BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

Kata Kunci: Aktivitas Belajar, Belajar Siswa, Pembelajaran Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing tentang hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sanggup) dalam melakukan sesuatu. Secara harfiah kemampuan berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, dan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG KELILING DAN LUAS SEGITIGA MELALUI PEMBELAJARAN PEER TEACHING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya sekedar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran PKn Melalui Penerapan Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas IV SD Negeri Sibea

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya (Margono, 2005:27)

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekolah sebagai tempat proses belajar mempunyai kedudukan yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI. dengan segala aspeknya dalam sistem hidup bermasyarakat. Kajian ini

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar Kegiatan belajar mengajar dikatakan efisien jika hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai dengan usaha yang sekecil mungkin. Perwujudan perilaku belajar biasanya dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan kebiasaan, keterampilan, dan pengetahuan, sikap dan kemampuan yang biasanya disebut sebagai hasil belajar. Agus Suprijono (2011: 7) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Ada korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang dicapai Nana Sudjana (2010: 37). Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Horward Kingsle (Sudjana, 2010: 22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Sedangkan Gagne (Agus Suprijono, 2011: 5) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) ketrampilan motorik, dan (e) sikap. 2.1.1.2. Pengukuran Hasil Belajar Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai alat ukur. Alat ukur pencapaian hasil belajar siswa juga berbeda-beda sesuai dengan jenis kemampuan, jumlah siswa yang akan diukur kemampuannya, dan jumlah waktu yang tersedia. Menurut Cece Rakhmat (1999: 14) pengukuran pencapaian belajar siswa, aspek kognitif lazim diukur dengan tes, kurang lazim jika diukur dengan pengamatan. Begitu pun dengan sikap. Aspek ini lebih lazim diukur dengan angket atau skala sikap daripada oleh tes. Aspek 5

6 psikomotor pun memiliki alat ukur yang lebih sesuai dibanding dengan kedua alat ukur diatas, yakni pengamatan yang dapat kepustakaan lain disebut sebagai tes perbuatan. Dengan demikian, tes seperti juga angket, skala sikap, dan pengamatan, merupakan alat atau instrumen pengukuran. 2.1.1.3. Prinsip-prinsip Dasar Tes Hasil Belajar Purwanto (2004: 23) menyebutkan ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau ketrampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu. 1. Purwanto (2004: 23) menyebutkan ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau ketrampilan siswa yang diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu. 2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Oleh karena itu, dalam rangka mengevaluasi hasil belajar siswa, kita hanya dapat mengambil beberapa sampel hasil belajar yang dianggap penting dan dapat mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama siswa mengikuti suatu unit pengajaran. 3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan. Oleh karena itu, penyusunan suatu tes harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar yang hendak diukur dengan tes tersebut. 4. Didesain sesuai kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Khususnya di dalam evaluasi pendidikan yang menyangkut evaluasi hasil belajar, sedikitnya kita mengenal empat macam kegunaan tes yaitu placement test, tes formatif, tes sumatif, dan tes dianostik. Oleh karena itu, penyusunan dan penyelenggaraan tes harus disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai alat evaluasi yang diinginkan. 5. Dibuat seandal (reliable) mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. Suatu alat evaluasi dikatakan andal (reliable) jika alat tersebut dapat menghasilkan suatu gambaran (hasil pengukuran) yang benar-benar dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan andal (memiliki keandalan yang tinggi) jika tes itu

7 dilakukan berulang-ulang terhadap objek yang sama, hasilnya akan tetap sama atau relatif sama. Perlu dikemukakan di sini bahwa suatu tes yang andal belum tentu valid; akan tetapi, jika tes itu valid, sudah tentu juga andal. 6. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru. Dengan demikian, penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar yang dilakukan guru, di samping untuk mengukur sampai di mana keberhasilan siswa dalam belajar (evaluasi sumatif), sebaiknya dipergunakan pula untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri (evaluasi formatif). 2.1.2. Aktivitas Belajar 2.1.2.1. Pengertian aktivitas Belajar Menurut Poerwadarminta (2003:23), aktivitas adalah kegiatan. Jadi aktivitas belajar adalah kegiatan-kegiatan siswa yang menunjang keberhasilan belajar. Dalam hal kegiatan belajar segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri baik secara rohani maupun teknis. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin terjadi. Belajar bukanlah proses dalam kehampaan. Tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas. Tak pernah terlihat orang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya. Apalagi bila aktivitas belajar itu berhubungan dengan masalah belajar menulis, mencatat, memandang, membaca, mengingat, berfikir, latihan atau praktek dan sebagainya. 2.1.2.2. Prinsip-Prinsip Aktivitas Belajar Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dalam hal ini akan dilihat dari sudut pandang perkembangan konsepsi jiwa menurut ilmu jiwa. Dengan melihat unsur kejiwaan seseorang subjek belajar/subjek didik, dapat diketahui bagaimana prinsip aktivitas yang terjadi dalam belajar itu. Karena dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa, maka sudah barang tentu yang menjadi fokus perhatian adalah komponen manusiawi yang melakukan aktivitas dalam belajar mengajar, yakni siswa dan guru. Untuk melihat prinsip aktivitas belajar dari sudut pandangan ilmu jiwa ini secara garis besar dibagi menjadi dua pandangan yakni ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern.

1. Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Lama Kertas yang tak bertulis (tabularasa), kertas itu kemudian mendapat isi dari luar. Dalam pendidikan, yang memberi dan mengatur isinya adalah guru. Karena gurulah yang harus aktif sedangkan anak didik bersifat reseptif. Sedangkan menurut Herbart jiwa adalah keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasai oleh hukum-hukum asosiasi. Disinipun guru pulalah yang harus menyampaikan tanggapan-tanggapan itu. Jadi konsepsi jiwa sebagai kertas bersih yang harus ditulis atau sebagai bejana yang harus diisi menyebabkan gurulah yang aktif dan dari gurulah datang segala inisiatif. Gurulah yang menentukan bahan pelajaran sedangkan murid-murid bersifat reseptif dan pasif. 2. Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Modern Menurut konsepsi modern jiwa itu dinamis, mempunyai energi sendiri dan dapat menjadi aktif karena dorongan oleh macammacam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai dorongan untuk berkembang. Mendidik adalah membimbing anak untuk mengembangkan bakatnya. Dalam pendidikan anak-anak sendirilah yang harus aktif. Guru hanya dapat menyediakan bahan pelajaran, akan tetapi yang mengolah dan mencernanya adalah anak itu sendiri sesuai dengan bakat dan latar belakang dan kemauan masing-masing. Beberapa aktivitas belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000:28) sebagai berikut : a. Mendengarkan Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa diharuskan mendengarkan apa yang guru sampaikan. Menjadi pendengar yang baik dituntut dari mereka. b. Memandang Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi aktivitas memandang dapat dilakukan. c. Meraba, Membau, dan Mencicipi/Mengecap 8

Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh suatu tujuan. d. Menulis atau Mencatat Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Dalam pendidikan tradisional kegiatan mencatat merupakan aktivitas yang sering dilakukan. Walaupun pada waktu tertentu seseorang harus mendengarkan isi ceramah, namun dia tidak bisa mengabaikan masalah mencatat hal-hal yang dianggap penting. e. Membaca Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca disini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi. f. Membaca Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi. Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining). Hal ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu dikemudian hari, bila diperlukan. g. Mengamati Tabel-Tabel, Diagram-Diagram dan Bagan Bagan Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai tabel-tabel, diagram, ataupun bagan-bagan. Materi nonverbal semacam ini sangat membantu bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi 9

10 bahan ilustratif yang membantu pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal. h. Menyusun Paper atau Kertas Kerja Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis dan sistematis. Metodologis artinya menggunakan metode-metode tertentu dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan kerangka berpikir yang logis dan kronologis. i. Mengingat Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut termasuk aktivitas belajar. Apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar yang lainnya. j. Berpikir Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidaktidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. k. Latihan atau Praktek Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan. Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan. (Djamarah 2000:38). 2.1.3. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Umi Zulfa (2010: 6) mendefinisikan pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus untuk menghasilkanrespon terhadap situasi tertentu, sehingga pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Menurut aliran bhavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan. Sedangkan IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar. Dengan belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Dalam hal ini IPA dapat melatih anak berpikir kritis dan objektif Samatowa (2010: 4).

11 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin scientia yang berarti saya tau, science terdiri dari social science (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Menurut Trianto (2010: 136) IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Sedangkan menurut Abdullah Aly (2010: 18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas/khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, observasi, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Dalam hal ini mata pelajaran IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengelaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah antar lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. 2.1.4. Pembelajaran Kooperatif 2.1.4.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran Kooperatif beranjak dari dasar pemikiran "getting better together", yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam KBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Menurut Umi Zulfa (2010: 88) Pembelajaran kooperatif ini mengandung pengertian suatu rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sedangkan menurut Kunandar (2009: 359) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat

12 menimbulkan permusuhan. Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2002: 30) juga mengemukakan ada beberapa unsur dalam pembelajaran kooperatif yaitu : a. Saling ketergantungan positif b. Tanggung jawab perseorangan c. Tatap muka d. Komunikasi antar anggota e. Evaluasi proses kelompok Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dan dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil untuk melatih kerjasama antar siswa. 2.1.4.2. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Menurut Wina Sanjaya (2006: 247) beberapa keunggulan dan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif : a. Keunggulan dalam pembelajaran kooperatif 1) Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. 2) Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. 3) Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. 4) Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. 5) Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. 6) Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. 7) Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil). 8) Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. b. Kelemahan dalam Pembelajaran kooperatif

13 1) Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan cotohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kuran memiliki kemampuan. 2) Saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru. 3) Penilaian yang diberikan dalam Pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. 4) Pembelajaran kooperatif memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru Agus Suprijono (2011: 54). Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (kooperatif). 2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

14 Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, A., 1994). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. 2.1.5.1. Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw 1. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). 2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok

15 atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. 3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. 4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. 5. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. 6. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2.1.5.2. Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw Menurut Ibrahim (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru. Interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. 2.1.5.3. Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw 1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah peer teaching pembelajaran oleh teman sendiri, akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan didiskusikan bersama dengan siswa lain. 2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak memiliki rasa kepercayaan diri. 3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelompok tersebut. 4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya membutuhkan waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik. 5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar ( lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit, tapi bisa diatasi dengan model team teaching.

16 2.1.6. Penelitian yang Relevan Penelitain tindakan kelas terhadap pembelajaran IPA telah banyak dilakukan oleh pakar peneliti dan praktisi-praktisi pendidikan untuk memperbaiki proses dan hasil belajar. Berikut ini, peneliti menyertakan beberapa hasil penelitian tindakan kelas yang berhubungan dengan perbaikan pembelajaran IPA dan penggunaan media atau model pembelajaran. Hal itu dilakukan sebagai rujukan kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini. Berdasarkan hasil penelitian melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan penggunaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw melalui media alam sekitar di SD Bugel 02 dikelas IV. Dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang sumber Energi Panas. Karena dapat menarik perhatian siswa. Sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Memperhatikan hasil penelitian pendahulu tentang penggunaan Model Jigsaw melalui media alam sekitar diyakini siswa memiliki pemahaman yang lebih baik. Sehingga siswa menjadi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian siswa akan memperoleh hasil evaluasi belajar yang semakin baik. 2.1.7. Kerangka Berpikir Kondisi Awal Guru : Belum Menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Hasil Aktivitas Belajar IPA belum mencapai KKM Tindakan Menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran IPA selama 2 siklus Pembelajaran siklus 1 menggunakan Kooperatif Tipe Jigsaw Kondisi Ahir Diduga melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar IPA Siswa kelas IV SDN Bugel 02 Tahun Ajaraan 2012/2013 Pembelajaran siklus 2 menggunakan Kooperatif Tipe Jigsaw

2.1.8. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka berpikir maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar IPA pada materi Energi dan Penggunaanya di kelas IV SDN Bugel 02 Kota Salatiga. 17