL 26,80 Hasil penelitian menunjukkan nilai IF sapi PO lebih tinggi dari pada sapi PL. Nilai IF lebih baik dari penelitian Ihsan (2010) bahwa pada sapi PO lebih baik dari pada keturunannya dengan Limousin, dengan hasil masing-masing 50.09 dan 24.95. IF ditentukan oleh besarancr, S/C dando. Sapi PO memiliki penampilan reproduksi lebih baik. Nilai IF pada sapi PO, persilangan Limousin, dan persilangan Simental pada paritas 2 masing-masing 45,27, 46,27 dan 51,11, sedangkan pada paritas 3 masingmasing 47,21, 47,79 dan 57,01. Nilai tersebut masih tergolong rendah sampai sedang yaitu dibawah angka normal 60 (Ihsan dan Wahjuningsih, 2011). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa performan reproduksi sapi PO lebih baik dari pada sapi PL. Nilai S/C PO (1,42±0,70 kali) dan S/C PL (1,62±0,73 kali), DO PO (107,34±32,38 hari) dan PL (130,3±43,78 hari), CI PO (399,04±39,97 hari) dan PL (416,04±44,09 hari), CR PO (70%) dan PL (52%), IF PO (66,96) dan PL (26,80). Saran Diharapkan ada perbaikan manajemen pemeliharaan oleh peternak, yakni memperpendek waktu penyapihan pedet yaitu 40 hari setelah melahirkan dan tidak menunda perkawinan.diupayakan peternak memberi pakan tambahan sapi setelah melahirkan. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2015. Outlook komoditas pertanian sub sektor peternakan daging sapi.http://epublikasi.setjen.per tanian.go.id/. Diakses tanggal 14 Februari 2017. J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 77-81, 2017 80
Attabany, A., B. P. Purwanto., T. Toharmat dan A. Anggraeni. 2011. Hubungan Masa Kosong Dengan Produktifitas Pada Sapi Perah Friesian Holstein Di Baturaden, Indonesia. Media Peternakan. 34(2):77-82. BPS. 2015. Populasi Sapi Potong Menurut Prpvinsi. Badan Pusat Statistik. www.bps.go.id. Diakses tanggal 14 Februari 2017. Desinawati, N dan N. Isnaini. 2010. Penampilan Reproduksi Sapi Peranakan Simmental Di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Jurnal Ternak Tropika. 11(2):41-47. Drennan, M.J and D.P. Berry. 2006. Factor Affecting Body Condition Score, Live Weight And Reproductive Pervormance In Spring- Calving Suckler Cows. Irish Journal of Agricultural and food research. 45(1):25-38. Hartatik, T.D.A., Mahardika., T.S.M. Widi dan E. Baliarti. 2009. Karakteristik Dan Kinerja Induk Sapi Silangan Limousin- Madura Dan Madura Di Kabupaten Sumenep dan Pamekasan. Buletin Peternakan. 33(3):143-147. Ihsan, M.N dan S. Wahjuningsih. 2011.Penampilan Reproduksi Sapi Potong di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Ternak Tropika. 12(2):76-80. Ihsan, M.N. 2010. Indek Fertilitas Sapi PO Dan Persilangannya Dengan Limousin. Jurnal Ternak Tropika. 11(2):82-87. Iswoyo dan P. Widiyaningrum. 2008. Performans Reproduksi Sapi Peranakan Simmental (Psm) Hasil Inseminasi Buatan di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Jurnal Ilmiah Ilmu- Ilmu Peternakan. 11(3):125-133. Jainudeen, M and E.S.E. Hafez. 2008. Cattle And Buffalo Reproductive Cycle Reproduction In Farm Animal. 7 th Edition. Edited by E.S.E.Hafez Lippincott williams and Wilkins. USA:159:171. Kasehung, J., U. Paputungan., S. Adiani dan J. Paath. 2016. Performans Reproduksi Induk Sapi Lokal Peranakan Ongole Yang Dikawinkan Dengan Teknik Inseminasi Buatan Di Kecamatan Tompaso Barat Kabupaten Minahasa. Jurnal Zootek. 36(1):167 173. Nuryadi dan S. Wahjuningsih. 2011. Penampilan Reproduksi Sapi Peranakan Ongole Dan Peranakan Limousin Di Kabupaten Malang. J. Ternak Tropika. 12(1):76-81. Rizal, M dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan Pada Domba. Rineka Cipta: Jakarta. Susilawati, T. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Dengan Kualitas Dan Deposisi Semen Yang Berbeda Pada Sapi Peranakan Ongole. Jurnal Ternak Tropika. 12(2):15-24. Susilawati, T dan L. Affandy. 2004. Tantangan Dan Peluang Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Melalui Teknologi Reproduksi. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 77-81, 2017 81