III. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

SNI Standar Nasional Indonesia. Gambir. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan

Bab III Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah. 1. Digester - 1 Buah. 2. Pengaduk - 1 Buah. 3. Kertas PH - Secukupnya. 4.

METODE. Materi. Rancangan

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

2. MATERI DAN METODA Pelaksanaan Penelitian Materi Bahan Alat Metoda Penelitian Pendahuluan

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka dapat disusun kerangka konsep

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

Lampiran 1 Formulir organoleptik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor

3 METODOLOGI PENELITIAN

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISIS

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Penelitian dilakukan di laboratorium terdiri dari 3 tahap :

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas

3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas piala, neraca analitik, gelas ukur, penangas air, wadah (baskom), dan sudip. Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan analisis produk adalah labu takar, pipet Mohr, pipet tetes, cawan alumunium, cawan porselen, labu dekstruksi, soxhlet, erlenmeyer, desikator, corong, sudip, oven, colormeter Colortech PCM, spektrofotometer HACH, viscometer Brookfield, lempeng kaca, thermometer, dan labu ukur. Bahanbahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kain mori berwarna putih, etil asetat, aquades, gambir bootch, jeruk nipis, etanol, dan kertas saring, kayu secang, tawas, dan kunyit. B. TATA LAKSANA PENELITIAN Penelitian pendahuluan dilakukan dengan analisis mutu gambir yang digunakan sebagai bahan utama. Penelitian utama ialah pewarnaan kain mori dengan menggunakan pewarna alami yang berasal dari gambir dengan campuran pigmen warna dari secang dan kunyit. Pewarnaan kain mori diawali dengan pembuatan larutan pewarna alami, proses pewarnaan kain mori, dan terakhir dilakukan uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan, dan keringat. Penelitian utama diawali dengan membuat larutan baku pewarna yang berasal dari gambir, secang, dan kunyit. Masing-masing bahan dibuat dengan konsentrasi 10% (b/v) sebagai larutan baku untuk proses pewarnaan. Selanjutnya, tiga larutan baku yang ada kemudian dibuat formula larutan warna dengan memvariabelkan konsentrasi perbandingan larutan gambir dengan larutan secang, dan larutan gambir dengan larutan kunyit. Penggunaan campuran larutan pewarnaan ditujukan untuk menghasilkan formula larutan pewarna yang bain untuk mewarnai kain batik mori, baik dari segi ketahanan luntur terhadap pencucian, ketahanan luntur terhadap gosokan, dan ketahan luntur terhadap keringat. Data yang diolah adalah data kecerahan warna (L*) serta ketajaman warna kain (C) yang dihasilkan dari proses pencelupan, dan penurunan nilai L*, C, dan nilai perubahan warna pada kain secara keseluruhan ( E) setelah pengujian. Diagram alir tata laksana penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. 16

Gambir Asalan Kain Mori Putih Jeruk Nipis Analisis Mutu Gambir Tawas dan Soda Abu Pemasakan Pembuatan mordan 1% Kain Siap Diwarnai Secang dan Kunyit Pembuatan Larutan Induk Pewarna 10% Mordan Jeruk Nipis Pencampuran Konsentrasi Larutan Warna Pewarnaan Kain Fiksasi Kain Hasil Pewarnaan Analisis Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat, Pencucian, dan Gosokan Gambar 7. Diagram Alir Tata Laksana Penelitian 1. Analisis Gambir 1.1 Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Cawan aluminium kosong dipanaskan dengan oven 105 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan dengan desikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan diulang sampai didapatkan bobot tetap. Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama tiga-lima jam. Setelah cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulang sampai didapatkan bobot tetap bahan. Presentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % Kadar Air = A B 100% C Keterangan : A : Bobot cawan berisi sampel sebelum dioven (g) B : Bobot cawan berisi sampel setelah dioven (g) C : Bobot sampel basah (g). 17

1.2 Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar sampai tidak mengeluarkan asap di atas Bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 o C sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 o C selama satu jam sampai didapat bobot yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % Kadar Abu = A B 100% C Keterangan : A : Bobot cawan berisi abu sampel (g) B : Bobot cawan (g) C : Bobot sampel basah (g). 1.3 Kadar Katekin (SNI 01-3391-2000) Prinsip : katekin adalah salah satu komponen utama pembentuk gambir yang larut sempurna dalam etil asetat. Penyerapan atau absorpsi larutan di dalam etil asetat pada panjang gelombang maksimum 279 nm sebanding dengan kadar katekin di dalam gambir. a. Persiapan Standar Katekin dan Contoh Gambir (SNI 01-3391-2000) Standar katekin dikeringkan di dalam oven dengan menggunakan kaca arloji selama tiga jam pada suhu 105 C. Contoh gambir yang dihaluskan dibuat lapisan tipis di atas kaca arloji. Lapisan gambir tersebut dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C selama tiga jam sampai kehilangan bobot 15 17 %. b. Pembuatan Larutan Standar (SNI 01-3391-2000) Standar katekin yang sudah dikeringkan sebanyak 50 mg (Ws mg) dituangkan ke dalam labu ukur 50 ml secara kuantitatif, dilarutkan dan diencerkan dengan etil asetat sampai tanda tera (larutan A). Larutan A diletakkan dalam penangas air selama lima menit untuk mencapai larutan yang homogen. Kemudian dua ml larutan A dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup 100 ml dan dilarutkan dengan 50 ml etil asetata (larutan B). Larutan B diletakkan dalam penangas air selama lima menit. Larutan B siap untuk pengukuran. c. Pembuatan Larutan Contoh Gambir (SNI 01-3391-2000) Sebanyak 50 mg contoh gambir yang dikeringkan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan dilarutkan dengan etil asetat sampai tanda tera (larutan C). Larutan C diletakkan dalam penangas air selama lima menit, kemudian disaring. Sebanyak 15 ml filtrat pertama dibuang dan dua ml filtrat berikutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup 100 ml dan ditambah 50 ml etil asetat (larutan D). Setelah diletakkan dalam penangas air selama lima menit maka larutan D siap dilakukan pengukuran. d. Pengukuran Larutan (SNI 01-3391-2000) Pengukuran kadar katekin menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 279 nm dan 300 nm. Pengukuran dimulai untuk larutan blanko (etil asetat) dengan absorban sama dengan nol. Pengukuran selanjutnya adalah absorbansi larutan standar kemudian absorbansi larutan contoh. 18

% Kadar Katekin = Et Ec Ws W 100% Keterangan : Et : absorban / penyerapan larutan contoh pada panjang gelombang 279 nm Ec: absorban / penyerapan larutan standar pada panjang gelombang 279 nm W: bobot contoh gambir (mg) Ws : bobot katekin standar (mg). 1.4 Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air dan Alkohol (SNI 01-3391-2000) Prinsip : persentase bahan yang tidak larut dalam air dan alkohol diperoleh dengan perbandingan antara bebas kotoran pada suhu oven 100 105 C dengan bobot contoh yang diuji. a. Penentuan Bahan Tidak Larut dalam Air Sebanyak satu gram contoh gambir kering (bebas air) yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml yang telah berisi 100 ml air. Campuran tersebut dipanaskan sampai mendidih kemudian saring dengan menggunakan cawan gooch yang telah diketahui bobotnya. Cawan gooch yang telah berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap. b. Penentuan Bahan Tidak Larut dalam Alkohol Sebanyak satu gram contoh kering (bebas air) gambir yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 ml yang berisi 100 ml etanol absolut. Erlenmeyer ditutup sumbat gabus yang diberi kapas dan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian campuran disaring dengan menggunakan cawan Gooch yang diketahui beratnya. Cawan berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. 100 (W2 W) Kadar bahan yang tidak larut dalam alkohol atau air = W1 Keterangan: W : bobot cawan Gooch W1 : bobot contoh atas dasar bahan kering W2: bobot residu yang tidak larut dalam alkohol atau air dan bobot cawan gooch. 1.5 Identifikasi kadar tanin dilakukan dengan pembuatan kurva standar dan analisis sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer Hach (AOAC, 1984). a) Pembuatan Kurva Tanin Standar Sebanyak 5 ml pereaksi Folin Denis dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah diisi dengan 75 ml akuades, kemudian dimasukkan 10 ml larutan asam tanat standar (0,1 mg/1 ml). Selanjutnya sebanyak 10 ml Na 2 CO 3 jenuh ditambahkan ke dalam campuran, dan ditepatkan hingga volume 100 ml dengan akuades. Larutan kemudian dikocok dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya dibuat kurva standar dengan menggunakan larutan asam tanat standar 1 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml. b) Analisis Sampel Sebanyak 1 ml filtrat jernih dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Folin Denis dan 5 ml Na 2 CO 3 jenuh kemudian 19

ditepatkan volume sampai 100 ml dengan akuades. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 760 nm. 2. Pembuatan Larutan Pewarna dan Lautan Mordan Akhir Pada proses pewarnaan digunakan tiga jenis larutan pewarna induk yang dibuat dengan konsentrasi 10% (b/v). Larutan yang digunakan untuk proses pewarnaan kain adalah sebagai berikut: 2.1 Larutan gambir 10% Larutan gambir 10% (b/v) merupakan larutan induk yang akan digunakan untuk proses pewarnaan kain. Gambir yang digunakan adalah gambir asalan yang dilarutakan di dalam air pada suhu 70 o C. Penggunaan suhu 70 o C dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan gambir dalam larutan. Kemudian larutan gambir disaring dan diambil filtratnya. Pada Gambar 8 dapat dilihat penampakan gambir asalan yang digunakan dan larutan induk pewarna yang dihasilkan. (a) (b) Gambar 8. Penampakan Gambir Asalan yang Digunakan dan Larutan Warna yang Dihasilkan (a). Gambir Asalan, (b) Larutan Warna Gambir 2.2 Larutan secang 10% Larutan secang dibuat dengan bahan baku kayu secang yang diekstrak sebanyak 10% (b/v) pada air panas dengan suhu 70 o C. Kemudian larutan dipisahkan dari ampasnya dan diambil filtratnya. Pada Gambar 9 dapat dilihat penampakan secang yang digunakan dan larutan induk pewarna yang dihasilkan. (a) (b) Gambar 9. Penampakan Secang yang Digunakan dan Larutan Warna yang Dihasilkan (a). Secang, (b) Larutan Warna Secang 20

2.3 Larutan kunyit 10% Larutan kunyit 10% (b/v) dibuat dengan rimpang kunyit yang telah diparut terlebih dahulu dan dilarutkan dalam air pada suhu 70 o C. Kemudian disaring dan dipisahkan ampas dan filtrat yang dihasilkan. Pada Gambar 10 dapat dilihat penampakan kunyit yang digunakan dan larutan induk pewarna yang dihasilkan. (a) (b) Gambar 10. Penampakan Kunyit yang Digunakan dan Larutan Warna yang Dihasilkan (a). Kunyit, (b) Larutan Warna Kunyit 2.4 Pembuatan larutan mordan Langkah awal pembuatan mordan adalah jeruk nipis diperas untuk diambil sarinya. Sari jeruk nipis yang didapat kemudian dicampurkan dengan satu liter air panas dengan konsentrasi 1%, sehingga diperoleh larutan mordan akhir sebanyak satu liter. Nilai ph larutan jeruk nipis 1% adalah 3. 2.5 Nilai ph Larutan warna yang digunakan dalam proses pewarnaan diukur nilai phnya. Pengukuran nilai ph menggunakan alat ph meter yang bermerk Beckman. Alat ph meter dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Penampakan Alat ph meter Merk Beckman 2.6 Pengukuran viskositas larutan warna(aoac, 1995) Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield. Contoh larutan pewarna sebanyak ± 25 ml (jumlah yang diperlukan untuk merendamkan tanda tera pada beban) dimasukan ke dalam gelas piala, dan diatur suhunya agar tetap 25 ± 0.5 C. Beban dan putaran per menit (rpm) yang akan digunakan (bernomor) diatur terlebih dahulu untuk menentukan angka konversinya yang terdapat pada tabel bagian atas alat. Contoh larutan pewarna dimasukkan ke dalam wadah hingga tanda tera pada beban terendam. 21

Motor penggerak dijalankan setelah jarum menunjukan angka nol. Motor dimatikan setelah satu menit, dan tombol penekan jarum ditekan, kemudian dibaca angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut (A). Pada Gambar 12 dapat dilihat proses pengujian viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield. Rumus viskositas adalah sebagai berikut: Viskositas (cp) = A x angka konversi Gambar 12. Proses Pengujian Viskositas Larutan Warna dengan Menggunakan Viscometer Brookfield 3. Pemasakan Kain Mori ( Riawan et al., 2006) Kain yang digunakan dalam pewarnaan adalah kain batik jenis mori, yaitu kain yang terbuat dari serat selulosa alami. Kain mori yang digunakan mendapat perlakuan pendahuluan yaitu dengan dipanaskan pada air dengan suhu 70 o C untuk melemaskan serat kain dan menghilangkan kotoran yang terdapat pada kain agar tidak mengganggu proses pewarnaan. Kain mori direndam selama 30 menit sambil sesekali diaduk, kemudian kain dibilas dengan air dingin. Kain mori yang telah bersih kemudian diberikan perlakuan pre-mordan atau mordan awal untuk membantu kain dapat menyerap warna lebih baik. Larutan mordan yang dibuat mengandung 8 gram tawas dan 2 gram soda abu (Na 2 CO 3 ) dalam setiap 1 liter air yang digunakan. Larutan kemudian direbus hingga mendidih kemudian dimasukkan kain mori dan direbus selama 1jam. Kemudian kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan, kain diangkat dan dibilas kemudian dikeringkan dengan cara dianginanginkan. Pada Gambar 13 dapat dilihat penampakan kain mori putih yang digunakan dalam pewarnaan. Gambar 13. Penampakan Kain Mori Putih yang Digunakan dalam Pewarnaan 22

4. Penelitian Utama 4.1 Proses Pewarnaan Proses pewarnaan kain dilakukan dengan cara kain dengan vlot 1:30 yang telah diberikan mordan dibasahi dengan air dingin agar warna dapat diserap dengan baik. Vlot merupakan perbandingan antara liter larutan pewarna dengan gram kain. Pada proses pencelupan digunakan vlot 1:30, artinya adalah satu liter larutan warna digunakan unutk mencelupkan 30 gram kain (Djufri et. al., 1996). Pewarnaan kain menggunakan glarutan pewarna dari larutan induk gambir, secang, dan kunyit yang dicampurkan dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada suhu 70 o C dengan cara kain dicelupkan atau direndam selama 15 menit, kemudian kain ditiriskan dan dikeringanginkan. Pencelupan kain dilakukan berulang kali hingga lima kali dengan cara yang sama agar warna terserap merata pada seluruh bagian kain dan juga agar daya serap kain terhadap larutan pewarna maksimum. Proses selanjutnya ialah proses fiksasi yang dilakukan dengna merendam kain hasil pewarnaan dalam larutan fiksasi. Larutan fiksasi yang digunakan ialah larutan jeruk nipis 1% selama 15 menit. Kemudian kain dicuci dengan air bersih dan dikeringanginkan, sehingga didapatkan kain hasil pewarnaan. Pada Gambar 14 diperlihatkan proses pewarnaan dan proses fiksasi kain mori. (a) (b) Gambar 14. Proses Pewarnaan Kain Mori (a). Proses Pewarnaan Kain Mori, (b) Proses Fiksasi Kain Mori 4. 2. Pengujian Hasil Pewarnaan 4.2.1 Nilai L*, a*, dan b* (Hutching, 1999) Nilai L*,a*, dan b* kain berwarna dapat dilihat dengan menggunakan colormeter. Kain hasil pewarnaan dievaluasi nilai L, a, dan b dengan alat colormeter merk Colortech PCM. 4.2.2 Pengujian Ketahanan Luntur Warna Kain Terhadap Pencucian Rumah Tangga (SNI ISO 105-C06:2010) Contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam larutan pencuci dengan kondisi tertentu, dibilas dan dikeringkan. Perubahan warna pada contoh uji dinilai dengan menggunakan standar abu-abu (grey scale), sedangkan penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan standar skala penodaan (staining scale). Contoh uji disiapkan dengan menjahit dua helai kain (kain katun dan kain wol atau poliester). Kain uji yang telah dilapisi kain pelapis kemudian dicelupkan pada larutan detergen typol 5 ml dalam satu liter air. Kemudian kain dicuci dengan cara memutar 23

kain selama 45 menit. Kain kemudian dibilas dengan air pada suhu 40 o C dan dikeringanginkan. Penilaian tahan luntur dilaksanakan terhadap perubahan warna contoh uji dibandingkan dengan standar perubahan warna pada grey scale. 4.2.3 Pengujian Ketahanan Luntur Warna Kain Terhadap Gosokan (SNI 0288-2008) Kain dibasahi dengan air suling pada suhu 27 C, kemudian diperas di antara kertas saring. Kemudian kain digosokan 10 kali bolak-balik dengan batang besi secara memutar dengan kecepatan satu putaran perdetik Kemudian kain dikeringkan di udara sebelum dilakukan evaluasi. 4.2.4 Pengujian Ketahanan Luntur Warna Kain Terhadap Keringat (SNI ISO 105- E04:2010) Pengujian ketahanan luntur warna kain terhadap keringat dilakukan dengan menggunakan larutan alkali dan larutan asam. Larutan alkali dibuat dalam satu liter larutan yagn mengandung 0,5 gram L-histidin, 5 gram natrium klorida (NaCl), 2,5 gram dinatrium hidrogen ortofosfat dihidrat, dan larutan dibuat menjadi ph 8 dengan larutan natrium hidroksida 0,1 mol/l. Larutan asam dibuat dalam satu liter yang mengandung 0,5 gram L-histidin, 5 gram natrium klorida (NaCl), 2,2 gram dinatrium hidrogen ortofosfat dihidrat, dan larutan dibuat ph 5,5 dengan larutan natrium hidroksida 0,1 mol/l. Kain kemudian dicelupkan pada masing-masing larutan alkali dan laurtan asam secara terpisah. Kain uji dibiarkan dalam larutan selama 30 menit di dalam larutan sambil ditekan dan dibalikkan beberapa kali untuk memastikan terjadi penetrasi secara merata. Kemudian kain uji diperas untuk menghilangkan larutan yang berlebih dan dikeringanginkan. Kain hasil uji kemudian dilakukan evaluasi kembali dengan dibandingkan pada skala abu-abu. 5. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian adalah rancangan percobaan acak lengkap faktor tunggal. Rancangan percobaan dilakukan pada dua eksperimen yang terpisah, yaitu perbandingan konsentrasi gambir: secang dan perbandingan konsentrasi gambir:kunyit. Model yang digunakan untuk desain tersebut adalah sebagai berikut (Walpole, 1992) Yij = µ + A i + ij Yij = nilai pengamatan ke-j (j = 1, 2) untuk taraf ke- i perlakuan A µ = rata-rata umum A i = efek taraf ke- i untuk perlakuan perbandingan konsentrasi larutan gambir dan larutan secang, juga perbandingan konsentrasi larutan gambir dan larutan kunyit pada eksperimen terpisah A 1 = gambir : secang = 100% : 0% A 2 = gambir : secang = 75% : 25% A 3 = gambir : secang = 50% : 50% A 4 = gambir : secang = 25% : 75% A 5 = gambir : secang = 0% : 100% Dilain pihak pada eksperimen kedua yaitu gambir dan kunyit berlaku: B 1 = gambir : kunyit = 100% : 0% 24

B 2 = gambir : kunyit = 75% : 25% B 3 = gambir : kunyit= 50% : 50% B 4 = gambir : kunyit = 25% : 75% B 5 = gambir : kunyit = 0% : 100% ij = kekeliruan, berupa efek acak dalam pengamatan ke-j untuk taraf ke-i perlakuan B. 25