BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

Koping individu tidak efektif

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB II TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUAN. 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah gangguan pencerapan ( persepsi ) panca indera tanpa

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem saraf. Gejala psikologis dikelompokan dalam lima katagori utama fungsi

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB II KONSEP DASAR A.

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENATALAKSANAAN REGIMENT TERAPEUTIK INEFEKTIF

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

BAB II KONSEP DASAR. datang internal atau eksternal. (Carpenito, 2001) organic fungsional,psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN TEORI. Amarah merupakan suatu emosi yang menentang dari sifat mudah tersinggung

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB II KONSEP DASAR. mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II TINJAUAN TEORI. Jiwa, 2000). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI

MAKALAH HALUSINASI. Rentang respon :

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

NURSING CARE PLAN (NCP)

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap suatu hal tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB II TINJAUAN TEORI. merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny.

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH DINAS KESEHATAN. Jl. Piere Tendean No. 24 Telp , fax Semarang, 50131

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II TINJAUAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan maupun perabaan (yosep,2011). Menurut stuart (2007) halusinasi adalah kesan,respon dan pengamalan sensori yang salah. Halusinasi juga dinyatakan sebagai persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa rangsangan dari luar (direja 2011). halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien terganggu terhadap suara atau bunyi tersebut.( Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang ditemukan oleh para ahli mengenai halusinasi diatas disimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu kejadian tidak nyata pada pancra indra tanpa adanya stimulasi dari luar. B. Etiologi 1. Faktor predisposisi halusinasi menurut stuart (2007) a. Faktor perkembangan Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah prustasi dan hilang percaya diri.

b. Faktor sosial kultural Seseorag yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasakan disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungan. c. Faktor biokimia Adanya stress yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka didalam tuibuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia buffofenon dan dimetytranforuse sehingga terjadi ketidak seimbangan acetylcolin. d. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif, klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal. e. Faktor genetik dan pola asuh Hasil study menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. 2. Faktor presipitasi Menurut stuart, (2007) faktor presipitasi terjadinya gangguan sensori persepsi halusinansi adalah : a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta obnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang menyebabkan ketidak mampuan untuk secara selektif menaggapi stimulasi yang diterima oleh otak untuk di interpretasikan.

b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress terhadap stress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor. C. Jenis-jenis halusinasi Menurut stuart (2007) jenis halusinasi antara lain : 1. Halusinasi pendengaran Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara, terutama suara-suara orang. Biasanya klien mendengarkan suara yang sedang apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2. Halusinasi pengelihatan Karakteristik dengan adanya stimulus pengelihatan dalam bentuk panca cahaya. Gambaran geometric, gambaran kartun dan atau / panorama yang luas dan kompleks. Pengelihatan bias menyenangkan dan menakutkan. 3. Halusinasi penghidungan Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis atau bau yang menjijikkan seperti darah,urine atau feses. Kadang-kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dementie. 4. Halusinasi peraba Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan semsasi listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi pengecapan Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan. Merasa, mengecap rasa seperti darah, urine, atau feses. 6. Halusinasi kenestik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. 7. Halusinasi kinestetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak D. Tanda dan gejala Menurut direja (2011) : 1. Halusinasi pendengaran Ds : bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengasahkan telinga kearah tertentu, menutup telinga Do : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang bercakapcakap, suara yang menyuruh melakukan hal yang berbahaya. 2. Halusinasi penglihatan Ds Do : menunjuk-nunjuk kearah tertentu ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas : melihat bayangan hantu atau monster 3. Halusinasi penghidungan Ds Do : menghidung seperti sedang membaui bau-bau tertentu, menutup hidung : membaui bau-bauan seperti bau darah urine, feses(kadang kadang bau itu menyenangkan)

4. Halusinasi mengecap Ds Do : sering meludah dan muntah : merasa rasa seperti darah,urine,feses 5. Halusinasi perabaan Ds Do : menggaruk-garuk permukaan kulit : mengatakan ada sertangga di permukaan kulit, merasa tersengat listrik E. Psikopatologi Proses terjadinya halusinasi diawali dengan seseorang yang mengalami halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya / stimulasi eksternal. Padahal sumber itu berasal dari stimulus internal yang berasal dari dalam dirinya tanpa ada stimulus eksternal yosep (2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan pningkatan kecemasan yang terus-menerus dan sistem pendukung yang kurang akan membuat persepsi untuk membeda-bedakan apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun, klien sulit tidur sehingga terbiasa menghayal dan klien biasa menganggap lamunan itu sebagai pemecahan masalah. Meningkat pula pada fase comforting, klien menglami emosi yang berlanjut seperti adanya cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensoriknya dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Halusinasi menjadi sering dating. Klien tidak mampu lagi mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak dengan obyek yang di persesikan. Pada fase condemning klien mulai menarik diri dari orang lain. Pada fase controlling klien bisa merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering lama-kelamaan pengalaman sensorisnya terganggu,klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintah yang ia dengar dari halusinasinya.

Halusinasi menjadi sering dating, klien tidak lagi mampu mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak dengan obyek yang dipersepsikan. Pada fase codeming klien mulai menarik diri dari orang lain. Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinansinya berhenti. Pada fase conquaering lama kelamaan pengalaman sesnsorinya terganggu,klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintah yang ia dengar dan halusinasinya. F. Rentang Respon Faktor predisposisi Biologi psikologi sosial budaya Stressor halusinasi Biologi tekanan lingkungan gejala Penilaian terhadap stresor Penurunan koping Mekanisme koping Menarik diri proyeksi regresi Konstruktif restruktif Adaptif mal adaptif

Pikiran logis Proses pikir terganggu Gangguan proses piker Persepsi tepat Ilusi Halusinasi Emosi konsisten Perilaku yang tidak bias Kesukaran proses piker Interaksi sosial Menarik diri Isolasi social harmonis Sumber ; Stuart (2007) G. Pohon Masalah Resiko perilaku kekerasan Akibat Gangguan sensori persepsi : halusinasi Core Problem Isolasi sosial Penyebab Gangguan konsep diri : HDR (Keliat, 2005) H. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan sensori persepsi : halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Gangguan konsep diri : HDR 4. RPK

I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi Tujuan Umum : klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi Tujuan khusus : halusinasi. a. Klien dapat membina hubungan saling percaya b. Klien dapat mengenal halusinasi c. Klien dapat mengontrol halusinasi d. Klien dapat memilih cara mengatasi seperti yang telah didiskusikan e. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi f. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Intervensi : a. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik b. Sapa klien dengan ramah c. Perkenalkan diri dengan sopan d. Tanyakan nama lengkap klien e. Jelaskan tujuan pertemuan f. Jujur dan tepat janji g. Tunjukan sikap empati

h. Beri perhatian kepada klien i. Observasi tingkah laku keterkaitan dengan halusinasi j. Bantu klien mengenal halusinasi k. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi l. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi m. Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien. n. Diskusikan cara lain untuk memutuskan mengontrol halusinasi o. Bantu klien melatih cara memutus halusinasi p. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih q. Ajarkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi r. Diskusikan dengan keluarga pada saat berkunjung tentang gejala halusinasi yang dialami s. Cara yang dapat dilakukan klien untuk memutuskan halusinasi t. Cara merawat halusinasi dirumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri. u. Beri reinforcement karena sudah berinteraksi v. Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat. w. Anjurkan klien minta obat sendiri pada perawat dan merasakan manfaat. x. Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat, efek samping obat. y. Bantu klien minum obat. (Yosep, 2011)

2. Resiko Perilaku Kekerasan TujuanUmum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Tujuan Khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan: 1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi. 2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang. b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Tindakan: 1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan. 2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal. 3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang. c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan. Tindakan : 1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal. 2) Observasi tanda perilaku kekerasan.

3) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien. d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Tindakan: 1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 3) Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai? e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Tindakan: 1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan. 2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan. 3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat. f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan. Tindakan : 1) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat. 2) Diskusikan cara lain yang sehat.secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur. 3) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung 4) Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan. Tindakan: 1) Bantu memilih cara yang paling tepat. 2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih. 3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih. 4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi. 5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah. h. Klien mendapat dukungan dari keluarga. Tindakan : 1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga. 2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga. i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program). Tindakan: 1) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping). 2) Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu). 3) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan Tujuan Khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan: 1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi. 2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang. b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Tindakan: 1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 2) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien 3) Utamakan pemberian pujian yang realitas c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga Tindakan: 1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki Tindakan : 1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan. 2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan. 3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan : 1) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan 2) Beri pujian atas keberhasilan klien 3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan : 1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien 2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat 3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah 4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga (Yosep, 2011)

4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan khusus : a. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya b. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya c. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya d. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik Tindakan : a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang laain dan lingkungan b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara : 1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya 2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif 3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting 4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien 5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara : 1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya 2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian masalah

3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik (Yosep, 2011) 5. Isolasi Sosial. Tum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain. Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berhadapan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Intervensi : a. Sapa Klien dengan ramah. b. Perkenalkan diri dengan sopan. c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai. d. Jelaskan tujuan pertemuan kepada klien. e. Jujur dan menepati janji. f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Tuk 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Intervensi : a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri, dan tanda-tandanya. b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri. c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, dan tanda-tandanya. d. Beri pujian kepada klien tentang ungkapan perasaannya.

Tuk 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain misalnya banyak teman, tidak sendiri, dan 24emb diskusi. Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain misalnya sendiri, tidak memiliki teman, dan sepi. Intervensi : a. Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. c. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. d. Beri pujian positif tentang kemampuan klien mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Tuk 4 : Klien dapat berhubungan 24ember secara bertahap. Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klienperawat) Intervensi : a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain. b. Ajarkan klien berkenalan antara : 1) Klien-perawat 2) Klien-perawat-perawat lain 3) Klien-perawat-klien lain c. Beri pujian positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.

d. Bantu klien untuk mengevaluasi keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. e. Motivasi klien untuk berhubungan dengan orang lain. Tuk 5 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain (klien-perawat lain). Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klien perawat lain). Intervensi : a. Beri kesempatan klien untuk berkenalan dengan seorang perawat. b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan bila berhubungan dengan orang lain. c. Beri pujian positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. Tuk 6 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain (klien-kelompok perawat/klien lain). Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klienperawat-klien lain). Intervensi : a. Beri kesempatan klien untuk berhubungan dengan orang lain (klien-kelompok perawat/klien lain). b. Beri pujian positif atas kemampuan klien berhubungan dengan orang lain (klienkelompok perawat/klien lain). c. Motivasi klien untuk berhubungan dengan orang lain. Tuk 7 : Klien dapat memberdayakan 25ember pendukung atau keluarga mampu mengungkapkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.

Kriteria Hasil : Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, cara merawat klien menarik diri, mendemonstrasikan perawatan klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien. Intervensi : a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. b. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab menarik diri, dan cara menghadapi klien menarik diri. c. Dorong keluarga untuk 26ember dorongan kepada klien untuk berhubungan dengan orang lain. d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin atau bergantian untuk menjenguk klien di rumah sakit, minimal 1 minggu sekali. e. Beri pujian positif atas hal yang telah dicapai keluarga. (Yosep, 2011)