PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENANGANAN ANJING PELIHARAANNYA TERaADAP TINGKAT KEBERaASILAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN RABIES

dokumen-dokumen yang mirip
KEPADATAN POPULASI ANJING SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, Salma Maroef *) '4B STRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK ANJING DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ONGKAW KABUPATEN MINAHASA SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

ISSN situasi. diindonesia

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan

DAFTAR PUSTAKA. Azwar, S.,2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Cetakan VII, Edisi 2,, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

Meike C. Pangemanan John Hein Goni

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

Kardiwinata, et.al Vol. 1 No. 1 : 50-54

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING DENGAN UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peran Studi CIVAS dengan pendekatan Ecohealth dalam Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Bali

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : lo96/kpts/tn.120/10/1999

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tingkat Pendidikan, Dukungan Petugas Kesehatan, Tindakan Pencegahan Rabies

T E S I S. Oleh PARUHUM TIRUON RITONGA /IKM

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr.

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS

tertentu, pengetahuan dapat menjadikan seseorang mampu melakukan perubahan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA WABAH RABIES DI WILAYAH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PEMILIK ANJING DENGAN PEMELIHARAAN ANJING DALAM UPAYA MENCEGAH RABIES DI KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

PEMGETAHUAN DAN SlKAP MASYAIAKAT PEMlllK ANllNG Dl DAERAB PERUMAHAM KAMPUS IPB DARMAGA, TERHADAP RABIES

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

Factors Associated with Rabies Dog Vaccination Practices in Bebandem

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 473/Kpts/TN.150/8/2002 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

SALINAN. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang. '. a. bahwa rabies merupakan penyakit menular disebabkan oleh

KEEUTUHAN DAN PEMANFAATAN DANA PEMELIHARAAN KESEHATAN OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PENSIUNAN DI TA i

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

ABSTRAK ABSTRACT. Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt)

ABSTRAK MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN TAHUN

USAHA PETERNAKAN DAN PEMELIHARAAN TERNAK

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21

SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG BALI TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM

JAMBAN KELUARGA DI KECAMATAN DENPASAR BARAT DAN SUKAWATI, KABUPATEN BADUNG DAN GIANYAR, BALI

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

Transkripsi:

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENANGANAN ANJING PELIHARAANNYA TERaADAP TINGKAT KEBERaASILAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN RABIES ABSTRACT Salma Maroef * EFFECT OF COM4UNITY BEHAnOUR IN D WNG WlTH KEEPING DOGS TOWARDS THE SUCCESFUL UMPLEMENTATION OF THE RABIES CONTROL PROGRAMME This study was conducted in rural areas in the districts of Bekasi, Karawang and in urban areas at Central, South, East and North Jakarta in 1986. The way how to take care of the dog by the owner in rural and urban areas influenced the bite cases and the positive rate of rabies among dogs. This diflerence in vaccination lates of dogs in rural and urban areas is statistically signijcant (p < 0.05). 65.5% dog owners in rural and 24.0% in urban populations let their dog run around loosely out side the house. In rural areas 82.3% of the Moslem dominated population let their dogs run free as compared to only 37.2% in urban areas. Of non Moslem population in rural area 28.2% let their dog run free as compared to 19.6% population in urban area. The Moslem families in rural areas who tight their dogs were about 0.6% while non Moslem families were 8.4%. In the urban areas the Moslem and non Moslem families have no diferences about 5.4% tight their dogs. Non Moslem families in rural and urban areas used to take care of their dog inside the fence (32.4%) while in Moslem population 10.8% in rural; but in the urban areas non Moslem were 42.0% andmoslem 48.2%. The total vaccination coverage was 43.5%, 10.8% in the rural and 55.2% in urban areas. Rabies cerrijicate vaccination owners in rural were 86,1 %, and in urban were 70.9%. The study need to be continued in order to determine the dog owner behaviors which influence the dog population increase as a factor influencing the succes of rabies control program in Indonesia. * Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Jakarta BuL Penelit Kesehat 22 (2) 1994

Pengaruh perilaku masyarakat dalam... Salma Maroef PENDAHULUAN di Indonesia dari tahun 1979-1983 kecuali Indonesia sangat kaya akan keindahan tahun 1983 Kabupaten Kerinci sebagai alam, mempunyai potensi untuk dijadikan daerah dengan positivity rate tertinggi. tempat wisata internasional yang merupakan Dalam penelitian ini juga dinyatakan bahwa salah satu sumber pendapatan non-migas kecenderungan peningkatan populasi anjing untuk menambah devisa pemerintah. Salah menyebabkan bertambahnya angka gigitan satu kendala penting yang dapat mengurangi dan spesimen yang diperiksa4. ketentraman wisata adalah penyalut rabies, Pada tahun 1986 dilaporkan pemillkan karena penderita penyakit ini selalu beramzlr anjing di daerah pedesaan dan perkotaan dengan kematian apabila terlambat di- Jawa Barat mempunyai pengaruh yang tangani. bermakna terhadap tinggi rendahnya kasus Penyht iru disebabkan oleh virus gigitan dan kasus positif rabies anjing dan rabies dan ditularkan melalui gigitan dan air Jugs ~erbedaan bamakna tentang ke~adatan ludah hewan reservoir. Hewan yang populasi anjing antara pedesaan dan terserang rabies biasanya : anjing, kucing perkotaan5. dan kera. Hewan yang sakit cenderung Dalam tahun 1987 menunjukkan kasus menjadi ganas dan sering kali menyerang rabies mash tinggi dlbandingkan tahun atau menggigit manusia. Hewan penular rabies pada manusia gigitan anjing (99%)'. disebabkan oleh. sebelumnya. Seperti Sulawesi Selatan 24 orang penderita menyusul Jawa Barat 15 orang penderita; Jawa Tengah dan Sulawesi Penular rabies di Indonesia ialah : Utara masing-masing 12 orang penderita6. anjing 90%, kucing 6% dan hewan lainnya 3%2. Menurut laporan di Sulawesi Utara anjing peliharaan merupakan persentase hewan penular rabies terbesar (99%) dari seluruh kasus3. Menurut hasil penelitian dari 20 propinsi pada tahun 1983 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah gigitan anjing adalah 92% dan 53% oleh hewan lain. Juga dinyatakan bahwa Kabupaten Bandung mernpunyai nilai rata-rata "positivity rate" (spesimen positif otak anjing dibagi dengan jumlah gigitan) terbesar dari 152 kabupaten Sehubungan upaya pemerintah untuk meningkatkan arus wisata ke Indonesia, maka perlu meneliti faktor yang berpengaruh atas keberhasilan program pemberantasan rabies. Salah satu faktor yaitu perilaku masyarakat terhadap hewan peliharaan anjing. Dengan bertambahnya populasi anjing di luar pulau Jawa yang akan menghambat tingkat keberhasilan program pemberantasan rabies. Menurut WHO untuk mencapai keberhasilan program pemberantasan rabies perlu melibatkan partisipasi masyarakat7.

Pengaruh perilaku masyarakat Urn... Sah Maroef METODOLOGI Sumber data diambil dari hasil survai "Kepadatan Populasi Anjing Sebagai Penular Rabies Di DKI Jakarta, Bekasi, dan Karawang, 1986". Daerah survai yang dipilih adalah Dati I1 (Daerah Tingkat 11) di Jawa Barat sebagai daerah pedesaan dan daerah endemis rabies, yaitu Dati I1 Bekasi dan Dati I1 Karawang. Untuk daerah perkotaan dan daerah yang tidak melaporkan adanya kasus rabies di tahun 1985 dipilih DKI Jakarta yang berdekatan dengan Jawa Barat yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Dari Dati I1 yang terpilih ditentukan keluarga sebagai unit populasi yang disurvai, masing-masing Dati I1 sejumlah 400 Kepala Keluarga (KK) yang didapat secara multistage sampling. Setiap keluarga yang dicakup dikunjungi dan kepada Kepala Keluarga atau anak tertua diwawancarai. Daftar kuesioner yang diajukan dalam wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan tentang pemilikan hewan kesayangan, jenis dan jumlah hewan kesayangan (anjing, kucing dm lain-lain), cara memelihara anjing, cakupan vaksinasi, nama kepala keluarga, jumlah anggota keluarga serta status agama yang dianut. Data kemudian diolah dengan perangkat statistik (SPSS) untuk melihat hubungan dari variabel yang didapat. HASIL Jurnlah responden yang berhasil diwawancarai adalah 800 keluarga di daerah pedesaan, masing-masing 400 keluarga di Bekasi dan 400 keluarga di Karawang serta 1600 keluarga di daerah perkotaan DKI Jaya terdiri dari 4 Dati I1 dengan masingmasing 400 kepala keluarga di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Jumlah keluarga pemilik anjing yang ditemukan pada keluarga yang dicakup dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. Masyarakat di desa lebih banyak melepas anjing peliharaannya secara bebas (65,5%), yang dilepas dalam pekarangan rumah 17,5%, pemeliharaan secara gabungan dari berbagai cara yang tertera dalam tabel 2 (14,0%) dan sedikit yang mengikat (3,0%). Di antara yang melepas secara bebas tampak keluarga beragama Islam lebih banyak (82,3%) daripada non Islam (28,2%). Untuk masyarakat beragama Islam terlihat lebih sedikit (10,8%) melepas anjingnya di pekarangan rumah dan yang diikat (0,6%), sedangkan pada keluarga non Islam terlihat leblh banyak yang melepas dalam pekarangan rumah sebesar 32,4% dan yang mengikat (8,4%). Masyarakat di kota yang melepas anjingnya dalam pekarangan rumah 43,5% diikuti dengan cara gabungan 27,3%, melepas secara bebas 24,0% dan sisanya sedikit yang mengikat (5,4%). Keluarga yang beragama Islam lebih banyak melepas bebas anjing peliharaannya (37,2%) dibandingkan dengan non Islam (19,6%). Untuk cam pemeliharaan lainnya seperti cara gabungan bagi rnasyarakat non Islam lebih banyak (33,0%) sedang& pada golongan Islam sebaliknya (9,5%). Cara

Pengamh perilaku masyarakat dalam... Salma Maroef Tabel 1. Jumlah kepala keluarga (KK) dan jumlah keluarga pemilik anjing di daerah pedesaan Jawa Barat dan daerah perkotaan DKI Jakarta* * Rujukan Buletin Penelitian Kesehatan 1989. melepas dalam pekarangan rumah clan mengikat anjing peliharaannya bagi kedua golongan agama tidak banyak berbeda (Tabel 2). Cakupan vaksinasi rata-rata (433%) diantaranya di desa 10,8% dan di kota 55,2% perbedaan selisih ini sangat bennakna yaitu p < 0,05. Jumlah anjing yang divaksinasi di desa dari keluarga beragama Islam (3,9%) dan non (Islam 25,2%). Sedangkan di kota bagi yang beragama Islam memvaksinasi anjingnya 66,2% clan non Islam 51,9%. Pemilikan kartu vaksinasi anjing di desa 86,1% dan kota 70,9%. Sekitar 88,9% masyarakat Islam di desa dan di kota 84,4% mempunyai kartu vaksinasi. Pada non Islam di desa tidak banyak berbeda yaitu 85,2% mempunyai kartu vaksinasi sedangkan di kota terlihat pemilikan kartu vaksinasi lebih rendah yaitu 65,8% (Tabel 3). DISKUSI Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa anjing merupakan pilihan pertama sebagai hewan kesayangan (Tabel 1) karena anjing digunakan sebagai penjaga kebun (di desa) dan penjaga rumah (di kota).

Pengaruh perilaku masyarakat dalam... Salma Maroef Tabel 2. Pola Pemeliharaan Anjing Menurut Daerah Dan Agama. Pola cara memelihara anjing secara bebas bagi niasyarakat di desa cukup tinggi (653%) dibandingkan dengan di kota (24,0%), dan perbeciaan tamp& cukup bermakna (p<0,05). Hal ini kemunglunan disebabkan masyarakat desa bertani dan umumnya anjing digunakan untuk menjaga kebun. Kemunglunan lain anjing merupakan hewan najis oleh karena itu dipelihara di luar rumah. Hal ini dapat kita lihat dari golongan Islam di desa cukup tinggi membebaskan anjingnya yaitu 82,3% clan di kota sebesar 37,2% bila dibandingkan dengan non Islam di desa (28,2%) dan di kota (19,6%). Sebalknya keluarga beragama Islam yang menet anjing peliharaannya di desa (0,6%) lebih rendah dalnpada non Islam (8,4%). Sedangkan di kota tidak terlihat ada perbedmnya (5,4%). Umumnya anjing peliharaan diikat karena digunakan sebag- penjaga rumah. Demikian pula cara perlakuaan lainnya seperti melepas di halaman rumah terlihat lebih sedikit di desa (17,5%) daripada di kota (433%). Masyarakat Islam di desa sedikit (10,8%) yang melepas anjingnya di halarnan rumah daripada yang non Islam (32,4%), karena di desa keluarga beragama Islam lebih banyak melepas bebaskan anjing peliharaannya di luar pekarangan rurnah (Tabel 2). Tetapi di kota cara memelihara anjing pada kedua golongan masyarakat ini tidak banyak berbeda dan juga sedikit yang mengikat anjingnya, karena takut akan terkena air ludah. Demikian pula halnya dengan cara memelihara secara gabungan dimana terlihat bahwa rnasyarakat nor, Islam lebik banyak danpada golongarc Islam' 33

Pengaruh perilaku masyarakat dalam... Salma Maroef Tabel 3. Cakupan Vaksinasi Rabies Pada Anjing Menurut Daerah Dan Agama Pemiliknya. Cakupan vaksinasi tampaknya sangat rendah (43.5%) karena kurang dari 70%' seperti di desa hanya 10,8% sedangkan di kota 55.2%. Di desa hanya 3,9% keluarga beragama Islam yang memvaksin anjingnya sedangkan pada non Islam lebih tinggi (25,2%). Hal ini munghn disebabkan karena golongan Islam lebih banyak melepas bebas anjingnya sehingga sulit ditangkap waktu ada kampanye vaksinasi masal, sedangkan pada golongan non Islam anjing lebih banyak berada dekat perniliknya. Tetapi di kota bagi kedua golongan tidak banyak berbeda karena cara perlakuan pemeliharaannya tidak banyak berbeda. Hal ini disebabkan karena banyaknya penyuluhan tentang bahaya rabies sehingga mereka sadar untuk memvaksinasi anjingnya. Jumlah keluarga yang punya buku vaksin anjing antara kedua daerah ini tidak banyak berbeda. Keadaan ini pertarna mungkm masyarakat tidak mengerti akan tujuan vaksinasi sehingga tidak menyimpan dengan baik buku vaksinasi anjingnya dan kedua mungkm belum divaksinasi karena kurangnya pengertian masyarakat tentang bahaya rabies dan adanya anggapan bahwa anjing merupakan hewan najis sehingga mereka tidak memberikan vaksinasi anjing peliharaannya. Kebiasaan keluarga terutama di desa lebih banyak memelihara anjing secara bebas atau tidak diikat dan tidak divaksinasi akan merupakan kendala dari program pemberantasan rabies. Oleh karena daerah ini

Pengaruh perilaku masyarakat &lam... Salma Maroef merupakan daerah yang berdekatan dengan Kabupaten Bandung yang mempunyai positivity rate yang tinggi4 sehingga DKI Jakarta merupakan daerah yang akan mudah terancam apalagi dengan arus lalu-lintas transportasi yang lancar. Sehubungan dengan data penelitian lain yang membandingkan potensi penularan dari berbagai macam hewan yang menunjukan bahwa anjing merupakan hewan berpotensi tinggi sebagai penular rabies4. Apalagi kalau kesadaran masyarakat untuk memelihara anjingnya secara bebas masih cukup tinggi, mengikat anjingnya sangat rendah karena adanya anggapan anjing adalah hewan najis dan cakupan vaksinasi kurang 70%' atau 75%' sehingga tingkat keberhasilan pelaksanaan program pemberantasan rabies sulit dicapai. KESIMPULAN Sebagian besar keluarga yang dicakup dalam survai ini memiliki anjing. Cara memelihara anjing yang kurang baik terutama adanya anggapan bahwa anjing adalah hewan najis, terlihat pada desa yang anjingnya banyak dilepas bebas, sedilut yang diikat dan persentase vaksinasi rendah kurang dari 70%. Anjing peliharaannya banyak digunakan untuk menjaga kebun dan tidak divaksinasi sehgga penyebaran rabies akan lebih mudah. Hal ini dimungkmkan karena mereka kurang mengerti akan bahaya rabies. Berhubung daerah ini berdekatan dengan DKI Jakarta sehingga akan merupakan penular rabies yang potensial bagi daerah perkotaan DKI Jakarta. Kepadatan populasi anjing per keluarga yang dicakup di daerah pedesaan Jawa Barat clan daerah perkotaan DKI Jakarta tidak banyak berbeda narnun di daerah perkotaan DKI Jakarta masih dapat dipertahankan bebas rabies oleh karena cara perlakuan terhadap hewan anjing kesayangannya lebih baik daripada di pedesaan, mereka memvaksinkan sendiri secara sukarela pada dokter hewan swash. Untuk melindungi penduduk daerah perkotaan DKI Jakarta dari penularan rabies yang berasal dari pedesaan di sekitarnya, maka perlu diperhatikan perilaku masyarakat dengan meningkatkan kegiatan penyuluhan dan vaksinasi rabies massal oleh pemerintah minimal 70% dari populasi anjing. SARAN Demi keberhasilan Pembangunan Jangka Panjang Kedua dalarn bidang zoonosis dan kesehatan hewan maka: 1. Pengembangan program pemberantasan rabies seperti : jumlah cakupan vaksinasi ditingkatkan dan mengadakan registrasi hewan. 2. Meningkatkan penyuluhan tentang bahaya rabies dengan penyebaran bahan penyuluhan secara lebih luas melalui pemuka agama.

Pengmh perilaku masyarakat dalam... Salma Maroef 3. Menhgkatkan peran serta masyarakat dalam memelihara hewan peliharaannya, hams diikat dalam pekarangan rumah dan dilarang melepas bebas di luar pekarangan rumah. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan yang sangat beharga. Ucapan yang sama ditujukan pula kepada Kepala Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes serta Sekretaris Badan Litbangkes. Untuk staf Sub Direkto -at Zoonosis Direktorat Jenderal PPM & PLP, temanteman sejawat di Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Dinas Kesehatan dan Dinas Petemakan di daerah survai yang telah berpatisipasi pada penelitian hi, dihaturkan terima kasih. DAFTAR RUJUKAN 1. WHO (1992). Expert Committee On Rabies. Eighth Report, Geneva : 27-29. 2. Hardjosworo S., S. Partoatmodjo (1 977). Tentang Latar Belakang Peledakan Anjing Gila (rabies) di beberapa daerah di Indonesia. Bogor 1977. 3. R.J. Theos H. Josodiwondo (1984). Penolakan, Pengendalian dan Pemberantasan Rabies secara terpadu di daerah endemis Sulawesi Utara. Syrnp~~iurn Nasional Rabies di Denpasar Bali, September 1984. 4. Salma Ma'roef et al (1986). Monogram laporan penelitian Analisa Epidemiologi Data Surveillance Rabies di Indonesia pada tahun 1979-1983, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depertemen Kesehatan Jakarta: Hal. 10-23. 5. Salma Maroef (1989). Kepadatan Populasi Anjing Sebagai F...lular Rabies di DKI Jakarta, Bekasi dan Karawang, Bulletin Penelitian Kesehatan 1989, 17 (1) : 44-48. 6. Departeman Kesehatan RI, Pusat Data Kesehatan Jakarta (1988). Profil Kesehatan Indonesia : 78. 7. WHO (1984). Guidelines For Dog Rabies Control. Geneva : 5.1-5.24. Bul. Pentlik #-hat. 22 (2) 1994