BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN UKDW

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

Allah Adalah Pola Bagi Hidup Kita

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

Respon & Tanggung Jawab Umat Tebusan Tuhan 1 Ptr. 1:13-16 Ev. Calvin Renata

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA)

APAKAH PENATALAYANAN ITU? Kepada orang Kristen, penatalayanan berarti tanggung jawab manusia kepada, dan penggunaan daripadanya, segala sesuatu yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono. Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4)

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

Buku yang Diberikan Allah kepada I(ita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, masing-masing memiliki

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dalam percakapan sehari-hari di sekolah, siswa lebih banyak menggunakan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

ALLAH SEBAGAI PENCIPTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46

UKDW BAB I PENDAHULUAN

TINGKAH LAKU ORANG KRISTEN

Seri Kedewasaan Kristen (2/6)

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

BAB TIGA PENYELAMATAN ALLAH

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

Nubuatan Kitab Wahyu dan Penggenapannya i

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

Pdt Gerry CJ Takaria

Tingkah laku Kristen, gaya hidup seorang pengikut Allah. timbul sebagai satu sambutan karena rasa syukur kepada keselamatan agung Allah melalui

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan

Saya Dapat Menjadi Pekerja

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

Level 2 Pelajaran 14

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Apa Gereja 1Uhan Itu?

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Keterangan Dasar Tentang Alkitab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

I. A. PERMASALAHAN I. A.

DOSA MENURUT TEOLOGI PAULUS

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

UKDW. BAB I Pendahuluan

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

SIFAT, PERILAKU DAN PANDANGAN MASYARAKAT JAWA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT YANG MULTIKULTURAL. Sumartono UPS Tegal

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Level 2 Pelajaran 11

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kajian

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV PERBANDINGAN PANDANGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang besar yang dikenal karena keberagaman budaya dan banyaknya suku yang ada di dalamnya. Untuk mengelola berbagai suku dan budaya semacam itu Indonesia membentuk pemerintahan dalam wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sekian banyak suku itu, suku Jawa dikenal secara umum sebagai suku terbesar yang tersebar di wilayah Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang tinggal di pulau Jawa. 1 Besarnya jumlah tersebut ditambah penyebaran suku Jawa diseluruh wilayah Indonesia serta kenyataan bahwa pusat pemerintahan terletak di Jawa dan selama ini dipegang oleh suku Jawa maka dapat dimengerti apabila budaya Jawa dikenal hampir di seluruh wilayah nusantara ini. Berkaitan dengan pemahaman orang Jawa, Hildred Geertz misalnya memandang orang Jawa dalam pengertian geografis. Ia memahami menunjuk kepada orang-orang yang ada dan hidup di Jawa serta mempraktekan budayanya. Sedangkan Magnis Suseno mendefinisikan orang Jawa sebagai orang-orang yang secara etnis merupakan keturunan orang Jawa dan sekaligus menjalani hidupnya juga sebagai orang Jawa dalam arti mempraktekkan di dalam hidupnya kaidah-kaidah hidup Jawa beserta segala macam bentuk budayanya dalam kehidupan sehari-harinya. Sementara itu menurut Marbangun Hardjowirogo:.semua orang Jawa itu berbudaya satu. Mereka berpikir dan berperasaaan seperti moyang mereka di Jawa Tengah, dengan kota Solo dan Yogya sebagai pusat-pusat kebudayaan. Dalam penghayatan hidup budaya mereka, baik yang tinggal di Pulau Jawa, maupun di luar Jawa atau bahkan di Suriname, orientasi nilai mereka tetap terarah ke kota Solo dan Yogya (1984:7) 2. 1 www.wikipedia.org/orangjawa : Tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia berjumlah 203.456.005, dan 59,19 % tinggal di pulau Jawa dengan jumlah orang Jawa mencapai ± 75 000 000 orang. 2 Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, Inti Dayu Press, Jakarta, 1984, hal. 7

2 Pengaruh budaya Jawa dalam kancah kehidupan masyarakat di Indonesia dapat dilihat dari indikasinya, misalnya banyak istilah atau ungkapan dalam bahasa Jawa yang digunakan dalam hidup sehari-hari oleh orang yang tidak berlatar belakang budaya Jawa. Hal ini membuktikan bahwa budaya Jawa ikut mewarnai corak kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana nampak dari tanda visual misalnya dibidang busana khususnya busana wanita. Pemakaian kain secara ber-wiron, peng-kondhe-an juga termasuk pemakaian rambut yang bergaya Solo dan baju kebaya dengan menggunakan kuthubaru termasuk unsur busana gaya Jawa yang sudah diterima di seluruh Indonesia 3. Dari semuanya itu nampak budaya Jawa sudah diterima dalam masyarakat luas, namun tidak dipungkiri bahwa masyarakat Jawa sendiri juga sudah mulai terpengaruh dengan gaya yang lebih modern yang tidak tradisional lagi. Sebagai contoh untuk kalangan anak muda sekarang ini banyak yang sudah dianggap oleh orang tua meninggalkan tradisi berpakaian seperti jaman dahulu yang dianggap sopan. Perihal berpakaian banyak mendapat sorotan, dulu wanita ke kampus atau ke gereja menggunakan rok tetapi yang terjadi sekarang justru wanita sering menggunakan celana panjang baik yang berbahan kain atau jeans. Atau sikap terhadap orang tua yang lebih easy going (santai), mereka sudah mulai meninggalkan bahasa krama untuk komunikasi dengan orang tua, sikap duduk dan berbicara dengan orang tua, membantah atau berdebat dengan mereka menjadi pemandangan sehari-hari, hal inilah yang membuat prihatin orang tua kebanyakan saat ini. Oleh kalangan orang tua, sikap keseharian anak-anak seringakali diidentikkan dengan tidak menuruti orang tua dan dianggap sudah tidak hormat kepada mereka lagi. Padahal bagi kalangan anak jaman sekarang ini tindakan dan sikap mereka ini dianggap sebagai hal yang biasa dan mengikuti perkembangan jaman baik itu hal berpakaian atau pun sikap mereka sehari-hari. Masyarakat Jawa sendiri tentu memiliki kaidah-kaidah dasar kehidupan yang ikut mendasari perilaku hidup sehari-harinya. Kaidah-kaidah dasar tersebut tersarikan di dalam 3 prinsip utama yakni prinsip hidup rukun, prinsip hormat, dan etika keselarasan sosial. Prinsip hidup rukun ini berakar dan sesuai dengan keingingan untuk menjaga keadaan harmonis yang pada dasarnya menjadi watak dari keberadaan alam semesta yang di dalamnya manusia hidup. 4 Segala yang ada di dalam dunia ini merupakan manifestasi dari satu keberadaan yang tunggal dan mandiri yakni alam semesta, dan semuanya tertata secara harmonis di dalam tata tertib alam. Dalam terang ini maka prinsip hidup rukun mengandaikan suatu keadaan hidup yang 3 Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, hal 9. 4 Diktat perkuliahan Etika Jawa oleh Pdt.Yusak Tridarmanto, hlm 25.

3 bebas dari segala pertentangan, permusuhan, dan sebaliknya mengandaikan terciptanya suatu keadaan yang mau saling menerima, menghormati yang lainnya dan menjalani hidup sesuai dengan keselarasan alam (faham kosmosnisme). 5 Dengan berpegang pada prinsip ini orang Jawa dapat menerima keberbedaan suku dan budaya lainnya dengan tujuan untuk hidup rukun bersama. Disamping prinsip hidup rukun masyarakat yang ada guna mewujudkan suatu kehidupan rukun juga mengenal prinsip hormat, prinsip ini menganut kepada interaksi sosial yang sesuai dengan tata tertib alam. 6 Maksudnya segala sesuatu di alam semesta ini telah memiliki tempat dan fungsinya masing-masing. Interaksi antar manusia yang terjadi di dalam alam semesta ini akan selalu dilaksanakan berdasarkan kesadaran tentang tempat dan fungsi tersebut. Sebagai contoh dalam menghadap dan berbicara kepada orang tua seseorang harus mengggunakan bahasa yang sesuai dengan tempat dan kedudukan dalam masyarakat, bahasa ngoko hanya dipakai buat yang seumuran atau teman bukan kepada orang tua. Bahkan untuk memanggil orang yang tidak dikenal sekalipun jika lebih tua umurnya ia harus menggunakan sebutan kekeluargaan misalnya mas, mbak, mbakyu, pak, ibu, dll. Adapun mengenai etika keselarasan sosial akan banyak mengatur seseorang selalu mempertimbangkan kepentingan sesamanya. Berdasarkan prinsip ini setiap anggota masyarakat didorong lebih mementingkan kepentingan umum dibandingkan kepentingan diri sendiri. Berdasarkan kaidah-kaidah seperti terurai di atas, prinsip hormat memegang peranan yang sangat penting. Ini nampak dalam semangat hidup masyarakat Jawa yang senantiasa diwarnai sikap menghormati kepada siapa pun yang ada di dalam masyarakat. Pentingnya prinsip hormat ini bisa dilihat dengan ditanamkan ditengah-tengah keluarga khususnya dalam proses pendidikan anak-anak. Perwujudan prinsip hormat yang konkrit dalam kehidupan sehari-hari yang nampak adalah sikap menghormati. Masyarakat Jawa termasuk yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehidupan termasuk di dalamnya prinsip hormat. Prinsip hormat tersebut diajarkan dalam sebuah keluarga. Seperti kita ketahui bahwa keluarga mempunyai peranan penting yaitu tempat pendidikan pertama bagi anak- anak. Anak-anak diajarkan awal mula dalam menghormati orang tua, saudara,bahkan pembantu sekalipun. Pentingnya prinsip hormat seperti ini maka di dalam masyarakat Jawa banyak ditemukan orang-orang yang berupaya memahami dan memberikan pegangan prinsip hormat diberlakukan dalam kehidupan. Pemberlakuan hormat kepada orang tua oleh masyarakat Jawa juga banyak terdapat dalam serat-serat karya tokoh masyarakat, pujangga atau raja sekalipun, misalnya 5 Ibid, hlm 25. 6 Diktat perkuliahan Etika Jawa oleh Pdt.Yusak Tridarmanto, hlm 29.

4 Serat Wulang Putra, dan Serat Wulang Putri karya Padmosusastra, Serat Sanasunu karya Paku Buwono IV, dan Serat Wedatama karya Mangkunegara V. Salah satu tokoh masyarakat yang memberi perhatian ialah Paku Buwono IV yang merupakan Raja Kraton Surakarta yang memerintah pada tahun 1788-1820. Paku Buwono IV sendiri memiliki karya yang berkaitan dengan kaidah-kaidah dasar kehidupan masyarakat Jawa. Yang menarik perhatian adalah menyelidiki lebih lanjut bagaimana upaya Paku Buwono IV memaknai kosep hormat dan bagaimana konsep tersebut diberlakukan dalam masyarakat. Karya ini tertuang dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh oleh karena itulah skripsi ini akan memakai ke dua serat ini untuk obyek penelitian. Sebagaimana dengan prinsip hormat masyarakat Jawa, kekristenan (orang yang percaya Yesus Kristus) juga mempunyai arti pentingnya prinsip hormat. Ini dapat tercerminkan dalam hukum kasih, dalam kasih sikap hormat juga diperlukan untuk berinteraksi dengan sesama. Hukum tersebut diwujudkan sebagai salah satu bentuk pangggilan hidup bagi orang Kristen. Salah satunya di katakan oleh Yesus dalam Mat 22:34-40, yang di dalamnya dituliskan hukum yang terutama : "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Dalam ayat ini khususnya pada hukum yang kedua nampak bahwa dengan mengasihi orang lain berarti juga menghargai orang lain dan menghargai merupakan salah satu bagian dari hormat. Selain itu di dalam Alkitab dapat kita temukan konsep hormat lainnya, diantaranya Kel 20: 12, Ul 15:6; Mat 15:4; Ef 6:2. Persoalannya adalah mungkinkah konsep hormat di dalam masyarakat Jawa berdampingan dengan kekristenan? Untuk itulah dibutuhkan penelitian prinsip hormat di dalam kekristenan guna menacari titik temu antara konsep hormat menurut masyarakat Jawa dengan kekristenan. Kalau memang ada titik temu seperti apa titik temu tersebut? Kalau tidak ada titik temu bagaimana melihat perbedaan tersebut? Penyusun di dalam penulisan ini menggunakan bahan penelitian yakni Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh berupa transliterasi dari aksara Jawa dan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya dalam pembuatan tulisan ini penyusun tidak sepenuhnya menggunakan terjemahan yang sudah ada dikarenakan terdapat beberapa terjemahan yang salah.

5 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan uraian di atas maka penulisan skripsi ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apa makna hormat dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh serta bagaimana pemberlakuan prinsip tersebut dalam hidup sehari-hari? 2. Apa makna hormat dalam kekristenan dan bagaimana prinsip tersebut diberlakukan dalam prinsip hidup sehari-hari. 3. Bagaimana ke dua kosep hormat kepada orang tua tersebut dipertemukan dan relevansinya bagi kehidupan saat ini. 1.3 Batasan masalah Dalam penulisan skripsi ini hanya memilih 2 serat saja yaitu Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh karya Paku Buwono IV. Selanjutnya dalam penulisan prinsip hormat oleh Paku Buwono IV ini hanya akan membahas prinsip hormat yang tertulis dalam Serat Wulang Sunu pada pupuh 1 yang terdiri dari 12 bait dan Serat Wulang Reh dalam pupuh ke 5 yang terdiri dari 33 bait. Dalam ke dua serat tersebut bisa kita lihat bagaimana konsep hormat kepada orang tua yang dikehendaki oleh Paku Buwono IV dan melalui ke dua serat tersebut juga akan nampak konsekuensi bagi anak yang melanggarnya. Demikian juga dalam prinsip hormat kepada orang tua dalam kekristenan akan dilihat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Untuk melihat konsep hormat kepada orang tua dalam Alkitab tentunya dengan melihat dari salah satu dari Sepuluh Perintah Allah yang diberikan kepada Musa (Kel 20:12), ucapan Yesus di Mat 15:4 dan hormat kepada orang tua yang disampaikan Paulus melaui Surat Efesus. Dari ketiga ayat tersebut akan dilihat bagaimana kosekuensi yang diberikan jika melanggar konsep tersebut. 1.4 Tujuan penulisan Dengan penulisan skripsi ini penulis ingin memaparkan : 1. Menggali makna dan prinsip hormat kepada orang tua serta pemberlakuannya sebagaimana nampak di dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh. 2. Menggali makna dan prinsip hormat kepada orang tua dalam Alkitab khususnya Perjanjian Baru

6 3. Mendialogkan/ mempertemukan prinsip hormat kepada orang tua dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh dengan prinsip hormat kepada orang tua dalam Alkitab. 1.5 Rumusan judul Atas dasar latar belakang dan perumusan masalah di atas maka penulis merumuskan skripsinya dengan judul : Konsep Hormat Kepada Orang Tua dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh karya Paku Buwono IV 1.6 Metode penulisan Untuk memperoleh data tentang konsep hormat kepada orang tua di dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh berikut dengan pemberlakuannya dalam masyarakat Jawa akan dilakukan studi kepustakaan. Studi ini dilakukan dengan membaca buku-buku yang relevan dengan tema penulisan, sehingga penggalian terhadap konsep hormat kepada orang tua dalam Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh dapat tercapai. Sedangkan untuk hormat kepada orang tua menurut Alkitab akan diteliti dalam beberapa teks di dalam kitab suci ditambah dengan buku-buku teologi. Data yang diperoleh akan dianalisis dan dipertemukan sehingga menghasilkan sebuah relevansi konsep hormat kepada orang tua bagi jemaat. 1.7 Sistematika penulisan Bab 1 Pendahuluan yang di dalamnya terdiri dari latar belakang permasalahan, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, rumusan judul, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

7 Bab 2 Penelaahan terhadap Serat Wulang Sunu dan Serat Wulang Reh bekaitan dengan konsep hormat orang tua yang di dalamnya ada latar belakang penulisan sosial-politik dan budaya, dan sejarah historis. Demikian juga akan melihat indikator bagaimana orang Jawa sekarang melihat konsep hormat kepada orang tua. Bab 3 Menggali konsep hormat orang tua di dalam Alkitab dan meneliti konsekuensinya berikut dengan perjumpaan antara kedua konsep tersebut Bab 4 Penutup yang berisikan relevansi bagi kehidupan orang Jawa dan jemaat saat ini yang kemudian diakhiri dengan kesimpulan.