BAB 2 PROFIL SANITASI SAAT INI

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 1. Hasil Kajian Aspek Non Teknis dan Lembar Kerja Area Berisiko

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

KERANGKA KERJA LOGIS (KKL) KABUPATEN ACEH TENGGARA

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

Enumerator menggunakan tenaga sanitarian puskesmas yaitu sebanyak 30 orang sanitarian serta ditambah sejumlah kader kesehatan desa.

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

BAB 2 PROFIL SANITASI SAAT INI

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

2.1 Visi Misi Sanitasi

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB V Area Beresiko Sanitasi

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

5.1 Gambaran Umum Monitoring dan Evaluasi

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

Bab 2: Kerangka Pengembangan Sanitasi

Lampiran 2. Hasil Analisis SWOT

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

L-3. Kerangka Kerja Logis TABEL KKL. Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya

Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

Tabel 3.34 Daftar Program/Proyek Layanan Yang Berbasis Masyarakat Tabel 3.35 Kegiatan komunikasi yang ada di Kabupaten Merangin...

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

Lampiran 2: Hasil analisis SWOT

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB 3 RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB 6 MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

Mendapatkan gambaran tentang kondisi dan rencana penanganan air limbah domestik di Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2017

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan. Perencanaan menyeluruh pengelolaan sistem air limbah skala Kota.

KERANGKA KERJA LOGIS (KKL)

5.1. Area Beresiko Sanitasi

Deskripsi Program/ Kegiatan Sanitasi. Dinas PU Kabupaten Tapanuli Tengah

BAB STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI

BAB II Kerangka Pengembangan Sanitasi

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) 2014 KABUPATEN KEPULAUAN ARU PROPINSI MALUKU

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

Bab III Kerangka Pengembangan Sanitasi

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

KERANGKA KERJA LOGIS KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 2 ANALISIS SWOT

ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

Transkripsi:

BAB 2 PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1. Gambaran Wilayah Kota Parepare merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki posisi strategis karena terletak pada jalur perlintasan transportasi darat maupun laut, baik arah Utara-Selatan maupun Timur-Barat. Kota Parepare secara geografis terletak antara 3 0 57 39 4 0 04 49 Lintang Selatan dan 119 0 36 24 119 0 43 40 Bujur Timur. Secara administrasitif wilayah, Kota Parepare berbatasan dengan: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang; - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang; - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru; - Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar. Kondisi Topografi Kota Parepare terdiri dari daerah datar sampai bergelombang, dengan klasifikasi kurang lebih 80% luas daerahnya merupakan daerah perbukitan dan sisanya daerah datar dengan ketinggian 25-500 meter diatas permukaan laut (mdpl), dengan dataran tinggi bergelombang dan berbukit (88,96%) dengan fungsi dominan untuk lahan perkebunan (18,56%), kehutanan (43,04%), dan daerah permukiman (1,57%), serta sebagaian kecil merupakan dataran rendah yang rata hingga landai (11,04%) dengan fungsi permukiman (2,80%), pertanian (9,40%) dan perikanan (0,24%). Luas wilayah Kota Parepare tercatat 9.933 Ha dengan luas area terbangun 2.430 Ha, meliputi 4 kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan. Berdasarkan luas wilayah dari masing-masing kecamatan di Kota Parepare, menunjukkan bahwa wilayah kecamatan terluas adalah Kecamatan Bacukiki dengan luas kurang lebih 6.670 Ha atau sekitar 67,15% dari luas wilayah Kota Parepare, sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Soreang dengan luas wilayah kurang lebih 833 Ha atau sekitar 8,38% dari luas Kota Parepare. Wilayah kajian SSK seluruh wilayah administrasi Kota Parepare. (Lihat Peta 2.1. Peta Wilayah Kajian SSK Kota Parepare dan Tabel 2.1. Nama dan Luas Wilayah per-kecamatan serta Jumlah Kelurahan) 14

15 15

Tabel 2.1. Nama dan Luas Wilayah per-kecamatan serta jumlah Kelurahan Nama Kecamatan Jumlah Kelurahan/ Desa (Ha) Administrasi Luas Wilayah (%) Terhadap Total Administrasi (Ha) Terbangun (%) Terhadap Luas Adminitrasi Bacukiki 4 6.670 67,15 1.186 17,79 Bacukiki Barat 6 1.300 13,09 228 17,52 Ujung 5 1.130 11,38 663 58,64 Soreang 7 833 8,38 353 42,40 Total 22 9.933 100 2.430 24,46 Sumber: Kota Parepare Dalam Angka Tahun 2014 Data menunjukkan jumlah penduduk Kota Parepare pada Tahun 2013 sebanyak 135.200 jiwa yang tersebar pada 4 kecamatan. Kecamatan Soreang merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, yakni mencapai 45.551 jiwa dengan jumlah rumah tangga yang tercatat sebanyak 11.388 KK. Kondisi menunjukkan adanya pertambahan jumlah penduduk yang tidak sedikit, dari 132.048 jiwa pada tahun 2012. Penyebarannya juga tidak merata pada setiap kacamatan maupun kelurahan, sehingga kondisi demografi Kota Parepare memiliki tingkat kepadatan yang berbeda. Pertumbuhan penduduk Kota Parepare setiap tahun mengalami peningkatan, baik yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk Kota Parepare sendiri maupun migrasi dari daerah sekitar Kota Parepare. Pada dasarnya tingkat perkembangan jumlah penduduk, dapat digunakan untuk mengestimasi perkiraan jumlah penduduk dimasa yang akan datang. Proyeksi jumlah penduduk dimasa yang akan datang dilakukan dengan pendekatan matematik dan menggunakan kecenderungan pertumbuhan penduduk 5 tahun terakhir. Metode proyeksi yang digunakan adalah metode matematik dengan rumus geometri. Rumus yang digunakan sebagai berikut: 16

Pt = Po (1 + r) t Pt/Po = (1 + r) t log Pt/Po = log (1+r) t log Pt/Po = t log (1+r) 1/t log Pt/Po = log (1+r) antilog 1/t log Pt/Po = (1+r) antilog 1/t log Pt/Po -1 = r Keterangan: Po = jumlah penduduk tahun dasar Pt = jumlah penduduk akhir (tahun proyeksi) r = laju pertumbuhan penduduk (%) t = waktu (tahun) Kota Parepare yang merupakan Kota Niaga dan Jasa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk lima tahun terakhir dari tahun 2009 menunjukkan angka 3,28% pertahun. Proyeksi penduduk untuk 5 Tahun kedepan tahun 2019 diprediksikan penduduk Kota Parepare mencapai 164.480 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 41.122 KK, dimana setiap keluarga rata-rata memiliki anggota keluarga sebanyak 4 sampai 5 orang. Kecamatan Soreang memiliki jumlah penduduk terbesar di tahun 2019 yaitu 59.442 jiwa sedangkan Kecamatan Bacukiki dengan jumlah penduduk terendah yaitu 16.989 jiwa. (Lihat Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun dan Tabel 2.3. Jumlah Kepala Keluarga Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun) 17

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun No Nama Kecamatan Jumlah Penduduk (Orang) Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total Tahun Tahun Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 1 Bacukiki 0 0 0 0 0 15.755 16.055 16.361 16.672 16.989 15.755 16.055 16.361 16.672 16.989 2 Bacukiki Barat 25.634 26.279 26.940 27.618 28.314 17.361 17.798 18.246 18.705 19.176 42.995 44.077 45.186 46.323 47.490 3 Ujung 21.282 21.963 22.666 23.392 24.141 14.473 14.937 15.415 15.909 16.418 35.755 36.900 38.081 39.301 40.559 4 Soreang 37.689 39.398 41.185 43.053 45.006 12.090 12.638 13.211 13.810 14.436 49.779 52.036 54.396 56.863 59.442 Total 84.605 87.640 90.791 94.063 97.461 59.679 61.428 63.233 65.096 67.019 144.284 149.068 154.024 159.159 164.480 Sumber: Analisa Pokja Sanitasi Kota Parepare Tahun 2015 18

Tabel 2.3. Jumlah Kepala Keluarga Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun No Nama Kecamatan Jumlah KK Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total Tahun Tahun Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 1 Bacukiki 0 0 0 0 0 3.939 4.014 4.091 4.168 4.248 3.939 4.014 4.091 4.168 4.248 2 Bacukiki Barat 6.409 6.569 6.735 6.904 7.078 4.340 4.450 4.561 4.677 4.794 10.749 11.019 11.296 11.581 11.872 3 Ujung 5.321 5.492 5.667 5.849 6.036 3.618 3.734 3.854 3.977 4.105 8.939 9.226 9.521 9.826 10.141 4 Soreang 9.423 9.850 10.298 10.763 11.252 3.023 3.160 3.303 3.453 3.609 12.446 13.010 13.601 14.216 14.861 Total 21.153 21.911 22.700 23.516 24.366 14.920 15.358 15.809 16.275 16.756 36.073 37.269 38.509 39.791 41.122 Sumber: Analisa Pokja Sanitasi Kota Parepare Tahun 2015 19

Ditinjau dari tingkat kepadatan, penduduk terpadat berada di Kecamatan Bacukiki Barat, yakni 189 jiwa/ha dan yang paling rendah tingkat kepadatannya adalah Kecamatan Bacukiki, yakni hanya 13 jiwa/ha. Kepadatan penduduk didasarkan atas kondisi distribusi penduduk yang berkaitan dengan jumlah penduduk yang menghuni suatu wilayah berdasarkan batasan wilayah terbangun. Jumlah penduduk yang terdistribusi pada suatu wilayah akan mempengaruhi tingkat konsentrasi pelayanan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. (Lihat Tabel 2.4. Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun) Tabel 2.4. Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun No Nama Kecamatan Tingkat Pertumbuhan (%) Tahun Kepadatan Penduduk (Orang/Ha) Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 1 Bacukiki 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 13 14 14 14 14 2 Bacukiki Barat 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 189 194 198 203 208 3 Ujung 3,20 3,20 3,20 3,20 3,20 54 56 57 59 61 4 Soreang 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 141 147 154 161 168 Sumber: Analisa Pokja Sanitasi Kota Parepare Tahun 2015 Menurunnya angka kemiskinan di Kota Parepare adalah salah satu barometer penegakan komitmen pemerintah daerah, pelaku usaha dan segenap unsur masyarakat yang peduli dalam upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Hal tersebut sesungguhnya merupakan implementasi amanat konstitusi bagi pencapaian tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Batang Tubuh UUD 1945, Pasal 27 yakni setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Berdasarkan data dari TNP2K, angka kemiskinan pada tahun 2013 sebesar 4.965 rumah tangga atau 14,69% dari rumah tangga di Kota Parepare. (Lihat Tabel 2.5. Jumlah Penduduk Miskin Per- Kecamatan) 20

Tabel 2.5. Jumlah Penduduk Miskin Per-Kecamatan No Nama Kecamatan Jumlah Keluarga Miskin (Rumah Tangga) 1 Bacukiki 860 2 Bacukiki Barat 1.725 3 Ujung 736 4 Soreang 1.644 Total 4.965 Sumber : TNP2K Kota Parepare Tahun 2014 Dalam konteks tata ruang, secara umum penataan ruang di Kota Parepare bertujuan untuk : 1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional; 2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya; dan 3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA PAREPARE Rencana struktur tata ruang wilayah Kota Parepare merupakan rencana pembentukan dari berbagai elemen kegiatan serta jaringan transportasi, jaringan sarana dan prasarana yang mendukung pusat-pusat pelayanan, sehingga membentuk suatu sistem terpadu yang mampu memanfaatkan potensi wilayah Kota Parepare, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing Kota Parepare utamanya dalam era keterbukaan. Penjenjangan sistem pusat-pusat pelayanan diharapkan dapat menjadi motor penggerak bagi pemerataan pembangunan pada setiap kawasan di Kota Parepare, sehingga peran dari pusat-pusat pelayanan menjadi pusat distribusi dan pelayanan yang akan terbentuk secara terhirarki. (Lihat Peta 2.2. Peta Rencana Struktur Ruang Kota Parepare) 21

22 22

Rencana Hirarki Sistem Pusat Pelayanan Kota Parepare Secara umum sistem pusat dan skala pelayanan di Kota Parepare terdiri atas pusat pelayanan regional yang meliputi; pusat industri manufaktur dan pergudangan, pusat perdagangan, pusat pelayanan transportasi laut, pusat pelayanan transportasi darat, pusat pelayanan kesehatan dan pusat pelayanan olahraga. Sedangkan untuk pusat pelayanan kota meliputi; pusat pemerintahan kota dan pusat pelayanan kesehatan di Kecamatan Bacukiki. Untuk sub pusat pelayanan kota ada empat buah yaitu di Kecamatan Bacukiki Barat yang penataannya terpadu dengan stasiun Kereta Api dan Terminal Tipe A meliputi Terminal Lumpue yang terletak di Kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki, juga di Kecamatan Bacukiki di sekitar pertemuan jalur jalan arteri, di Kecamatan Ujung yang penataannya terpadu dengan stasiun Kereta Api di kota bagian atas, serta di Kecamatan Soreang yang penataannya terpadu dengan terminal bis pembantu dan stasiun Kereta Api di perbatasan Kota Parepare dengan Kabupaten Pinrang. Untuk skala pelayanan lingkungan difokuskan pada bidang kesehatan, pendidikan, olahraga, hubungan sosial dan pengembangan budaya, serta pelayanan administrasi dan perbelanjaan barang kebutuhan harian maupun jasa. Pusat lingkungan dialokasikan menyebar pada setiap kelurahan dan lingkungan perumahan dan permukiman. Pusat Pelayanan Kota (PPK) Direncanakan sebagai Pusat Pelayanan Kota (kawasan inti) dengan fungsi pelayanan berskala kota dan regional/wilayah sekitar. Penyediaan fungsi faslilitas pada kawasan ini mempertimbangkan skala pelayanan tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk membentuk aglomerasi dan sistem pelayanan yang terpusat, sehingga akan tercipta pelayanan yang efesien dan efektif. Pusat Pelayanan Kota (PPK) memiliki fungsi pelayanan skala kota, skala pelayanan yang dilayani adalah ditingkat kota sehingga seluruh kawasan Kota Parepare merupakan daerah yang dilayaninya. Fungsi-fungsi PPK mencakup pelayanan maksimal sebagai berikut : 23

Pendidikan, yang mencakup pelayanan berjenjang pendidikan tinggi yang berisifat akademik seperti universitas ataupun institut serta jenjang pendidikan tinggi terapan seperti sekolah tinggi dan politeknik dan setingkatnya serta fasilitas pendukung pendidikan tinggi tersebut seperti perpustakaan, lembaga penelitian dan sejenisnya. Kesehatan, yang mencakup pelayanan Rumah Sakit bertipe B dan Rumah sakit bersalin. Sarana peribadatan yang berskala kota. Gedung pertemuan umum dan sarana budaya berskala kota. Olahraga dan rekreasi, meliputi gedung olahraga (tunggal), stadion, maupun gelanggang olahraga, taman/kawasan rekreasi berskala kota. Perdagangan, yang mencakup pusat-pusat perbelanjaan utama seperti kompleks pertokoan dan mall, pasar, bank, dan pelayanan-pelayanan jasa lainnya yang berskala wilayah. Pola perkembangan Kota Parepare, pada awalnya mengalami kecenderungan pada kawasan pesisir yaitu pada kawasan Lakessi, Mallusetasi dan Labukkang, yang ditandai dengan berkembangnya kegiatan perdagangan dan pelayanan jasa, sehingga pada kawasan tersebut terbentuk pusat kota dengan berbagai aktivitas kota seperti pelayanan perkantoran, kesehatan, militer, pelayanan jasa sosial dan pelayanan umum lainnya. Seiring dengan pertumbuhan kota dan ketersediaan lahan yang mengalami keterbatasan pada kawasan tersebut, sehingga struktur pelayanan mengalami beberapa pergeseran antara lain pusat kegiatan pemerintahan, pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan, diarahkan pengembangannya pada Kelurahan Bumi Harapan Kecamatan Bacukiki, dengan ketersediaan lahan yang cukup memadai, sehingga struktur pusat pelayanan Kota Parepare diarahkan pada kawasan tersebut. Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK) Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK) direncanakan berada di setiap kawasan yang berfungsi sebagai pelayanan yang berskala kawasan. Penempatan sub pusat kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan faktor karakteristik dan geografis dari masing-masing Sub PPK yang bertujuan untuk mengembangkan pelayanan terpadu dan menyeluruh ke seluruh kawasan, juga dengan 24

memperhatikan pelayanan kepada kawasan-kawasan yang berada di wilayah sekitarnya. Pengembangan Sub PPK ini juga bertujuan untuk mengurangi beban dan ketergantungan yang sangat tinggi dari Pusat Pelayanan Kota (PPK). Skala pelayanan Sub PPK mencakup empat kecamatan dan beberapa kelurahan yang berada di pusat pelayanan pengembangan kawasan pada Kecamatan Soreang (Bukit Harapan), Ujung (Labukkang), Bacukiki (Lemoe), dan Bacukiki Barat (Lumpue). Sub PPK ini dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya yang diarahkan sesuai dengan fungsionalisasi yang diembannya. Fungsi-fungsi Sub PPK mencakup pelayanan: Pendidikan, yang mencakup pendidikan tinggi berupa pendidikan tinggi yang berisifat akademik seperti universitas ataupun institut maupun pendidikan tinggi terapan seperti politeknik dan sekolah tinggi serta fasilitas-fasilitas gedung praktek penunjang kegiatan belajar mengajar dengan skala dan luasan yang terbatas. Kesehatan, mencakup balai pengobatan dan puskesmas plus. Gedung serbaguna berskala kawasan. Olahraga dan rekreasi, meliputi gedung olahraga (tunggal), stadion, bioskop, taman-taman berskala kawasan. Perdagangan, yang mencakup pusat perbelanjaan, pasar dan pertokoan/ruko berskala terbatas, walaupun pada kondisi eksisting sudah ada pusat perbelanjaan berskala kota. Transportasi, terminal pusat dan terminal yang bersifat transit/pembantu dan parkir umum Pelayanan Lingkungan (PL) Direncanakan dikembangkan pada masing-masing klaster permukiman yang berfungsi sebagai pelayanan berskala lingkungan atau sebagian kawasan di setiap kelurahan. Penempatan Pelayanan Lingkungan (PL) ini dilakukan dengan memperhatikan aspek karakteristik wilayah yang meliputi luas dan pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman di masing-masing Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK), yang tujuannya untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal pada skala lingkungan. 25

Pelayanan Lingkungan adalah pusat kegiatan di tingkat kawasan permukiman bentuknya dapat dibangun secara terpusat (aglomerasi) dari beberapa perumahan dan permukiman yang terbangun ataupun dibangun secara mandiri oleh masing-masing perumahan yang terbangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang tersebar disetiap kelurahan yang terdiri dari Lemoe, Lompoe, Wattang Bacukiki, Galung Maloang, Bumi Harapan, Lumpue, Sumpang Minangae, Cappa Galung, Kampung Baru, Tiro Sompe, Labukkang, Lapadde, Mallusetasi, Ujung Bulu, Ujung Sabbang, Bukit Harapan, Bukit Indah, Kampung Pisang, Lakessi, Ujung Baru, Ujung Lare, Wattang Soreang. Fungsi-fungsi PL mencakup pelayanan : Pendidikan, yang mencakup pendidikan SLTA dan setingkatnya. Kesehatan, mencakup pelayanan puskesmas, pustu dan apotik/toko obat. Gedung serbaguna berskala lokal. Olahraga dan rekreasi, lapangan olahraga dan taman kawasan. Perdagangan, yang mencakup tempat perdagangan pasar berskala lokal dan pertokoan, warung yang terbatas. RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA PAREPARE Substansi dari rencana pola pemanfaatan ruang meliputi batas-batas kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan lainnya (kawasan lindung dan kawasan budidaya). Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem antar wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia. Kawasan budidaya yang dimaksudkan meliputi kawasan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan kawasan perumahan, kawasan perdagangan/jasa, kawasan perkantoran, kawasan industri dan perdagangan, kawasan pariwisata, kawasan ruang terbuka non hijau, kawasan ruang evakuasi bencana, kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan peruntukan ruang sektor informal, kawasan pertahanan dan keamanan serta kawasan pelayanan umum. (Lihat Peta 2.3. Peta Rencana Pola Ruang Kota Parepare) 26

27 27

2.2. Kemajuan Pelaksanaan SSK 2.2.1. Air Limbah Domestik Melihat kemajuan pelaksanaan pembangunan sanitasi dengan mengukur dan memperbaharui kondisi dasar sanitasi, memantau dampak, hasil dan keluaran dari kegiatan sektor sanitasi kota dan memastikan bahwa tujuan dan sasaran sanitasi, rencana pengembangan dan target tertentu sanitasi kota, serta kepatuhan pada standar pelayanan minimum yang ada sudah dilaksanakan secara efektif. Perkembangan pelaksanaan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang tertuang dalam dokumen strategi sanitasi kota tahun 2011 penanganan BABs tidak terlalu besar memberikan dampak, berdasarkan hasil studi EHRA praktik BABs masih menunjukkan angka 33,10% dimana tahun 2011 tercatat 35,95%. (Lihat Tabel 2.6. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Air Limbah Domestik) Tabel 2.6. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Air Limbah Domestik SSK Tahun 2012 - Tahun 2016 SSK Tahun 2015 Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini 1 2 3 4 Meningkatkan pelayanan pada masyarakat dalam bentuk perluasan informasi dan akses layanan sistem setempat (on-site) dan terpusat (off-site) Peningkatan pengelolaan air limbah melalui akses masyarakat terhadap informasi dan pelayanan pengelolaan air limbah permukiman sistem setempat (onsite) dan terpusat (offsite) padat penduduk BABs sebesar 35,95% akibat cakupan layanan air limbah Berdasarkan hasil studi EHRA masyarakat yang masih melakukan praktik BABs sebesar 33,10% 28

Meningkatkan kualitas lingkungan, derajat kesehatan masyarakat, dan PHBS Peningkatan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat menjadi 50% diakhir Tahun 2016 PHBS pengelolaan air limbah sebesar 41,90% Meningkatkan PHBS melalui peran masyarakat (rumah tangga dan sekolah) pengelolaan air limbah dari 41,90% menjadi 80% Menata Pengembangan Belum adanya pengembangan perencanaan dan perda yang perencanaan, penataan Peraturan mengatur peraturan perundangudangan, Perundang-undangan pengelolaan air air Limbah limbah kelembagaan dan Peningkatan tata Belum ada keuangan kelola kelembagaan lembaga yang pengelolaan air pemerintah dalam secara khusus limbah pengelolaan air menangani limbah yang baik pengelolaan air limbah Meningkatkan Peningkatan Pihak swasta kerjasama dengan pengelolaan air belum pihak swasta dalam limbah melalui teridentifikasi pengolahan air pemanfatan sumber secara maksimal limbah, yang telah di daya Pendanaan gagas maupun yang pembangunan dalam direncanakan secara penguatan ekonomi realistik masyarakat Sumber : Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota Parepare tahun 2011 Tangki septik suspek aman sebesar 68,40% Pencemaran karena SPAL masih cukup tinggi yaitu 49,30% Telah dibentuk UPTD Pengelolaan IPAL Komunal dan MCK++ Keterlibatan pihak swasta masih sangat rendah dalam pengelolaan air limbah 29

2.2.2. Persampahan Dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan persampahan di Kota Parepare, perlu ada keselarasan dan kesesuain antara pelaksanaan dan perencanaan yang telah dibuat. Tingkat cakupan layanan persampahan di Kota Parepare sudah mencapai 93,24% dengan frekuensi pengangkutan sampah 72,70%. (Lihat Tabel 2.7. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Persampahan) Tabel 2.7. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Persampahan SSK Tahun 2012 - Tahun 2016 SSK Tahun 2015 Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini 1 2 3 4 Meningkatkan pelayanan pada masyarakat dalam bidang kebersihan, Meningkatnya efisiensi dan efektifitas pengelolaan persampahan di Efisiensi dan efektifitas pengelolaan persampahan 11, 30% Pengolahan sampah setempat berdasarkan studi EHRA pertamanan dan penataan ruang terbuka hijau tingkat masyarakat perkotaan dari 5,34% menjadi 50%. ditingkat masyarakat perkotaan 5,34% Meningkatnya efisiensi dan efektifitas pengelolaan persampahan di TPA Lapadde dari 5,34% menjadi 50%. Frekuensi pengangkutan sampah menunjukkan angka 72,70% dengan ketepatan waktu 54,50% Pengembangan alternatif sumber pembiayaan baik pendanaan pemerintah pusat mapun pendanaan pemerintah propinsi Cakupan layanan persampahan sebesar 93,24% 30

Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha serta berkaitan dengan program kerja/proyek Kota Parepare Bersahaja menuju Kota Bandar Madani. Meningkatnya koordinasi intemal dan eksternal antar SKPD, sekertaris/bidang/seksi dalam menata perencanaan dan pengembangan kebijakan kelembagaan, peraturan dan perundangan Koordinasi sudah berjalan dalam menata perencanaan dan pengembangan kebijakan kelembagaan, peraturan dan perundangan Meningkatkan Meningkatkan Masyarakat kesadaran dan kewajiban masyarakat membayar ketaatan masyarakat membayar retribusi retribusi sampah berkaitan dengan hak sampah secara secara kontinyu dan kewajiban selaku kontinyu dari 92,30% sebesar 92,30% warga negara yaitu menjadi 100%. dalam hal pelunasan Meningkatkan peran Pemilahan membayar retribusi masyarakat sampah di kebersihan. melakukan pemilahan masyarakat sampah dari 9,30% sebesar 9,30% menjadi 50%. Meningkatkan Meningkatkan potensi Pihak swasta kerjasama dengan investasi dunia berperan dalam pihak swasta dalam usaha/swasta penyediaan pengolahan sampah, sarana yang telah di gagas persampahan maupun yang direncanakan secara realistik. Sumber : Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota Parepare tahun 2011 Koordinasi internal dan eksternal antar SKPD dalam perencanaan dan pengembangan sudah berjalan dengan baik dengan dibentuknya Pokja Sanitasi Kota Parepare Pada tahun 2014 proporsi realisasi retribusi terhadap potensi retribusi sebesar 97,56% Hasil studi EHRA praktik pemilahan sampah skala rumah tangga sebesar 9,80% TPS 3R yang dikelola oleh pihak swasta di Kelurahan Lemoe Kecamatan Bacukiki 31

2.2.3. Drainase Perkotaan Pencapaian pembangunan sektor sanitasi disusun dengan melakukan analisis terhadap kondisi wilayah saat ini serta arah pengembangan secara menyeluruh. Penanganan drainase perkotaan di Kota Parepare merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah Kota Parepare dengan kondisi topografi kurang lebih 80% merupakan daerah perbukitan dan selebihnya daerah datar yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. (Lihat Tabel 2.8. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Drainase Perkotaan) Tabel 2.8. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Drainase Perkotaan SSK Tahun 2012 - Tahun 2016 SSK Tahun 2015 Tujuan Sasaran Data Dasar Status Saat Ini 1 2 3 4 Meningkatkan pengelolaan Tersedianya dokumen perencanaan sistem Master plan drainase belum Master plan drainase sudah ada sampah/drainase terpadu drainase Kota yang terintegrasi pada akhir tahun 2012 ada Meningkatkan sarana dan prasaranan fisik perkotaan Berkurangnya luas genangan di Kota Parepare dari 22 ha menjadi 10 ha pada akhir tahun 2015 Luas genangan di Kota Parepare sebesar 22 Ha Luas genangan sebesar 46,92 Ha. Dimana sebagian besar dipengaruhi oleh pasang surut Sumber : Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota Parepare tahun 2011 2.3. Profil Sanitasi Saat Ini Penilaian Profil Sanitasi merupakan gambaran lengkap dan menyeluruh baik teknis maupun nonteknis dan mencakup berbagai aspek tentang sanitasi di Kota Parepare baik yang bersumber dari data primer maupun data sekunder. Secara umum kondisi pengelolaan sanitasi Kota Parepare masih belum memadai. 32

2.3.1. Air Limbah Domestik Limbah domestik atau sering juga disebut limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian dan kotoran manusia. Seperti pada limbah pada umumnya limbah rumah tangga merupakan buangan yang berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera, dan sebagainya. Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran. Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan membuat saluran air kotor dan peresapan dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya, tidak mengotori permukaan tanah sehingga bisa mengakibatkan tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah, mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lainnya, tidak menimbulkan bau yang mengganggu. Sistem pengolahan air limbah domestik masih dikelola secara on-site system (setempat). Berdasarkan hasil studi EHRA tahun 2015, sistem ini meliputi tangki septik sebesar 52,20%, pipa sewer 2,0% dan cubluk 23,50% selebihnya dibuang disungai atau drainase. Berkaitan dengan tangki septik, hasil kajian EHRA 68,40% menunjukkan tangki septik masuk dalam kategori suspek aman. Sistem pengolahan air limbah domestik yang terdiri atas black water yang berasal dari tinja, urine, air pembersih dan air penggelontor. Umumnya menggunakan jamban leher angsa dengan kontruksi penampungan dan pengumpulan berupa tangki septik, pipa sewer dan cubluk. Pada umumnya sistem pembuangan limbah non tinja ini dialirkan melalui lubang resapan yang disalurkan melalui saluran terbuka yang dialirkan ke sistem drainase atau ke sungai. Walaupun prasarana pendukung pengelolaan air limbah seperti IPLT telah tersedia dan telah dibangun beberapa IPAL komunal, namun tingkat cakupan layanan air limbah domestik masih cukup rendah yaitu sistem setempat (on-site system) yaitu 23.314 KK (69% dari populasi) dan sistem komunal 924 KK (3% dari populasi). (Lihat Peta 2.4. Peta Cakupan Layanan Air Limbah Domestik, Gambar 2.1. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Tabel 2.9. Cakupan Layanan Air Limbah Domestik Saat Ini Di Kota Parepare) 33

28 34

Diagram Sistem Sanitasi Air Limbah Domestik Gambar 2.1. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik Produk Input (A) User Interface (B) Pengumpulan dan Penampungan / Pengolahan Awal (C) Pengangkutan / Pengaliran (D) (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat (E) Daur Ulang dan/atau Pembuangan Akhir Black Water dan Grey Water Bidang Resapan Air Tanah 35

Tabel 2.9. Cakupan Layanan Air Limbah Domestik Saat Ini di Kota Parepare Sanitasi Tidak Layak Sanitasi Layak No Nama Kecamatan BABs (KK) Cubluk, Jamban Tidak Aman (KK) Sistem Onsite Individual Cubluk Aman/ Jamban Keluarga dengan Tangki Septik Aman (KK) MCK /Jamban Bersama (KK) Sistem Offsite Sistem Berbasis Komunal MCK Komun al (KK) Tangki Septik Komunal >10 KK (KK) IPAL Komunal (KK) Skala Kawasan / Terpusat Sambungan Rumah yang Berfungsi (KK) (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x) I Wilayah Perdesaan 1 Bacukiki 1.008 81 2.524 10 46 0 125 0 2 Bacukiki Barat 1.204 135 2.680 10 33 0 68 0 3 Ujung 1.048 25 2.319 5 0 0 0 0 4 Soreang 1.117 59 1.531 0 0 0 59 0 II Wilayah Perkotaan 1 Bacukiki 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Bacukiki Barat 2.005 298 3.672 5 61 0 57 0 3 Ujung 1.104 57 3.685 10 40 0 100 0 4 Soreang 2.080 471 5.612 125 85 0 50 200 Sumber : Dinas Kesehatan dan Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014 Sistem pengelolaan air limbah domestik di Kota Parepare belum berjalan efektif sebagaimana diharapkan dan itupun hanya diprakarsai oleh pemerintah, belum dilakukan oleh dunia usaha ataupun masyarakat. Dari pihak pemerintah daerah menyediakan 1 unit mobil pengangkut tinja dengan kapasitas 6 m 3 yang melayani Kota Parepare dimana sekarang dalam kondisi tidak beroperasi lagi. Faktor utama adalah masih rendahnya kepedulian masyarakat dalam pengelolaan air limbah dimana hal tersebut didasari oleh ketidaktahuan masyarakat kapan perlu dilakukan penyedotan lumpur tinja. (Lihat Tabel 2.10. Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik) 36

Tabel 2.10. Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik No Jenis Satuan Jumlah/ Kapasitas Berfungsi Kondisi Tidak Berfungsi Keterangan (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) SPAL Setempat (Sistem Onsite) 1 Berbasis komunal - MCK Komunal unit 7 7 0-2 Truk Tinja unit 1 0 1 Rusak 3 IPLT: kapasitas M 3 /hari 50 0 1 Rusak SPAL Terpusat (Sistem Offsite) 1 Berbasis Komunal - Tangki Septik Komunal >10KK Unit 0 0 0 - - IPAL Komunal Unit 13 13 0-2 IPAL Kawasan/Terpusat - Kapasitas M 3 /hari 150 1 0 - - Sistem - - - - - Sumber : Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014 Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, maka koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota Di Kota Parepare pengelolaan air limbah domestik menjadi tupoksi lintas SKPD yang mana secara teknis menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan. Pengelolaan air limbah domestik juga berkaitan erat dengan tupoksi SKPD Badan Lingkungan Hidup Daerah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah terutama dalam hal perumusan kebijakan, pengawasan maupun pembinaan. 37

Institusi pemerintahan tersebut memiliki korelasi yang kuat, dimana Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan berperan sebagai operator karena lebih bersifat teknis dan Badan Lingkungan Hidup Daerah serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah lebih memainkan peran sebagai regulator. Upaya-upaya preventif dan promotif menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik sehingga peran dari Dinas Kesehatan juga sangat penting. Ditingkat masyarakat dan swasta belum ada upaya yang terfokus terhadap sistem pengelolaan air limbah domestik yang memenuhi standar pelayanan penyehatan lingkungan. Dengan kedudukan kelembagaan yang masih lemah baik ditingkat masyarakat, swasta dan pemerintah maka upaya pencapaian target pengelolaan air limbah belum ada langkah-langkah nyata, sehingga berpengaruh pada belum tersedianya perangkat peraturan terkait pengelolaan air limbah di tingkat daerah. 2.3.2. Persampahan Infrastruktur persampahan yang tersedia dan digunakan oleh masyarakat mayoritas berupa TPS, berdasarkan hasil studi EHRA sampah yang dikumpulkan di TPS sebesar 68,40% dan 16,50% Sampah tersebut langsung dibakar. selebihnya, masih ada masyarakat yang membuang sampah sembarangan, misalnya di saluran air ataupun di tanah kosong bahkan disungai. Ketidaktersediaan ataupun minimnya sarana dan prasarana persampahan menjadi salah satu penyebab penanganan sampah masih terabaikan, disamping kemampuan, wawasan dan kesadaran masyarakat yang juga masih rendah teruatama penerapan konsep 3R belum terinternalisasi dalam pengelolaan sampah. Disisi lain, pihak swasta maupun lembaga non pemerintah sampai saat ini belum memperlihatkan partisipasi, inisiatif dan kontribusi nyata terhadap pengelolaan persampahan. Kriteria dan dasar pelayanan persampahan berdasarkan target Pembangunan Nasional adalah 70% sampah domestik dan 100% sampah non domestik harus mendapatkan penanganan melalui sistem pelayanan umum. Dalam memaksimalkan pelayanan pengelolaan persampahan perkotaan dibutuhkan arahan yang tepat, bukan hanya pada kebutuhan akan pendanaan 38

tetapi juga adalah bagaimana pengelolaan kegiatan pelayanan yang terdiri atas beberapa kegiatan utama, antara lain adalah pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemerosesan akhir sampah. Disamping itu, tak bisa dipungkiri bahwa peranan masyarakat sangat besar dalam pelayanan pengelolaan persampahan dimana perlunya peningkatan kesadaran masyarakat akan lingkungan yang sehat bebas dari sampah karena sebaik apapun sarana maupun sistem pengelolaan persampahan apabila masyarakat tidak memiliki kesadaran akan tetap menjadi masalah yang tak bisa diselesaikan. Pemerintah Kota Parepare telah melayani persampahan secara menyeluruh, terutama untuk daerah perkotaan. Sampai saat ini, tingkat cakupan layanan persampahan meliputi layanan pengangkutan (RT-TPS-TPA) sebesar 93,24%. (Lihat Peta 2.5. Peta Cakupan Layanan Persampahan) Penanganan sampah dengan cara membakar secara terbuka (open burning) masih menjadi pilihan yang dilakukan masyarakat. Padahal dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang Juknis SPM Bidang Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa selain kegiatan transportasi dan industri, kegiatan pembakaran terbuka dan kawasan permukiman juga memiliki pengaruh terhadap kualitas udara. Sebagian masyarakat menganggap pembakaran sampah bukanlah sesuatu yang dapat menghawatirkan, terlebih karena Parepare dengan luasan lahan yang masih sangat memadai, penggunaan bahan dan materi yang dominan masih alami, dianggap tidak memberikan intervensi terhadap kualitas udara. Padahal jika dihitung volume timbunan sampah yang dihasilkan setiap harinya dan diasumsikan paling tidak 10% dari jumlah tersebut dibakar setiap harinya, maka dapat dibayangkan seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas udara yang setiap saat dihirup. (Lihat Gambar 2.2. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Persampahan) Di Kota Parepare volume timbulan sampah mencapai sekitar 503 m 3 /hari dengan volume sampah yang terangkut sekitar 469 m 3 /hari. Dimana, sumber timbulan sampah terbesar adalah kawasan permukiman dan perdagangan baik sampah yang organik maupun anorganik. (Lihat Tabel 2.11. Timbulan Sampah per Kecamatan dan Tabel 2.12. Cakupan Akses dan Sistem Layanan Persampahan Kecamatan) 39

28 40

Diagram Sistem Sanitasi Persampahan Gambar 2.2. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Persampahan Produk Input (A) User Interface (B) Pengumpulan Setempat (C) Penampungan Sementara (TPS) (D) Pengangkutan (E) (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat (F) Daur Ulang / Pembuangan Akhir Sampah Organik dan Anorganik Lindi 41

Tabel 2.11. Timbulan Sampah per Kecamatan Jumlah Penduduk Volume Timbulan Sampah No Nama Kecamatan Wilayah Perdesa an Wilayah Perkotaa n Total orang orang orang (%) Wilayah Perdesaan (m 3 / hari) Wilayah Perkotaan (%) (m 3 / hari) (%) Total 1 Bacukiki 15.171 0 15.171 100 70 0 0 100 70 2 Bacukiki Barat 16.518 24.390 40.908 31 40 69 87 100 127 3 Ujung 13.589 19.981 33.570 20 29 80 117 100 146 4 Soreang 11.063 34.488 45.551 13 21 87 139 100 160 Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tahun 2014 Tabel 2.12. Cakupan Akses dan Sistem Layanan Persampahan Kecamatan (m 3 / hari) No Nama Kecamatan Wilayah Perdesaan 3R Wilayah Perkotaan Total Volume Sampah yang Terangkut Ke TPA Wilayah Perkotaan Total (%) (m 3 ) (%) (m 3 ) (%) (m 3 ) (%) (m 3 ) (%) (m 3 ) 1 Bacukiki 8,6 6 0 0 8,6 6 90,00 63 98,60 69 2 Bacukiki Barat 0 0 0 0 0 0 92,91 118 92,91 118 3 Ujung 0 0 0 0 0 0 95,21 139 95,21 139 4 Soreang 0 0 0 0 0 0 93,13 149 93,13 149 Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tahun 2014 Pelayanan persampahan di Kota Parepare saat ini didukung oleh keberadaan sarana dan prasarana yang kondisinya jumlahnya masih terbatas. Jumlah sarana dan prasarana persampahan di Kota Parepare saat ini terdiri atas 6 unit motor sampah, 11 unit kendaraan pick up, 32 unit dump truck, dan 6 unit arm roll truck. Beroperasi dengan ritasi yang berbeda-beda. TPS yang tersebar di Kota Parepare berjumlah 2.704 sedangkan TPS 3R hanya ada di Kelurahan Lemoe Kecamatan Bacukiki. (Lihat Tabel 2.13. Kondisi Prasarana dan Sarana Persampahan) 42

Tabel 2.13. Kondisi Prasarana dan Sarana Persampahan No Jenis Prasarana / Sarana Satuan Jumlah/ Luas Total Terpakai Kapasit as/ Daya Tampu ng m 3 Ritasi /hari Baik Kondisi Rusak Ringan Rusak Berat Ket. (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x) 1 Pengumpulan Setempat - Gerobak unit 0 0 0 0 0 0 - - Motor Sampah unit 6 1 3 6 0 0 - - Kendaraan Pick Up unit 11 2 2 11 0 0 - Tempat 2 Penampungan Sementara (TPS) - Bak Sampah (beton/kayu/fiber) unit 2.704 1 3 2.582 122 0 - - Container unit 31 6 3 31 0 0 - - Transfer Stasiun unit 0 0 0 0 0 0 - - SPA (Stasiun Peralihan Antara unit 0 0 0 0 0 0-3 Pengangkutan - Dump Truck unit 32 3 1 30 1 1 - - Arm Roll Truck unit 6 6 3 6 0 0 - - Compactor Truck unit 0 0 0 0 0 0-4 Pengolahan Sampah - Sistem 3R unit 0 0 0 0 0 0 - - Incinerator unit 0 0 0 0 0 0-5 TPA/TPA Regional - Luas Total TPA yang terpakai Ha 4 0 0 1 0 0 - - Luas sel landfill Ha 0,2 0 0 1 0 0 - - Daya Tampung m 3 / TPA hari 500 1.000 3 1 0 0-6 Alat Berat - Bulldozer unit 2 0 0 1 0 1 - - Whell/truck loader unit 0 0 0 0 0 0 - - Excavator /backhoe unit 1 0 0 0 1 0 - - Truk Tanah unit 0 0 0 0 0 0-7 IPL:Sistem Kolam/Aerasi Hasil pemeriksaan lab (BOD dan COD): - Efluen di Inlet - Efluen di Outlet - 0 0 0 0 0 0 - Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan BLHD Tahun 2014 43

Berdasarkan orientasi kerja dan kesepadanan tupoksi SKPD maka pengelolaan sub sektor persampahan secara operasional berkaitan langsung dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan sedangkan Badan Lingkungan Hidup Daerah dan Bappeda lebih berperan dalam perumusan kebijakan serta perencanaan secara makro. Pengelolaan sub sektor persampahan tidak cukup hanya berorientasi pada upaya-upaya penyediaan sarana dan prasarana serta penyelamatan lingkungan tetapi juga sangat diintervensi oleh aspek penyehatan lingkungan dan perilaku hidup masyarakat sehingga Dinas Kesehatan juga memegang peranan penting terutama dalam tahap preventif dan promotif. Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang memiliki mandat tupoksi langsung untuk pengelolaan sub sektor persampahan. tupoksi yang dimaksud antara lain merencanakan langkah-langkah teknik, menyusun konsep yang sifatnya teknis, melaksanakan pengawasan dan pengendalian serta monitoring dan evaluasi secara teknis kegiatan bidang kebersihan. Merumuskan kebijaksanaan, program dan kegiatan pembangunan daerah bidang Perencanaan Wilayah meliputi sumber daya alam dan lingkungan hidup, perumahan dan pemukiman, merupakan tupoksi Bidang Perencanaan Wilayah pada Bappeda sehingga juga memiliki keterkaitan erat dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan adalah bidang berkaitan erat dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Pengawasan Lingkungan, monitoring dan evaluasi adalah bidang pada Badan Lingkungan Hidup Daerah yang memiliki keterkaitan erat dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Hal tersebut tergambar dari tupoksi yang diemban antara lain merumuskan kebijakan operasional, melaksanakan pembinaan, evaluasi implementasi program pencegahan dan pengendalian serta pemulihan kualitas lingkungan. Tupoksi tersebut kemudian menempatkan Badan Lingkungan Hidup Daerah pada posisi regulator dalam pengelolaan sub sektor persampahan. Diluar SKPD tersebut umumnya penanganan masih bersifat internal. Perangkat peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan persampahan baru pada pengaturan restribusi dan jalur pendistribusian sampah, sehingga kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan persampahan belum bisa menjawab permasalahan persampahan di Kota Parepare. 44

2.3.3. Drainase Perkotaan Sistem drainase perkotaan terdiri dari berbagai elemen yang seringkali dioperasikan dan dikelola oleh berbagai institusi, baik di tingkat nasional, provinsi maupun kebupaten/kota. Masing-masing institusi seringkali menggunakan berbagai defenisi dan terminologi yang berbeda untuk berbagai elemen dari sistem sungai dan drainase. Dalam bidang Pekerjaan Umum sendiri, seringkali terminologi ini hanya menyebutkan drainase utama dan minor. Sementara dari Pengelola Sumber Daya Air, hampir semua drainase perkotaan diperlakukan sebagai drainase mikro. Terlepas dari berbagai defenisi tersebut, pada dasarnya drainase merupakan prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan, baik yang sifatnya primer, sekunder maupun tersier. Secara umum, sistem drainase perkotaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu lingkungan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti goronggorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa. Fungsi saluran drainase perkotaan adalah diantaranya yaitu mengeringkan bagian wilayah kota/lingkungan dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif, mengalirkan air permukaan kebadan air penerima terdekat secepatnya, mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah. Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase perkotaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a. Sistem drainase lokal, yang termasuk dalam sistem drainase lokal adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan permukiman tertentu seperti kompleks permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industry dan komersial. Sistim ini melayani area kurang dari 10 ha. 45

Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainya. b. Sistem drainase utama, yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder, dan tersier beserta bangunan kelengkapannya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah. c. Pengendalian banjir (Flood Control) adalah sungai yang melintasi wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Pengelolaan pengendalian banjir merupakan tanggung jawab pemerintah. Berdasarkan fisiknya, sistim drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, dan tersier. a. Sistem saluran primer adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan pemerima air. b. Sistem saluran sekunder adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. c. Sistem saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal. Kondisi topografi yang dominan dataran tinggi di Kota Parepare secara langsung meminimalkan ancaman genangan/banjir. Kajian studi EHRA menunjukkan bahwa 73,60% rumah tangga di Kota Parepare tidak pernah mengalami banjir rutin. Secara umum kondisi jaringan drainase perkotaan belum cukup tersedia dengan layak, baik pada ruas jalan utama maupun di unit lingkungan permukiman. (Lihat Peta 2.6. Peta Jaringan Drainase dan Lokasi Genangan) 46

28 47

Secara struktur drainase di kota Kawasan Parepare dan sekitarnya pada umumnya adalah pasangan batu, namun pemeliharaan yang kurang baik sehingga pendangkalan terjadi dan banyaknya sampah yang menumpuk di saluran mengakibatkan kurang lancarnya sistem pengaliran di dalam saluran tersebut sehingga menimbulkan genangan di beberapa titik. (Lihat Tabel 2.14. Lokasi Genangan dan Luas Genangan dan Tabel 2.15. Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase Perkotaan di Kota Parepare) Tabel 2.14. Lokasi Genangan dan Luas Genangan No 1 2 3 4 5 Lokasi Genangan Jalan Lasinrang (Kel. Lakessi dan Kel.Kampung Pisang) Jl. A. Makkasau (Kel. Ujung Baru dan Kel. Kampung Pisang) Jl. Lahalede (Kel. Ujung Lare) Jl. Bau Massepe (Kel. Lumpue, Kel. Sumpang Minanagae, Kel. Cappa Galung, Kel. Tiro Sompe, Kel. Labukkang dan Kel. Mallusetasi) Jl. Poros Pinrang (Kel. Wattang Soreang dan Kel. Bukit Indah) Wilayah Genangan Luas Ketinggian Lama Frekuensi (Ha) (m) (jam/hari) (kali/tahun) 2,19 0,2-0,4 2 5 2 kali 3,4 0,1 0,3 2 6 2 kali 1,17 0,1 0,3 1 2 2 kali 21,10 0,1 0,4 2 8 2 kali 19,06 0,2 0,3 1-2 2 kali Sumber : Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014 Infrastruktur Penyebab Jenis Ket. Aliran permukaan ketemu dengan air pasang Aliran permukaan ketemu dengan air pasang Aliran permukaan ketemu dengan air pasang Aliran permukaan ketemu dengan air pasang Aliran permukaan ketemu dengan air pasang Saluran Pasangan Batu Saluran Pasangan Batu Saluran Pasangan Batu Saluran Pasangan Batu Saluran Pasangan Batu - - - - - 48

Tabel 2.15. Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase Perkotaan di Kota Parepare No Jenis Prasarana/ Sarana Satuan Bentuk Penampang saluran Dimensi Kondisi Frekuensi Pemeliharaan Tidak B (m) H (m) Berfungsi (kali/tahun) Berfungsi (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) 1 Saluran Primer Soreang m Trapesium 3,5 4,8 3.400 0 2 kali - Saluran Sekunder Ujung m Trapesium 1,6 1,75 4.000 0 2 kali - Saluran Sekunder Mattirowalie m Trapesium 1,6 1,75 5.800 0 2 kali Bangunan Pelengkap - Rumah Pompa unit - 0 0 0 0 - - Pintu Air unit - 0 0 0 0-2 - Kolam Retensi unit - 0 0 0 0 - - Trash Rack/ Saringan Sampah Saluran Primer Bacukiki - Saluran Sekunder Lawalane - Saluran Sekunder Bulubulu Bangunan Pelengkap unit - 0 0 0 0 - m Trapesium 3,5 4,8 4.600 0 2 kali m Trapesium 1,6 1,75 3.500 0 2 kali m Trapesium 1,6 1,75 6.100 0 2 kali - Rumah Pompa unit - 0 0 0 0 - - Pintu Air unit - 0 0 0 0 - - Kolam Retensi unit - 0 0 0 0 - - Trash Rack/ Saringan Sampah unit - 0 0 0 0 - Sumber : Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014 Kondisi pengelolaan drainase perkotaan di Kota Parepare saat ini dapat dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas infrastruktur maupun aspek non infrastruktur. Dari segi kualitas maupun kuantitas infrastruktur, masih belum menyentuh semua daerah permukiman di Kota Parepare. Kegiatan pembangunan dan pemeliharaan di Kota Parepare merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Kota Parepare yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan. 49

Selain dari itu sistem pengelolaan drainase juga melibatkan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dimana pencegahan pencemaran air merupakan salah satu prioritas pada jenis pelayanan dasar bidang lingkungan hidup. Sebagai salah satu utilitas suatu daerah/wilayah, drainase tentu saja harus direncanakan dan dibangun sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki serta berkesesuaian dengan utilitas lain maupun fungsi lahan yang ada. Berdasarkan hal tersebut maka eksistensi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), memiliki intervensi yang tidak kecil terutama karena sistem pengelolaan drainase harus dipandang sebagai bagian dari sistem suatu wilayah, baik sarana prasarana fisik maupun aspek non fisik lainnya. Pembangunan dan pemeliharaan drainase perkotaan di Kota Parepare upaya masyarakat lebih kepada usaha tiap individu untuk membuat drainase sederhana berupa galian tanah depan rumah masing-masing dan biasanya tidak berfungsi karena tidak semua rumah dalam jalur tersebut membuat drainase sederhana yang serupa. Asumsi yang terbentuk bahwa masalah drainase adalah kewajiban pemerintah membuat sebagian amsyarakat tidak peduli dengan sistem drainase perkotaan. 2.4. Area Berisiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi Risiko sanitasi dapat diartikan terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Dalam penentuan area berisiko sanitasi ditetapkan berdasarkan: 1. Data Sekunder Penentuan area berisiko sanitasi berdasarkan data sekunder adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko sebuah area adminitrasi kelurahan berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD dan tersedia di sumber data lainnya. Data sekunder yang dimaksud adalah data-data mengenai ketersediaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan, dan drainase serta data umum wilayah yang meliputi populasi, luas wilayah, kepadatan penduduk, dan angka kemiskinan. 50

2. Penilaian SKPD Penentuan area berisiko berdasarkan penilaian SKPD diberikan berdasarkan pengamatan, pengetahuan praktis dan keahlian profesi yang dimiliki individu anggota pokja sanitasi Kota Parepare yang mewakili SKPD terkait sanitasi dari Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kelurahan (BPMPK). 3. Studi EHRA Penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan penilaian dan pemetaan tingkat risiko berdasarkan kondisi sumber air, pencemaran karena air limbah domestik, pengelolaan persampahan di tingkat rumah tangga, kondisi drainase, perilaku cuci tangan pakai sabun, higiene jamban, penanganan air minum, dan buang air besar sembarangan. Berdasarkan data Sekunder, Penilaian SKPD dan data studi EHRA, diperoleh gambaran area berisiko sanitasi Kota Parepare untuk pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan dan drainase perkotaan. (Lihat Peta 2.7. Peta Area Berisiko Sanitasi Air Limbah Domestik, Peta 2.8. Peta Area Berisiko Sanitasi Persampahan, dan Peta 2.9. Peta Area Berisiko Sanitasi Drainase Perkotaan) 51

28 52

29 53

30 54

Pada peta area berisiko sanitasi air limbah domestik yang merupakan area berisiko sangat tinggi yaitu Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Bacukiki Barat dan 6 Kelurahan merupakan Kelurahan berisiko tinggi. Sedangkan kelurahan lainnya merupakan area berisiko rendah dan sangat rendah. Hal ini dikarenakan, prasarana air limbah domestik belum memadai yang memicu perilaku buang air besar sembarangan. (Lihat Tabel 2.16. Area Berisiko Sanitasi Air Limbah Domestik) Tabel 2.16. Area Berisiko Sanitasi Air Limbah Domestik No Area Berisiko Wilayah Prioritas Air Limbah 1 Risiko 4 Kelurahan Kampung Baru 2 Risiko 3 Kelurahan Lumpue 3 Risiko 3 Kelurahan Cappagalung 4 Risiko 3 Kelurahan Ujung Bulu 5 Risiko 3 Kelurahan Lapadde 6 Risiko 3 Kelurahan Lakessi 7 Risiko 3 Kelurahan Bukit Harapan Sumber : Penetapan Area Berisiko Sanitasi Tahun 2015 Dengan melihat kondisi sanitasi pengelolaan air limbah domestik di Kota Parepare, derajat permasalahan yang ada tergolong tinggi. Sebagian besar pengelolaan air limbah domestik di Kota Parepare mennggunakan on-site system dan sebagian limbah buangan langsung dialirkan tanpa pengelolaan terlebih dahulu sehingga mencemari air tanah dan sungai. Sistem kelembagaan sanitasi masih lemah, kondisi ini menuntut peningkatan kapasitas cakupan layanan pengelolaan air limbah, terutama dalam meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, sehingga tatanan pengelolaan air limbah domestik dapat memenuhi harapan. Dalam rangka mendorong peningkatan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat maka perlu dukungan media komunikasi dalam memberi informasi mengenai pentingnya hidup bersih dan sehat di masyarakat. 55