JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 11 (2013) Copyright 2013

dokumen-dokumen yang mirip
: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Hubungan

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Di- Lamp :- I{al : Tanggapan Aparat dan Masyarakat Kampung Muara ponak Terkait Klaim Lahan Dalarn Lokasi Usaha pt. BSMJ

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

George Leonard Lalamentik Hukum Agraria ABSTRAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

SILANG SENGKARUT PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

Yang Mulia Ketua dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi ; Para Pemohon dan Termohon serta hadirin persidangan yang saya hormati.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan dapat ditarik. Hukum Adat Kecamatan Jerebu u Kabupaten Ngada.

FORMAT PERMOHONAN HAK GUNA USAHA

ARTICLE PELEPASAN HAK ATAS TANAH DALAM PEMBANGUNAN JALAN MALALAK KABUPATEN AGAM. (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan Jalan Malalak

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Pelaksanaan tugas dan fungsi Kanwil-BPN Provinsi Kalimantan

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2000

BAB V PENUTUP. dengan masyarakat Desa Waepana melalui mediasi adalah sebagai berikut,

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

Republik Indonesia. 1985, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, Jakarta Republik Indonesia. 1965, Peraturan Menteri Agraria No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2011

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS BERALIHNYA LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN.

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016. Kata kunci: Pengadaan tanah, pembangunan, kepentingan umum

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

TERHAMBATNYA PROSES JUAL BELI KARENA TIDAK JELASNYA TANDA BATAS HAK MILIK ATAS TANAH DI KABUPATEN GROBOGAN

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 120 TAHUN 2010 T E N T A N G

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

Disampaikan Kepada Complaint Panel RSPO dan Para Pihak Terkait Di RILO - Jakarta, tgl 25 Juni 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR,

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN IZIN LOKASI

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 7 (2014) Copyright 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYERAHAN ASET BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN FAKFAK

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. memberikan angin segar bagi masyarakat publik. Dalam peraturan tersebut

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Transkripsi:

JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 11 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2013 SENGKETA TANAH PERKEBUNAN PT. MUNTE WANIQ JAYA PERKASA DENGAN MASYARAKAT KAMPUNG MUARA TAE KECAMATAN JEMPANG KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Abstrak Masrani 1 (petinggimuaratae@gmail.com) Haris Retno Susmiyati 2 Masrani, 06.55298.00924.11, Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Agraria, Sengketa Tanah Perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa Dengan Masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. Di bawah bimbingan Ibu Haris Retno Susmiyati, SH., selaku Dosen Pembimbing I dan Wiwik Harjanti, S.H.,LL.M selaku Dosen Pembimbing II. Permasalahan yang akan penulis kemukakan dalam penlitian dan penulisan skripsi adalah Bagaimana terjadinya sengketa tanah, Faktor-faktor apa aja yang mempengaruhi terjadinya tanah, dan bagaimana upaya penyelesaian tanah perkebunan tersebut. Penelitian dan penulisan dalam pembahasan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui Bagaimana sengketa, Faktor-Faktor Mempengaruhi Terjadinya Sengketa dan juga Upaya Penyelesaian Sengketa tanah tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, jenis penelitian yang digunakan dalan penelitian hukum emperis (Emeperical Law Research). Sehingga penelitian dilakukan dengan metode penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa sengketa tanah tersebut jerjadi antara warga masyarakat Kampung Muara Tae dengan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa kerena adanya pembebasan tanah milik masyarakat muara tae seluas 638 Ha. oleh warga Kampung Muara Ponak kepada PT. Munte Waniq Jaya Perkasa. Masyarakat Muara Tae keberatan dan menolak kehadiran PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dan menuntut pengembalian tanah yang sudah dibebaskan oleh warga Muara Ponak tersebut. Faktor yang mempengaruhi terjadinya sengketa tersebut adalah karena tidak adanya koordinasi dan konsolidasi dalam penerbitan ijin lokasi PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dan karena adanya tumpang tindih pengklaiman hak milik atas tanah antara warga muara tae dengan warga muara ponak setelah terbit ijin lokasi PT. Munte Waniq Jaya Perkasa tahun 2007. 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11 Upaya yang bisa dilakukan untuk menyelsaikan sengketa tersebut menurut penulis adalah melalui cara non litigasi berupa mediasi oleh pihak yang independen. Salah satu adalah melalui BPN untuk mengadakan gelar kasus sesuai dengan peraturan kepala Badan pertanahan nasional nomor 3 tahun 2011 tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Upaya litigasi adalah upaya terakhir apabila uapay melalui cara non litigasi tidak bisa menyelsaian sengketa. Kata Kunci : Sengketa, Tanah, Faktor, Penyelesaian, Perkebunan, Hak Milik, Masyarakat. 2

Sengketa Tanah Perkebunan (Masrani ) Pendahuluan Didalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan ayat (1) menyebutkan bahwa Dalam rangka penyelenggaraan usaha perkebunan, kepada pelaku usaha sesuai dengan kepentingannya dapat diberikan hak atas tanah yang diperlukan untuk usaha perkebunan berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak pakai sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan didalam ayat (2) menyebutkan bahwa Dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat yang menurut kenyataanya masih ada, mendahului pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon hak wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat dan warga pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Izin Lokasi, menerangkan Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Lokasi diatur dalam Pasal 8 sebagai berikut : ayat (1) Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang berlaku. Ayat (2) Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi sesuai ketentuan pada ayat (1), maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah yang bersangkutan tidak 3

Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11 berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkantanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku,serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain. Pada kenyataannya penggunaan tanah perkebunan ini tidak jarang menimbulkan beberapa permasatanah. Penggunaan tanah sebagai tanah perkebunan seringkali dianggap kurang bijaksana dan kurang mempertimbangakan hak masyarakat. Berbagai permasatanah yang sering muncul dalam pengusahaan perkebunan adalah wilayah perkebunan yang berada di dalam kawasan hutan, perkebunan, Taman Nasional, kawasan transmigrasi, pertanian, dan di atas hak atas tanah masyarakat. Salah satu perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia adalah PT. Munte Waniq Jaya Perkasa yang bekerja di bidang perkebunan kelapa sawit. Luas Ijin yang dimiliki mencapai 11.500 Ha. Dalam ijin lokasi PT. Munte Waniq Jaya Perkasa wilayah perkebunan meliputi Kampung Kenyanyan, Muara Ponaq, Rikokng, dan Kampung Kiyak Kecamatan Siluq Ngurai. Namun kenyataannya dilapangan sebagian luas wilayah perkebunan yang dimiliki oleh PT. Munte Waniq Jaya Perkasa masuk dalam wilayah Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. PT. Munte Waniq Jaya Perkasa mulai melakukan penggusuran tanah (land clearing) di Kampung Muara Tae pada tanggal 23 Oktober 2011. Penggusuran tanah tersebut tidak berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat 4

Sengketa Tanah Perkebunan (Masrani ) Kampung Muara Tae selaku pemilik tanah. Bahkan masuknya PT. Munte Waniq Jaya Perkasa di Wilayah Kampung Muara Tae baru diketahui ketika adanya penggusuran pada tanggal 23 Oktober 2011. Sehingga dari uraian diatas, penulis akan membahas dalam sebuah skripsi dengan mengangkat judul : Sengketa Tanah Perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa Dengan Masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, maka permasatanah-permasatanah yang hendak dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana terjadinya sengketa tanah perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur? 2. Faktor-faktor apa aaja yang mempengaruhi terjadinya tanah perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur? 3. Bagaimana upaya penyelesaian tanah perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah teruraikan sebelumnya, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Bagaimana sengketa terjadinya tanah perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. 2. Untuk mengetahui Faktor- 5

Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11 Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Terjadinya Sengketa tanah perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. 3. Untuk mengetahui Upaya Penyelesaian Sengketa tanah perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. Pembahasan Berdasarkan penelitian diketahui bahwa sejarah warga masyarakat Kampung Muara Tae Sebelum berdiri Dusun Muara Tae menjadi Kampung, masyarakat Kampung Muara Tae merupakan komunitas lokal yang bertempat tinggal di Lamin Mancong, dengan sebutan Dayak Benuaq dan sebutan sub suku yaitu Dayak Benuaq Ohokng Sanggokng karena berasal dari Lamin Sanggokng yang hidup secara turun menurun.sesuai dengan adat istiadat dan sejarah, batas alam atau air menitis berupa hulu sungai dan pematang gunung untuk batas dengan kampung yang berlainan sungai. Dan apabila masih satu sungai batasnya berupa batang sungai dan pematang gunung. Sejarah Penguasaan Tanah oleh Masyarakat Kampung Muara Tae sudah dilakukan sejak jaman lamin Sanggokng dalam bentuk hak ulayat. Tata susunan dan hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum adat adalah sebagai berikut : 3 1. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, sebagai hak penguasaan yang tertinggi, beraspek hukum keperdataan dan hukum publik. 2. Hak Kepada Adat dan Tetua Adat, yang bersumber pada hak ulayat, dan beraspek hukum publik 3 Boedi harsono, Op. Cit., hal. 183 6

Sengketa Tanah Perkebunan (Masrani ) semata. 3. Hak-Hak atas Tanah, sebagai hak individual, yang secara langsung atau tidak langsung bersumber pada hak ulayat dan beraspek hukum keperdataan. Antara hak ulayat dan hak perorangan selalu ada hubungan timbal balik. Makin banyak usaha yang dilakukan seseorang di atas suatu bidang tanah, makin eratlah hubungannya dengan tanah yang bersangkutan dan makin kuat pula haknya atas tanah tersebut. 4 Penguasaan tanah pada masa Lamin Sanggokng bersifat komunal atau milik bersama, atau bisa disebut sebagai hak ulayat lamin Sanggokng. Dimana tanah-tanah dalam wilayah Lamin Sanggongk di sepanjang sungai Nayan adalah milik bersama semua warga Lamin Sanggokng. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat Kampung Muara Tae, tanah-tanah bersama atau hak ulayat tersebut sedikit-demisedikit dikelola dan dikuasai oleh warga secara individual untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi dan keluarga. Masyarakat Kampung Muara Tae menguasai tanah ulayat dengan berladang secara gilir balik dan di atas bekas ladang dibuat kebun buah-buahan, rotan, karet dan tanaman keras lainnya. Salah satu daerah perladangan masyarakat Kampung Muara Tae adalah daerah sungai Nayan Bekok anak Sungai Nayan yang mengalir ke Kampung Muara Tae. Yang menurut batas alam sejak jaman Lamin Sanggokng daerah tersebut masuk dalam wilayah Kampung Muara Tae. Selama masyarakat Kampung Muara Tae berladang dan berkebun di daerah tersebut secara individual, tidak pernah ada sengketa atau klaim dari kampung tetangga yang menyatakan bahwa daerah tersebut bukan wilayah Kampung 4 Soebekti-Tamara, Kumpulan Putusan Mahkamah Agung, Gunung Agung, Jakarta, 1961, Hal. 222 7

Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11 Muara Tae atau masuk kampung lain. Dan tidak pernah ada yang mengakui bahwa daerah tersebut adalah hak warisan pihak tertentu. Bagi masyarakat Kampung Muara Tae, kebun-kebun yang telah mereka buat atau disebut Simpukng adalah bukti fisik/bukti lapangan bahwa tanah tersebut adalah milik mereka secara pribadi atau individual. Dengan demikian saat ini hak-hak atas tanah yang masih ada di wilayah Kampung Muara Tae adalah Hak-Hak atas Tanah, sebagai hak individual, yang secara langsung atau tidak langsung bersumber pada hak ulayat dan beraspek hukum keperdataan. Terjadinya sengketa tanah perkebunan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan masyarakat Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur karena PT. Munte Waniq Jaya Perkasa menggusur tanah warga masyarakat Muara Tae tanpa sepakat. Bagi masyarakat Kampung Muara Tae tindakan penggusuran tersebut adalah tindakan penyerobotan karena sudah jelas tanah tersebut dikelola oleh masyarakat Kampung Muara Tae sejak turun temurun. Masyarakat Kampung Muara Tae sampai sekarang tetap menolak PT. Waniq Jaya Perkasa. Dan menuntut PT. Munte Waniq Jaya Perkasa agar mengembalikan semua tanah masyarakat Kampung Muara Tae baik yang sudah ditanam maupun yang belum ditanam serta yang belum digusur oleh PT. Munte Waniq Jaya Perkasa. Dan Membayar denda atas kerusakan tanam tumbuh akibat penggusuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Sengketa tanah tersebut menurut hasil penelitian ada dua faktor. Pertama karena tidak adanya konsultasi dan Koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat dengan 8

Sengketa Tanah Perkebunan (Masrani ) Masyarakat Kampung Muara Tae dalam penerbitan ijin lokasi PT. Munte Waniq Jaya Perkasa. Salah satu asas penyelenggaraan perkebunan diterangan dalam Undangundang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan pasal 2 adalah asas keterbukaan, yaitu bahwa penyelenggaraan perkebunan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Izin Lokasi telah menjelaskan Dalam Pasal 6 bahwa Ayat 2 bahwa Surat keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antarinstansi terkait, yang dipimpin oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta,atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya. Dan dalam ayat (4) menegaskan bahwa Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai konsultasi dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon. Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi empat aspek sebagai berikut a. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut. B. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemui; c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data social dan lingkungan yang diperlukan. d. Peran serta 9

Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11 masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan Izin Lokasi. Faktor kedua adalah Terjadi tumpang tindis klaim Hak Atas Tanah antara warga Masyarakat Kampung Muara Tae dan warga Masyarakat Kampung Muara Ponak. Dari hasil penelitian, warga masyarakat Kampung Muara Ponak baru mengklaim hak atas tanah diatas tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat Kampung Muara Tae setelah adanya Ijin Lokasi PT. Munte Waniq Jaya Perkasa. PT. Munte Waniq Jaya Perkasa masuk di Wilayah Kutai Barat berdasarkan Keputusan Bupati Kutai Barat Nomor 525.26/K.1073/2007 Tertanggal 19 Desember 2007. Luas ijin yang diberikan ±11.500 Ha. Di dalam Peta Ijin Lokasi tersebut PT. Munte Waniq Jaya Perkasa masuk dalam wilayah Kecamatan Siluq Ngurai tepatnya yaitu di dalam wilayah Kampung Muara Ponaq, Kampung Rikong, Kampung Kiyak dan Kampung Kenyanyan. Pada kenyataannya di lapangan, beberapa bagian wilayah Ijin Lokasi perusahaan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa masuk dalam wilayah Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang. Berdasarkan sejarah batas yang disepakati sejak turun-temurun sebagaimana yang dipetakan dalam Peta Partisipatif yang dibuat oleh Pemerintah Kampung Muara Tae tahun 2011, ternyata garis batas wilayah Kampung Muara Tae dan Kampung Muara Ponak di dalam Peta Lokasi tersebut telah bergeser ke dalam wilayah Kampung Muara Tae. Luas pergeseran tersebut seluas 638 Hektar. Setelah adanya pergeseran batas wilayah Kampung tersebut, maka tanah-tanah yang selama ini telah dikuasai oleh warga masyarakat Kampung Muara Tae diklaim oleh warga Kampung Muara Ponak sebagai hak waris mereka. 10

Sengketa Tanah Perkebunan (Masrani ) Didalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan ayat (2) menyebutkan bahwa Dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat yang menurut kenyataanya masih ada, mendahului pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon hak wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat dan warga pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya. Berdasarkan pengklaiman tersebut maka dilakukan pembebasan tanah kepada PT. Munte Waniq Jaya Perkasa untuk mendapatkan imbalan sebagaimana diterangkan dalam pasal 9 ayat 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Penyelesaian sengketa tanah dapat ditempuh melalui secara litigasi atau melalui lembaga peradilan dan non litigasi atau melalui cara di luar lembaga peradilan. Penyelesaian sengketa tanah secara litigasi telah ditempuh dengan membuat Laporan ke Polda Kalimatan Timur Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/K/06/I/2012/POLDA KALTIM/SPKT, tertanggal 9 Januari 2012, Petinggi Kampung Muara Tae melaporkan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dan warga Kampung Muara Ponak atas nama sdr. Giarto, Jerki, Mangging, dan Namur dengan dugaan penyerobotan tanah milik warga masyarakat Kampung Muara Tae. Kemudian laporan tersebut dilimpahkan ke Polres Kutai Barat untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan surat Nomor : RES.1.2./295/I/2012/Direskrimum, tanggal 13 Januari 2013. 11

Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11 Proses penyelidikan di Polres Kutai Barat berhenti sampai pada proses pemanggilan saksi pelapor dari Muara Tae yaitu para pemilik tanah yang digusur oleh PT. Munte Waniq Jaya Perkasa. Menurut pihak Polres Kutai Barat bahwa mereka kesulitan untuk melanjutkan proses karena masing-masing pihak baik warga Muara Tae maupun warga Muara Ponak sama-sama tidak mempunyai bukti kepemilikan tanah yang sah menurut hukum yang berlaku berupa surat bukti kepemilikan tanah. Maka oleh sebab itu mereka sarankan agar ditempuh melalui jalur hukum perdata. Penyelesaian sengketa melalui Badan Pertanahan Nasional diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Penyelesaian sengketa melalui BPN dilakukan melalui proses gelar kasus. Dalam pasal 1 angka 5 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan mengenai penyelenggaraan gelar kasus berbunyi : Gelar kasus pertanahan yang selanjutnya disingkat gelar kasus adalah mekanisme kelembagaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian sengketa pertanahan. Gelar penanganan dan/atau penyelesaian kasus pertanahan meliputi : Gelar kasus internal, Gelar kasus eksternal,gelar mediasi, dan Gelar istimewa. Langkah-langkah penanganan sengketa dijelaskan dalam Pasal 27 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Peraturan Kepala 12

Sengketa Tanah Perkebunan (Masrani ) Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dilakukan : 1) Penelitian/pengolahan data pengaduan. 2) Penelitian lapangan. 3) Penyelenggaraan gelar kasus. 4) Penyusunan risalah pengolahan data 5) Penyiapan berita acara/surat/keputusan, dan/atau 6) Monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa. Penutup Sengketa tanah perkebunan antara warga masyarakat Kampung Muara Tae dengan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa terjadi setelah PT. Munte Waniq Jaya Perkasa melakukan Pembebasan lahan seluas 638 Hektar dengan warga Kampung Muara Ponak. Tanah tersebut telah dikuasai masyarakat Kampung Muara Tae. Tetapi setelah adanya PT. Munte Waniq Jaya Perkasa masyarakat Kampung Muara Ponak membebaskan tanah tersebut secara sepihak tanpa sepengatahuan Masyarakat Kampung Muara Tae. Masyarakat Kampung Muara Tae menolak PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dan menuntut pengembalian tanah yang sudah dikuasai oleh PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dan menuntut denda ganti rugi atas kerusakan tanah dan tanam tumbuh yang telah digusur oleh pihak perusahaan. Ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya sengketa. Pertama Tidak adanya konsultasi dan Koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat dengan Masyarakat Kampung Muara Tae dalam penerbitan ijin lokasi PT. Munte Waniq Jaya Perkasa. 13

Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11 Kedua Terjadi tumpang tindis klaim Hak Atas Tanah antara warga Masyarakat Kampung Muara Tae dan warga Masyarakat Kampung Muara Ponak. Maka oleh sebab itu penulis simpulkan upaya penyelesaian sengketa yang sebaiknya ditempuh adalah melalui cara non litigasi dengan melakukan gelar kasus oleh Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Kepastian hukum pemilikan dan penguasaan hak atas tanah harus terlebih dahulu ditemukan antara warga masyarakat Muara Tae dan warga Masyarakat Muara Ponak. Dalam proses penyelesaian tersebut kegiatan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa harus dihentikan di wilayah sengketa sampai sengketa selesai. Warga masyarakat Kampung Muara Tae bisa menyampaikan surat pengaduan kepada BPN agar dilakukan gelar kasus untuk menyelesaikan sengketa tersebut. 14

Sengketa Tanah Perkebunan (Masrani ) DAFTAR PUSTAKA A. Buku Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta Muhammad, Abdul kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Sumardjono, dkk, 2008, Mediasi Sengketa Tanah, Kompas, Jakarta, Usman, Rachmadi, 2003, Pilihan Penyelesaian Diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung Murad, Rusmadi, 2007, Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan, Mandar Maju, Bandung Yuwono, Trisno, 1994, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Arkola, Surabaya Hatta,Mohammad, 2005, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara Kesatuan, Media Abdi, Yogyakarta B. Perundang-undangan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Izin Lokasi D. Dokumen Monografi Kampung Muara Tae Tahun 2012 15