BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT

TINJAUAN TEORI BAB II. A. Pengertian. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku

BAB II TINJAUAN TEORI. Amarah merupakan suatu emosi yang menentang dari sifat mudah tersinggung

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR. membahayakan diri sendiri mauupun lingkungan (Fitria, 2009).

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB II TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

LAPORAN PENDAHULUAN. 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa manurut (WHO, 2009 dalam Direja, 2011) adalah berbagai

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TUNJAUAN TEORI

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB II TINJAUAN TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Koping individu tidak efektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II KONSEP TEORI. tidak menyenangkan atau menace (Iyus Yosep, 2007:113). 1995). Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada

MARAH Abstrak A. DEFINISI

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

NASKAH PUBLIKASI. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr. W DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN. Oleh : DYA SUSTRAMI, S.Kep.,Ns ANTONIUS CATUR SUKMONO, S.Kep.,Ns

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH DINAS KESEHATAN. Jl. Piere Tendean No. 24 Telp , fax Semarang, 50131

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan


BAB II KONSEP DASAR. diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998). gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2011).

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENATALAKSANAAN REGIMENT TERAPEUTIK INEFEKTIF

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus

NURSING CARE PLAN (NCP)

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian. Oleh : Ahmad Husein HSB

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi praktik

BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interaksi Sosial

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan salah satu yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain ataupun merusak lingkungan (Keliat dkk, 2011). Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah, hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif (Yosep, 2009). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik bagi dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol. Jadi dari semua pernyataan yang ada dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan kekerasan secara fisik yang dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain bahkan lingkungan disekitarnya, hal ini dikarenakan munculnya perasaan jengkel, kesal dan marah. 7

B. Rentang Respon Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon maladaptif yaitu agresif kekerasan. Dapat dilihat pada gambar II.1. Respon Adaptif Respon Mal Adaptif Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/ kekerasan Gambar II.I Rentang Respon Neurobiologis ( Sumber: Stuart dan Sundeen, 2009 ) Perilaku yang ditampakan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi yaitu: 1. Asertif Mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain. 2. Frustasi Merasa gagal mencapai tujuan yang disebabkan tujuan yang tidak realistis. 3. Pasif Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialaminya.

4. Agresif Tindakan dekstruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol (memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai). 5. Amuk Tindakan dekstruktif dan permusuhan yang kuat dan tidak terkontrol (menyentuh orang lain secara menakutkan dan memberi kata-kata ancaman, melukai dari tingkat yang ringan sampai dengan kuat). C. Etiologi 1. Faktor Presdisposisi Faktor presdisposisi adalah faktor yang mendasari atau yang mempermudah terjadinya sebuah perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap nilai-nilai kepercayaan maupun keyakinan. berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor presdisposisi artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan (Riyadi & Purwito, 2009). a. Faktor Biologis 1) Instictual drive theory (teori dorongan naluri) Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.

2) Psychosomatic theory (teori psikosomatik) Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah. b. Faktor Psikologis 1) Frustation Aggression theory (teori agresif-frustasi) Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat, keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui berperilaku kekerasan. 2) Behavioral theory (teori perilaku) Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. 3) Existential theory (teori eksistensi) Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dicapai melalui berperilaku konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui berperilaku dekstruktif.

c. Faktor Perilaku Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. d. Faktor Sosial Budaya Norma atau nilai budaya yang mendukung mengungkapakan rasa marah secara verbal yang asertif sehingga membantu individu mengungkapakan kemarahanya dengan cara yang baik. 2. Faktor Presipitasi Faktor Presipitasi (pencetus) dapat bersumber dari klien, lingkungan atau berinteraksi dengan orang lain. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut: a. Klien Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan. b. Interaksi Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik. c. Lingkungan Panas, padat, bising.

D. Psikopatologi Stress, cemas, harga diri rendah dan bersalah dapat menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal, secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku yang ekstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan katakata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, sehingga rasa marah tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Selain akan memberikan rasa lega, keteganganpun akan turun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah yang diekspresikan secara dekstruktif misalnya dengan perilaku agresif dan menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Ancaman atau kebutuhan Stess Merasa kuat Menantang Berkepanjangan Marah pada diri sendiri Cemas Marah 1. Mengungkapkan secara verbal Menjaga kebutuhan orang lain Ketegangan menurun Rasa marah teratasi Muncul rasa bermusuhan Rasa bermusuhan menahun Merasa tidak kuat Melarikan diri Mengingkari marah Marah tidak terungkap Marah pada orang lain/lingkungan Gambar II. 2. Psikopatologis Sumber: Beck Rowlin dan William (2007). E. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang muncul pada perilaku kekerasan atau agresifitas dapt dilihat dari tingkah laku klien yaitu: 1. Menyatakan perilaku kekerasan 2. Mengatakan perasaan jengkel atau kesal 3. Sering memaksakan kehendak 4. Merampas atau memukul 5. Tekanan darah meningkat

6. Wajah merah, pupil melebar 7. Mual 8. Kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot F. Penatalaksanaan medis 1. Terapi Somatik Terapi somatik menurut (Depkes RI, 2009) adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien. 2. Terapi Kejang Listrik Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini pada awalnya untuk menangani skizofrenia, biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali). G. Manifestasi Klinis 1. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel. 2. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme, suka berdebat, meremehkan. 3. Fisik : Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, berkeringat, sakit fisik.

4. Sosial : Kemarahan, keberanian diri, keraguan, nekat, menarik diri\, kekerasan. H. Pohon Masalah Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan akibat Resiko perilaku Resiko kekerasan Perilaku Kekerasan masalah utama Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah penyebab Gambar II. 3. Pohon masalah perilaku kekerasan (Sumber : Keliat, 2006). I. Penatalaksanaan Medis 1. Chlopromazin 3x 100 mg 2. Trihexipenidyle 2x 2 mg 3. Haloperidol 3x 5 mg. (Tjay, Tan dan Kirana R, 2007) J. Masalah Keperawatan Masalah keperawatan meliputi pada perilaku kekerasan menurut Keliat, (2006) meliputi : 1. Risiko Mencederai Diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2. Perilaku kekerasan 3. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

K. Diagnosa Keperawatan 1. Perilaku kekerasan 2. Resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan 3. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah L. Fokus Intervensi 1. Perilaku Kekerasan Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : a. Klien mau membalas salam b. Klien mau berjabat tangan c. Klien mau menyebutkan nama d. Klien mau tersenyum e. Klien mau mengetahui nama perawat

Rencana Keperawatan : a. Bina hubungan saling percaya : Salam terapeutik, empati, sebut nama perawat, dan jelaskan tujuan interaksi b. Panggil nama klien dengan nama panggilan yang disukai c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat e. Lakukan kontrak singkat tapi sering f. Beri rasa aman dan empati TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria Hasil : a. Klien mengungkapkan perasaanya b. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah (dari diri sendiri, lingkungan, ataupun orang lain) Rencana Keperawatan : a. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya b. Bantu klien mengungkapkan perasaan c. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel atau kesal d. Dengarkan ungkapan rasa kesal atau marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang

TUK III: Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan Kriteria Hasil : a. Klien dapat mengungkapkan rasa marah b. Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala marah yang dialami Rencana Keperawatan : a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat marah b. Observasi tanda perilaku kekerasan c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda marah yang dialami klien TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Kriteria Hasil : a. Dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan b. Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan c. Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah

Rencana Keperawatan : a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan c. Tanyakan Apakah dengan cara yang dilakukan masalah selesai? TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria Hasil : a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan oleh klien akibat pada klien sendiri, akibat pada orang lain dan akibat pada lingkungan. Rencana Keperawatan : a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap marah

Kriteria Hasil : a. Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik : tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal b. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan c. Klien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan : meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik d. Klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan e. Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih f. Klien mempunyai jadwal untuk melatih cara pencegahan fisik, sosial, spiritual dan obat yang telah dipelajari sebelumnya g. Klien mengevaluasi kemampuanya dalam melakukan cara fisik, sosial, spiritual dan obat sesuai jadwal yang telah disusun Rencana Keperawatan : a. Tanyakan kepada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat. b. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat c. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal d. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal e. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan manajemen perilaku kekerasan

f. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran TUK VII : Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol prilaku kekerasan Kriteria Hasil : a. Klien mampu memilih cara yang mau dilatih b. Klien mengetahui manfaat dari cara yang telah dipilih Rencana Keperawatan : a. Bantu memilih cara yang tepat b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih c. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai dalam simulasi d. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat marah TUK VIII : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan Kriteria Hasil : a. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien Rencana Keperawatan : a. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap yang telah dilakukan keuarga selama ini b. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien

c. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien d. Bantu keluarga mengungkapkan perasaanya setelah melakukan demonstrasi e. Jelaskan cara-cara merawat klien : 1) Cara mengontrol marah secara konstruktif 2) Sikap dan bicara tenang serta jelas 3) Membantu klien mengenal penyebab ia marah TUK IX : Klien dapat menggunakan obat yang benar (sesuai program) Kriteria Hasil : a. Klien dapat menyebutkan jenis,dosis,dan waktu minum obat serta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar : benar orang, obat, dosis, waktu dan cara pemberian) b. Klien mampu mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai dengan jadwal yang ditentukan c. Klien mempunyai jadwal untuk melatih cara pencegahan dengan minum obat d. Klien mengevaluasi kemampuanya dalam mematuhi minum obat Rencana Keperawatan : a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarganya b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter c. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat

d. Anjurkan klien melaporkan kepada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan e. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar 2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : a. Klien mau membalas salam b. Klien mau berjabat tangan c. Klien mau menyebutkan nama d. Klien mau tersenyum e. Klien mau mengetahui nama perawat Rencana Keperawatan : a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan maksud interaksi b. Panggil nama klien dengan nama panggilan yang disukai c. Bicara dengan sikap tenang,rileks dan tidak menantang d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat e. Beri rasa aman dan empati f. Lakukan kontrak singkat tapi sering

TUK II :Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang dimiliki Kriteria Hasil :Klien mengingat dan mengungkapkan kemampuan positif yang dimiliki klien kepada perawat Rencana Keperawatan : a. Diskusiskan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki oleh klien b. Setiap bertemu klien hindari memberi penilaian yang negatif c. Utamakan memberikan pujian yang realistis TUKIII : Klien dapat menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan Kriteria Hasil : Klien mampu mengungkapkan yang masih dapat digunakan selama sakit. Rencana Keparawatan : a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang digunakan selama sakit Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaanya. TUK IV : Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Kriteria Hasil : Klien dapat memilih kegiatan yang masih dapat dilakukan selama di rumah sakit

Rencana Keperawatan : a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan b. Tingkatkan bantuan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien c. Beri contoh dalam pelaksanaan kegiatan yang boleh diakukan klien. TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuan lainnya Kriteria Hasil : a.klien dapat mendemonstrasikan kegiatan yang telah dipilih b. Klien dapat mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan kegiatan yang telah dipilinya Rencana Keperawatan : a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan b. Beri pujian atas keberhasilan klien c. Diskusikan pelaksanaan dirumah

TUK VI :Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada pada keluarga Kriteria hasil : klien dapat mendemonstrasikan merawat dirinya sendiri Rencana keperawatan : 1) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. 2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat 3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.