BAB I PENDAHULUAN. Definisi kata kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mengenai tokoh Sanjaya sebagai pendiri Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

Kerajaan Mataram Kuno

5. (775 M) M M M 9. (832 M) 10. (842 M) 11. (850 M) 12. (856 M) 13. (863 M) 14. (880 M) 15. (907 M) 16.

SUNDA, PRIANGAN, DAN JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ilmiah tentang peninggalan masa lalu manusia. Di dalam ilmu arkeologi terdapat subsub

KONTROVERSI TENTANG NASKAH WANGSAKERTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Sejarah kebudayaan periode Indonesia Hindu-Budha diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain :

BAB 1 PENDAHULUAN. Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI., Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

Undang Ahmad Darsa, Kunto Sofianto, dan Elis Suryani NS Staf Pengajar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung 40600

Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

Sunda, Priangan dan Jawa Barat : Analisis berdasarkan pola gerak sejarah

BAB III AKSARA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kerajaan Mataram Kuno

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. Prabu Siliwangi adalah seorang sosok raja Sunda dengan pusat. pemerintahan berada pada Pakuan Pajajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

(1) PRR 70 Pala-pala panten tandang, melarang putri kerajaan, (2) PRR 150 Aduh ila-ila teuing!, Aduh, betapa herannya!,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Kutai Tsabit Azinar Ahmad Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang

BAB II AKSARA DAN PRASASTI

Prasasti Ciaruteun Suatu teka-teki, Laba-laba atau Lambang Sri? - Esai - Horison Online

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

DAFTAR PUSTAKA. Bakker, J. W. M Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah. Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma.

Sekilas Sejarah Kerajaan Medang

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : 1 x pertemuan (2 x 35 menit)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

2014 SAJARAH CIJULANG

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KERAJAAN TARUMANEGARA

Cagar Budaya Candi Cangkuang

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( R P K P S ) DAN BAHAN FILOLOGI NUSANTARA

Daftar Pustaka. Atmosudiro, Sumijati Jawa Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya. Jawa Tengah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

UNIVERSITAS INDONESIA

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian tentang naskah (manuscript, handschrift) Sunda lama boleh

Naskah-Naskah Koleksi Merapi-Merbabu Mata Rantai Sejarah Kesusastraan Jawa

Prasasti Sojomerto. Dalam Kontek Sejarah Medang. Oleh : Riboet Darmo Soetopo

Bahasa Sunda dan Arus Globalisasi: Tinjauan Historis Prospektif

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB III METODE PENELITIAN

KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesaksian tangan pertama yang disusun oleh bangsa yang bersangkutan

3. Kehidupan ekonomi kerajaan Kalingga :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

TINJAUAN VISUAL AKSARA PADA PRASASTI BATU TULIS BOGOR

SEJARAH PERKEMBANGAN KAWASAN LAMONGAN ( )

Jakarta dulu dan Kini Senin, 22 Juni :55

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

SEJARAH KOLEKSI NASKAH MERAPI-MERBABU DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian

METODE EDISI: STEMMA

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada di Indonesia pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu sebelum bangsa Indonesia terbentuk

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

Mainan Edukatif Untuk Pembelajaran Aksara Sunda di Sekolah Dasar

DAFTAR PUSTAKA. Boechari Candi dan Lingkungannya dalam PIA I. Jakarta: Puslit Arkenas.

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

Forum Bina Prestasi DI UNDUH DARI YUDHISTIRA LEARNING CENTER. Anggota Ikapi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi kata kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal pemimpin atau cara memimpin (dari seseorang). (Sugono, 2014:1075). Kepemimpinan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan leadership yang berarti kemampuan untuk memimpin (gaya berbeda dalam memimpin) (The Philological Society, 2013:144). Pada skripsi ini, berdasarkan arti kata tersebut, pengertian kepemimpinan diartikan sebagai usaha seseorang, dalam hal ini Sanjaya, dalam memimpin rakyat di kerajaan Galuh dengan cara yang dimilikinya. Kepemimpinan berkaitan dengan aspek negara. Negara memiliki empat aspek yaitu pemimpin, orang yang dipimpin, wilayah, dan pengakuan. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memerintah sekelompok orang sehingga sesuai dengan keinginan dan tujuannya. Orang yang dipimpin atau masyarakat menurut Harold & Laski dan McIvan adalah kumpulan manusia yang hidup bersama berusaha mewujudkan keinginan pribadi dan kelompok. Wilayah adalah daerah yang menjadi kekuasaan untuk melaksanakan peraturan. Pengakuan dari negara lain diperlukan untuk menegaskan eksistensi diantara negara lainnya. Pengakuan juga berhubungan dengan kedaulatan yang memberikan kekuasaan membuat dan melaksanakan peraturan dengan semua cara, termasuk paksaan (Budiarjo, 2006:44). 1

Konsep negara yang diuraikan Miriam Budiarjo dapat diaplikasikan ke dalam penelitian skripsi ini. Empat aspek negara yaitu pemimpin yang berkuasa adalah Sanjaya, orang yang dipimpin adalah rakyat kerajaan Galuh. Wilayah yang menjadi daerah kekuasaan adalah kerajaan Galuh. Kedaulatan yang membuat aturan adalah kerjasama antar pimpinan pemerintahan, agama, dan masyarakat yang terdapat pada kerajaan Galuh. Keberadaan Sanjaya diketahui dari dua sumber yaitu prasasti dan naskah kuno. Prasasti yang berhubungan dengan Sanjaya terdapat dua jenis yaitu secara langsung menulis nama dan menjadikan Sanjaya sebagai penanggalan. Prasasti Canggal yang ditemukan di sekitar candi Gunung Wukir menuliskan Sanjaya sebagai raja di wilayah Yavâkhyam atau Pulau Jawa dengan sebutan râjâ ҫrî sañjayakhyo artinya raja Çri Sanjaya (Poerbatjaraka, 1952:55). Prasasti Mantyasih I 907 Masehi berisi urutan daftar pemimpin Mataram Kuno yang berawal dari Sanjaya, ditulis dengan nama Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya. Prasasti Wanua Têngah III 908 Masehi juga memuat nama Sanjaya yang ditulis dengan nama Rahyan ta i mdan (Darmosutopo, 2003:28). Sanjaya sebagai tokoh penting di kerajanan Mataram Kuno dibuktikan dengan dikeluarkannya penanggalan dengan menggunakan Sanjayawarsa 1 atau tahun Sanjaya oleh Daksa (Nastiti, 1982:15). Daksa adalah pemimpin Mataram Kuno yang memerintah pada 913 Masehi. Raja Daksa mengeluarkan prasasti Taji Gunung, Timbanan Wungkal, Tihang, dan Tulang Er dengan menggunakan angka 1 Sanjayawarsa berpangkal dari tahun 638 Çaka atau 716 Masehi (Darmosoetopo, 2003:80). Penulisan selanjutnya menggunakan huruf Sanjaya. 2

tahun Sanjaya (Santosa, 1994:186, Sumadio, 1975:96). Prasasti Taji Gunung yang berangka 194 Sanjaya setara dengan 832 Çaka atau 910 Masehi menyebutkan tentang peresmian desa Taji Gunung menjadi sima, sedangkan prasasti Timbanan Wungkal 196 Sanjaya atau 834 Çaka atau 912 Masehi menyebutkan tentang permasalahan sima 2 (Sumadio, 1975:97). Prasasti Tihang tahun 198 Sanjaya sama dengan 836 Çaka atau 914 Masehi berisi tentang perintah menjadikan desa ihang dari wilayah iruranu menjadi perdikan untuk bangunan suci milik r Parameśwar di Salingsingan (Boechari, 2012:492). Prasasti Tulang Er berangka tahun 198 Sanjaya atau 836 Çaka yang sama dengan 914 Masehi berisi mengenai anugerah Raja Daksa kepada pejabat desa di Kabikuan Tulang Er karena telah menyediakan air pemandian setelah mengadakan perjalanan dari kota (Santosa, 1994:187). Penulisanan tahun Sanjaya pada prasasti-prasasti yang dikeluarkan masa Daksa sebagai salah satu bentuk pengesahan bahwa ia layak menjadi pemimpin di kerajaan Mataram, karena masih mempunyai hubungan dengan pemimpin pertama kerajaan Mataram Kuno yaitu Sanjaya. Uraian di atas menunjukkan bahwa Sanjaya dianggap sebagai pendiri dan leluhur Kerajaan Mataram Kuno (Nastiti, 1982:7). Sumber kedua yang menceritakan Sanjaya adalah naskah Carita Parahiyangan. Pada naskah tersebut terdapat bagian yang khusus menceritakan kehidupan Sanjaya di kerajaan Galuh yaitu bagian VIII-XIV. Informasi yang terdapat di dalam naskah digunakan oleh peneliti secara akademis dan non 2 Sima adalah daerah perdikan yang dibatasi oleh tugu atau tiang batu (Ayatrohaedi, 1981:87). 3

akademis untuk menjelaskan sejarah kerajaan masa Hindu Budha di wilayah Jawa Barat. Pada naskah Carita Parahiyangan terdapat tiga hal utama yang dilakukan Sanjaya di kerajaan Galuh. Hal pertama yang dilakukan adalah mengambil tahta kerajaan dengan kerja sama kerajaan Sunda dan keluarga (bagian VIII). Kedua adalah pengangkatan raja berdasarkan pertimbangan pemuka agama (bagian IX). Ketiga yaitu persetujuan wilayah kerajaan dan nasihat pada keturunannya (bagian XIV) (Atja dan Danasasmita, 1981:5). Nama Sanjaya yang tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan merupakan bahan yang menarik untuk dikaji. Ahli epigrafi dan filologi mempunyai pendapat masing-masing. Poerbatjaraka berdasarkan tinjauan terhadap 4 prasasti dan 1 naskah kuno menemukan kesamaan penulisan nama Sanjaya (Poerbatjaraka, 1952:58). Van der Meulen berpendapat bahwa tokoh Sanjaya pada kedua sumber tersebut mendapatkan perlakuan yang berbeda. Pada prasasti Canggal ditulis sebagai kemenakan raja Sanna, sedangkan pada naskah Carita Parahiyangan sebagai anak Sang Senna (Meulen, 1966:168). Atja dan Danasasmita berpendapat bahwa tahun terakhir Sanjaya berada di kerajaan Galuh yaitu 732 Masehi yang bertepatan dengan dikeluarkan prasasti Canggal pada tahun tersebut (Atja dan Danasasmita, 1981:41). Berdasarkan pendapat keempat ahli di atas, tokoh Sanjaya yang terdapat pada sumber data penelitian ini adalah orang yang sama. 4

Wilayah yang menjadi fokus penelitian adalah kerajaan Galuh. Peninggalan kerajaan Galuh berupa bekas ibu kota dan candi masih dapat dijumpai di Kabupaten Ciamis. Nama-nama tempat seperti Kawali dan Karangkamulian adalah kawasan pusat kerajaan Galuh sebagaimana terdapat di dalam prasasti Kawali (Djoened, 1975:219). Tinggalan berupa candi yaitu Binangun dan Pananjung, kondisinya dalam keadaan rusak (Djafar, 2010:23). Tinggalan berupa prasasti sudah ada sejak zaman Tarumanegara dan digunakan sebagai sumber utama penyusunan sejarah kerajaan. Prasasti 3 masa kerajaan Tarumanegara yaitu prasasti Ciareuteun, Kebon Kopi, Pasir Koleangkak, Jambu, Muara Cianteun, Tugu dan Cidanghiang (Sumadio, 1975:215). Pada masa selanjutnya terdapat Kerajaan Sunda, Galuh dan Pajajaran. Bukti prasasti yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Sunda adalah prasasti Cibadak, Sang Hyang Tapak, Gegerhanjuang (Danasasmita, 2015:106). Keberadaan kerajaan Galuh diketahui dari prasasti Kawali I, II, III, Sanghyang Lingga Hyang, Sanghyang Lingga Bima, dan satu prasasti yang belum diketahui namanya (Suganda, 2015:65). Kerajaan keempat, Pajajaran dibuktikan dengan keberadaan prasasti Batutulis dan Kebantenan (Sutjianingsih, 1994:42). Empat kerajaan tersebut berdiri sesuai dengan periodenya masing-masing dan berkembang antara abad ke 4 Masehi sampai abad ke 14 Masehi. Uraian di atas menunjukkan bahwa. Sanjaya adalah seorang pemimpin yang penting dan istimewa di kerajaan Galuh dan Mataram Kuno. Keistimewaan 3 Prasasti adalah tulisan kuna yang biasanya dipahatkan atau digoreskan di atas batu (Ayatrohaedi, 1981:74). 5

tersebut berkaitan dengan proses suksesi dan cara pemerintahan yang dilakukan Sanjaya. Kepemimpinan Sanjaya terdapat dalam dua sumber data yang saling melengkapi yaitu prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan. Kepemimpinan Sanjaya sebagaimana tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan adalah fokus penelitian. Pedoman untuk menjalankan pemerintahan bersumber dari tugas-tugas dewa. Rakyat menganggap raja sebagai wakil dan mendapat pujian yang sama dengan dewa (Darmosutopo, 2003:45). Persamaan raja dan dewa ini mengakibatkan raja harus menjalankan tugas dewa di dunia. Ajaran yang mengatur hal tersebut yaitu Astabrata. Pada pemikiran masyarakat Sunda yang bersumber dari naskah kuno terdapat aturan bahwa dewa lebih rendah dari Hiyang 4 (Danasasmita, 1987:96). Maka kedudukan raja sebagai wakil dewa juga ada dibawah Hiyang. Konsep yang mengajarkan hal tersebut dinamakan Tritangtu. Kedua konsep ini mempunyai kesamaan yaitu untuk mengatur pemerintahan. Penelitian mengenai hubungan antara aspek kepemimpinan pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan yang berhubungan dengan Astabrata dan Tritangtu ini menjadi topik dalam pembahasan skripsi ini. 4 Hiyang adalah nama untuk menyebut Tuhan dalam kepercayaan Sunda. 6

B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara aspek kepemimpinan Sanjaya dalam prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan dengan Astabrata dan Tritangtu?. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah merekonstruksi kepemimpinan Sanjaya di kepemimpinan Galuh berdasarkan prasasti dan naskah kesusasteraan. Hal ini penting untuk melengkapi sejarah Indonesia kuno abad 8 M. D. Landasan Teori Pada skripsi ini digunakan data prasasti dan naskah. Kedudukan kedua data tersebut merupakan sumber data yang dapat digunakan dalam ilmu arkeologi. Prasasti adalah data artefak yang berisi informasi tentang suatu hal yang dikeluarkan pada saat itu. Pentingnya isi prasasti ada dua hal, yang pertama adalah berguna untuk menyusun urutan waktu dalam pembabakan sejarah dan kedua untuk merekonstruksi kehidupan masa lampau (Dwiyanto, 1993:7). Unsur prasasti merupakan hal penting yang meliputi pengumuman tentang suatu keputusan raja, penanggalan, lokasi dan pejabat yang berwenang (Boechari, 2012:6). Berdasarkan dua hal tersebut maka prasasti merupakan sumber utama penulisan sejarah. Naskah merupakan sebuah benda yang bersi tulisan. Isi naskah dapat memberikan pengetahuan baru tentang sebuah sejarah (Boechari, 2012:545). 7

Adanya informasi-informasi baru ini perlu lebih dahulu dibuktikan kebenarannya dengan melihat sumber sejarah yang lain. Pembuktian dapat dilakukan dengan kritik teks 5 yang dilakukan oleh filolog. Berkaitan dengan penulisan skripsi, naskah dapat digunakan sebagai sumber setelah melewati kritik teks untuk membuktikan kebenaran isi naskah. E. Keaslian Penelitian Penelitian terhadap prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan telah dilakukan oleh peneliti baik lokal maupun asing. Penelitian pada prasasti Canggal pertama kali oleh Poerbatjaraka 6 dan hasil kerja Beliau hingga saat ini masih dijadikan rujukan utama oleh epigraf 7, ahli sastra, dan sejarawan. Poerbatjaraka adalah epigraf yang paling banyak menggunakan naskah sebagai data untuk mendukung bukti arkeologis. Pembacaannya terhadap tulisan yang terdapat pada prasasti dijadikan pegangan oleh para ahli epigraf. Salah satu buku yang paling banyak diacu adalah Riwajat Indonesia I. Buku ini menyebutkan hubungan silsilah Sanjaya untuk pertama kali. Poerbatjaraka juga adalah yang pertama menggunakan naskah Carita Parahiyangan sebagai data naskah untuk melengkapi keterangan pada prasasti Batutulis. Sumber naskah ini digunakan untuk mengetahui asal usul Sanjaya. 5 Kritik teks adalah metode filologi yang berguna untuk mencari keaslian karya sastra (Hasjim, 1985:63). 6 Prof. DR. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka adalah seorang sarjana sastra Jawa, filolog, dan epigraf. Penulisan nama Beliau selanjutnya menggunakan Poerbatjaraka saja (Pigeaud, 1966:409). 7 Epigraf adalah ahli dalam bidang penafsiran isi prasasti (Ayatrohaedi, 1981:30). 8

Prasasti Canggal adalah prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya dan telah banyak diteliti dan ditafsirkan oleh para ahli. Sanjaya adalah tokoh sejarah yang menarik untuk dikaji. Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya dapat digunakan sebagai awal pembabakan sejarah kepemimpinan Mataram Kuno dan Sanjaya juga dapat disebut sebagai pemersatu daerah di Sunda. Persatuan di daerah Sunda dilakukan pada kepemimpinan Sunda dan Galuh. Contoh ahli yang membahas tentang Sanjaya adalah Boechari dalam Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, F.D.K Bosch dalam Çrivijaya, Çailendra dan Sañjaya, dan van der Meulen dalam King Sañjaya and his successor. Buku di atas masingmasing mempunyai sudut pandang yang berbeda, tetapi berfokus pada Sañjaya dengan menggunakan berbagai sumber seperti sastra, sejarah, dan arkeologi. Permasalahan yang diangkat adalah tentang Kepemimpinan Mataram Kuna, ibukota, pemimpin-pemimpin yang memerintah dan peninggalan kepemimpinan. Selain buku, skripsi tentang Sanjaya juga pernah dibuat oleh Hery B Santosa tahun 1989 dengan judul Prasasti-prasasti Bertarikh Sañjaya. Prasasti yang dibahas adalah prasasti yang dikeluarkan masa Daksa tahun 910 Masehi dan 913 Masehi. Rekonstruksi Sejarah Dinasti Syailendra dan Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah berdasarkan Prasasti berbahasa Melayu kuno ditulis oleh Tri Harjanto 1998. Pada skripsi ini yang menjadi fokus utama adalah kehidupan kerajaan pada masa Syailendra. R. Akhmad Bakti Santosa 200 yang menulis skripsi berjudul Penerapan Konsep Astabrata pada Masa Pemerintahan Rakai Waturukura Dyah Balitung 898-910 M (Tinjauan terhadap Prasasti) telah menjelaskan secara rinci sejarah, unsur, dan penggunaan Astabrata yang 9

diterapkan pada 16 prasasti yang dikeluarkan oleh Balitung. Kesimpulan skripsi menghasilkan deskripsi pemerintahan kerajaan Mataram Kuno masa Balitung yang berusaha menerapkan konsep Astabrata bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Penelitian juga dilakukan terhadap naskah yang memuat sejarah kerajaan di Jawa Barat. Kesultanan Cirebon adalah yang pertama yang melakukan penelitian tersebut yang diwakili oleh Pangeran Wangsakerta 8 sebagai pemrakarsa proyek penulisan sejarah nusantara. (Ekadjati dan Atja, 1985:2). Karya sastra digunakan sistematis dalam penelitian dan merupakan sumber data. Naskah berbahasa Sunda memiliki daya tarik bagi peneliti asing. Cohen Stuart, K.F Holle, H. Ten dam, C.M Pleyte, W.J van der Meulen, dan Jacobus Noorduyn melakukan penelitian terhadap naskah Sunda yang berjudul Carita Parahiyangan. Naskah ini menceritakan tentang sejarah Kerajaan Galuh. Cohen Stuart meneliti naskah ini dengan memberikan penomoran langsung pada lontar. K.F Holle adalah orang pertama yang mengerjakan dan menerbitkan di dalam TBG 9 XXVII (Atja dan Danasasmita, 1981:1). C.M Pleyte membuat transliterasi dan catatan naskah Carita Parahiyangan dengan bantuan penerjemah. Tulisan Pleyte masih dapat dibaca di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia bagian Layanan Koleksi Khusus Naskah Kuno. Van der Meulen dalam tulisannya yang berjudul Tjarita Parahyangan dan Rahyang Sandjaja pada majalah Basis 10 8 Nama lain dari Panembahan Cirebon dan berkedudukan sebagai ketua penyusun naskah Wangsakerta (Ekadjati dan Atja, 1985:6). 9 Majalah sastra dari lembaga kebudayaan. 10 Majalah berisi tentang masalah kebudayaan umum. 10

sebanyak 3 edisi membahas tentang keterkaitan isi naskah Carita Parahiyangan dan prasasti Canggal. Noorduyn adalah yang pertama meneliti secara ilmiah naskah Carita Parahiyangan. Pada 2 edisi Bijdragen 11 adalah tulisan Noorduyn tentang Carita Parahiyangan yaitu Enige nadere gegevens over tekst en inhoud van de Carita Parahyangan dan Het begingedeelte van de Carita Parahyangan. Khusus pada judul kedua terdapat transliterasi dan terjemahan berbahasa Sunda dan Belanda yang susunannya menjadi panduan utama Atja untuk menyusul tulisannya. Noorduyn melakukan pembacaan, transliterasi, dan penomoran berdasarkan isi naskah. Edisi 12 yang dikeluarkan oleh Noorduyn menjadi panduan penulisan selanjutnya. Peneliti lokal 13 seperti Atja, Undang Ahmad Darsa, Ayatrohaedi, dan Saleh Danasasmita menggunakan naskah berbahasa Sunda sebagai objek penelitian sastra dan data penyusun sejarah (Atja, 1968:7). Atja melanjutkan pekerjaan Noorduyn dengan mengalihbahasakan ke bahasa Sunda baru disertai catatan dari berbagai sumber. Pada tahun 1981 Atja bersama Saleh Danasasmita mengeluarkan laporan penelitian yang lebih lengkap berisi terjemahan bahasa Indonesia dan catatan tentang naskah Carita Parahiyangan. Undang Ahmad Darsa lebih berfokus pada naskah fragmen Carita Parahiyangan yang berisi tentang kepemimpinan Sunda. Beberapa peneliti juga pernah bekerja bersama-sama untuk mengerjakan naskah. 11 Majalah ilmu pengetahuan. 12 Edisi adalah penerbitan resmi dari seseorang tentang suatu hal (Hasjim, 1985:69). 13 Peneliti berkewarganegaraan Indonesia. 11

Saleh Danasasmita, Ayatrohaedi, Tien Wartini, dan Undang Ahmad Darsa melakukan penelitian bersama terhadap naskah kuno yang penting terhadap budaya Sunda yaitu Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, dan Amanat Galunggung. Tiga kitab ini penting karena berisi ajaran-ajaran hidup antar manusia dan terhadap Tuhan. Pedoman tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan kondisi sosial budaya yang ada di dalam naskah Carita Parahiyangan. Pada naskah di atas juga terdapat kesamaan penyebutan nama tokoh yang disebut Pancakusika 14 dan Caturkreta 15. Pancakusika dan Caturkreta berhubungan dengan anggota keluarga kerajaan Galuh sesuai yang tertulis di dalam naskah Carita Parahiyangan. Selain itu, terdapat juga baris yang berhubungan dengan konsep Tritangtu. Konsep tersebut digunakan sebagai ukuran penilaian terhadap jalannya pemerintahan di kerajaan Galuh. Penelitian di atas sebagian besar berfokus pada bidang sastra. Tujuan penelitian untuk membuktikan dan memberikan bantuan pada pembaca yang tidak dapat berbahasa Sunda. Pihak yang juga pernah melakukan penelitian berkaitan dengan Sanjaya adalah pemerintah Kabupaten Ciamis. Penelitian ini hasilnya berupa penyusunan sejarah Kabupaten Ciamis. Hal penting pada penelitian ini adalah adanya penelusuran sejarah hingga ke masa kerajaan Galuh yang berkaitan dengan administrasi. Hal ini menunjukkan bahwa ingatan masyarakat tentang 14 Pancakusika atau Pancaputera adalah anak dari Pemimpinputra (Kandiawan dan Kandiawati) yang terdiri dari Sang Mangukuhan, Sang Katungmaralah, Sang Karungkalah, Sang Sandanggreba, dan Sang Wretikandayun (Danasasmita, 1987:96). 15 Caturkreta terdiri dari Rahyangta Dewaraja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta di Medang, dan Rahyangta di Menir (Danasasmita, 1987:114). 12

kepemimpinan Galuh tetap terjaga oleh tinggalan kepemimpinan dan pemerhati budaya yang terdapat di Kabupaten Ciamis 16. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terhadap prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan oleh para ahli sebagaimana disampaikan di atas masih mendasarkan kajian pada bidang sastra dan sejarah. Skripsi ini membahas kepemimpinan Sanjaya di Kepemimpinan Galuh dengan menggunakan prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan. F. Metode Penelitian Penelitian pada skripsi ini secara teknis dilakukan dengan mengidentifikasi aspek-aspek kepemimpinan Sanjaya sebagaimana tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan. Tahap pertama adalah melakukan pencarian data yang terdiri dari dua macam. Data pertama adalah prasasti Canggal yang berupa artefak dan tertulis. Prasasti ini disimpan di Museum Nasional nomor inventaris D.4. Prasasti tersebut diteliti secara visual 17, direkam dengan menggunakan skala, dicatat bahan, keadaan dan ukuran, jenis aksara. Prasasti Canggal secara lengkap telah diterbitkan pada buku karangan Poerbatjaraka di atas. Berdasarkan fokus penelitian yang berpusat pada interpretasi isi prasasti, penulis memilih untuk menggunakan karya Poerbatjaraka. 16 Dikutip dari http://www.ciamiskab.go.id/teras/info-ciamis/sejarah-kabupaten-ciamis diakses 14 Januari 2016 pukul 11.35 WIB. 17 Penelitian dengan cara melihat langsung temuan dan mencatat keadaan terkini serta ukuran aslinya. 13

Sumber data kedua adalah naskah Carita Parahiyangan yang berbentuk lontar berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Bagian Koleksi Naskah Kuna nomor K. 406 18. Isi naskah yang digunakan adalah bagian IX-XIV yang berkaitan dengan kepemimpinan Sanjaya di Kepemimpinan Galuh. Terjemahan dari Prof. Atja dan Saleh Danasasmita digunakan sebagai sumber kajian mengingat keahlian para penulisnya yang tidak diragukan lagi dalam hal membaca aksara dan bahasa Sunda Kuno. Tahap kedua adalah melakukan kritik ekstern dan intern prasasti dan naskah. Kritik ekstern pada prasasti dilakukan dengan deskripsi fisik yaitu ukuran bentuk, bahan, aksara, lokasi dan dikumentasi. Kritik intern yaitu penjelasan tentang isi pada prasasti dan naskah. Pada tahap ini disajikan kembali ktitik ekstern dan intern untuk naskah Carita Parahiyangan yang pernah dilakukan oleh Atja. Penulis dalam hal ini mengalami keterbatasan dalam proses kritik naskah karena penggunaan naskah yang terbatas berdasarkan aturan dari PNRI. Selanjutnya dilakukan klasifikasi menurut isinya. Pada prasasti Canggal dibagi menjadi tiga yang pertama tentang pujian dewa, kedua tentang Sanjaya, dan ketiga tentang wilayah. Naskah Carita Parahiyangan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama tentang pemimpin-pemimpin sebelum Sanjaya dan yang kedua adalah tentang masa kepemimpinan Sanjaya. Uraian yang telah dibuat pada masingmasing bagian kemudian dianalisis untuk mengetahui kepemimpinan Sanjaya. 18 Kropak adalah nomor katalog kumpulan naskah kuno di PNRI. Penulisan Kropak selanjutnya huruf K saja. 14

Tahap ketiga adalah analisis aspek. Dilakukan dengan cara meneliti hubungan antara aspek kepemimpinan Sanjaya sebagaimana terdapat dalam prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan dengan Astabrata dan Tritangtu. Uraian kepemimpinan yang terdapat pada bagian kritik intern menjadi dasar untuk dikaji dengan konsep kepemimpinan. Hasil analisis ini adalah hubungan antara aspek dan konsep. Tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan masalah tentang kepemimpinan. Sanjaya sebagai seorang pemimpin wajib menjalankan seluruh tugas sebaik mungkin sebagaimana terdapat pada Astabrata dan Tritangtu. 15