BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I Pendahuluan. perkuliahan tentunya akan seringkali mempelajari hal-hal baru, yang mungkin berkaitan

HUBUNGAN ANTARA FANTASY PRONENESS DENGAN MEDICAL STUDENT SYNDROME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI DI PERGURUAN TINGGI JAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Fantasy Proneness (Kerentanan Berfantasi)

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN TEORI

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-Faktor Pendulung..., Nisa Nur Fauziah, FPSI UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada. orang tua. Pada saat dilahirkan ke dunia anak membawa

BAB I PENDAHULUAN. bergaul dan diterima dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Nusantara. Jumlah seluruh subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA

Pengantar Psikologi Abnormal

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami-istri. Bagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK

3. METODE PENELITIAN. 22 Universitas Indonesia. Faktor-Faktor Pendulung..., Nisa Nur Fauziah, FPSI UI, 2008

tuntutan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan anak mulai mengalami pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada dasarnya tidak seorang pun yang ingin memiliki riwayat

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

Bab 1. Pendahuluan. Keberhasilan ekonomi sebagai akibat dari kemajuan teknologi menjadikan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Halusinasi merupakan salah satu gejala yag sering ditemukan pada klien

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut

BAB I PENDAHULUAN. adalah penulisan tugas akhir (Iswidharmanjaya, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum

SKRIPSI. Feryn Widi Astuti FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

BABI PENDAHULUAN. kehidupan individu selalu dan tidak lepas dari masalah yang ada sehingga kadangkala

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Mellyarti Syarif. Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Terhadap Pasien. Disertasi. Kementrian Agama RI. Jakarta hlm.

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

PENDAHULUAN. Hal ini merupakan pengaruh dari perubahan-perubahan sosial yang serba cepat

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

Sistem Pakar Untuk Mengetahui Gangguan Depresi Mayor Dengan Menggunakan Faktor Kepastian

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG IDENTITAS DIRI REMAJA PADA SISWA SMA KARTIKA I-2 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hasil yang dituju. Salah satu cara untuk memenuhi semua itu adalah dengan cara

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual

SILABUS PSIKOLOGI ABNORMAL

BAB I PENDAHULUAN. hlm 3. 1 Suyadi, Manajemen PAUD, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

SATUAN ACARA PERKULIAHAN-FAKULTAS PSIKOLOGI-UNIVERSITAS GUNADARMA MATAKULIAH: PSIKOLOGI ABNORMAL KODE MATAKULIAH/SKS = IT /3 SKS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 2, Nomor 2, September 2016 ISSN X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu institusi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PEMBAHASAN. A. Definisi Psikologi Menurut Para Ahli Sebelum mempelajari psikologi, sudah sepatutnya mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan stres karena terdapat ancaman

MANUSIA DAN KEGELISAHAN

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

Pedologi. Batasan Pedologi Bidang Terapan. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

Sri Retnowati Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini dapat menimbulkan penderitaan yang berat. Depresi menjadi masalah dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres merupakan respon fisiologis, psikologis dan perilaku yang tidak

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang mahasiswa sejatinya menjalani kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Aktivitas pembelajaran ini pun tentunya berkaitan dan sesuai dengan bidang studi yang diambil oleh mahasiswa itu sendiri. Berbagai asupan pengetahuan dan informasi pada umumnya diberikan melalui sebuah metode tertentu agar ilmu yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik. Pemahaman mahasiswa akan bidang keilmuannya dapat memacu penjiwaan atau penghayatan terhadap bidang ilmu yang dipelajarinya. Nasution (dalam Kunandar, 2009) mengungkapkan bahwa hakikat hasil belajar adalah terdapat adanya suatu perubahan pada individu, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga bagaimana dirinya membentuk kecakapan dan penghayatan sebagai seorang individu yang belajar. Joni (1985) pun menyatakan bahwa besarnya kadar pembelajaran berhubungan dengan adanya kesempatan dalam menghayati peristiwa yang ada, dimana hal ini berperan sebagai pembentukan sikap dan internalisasi nilai-nilai. Pada mahasiswa Psikologi, pemahaman yang mendalam terhadap ilmu pengetahuan dan informasi yang didapat selama proses pembelajaran tentunya juga sudah seharusnya dilakukan. Menurut Lahey (2009), Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku dan proses mental. Ilmu Psikologi pun juga identik dengan pembelajaran mengenai gangguan-gangguan psikologis atau kesehatan mental. Menurut Nevid, Rathus, & Greene (2005), gangguan psikologis atau gangguan mental adalah sebuah klasifikasi perilaku abnormal yang didalamnya meliputi gangguan fungsi psikologis atau gangguan mental. Istilah-istilah tersebut merupakan istilah yang lazim digunakan di bidang Psikologi, yang kemudian secara mendetail akan dipelajari dalam mata kuliah Psikologi Klinis atau pembelajaran mengenai Psikologi Abnormal. Berdasarkan keputusan Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia (2010), mengenai kurikulum inti program studi Psikologi jenjang sarjana, mata kuliah Psikologi Klinis ditetapkan sebagai mata kuliah inti yang harus ada didalam kurikulum pembelajaran Psikologi. 1

2 Demi menilik lebih dalam lagi mengenai mahasiswa Psikologi, dilakukan preliminary study dengan metode kuesioner pada tanggal 15 Agustus 2013 pada mahasiswa Psikologi Universitas Bina Nusantara yang telah mendapatkan mata kuliah Psikologi Klinis, yaitu kuesioner mengenai pandangan akan terdapat atau tidak terdapatnya gangguan psikologis didalam diri individu. Hasil dari kuesioner tersebut menunjukkan bahwa 21 responden merasakan terdapat suatu gangguan psikologis tertentu didalam dirinya. Kuesioner ini secara garis besar menjelaskan bahwa mahasiswa Psikologi Universitas BINUS melakukan penghayatan dalam sebuah pembelajaran yang sekiranya menimbulkan kepekaan terhadap kondisi psikologisnya sendiri. Hal ini mengacu pada gangguan-gangguan yang disebutkan oleh responden yang menyatakan bahwa mereka merasakan terdapat gangguan seperti Phobia, Depression, Obessive-Compulsive Disorder, Generalized Anxiety Disorder, Bipolar, dan sebagainya. Pembahasan yang lebih mendalam didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 5 Desember 2013 dengan 5 responden kuesioner dan juga bersama 7 mahasiswa Psikologi Universitas Bina Nusantara yang sedang mempelajari pembelajaran Psikologi Klinis. Wawancara tersebut berisi pertanyaanpertanyaan lanjutan yang lebih mendetail mengenai pembelajaran Psikologi Klinis. Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa 4 dari 5 narasumber memiliki kecenderungan untuk membayang-bayangkan gejala gangguan psikologis yang dipelajari selama di perkuliahan. Pemicu dari kecenderungan ini dirasakan disebabkan oleh kemiripan antara ciri-ciri gangguan psikologis yang ada didalam teori dengan apa yang ada pada diri narasumber. Sedangkan berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan, lima dari tujuh mahasiswa dalam diskusi itu pun mengakui bahwa mereka memiliki anggapan-anggapan bahwa mereka mengidap suatu gangguan psikologis tertentu. Lebih mendalam, seorang mahasiswa dengan inisial ES mengaku bahwa dirinya merasa bahwa pembelajaran Psikologi Klinis memberikan pengaruh yang signifikan didalam kehidupan sehari-harinya, dimana ia memiliki diagnosa yang ditarik dari dirinya sendiri bahwa ia memiliki gangguan yang diperkirakan berasal dari sifat genetik dari keluarganya yang diakuinya memiliki kerentanan dalam depresi. Lain halnya dengan mahasiswa berinisial FJ, yang menyadari sebuah perilaku yang sejatinya dimiliki mahasiswa Psikologi, yaitu kecenderungan untuk memberikan judgment yang dirasakan tidak memiliki dasar

3 yang kuat. FJ pun juga mengakui bahwa dirinya pun cenderung untuk mengaitkan gangguan-gangguan psikologis yang ia pelajari dalam mata kuliah Psikologi Klinis dengan apa yang ada dalam dirinya atau orang disekitarnya. Melebarkan lingkup fenomena, penelitian ini tidak sekedar membahas situasi yang hanya terjadi pada mahasiswa Psikologi Bina Nusantara. Wawancara (terlampir) juga dilakukan dengan 5 mahasiswa Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 4 mahasiswa Psikologi Universitas Tarumanagara, dan 2 mahasiswa Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI. Hasil yang didapat ialah bahwa 4 dari mahasiswa Psikologi Atma Jaya juga mengalami situasi yang sama, dimana gangguan psikologis yang dirasakan beberapa diantaranya adalah Obessive Compulsive Disorder, Bipolar Disorder, dan Psychosomatic. Sedangkan 2 dari mahasiswa Psikologi Tarumanagara merasakan gangguan psikologis yaitu depresi. Dimana hal ini diakui dirasakan karena terdapat perasaan-perasaan bahwa dirinya tidak berharga, payah dalam berbagai hal, tidak berguna, dan bodoh. Tak jauh berbeda dengan 2 mahasiswa Psikologi YAI yang juga merasakan ada gangguan dalam dirinya, dimana salah satunya tidak keberatan untuk menyebutkan bahwa ia merasa bahwa ia memiliki gangguan halusinasi. Halusinasi tersebut ia rasakan karena dirinya merasa bahwa ketika sedang sendiri, terdapat sosok lain yang mengawasinya. Fenomena yang terjadi pada mahasiswa Psikologi ini mengundang rasa ingin tahu lebih dalam. Berbagai asumsi bermunculan mengenai kecenderungan mahasiswa Psikologi untuk mengaitkan apa yang ia pelajari mengenai gangguan mental dan psikologis tertentu dengan apa yang ada didalam dirinya, yang dapat membawa kedalam penarikan diagnosa tanpa dasar yang kuat. Pengkajian literatur pun dilakukan untuk membentuk asumsi atas kejadian yang diamati. Sebuah jurnal mengenai Medical Student Syndrome (MSS) dirasakan dapat dijadikan acuan didalam penelitian ini. Lyddy (2003), bahwa Medical Student Syndrome ialah sebuah kondisi yang secara umum dilaporkan oleh seorang mahasiswa kedokteran dan juga mahasiswa dengan disiplin ilmu seasal, seperti ilmu Psikologi. Woods, dkk (dalam Candel dan Merckelbach, 2003) juga menjelaskan bahwa MSS bukan berarti menunjukkan kebenaran akan sebuah patologi, melainkan bahwa hal tersebut datang dari kemampuan individu dalam bidang tersebut. Penelitian yang lebih mendalam dilakukan oleh Hardy & Calhoun (1997), yang mengambil sampel mahasiswa psikologi yang mempelajari Psikologi Abnormal di University of North Carolina,

4 Charlotte dan menemukan hasil ahwa kekhawatiran akan kesehatan psikologis mereka meningkat setelah mereka mempelajari mata kuliah tersebut. Osborne, LaFuze, dan Perkins (2013) menyadari bahwa beberapa mahasiswa yang sudah menyelesaikan mata kuliah Psikologi Abnormal menganggap bahwa mereka sudah dapat menegakkan diagnosa. Menurut Colman (2009), MSS sering terjadi pada mahasiswa Psikologi, dimana ketika mahasiswa mulai untuk mempelajari gangguan mental dan mulai meyakini bahwa ia menderita gangguan yang ada dalam buku yang ia baca. Dari pengkajian literatur-literatur yang telah dilakukan, diasumsikan bahwa Medical Student Syndrome (MSS) serupa dengan fenomena yang terjadi dengan pada mahasiswa psikologi. Dalam penelitian Candel & Merckelbach (2003), diungkapkan bahwa terjadinya MSS berhubungan dengan tingginya tingkat fantasy proneness yang ada dalam diri individu. Berdasarkan jurnal penelitian mengenai Medical Student Syndrome (MSS) yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran tahun ketiga dan keempat Universitas Maastricht, Candel dan Merckelbach (2003) mendapatkan hasil bahwa fantasy proneness muncul sebagai prediktor yang lebih kuat akan terjadinya sebuah MSS. Candel dan Merckelbach (2003) memberikan inti pada hasil penelitiannya bahwa meningkatnya level fantasy proneness dapat memungkinkan kerentanan para mahasiswa undergraduate saat mereka menghubungkan pengetahuan teknis yang didapat dengan gejala tubuh yang secara samar-samar mereka rasakan. Hal ini dikarenakan individu tersebut akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berfantasi dan berkhayal, serta akan memilki kecenderungan untuk merasakan sensasi yang intens. Berdasarkan teori Wilson dan Barber, Novella (2007) membagi fantasy proneness menjadi dua karakteristik yang berbeda, yaitu: (1) tingkat fantasi dan kreativitas yang tinggi; dan (2) kurangnya kemampuan dalam menafsirkan kenyataan serta kecenderungan untuk memiliki rasa sensasi yang tinggi. Kedua karakteristik ini diasumsikan berkaitan dengan hasil survei mengenai fenomena yang terjadi pada mahasiswa Psikologi Universitas Atma Jaya, Tarumanagara, dan YAI. Karakteristik pertama dikaitkan dengan respon 4 narasumber yang memberikan informasi bahwa mereka memiliki kecenderungan untuk membayang-bayangkan bagaimana sekiranya gejala atau gangguan psikologi tersebut ada didalam dirinya. Keempat mahasiswa Psikologi Atma Jaya mengalami situasi dimana gangguan psikologis yang dirasakan beberapa diantaranya adalah Obessive Compulsive Disorder, Bipolar Disorder, dan

5 Psychosomatic. Sedangkan 2 dari mahasiswa Psikologi Tarumanagara merasakan gangguan psikologis yaitu depresi. Sedangkan karakteristik kedua berkaitan dengan kecenderungan narasumber yang menafsirkan kehidupan nyatanya dengan apa yang diungkapkan dalam pembelajaran gangguan psikologis di perkuliahannya. Tak jauh berbeda dengan 2 mahasiswa Psikologi YAI yang juga merasakan ada gangguan dalam dirinya. Karakteristik kedua yaitu rasa sensasi yang tinggi berhubungan dengan apa yang didapat dari hasil wawancara pada mahasiswa Universitas Tarumanagara, dimana salah satu narasumber mengatakan bahwa ia mengaku merasakan perasaan-perasaan bahwa dirinya tidak berharga, payah dalam berbagai hal, tidak berguna, dan bodoh. Sebuah penelitian yang membahas mengenai fantasy proneness dan medical student syndrome dirasakan perlu dilakukan mengingat efek yang berkemungkinan muncul didalam diri individu yang kemudian memberikan sebuah dampak dikehidupannya. Collier (2008) mengatakan bahwa efek dari membayang-bayangkan suatu permasalahan kesehatan dapat menyebabkan kegelisahan yang nyata. Lebih jauh lagi, menurut Dyrbye, dkk (dalam Waterman, 2011), hal ini dapat membuat mahasiswa mengalami jumlah tekanan psikologis yang berat, stres dalam menjalani ujian, kegelisahan yang berhubungan dengan pengalaman klinis yang baru, dan juga lingkungan yang menjadi terasa kompetitif. Menurut Ahmadi (2009), sebuah fantasi bukan berari tidak memiliki keburukan. Keburukan dari fantasi ialah bahwa seseorang dapat meninggalkan alam kenyataan, lalu masuk dalam alam fantasinya. Hal ini merupakan suatu bahaya, karena dari hal tersebut seseorang dapat terbawa hidup dalam alam yang tidak nyata. Kring, Johnson, Davidson, & Neale (2009) mengatakan bahwa saat mahasiswa membahas gangguan kepribadian, beberapa dari hal tersebut mungkin akan sesuai dengan diri sendiri maupun orang lain. Dari waktu ke waktu, individu berperilaku, berpikir, dan berperasaan seperti apa yang ditunjukkan dalam gejala gangguan kepribadian, tetapi gangguan kepribadian yang sebenarnya didefinisikan oleh cara yang ekstrim, tidak fleksibel, dan maladaptif yang ditunjukkan oleh sifat ini. Selain itu, gejala-gejala dari sebuah gangguan kepribadian yang benar-benar ada itu bersifat menjalar dan tetap. Penelitian ini dapat membantu mahasiswa Psikologi agar dapat mempertimbangkan lebih baik lagi sebelum masuk kedalam kesimpulan dari judgment yang akan ia buat, serta mahasiswa dapat cukup untuk waspada akan kesehatan psikologis tanpa harus mendapat tekanan akan sebuah perkiraan adanya

6 gangguan dalam dirinya yang belum tentu ada. Woods, dkk (dalam Candel & Merckelbach, 2003) mengatakan bahwa walaupun banyak yang sadar akan fenomena yang terjadi, tetapi penelitian sistematis yang dilakukan jumlahnya tidak banyak. Hal-hal ini pun merupakan suatu aspek yang dirasakan menjadi dasar akan betapa mendesak dan pentingnya sebuah penelitian harus dilakukan untuk menjawab fenomena yang ada. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan ini akan membahas apakah fantasy proneness memiliki hubungan yang signifikan atau tidak signifikan dengan medical student syndrome pada mahasiswa Psikologi di Perguruan Tinggi Jakarta. 1.2 Rumusan Permasalahan Banyaknya mahasiswa Psikologi yang merasa bahwa dirinya memiliki sebuah gangguan psikologis tertentu merajuk kepada pemikiran bahwa terdapat aspek fantasy proneness di dalam diri mahasiswa. Rumusan permasalahan yang dapat ditarik ialah Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara fantasy proneness dengan medical student syndrome pada mahasiswa Psikologi di Perguruan Tinggi Jakarta. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini ialah untuk melihat ada atau tidak adanya hubungan yang signifikan antara fantasy proneness dengan medical student syndrome pada mahasiswa Psikologi di Perguruan Tinggi Jakarta.