BAB I PENDAHULUAN Latar Be lakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Perkembangan UMKM Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang, dimana tiap-tiap industri bersaing mengembangkan produk atau

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Didalam era globalisasi ekonomi dewasa ini, dunia usaha dituntut untuk bisa lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bandung menjadi kota yang memiliki daya saing paling kompetitif dibanding kota-kota lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas manusia terutama di beberapa negara berkembang (Wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. Di kawasan Indonesia sendiri telah diberlakukan perdagangan bebas ASEAN-

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. dijalani oleh sektor industri tekstil di Indonesia. Bermula dari kenaikan harga bahan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia telah memasuki era pasar bebas, dan dalam era pasar

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompetitif seiring diberlakukannya Asean Free Trade Area (AFTA) dan

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi nasianal. Pada saat krisis ekonomi, usaha kecil menengah mampu

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Nilai PDRB (dalam Triliun) Sumber :Data nilai PDRB Pusdalisbang (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. kearah yang lebih baik dengan didukung oleh kemajuan teknologi yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. berlomba-lomba menciptakan terobosan untuk meningkatkan daya saing demi

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan industri.pengembangan Industri kecil merupakan salah satu jalur

BAB 1 PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2004 akan dimulainya era perdagangan bebas diwilayah kawasan Asia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN. tujuan lain yaitu mencapai kelangsungan hidup dan perkembangan. perusahaan. Agar tujuan tersebut tercapai maka perusahaan perlu

BAB 1 PENDAHULAUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana.

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan kebutuhan mereka. Negara kita adalah salah satu dari Negara-negara di

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah ketika diberlakukannya Kawasan Perdagangan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini hampir semua perusahaan baik perusahaan besar atau

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

QUICK SURVEI DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

PENGARUH PEMBERLAKUAN AREA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling besar di dunia. Menurut Wikipedia, negara Indonesia adalah negara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun industri lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena adanya perkembangan pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Perusahaan Profil Perusahaan Gambar 1.1 Ruang Produksi Pioncini

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dewasa ini banyak sekali menghadapi tantangan dalam

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Jumlah Akuntan Publik Sumber: PPPK Kementerian Keuangan RI (2014),

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mempertahankan eksistensi di dunia bisnis diperlukannya strategi yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah mudah bagi suatu perusahaan untuk dapat bertahan bahkan berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini harus di akui hampir semua kalangan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kendaraan roda dua ini begitu diminati kerena dianggap mudah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. sistem pengukuran kinerja berdasarkan laporan keuangan ini adalah kurang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan di setiap Negara terutama Negara ASEAN dihadapkan pada situasi

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

BAB 1 PENDAHULUAN. menekankan pada perlunya costumer satisfaction dalam menjalankan usahanya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam lima tahun terakhir, secara umum volume ekspor dan impor nonmigas

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade. Perdagangan Bebas ASEAN China (ASEAN China Free Trade

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun AFTA adalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sumber Daya Air dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Be lakang Masalah Sentra Industri Rajutan Binong Jati merupakan salah satu sentra industri yang potensial di kota Bandung, terlebih pada saat krisis moneter terjadi pada tahun 1998, dimana banyak pengusaha yang berada di Indonesia mengalami kebangkrutan, justru usaha rajutan ini malah melesat naik dengan keuntungan yang sangat besar dan harga jual ekspor yang melonjak. Banyak pelanggan dari dalam dan luar negeri yang datang ke sentra rajutan ini yang meminta order untuk dibuatkan produk rajut di B inong Jati. Awalnya target pasar produk rajut yang dibuat di binong jati hanyalah untuk pelanggan dengan kalangan menengah kebawah, namun karena krisis moneter saat itu yang menyebabkan tingginya harga produk-produk branded yang biasa dicari oleh kalangan menengah keatas, menjadikan kalangan menengah keatas tersebut berpindah haluan untuk mencari produk rajut yang terbilang murah dengan kualitas yang cukup bagus. Sehingga pengusaha rajut saat itupun kebanjiran order khususnya dari daerah Bandung dan Jakarta. Permintaan pasar yang terus melonjak membuat orang-orang di binong jati tertarik untuk membuka usaha rajut, tenaga kerjanya pun tanpa harus dicari, mereka datang sendiri ke daerah binong jati untuk mencari pekerjaan bahkan mereka berani merogoh kocek untuk belajar merajut agar bisa bekerja sebagai tukang rajut. Namun seiring berjalannya waktu, sentra industri rajutan ini semakin menurun hingga pada tahun 2010 ada suatu kebijakan pemerintah yang bernama ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang menjadikan sentra industri rajutan di binong jati merosot dengan penurunan jumlah pengusaha yang cukup drastis. ACFTA merupakan kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif,

peningkatan akses pasar jasa, peraturan, dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan C hina (Hakim, 2014). Kebijakan pemerintah tersebut sangat dirasakan oleh para pengusaha rajut di Binong Jati karena persaingan yang terjadi khususnya dengan produk-produk pakaian dari negara China yang dengan harga yang sangat murah menjadikan produksi pakaian rajut di Binong Jati menurun drastis. Tidak tanggung-tanggung, produksi pakaian rajut di Binong Jati mengalami penurunan hingga 50 persen (Pikiran Rakyat, 2010). Seperti yang terlampir pada tabel dibawah ini yang menunjukkan banyaknya pengusaha rajut yang mengalami kegagalan dalam usahanya. Tabel 1. 1. Jumlah pengusaha rajut di Binong Jati Tahun Jumlah Pengusaha Pe rtumbuhan (%) 2009 465-2010 300-35.48 2011 293-2.33 2012 278-5.12 2013 240-13.67 2014 293 22.08 2015 150-48.80 (sumber: KIRBI, 2016) Bapak Cepi Andriana selaku sekretaris KIRBI menuturkan bahwa semenjak adanya kebijakan pemerintah tersebut, pengusaha rajut di B inong Jati seakan disuruh untuk berperang namun tidak dibekali persenjataan sedikitpun. Senjata yang dimaksudkan disitu merupakan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah untuk melangsungkan usaha rajut tersebut. Tidak seperti di China, setelah dilakukan kunjungan studi pada tahun 2014, industri rajut yang ada di China semuanya difasilitasi mulai dari bahan baku, mesin-mesin untuk produksi hingga tempat untuk usahanya difasilitasi oleh pemerintah. Para pengusaha di

China cukup hanya berbekal keinginan dan kerja keras saja untuk menghasilkan produk yang bisa bersaing di dunia internasional. Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) para pengusaha bisnis rajutan di Kota Bandung juga mengeluhkan tingginya harga bahan baku untuk usaha rajutnya. Pasalnya untuk bersaing ke dalam pasar bebas, para pengusaha rajut harus bisa menyaingi harga pokok penjualan secara internasional. Banyak pengusaha rajut mengaku harus meningkatkan kualitas dan juga pemasaran produk. Namun hal tersebut sulit untuk dilakukan karena terbentur dengan modal yang ada saat ini atas melambungnya harga bahan baku. Namun, saat ini harga bahan baku masih tinggi pasca harga BBM yang fluktuatif mengikuti harga pasar minyak global. Harga bahan baku tidak bisa dengan mudah mengikuti harga minyak yang saat ini bisa naik turun kapan saja. Seharusnya pemerintah dapat mengontrol harga bahan baku agar para pengusaha rajut mampu bersaing dalam pasar bebas. Selain dari faktor harga bahan baku yang tinggi, tenaga kerja pun menjadi faktor penting yang mempengaruhi turunnya eksistensi sentra rajutan di binong jati sehingga tidak sedikit para pengusaha rajut yang beralih profesi dan tidak melanjutkan usaha rajutnya lagi. Berkurangnya tenaga kerja yang ada di sentra rajut binong jati disebabkan oleh banyaknya tenaga kerja yang membuka usaha rajut sendiri. Seperti kebanyakan pegawai rajut yang berasal dari kota Garut, Tasikmalaya dan Ciamis, sekarang pegawai rajut tersebut banyak membuka usaha kecil-kecilan dirumahnya sendiri karena jika membuka usaha di kota Bandung banyak yang terkendala biaya hidup seperti tempat tinggal dan biaya makan sehari-hari. Persaingan internal juga menjadi salah satu penyebab terjadinya pengurangan order pemasaran yang hingga saat ini industri rajut di Bandung bergantung pada pemasaran grosir di Tanah Abang. Semenjak era MEA awal tahun 2016 kemarin diberlakukan, pesaing pengusaha rajutan jadi bertambah.

Saling sikut pengusaha rajut yang berada di binong jati mengakibatkan pengusaha dari luar negeri lebih dominan menguasai pasar di Indonesia. Sebenarnya persaingan internal yang terjadi di Sentra Rajut B inong Jati bukan karena keinginan masing-masing pengusaha yang berada di sentra rajut tersebut, tetapi karena semua pengusaha di binong jati saat ini berebut order yang banyaknya berasal dari pasar Tanah Abang untuk mempertahankan usaha mereka yang semakin lama semakin menurun. Oleh karena itu pengusaha rajut yang masih bertahan saat ini perlu memikirkan kembali bagaimana strategi agar usaha mereka bisa terus bertahan bahkan bisa kembali meraih pangsa pasar seperti dahulu agar Sentra Rajut B inong Jati bisa kembali hidup. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah menerapkan metode balanced scorecard atau kartu skor kesetimbangan yang mengukur kinerja suatu bisnis usaha dari beberapa perspektif. Karena kebanyakan pengusaha saat ini hanya mengukur kinerja industrinya hanya dari satu perspektif saja yaitu perspektif keuangan. Balanced scorecard atau kartu skor kesetimbangan disini mengukur kinerja industri tidak hanya dari perspektif keuangan saja, namun pengukuran kinerja industri dilakukan dari aspek keuangan dan aspek non keuangan. Perspektif tersebut antara lain perspektif keuangan, pelanggan, proses usaha internal dan pembelajaran dan pertumbuhan industri tersebut. 1.2. Pe rumusan Masalah 1. Bagaimana cara menganalisis kinerja industri agar dapat diketahui posisi industri saat ini dan strategi apa yang dapat diterapkan untuk kedepannya? 2. Bagaimana cara mengukur kinerja industri dengan menggunakan metode balanced scorecard sesuai dengan visi, misi dan strategi industri? 1.3. Tujuan dan Manfaat Pemecahan Masalah 1. Dapat menganalisis kinerja dan posisi industri menggunakan analisis TOWS dan merencanakan strategi industri setelah diketahui posisi industri saat ini.

2. Dapat mengukur kinerja suatu industri menggunakan metode balanced scorecard sesuai dengan visi, misi dan strategi industri. 1.4. Pe mbatasan Asumsi 1. Studi kasus difokuskan pada pengukuran kinerja industri menggunakan balanced scorecard di Sentra Industri Rajut Binong Jati Bandung. 2. Studi kasus dilakukan selama 3 bulan pada bulan Mei hingga Juli 2016 dengan data studi kasus yang valid. 1.5. Lokasi Studi kasus dilakukan di kawasan usaha rumahan atau home industry rajutan yaitu di Sentra Industri Rajutan Binong Jati Bandung dan objek pemecahan masalah dilakukan di KIRBI atau Koperasi Industri Rajutan Binong Jati. Demikian adalah peta lokasi Sentra Industri Rajutan B inong Jati: Gambar 1. 1. Lokasi Sentra Industri Rajut Binong Jati. 1.6. Siste matika Penulisan Laporan Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini disusun menurut tahapan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN Berisi penjelasan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat pemecahan masalah, pembatasan asumsi, lokasi dan sistematika penulisan laporan. BAB II : LANDASAN TEORI Berisi hasil penelitian sebelumnya yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dan penjelasan tentang teori dan model yang digunakan untuk pemecahan masalah. BAB III : USULAN PEMECAHAN MASALAH Berisi model pemecahan masalah dan langkah-langkah pemecahan masalah. BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Berisi data dan pengolahan data dari masalah yang ditentukan. BAB V : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berisi tentang analisis dan interpretasi hasil pemecahan masalah yang didapat dari studi kasus, diskusi dan bimbingan dengan pembimbing lapangan serta pembahasan tentang topik tugas akhir yang diambil. BAB VI : KESIMPULAN Berisi tentang kesimpulan dari hasil pemecahan masalah yang diperoleh.