menghasilkan output lewat suatu proses (Lababa,2008).

dokumen-dokumen yang mirip
TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

DEFINISI KASUS MALARIA

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2011

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti


TATALAKSANA MALARIA. Dhani Redhono

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

DRAFT PEDOMAN PENANGGULANGAN/PENANGANAN

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

BUKU SAKU TATALAKSANA KASUS MALARIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2011

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masayrakat setinggi-tingginya diwilayah kerjanya.

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

LAPORAN PELAKSANAAN ORIENTASI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

BUPATI POLEWALI MANDAR

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI INDONESIA

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu Deskripsi 1. Pendahuluan 10 menit Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

KEDARURATAN LINGKUNGAN

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

DAFTAR ISI No. Tentang Hal.

PEDOMAN PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS WARA BARAT KOTA PALOPO BAB I PENDAHULUAN

PROVINSI KALIMANTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

POJOK ORALIT. LAPORAN MANAJEMEN Februari, 2018 : A.FEBY EKA PUTRI STAMBUK : N PEMBIMBING : dr. INDAH P.KIAY DEMAK.M.Med.

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep tentang Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana keadaan kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi kata ini adalah kata sarapan dari bahasa inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. (Echols, Shadily, 2000). Menurut Crowford dalam Lababa bahwa penilaian (Evaluation) sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan, maka dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. Lababa memaparkan bahwa efektifitas merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses (Lababa,2008).

Definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. brown (dalam Sudijono, 2005:1) adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Kata-kata yang terkandung dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan Suchman dalam Anderson (dalam Arikunto dan Jabar, 2004:1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Kemudian seorang ahli yang sangat terkenal dalam evaluasi program bernama Stufflebeam dalam Fernandes (dalam Arikunto dan Jabar, 2004:1) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Sedangkan dalam PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dijelaskan bahwa evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Lebih lanjut dalam Penjelasan Atas PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan juga dijelaskan bahwa: Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana pembangunan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (output), hasil (outcome), dan dampak (impact) dari pelaksanaan

rencana. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana, yang sekurang-kurangnya meliputi indikator masukan, indikator keluaran, dan indikator Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu: 1.Mengukur kemajuan. 2.Menunjang penyusunan rencana. 3.Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali (Sudijono, 2005:8). Sedangkan menurut Akdon (2007:176), fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi dan memberikan masukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Keuntungan dari evaluasi bermanfaat untuk perbaikan perencanaan, strategi, kebijakan; untuk pengambilan keputusan; untuk tujuan pengendalian program/kegiatan; untuk perbaikan input, proses, dan output, perbaikan tatanan atau sistem prosedur. Bagi para manajer yang melakukan evaluasi atau penilaian akan menemukan satu dari tiga bentuk temuan, yaitu: (a) hasil yang dicapai melebihi harapan dan target, (b) hasil yang dicapai sama dengan harapan dan target, (c) hasil yang dicapai kurang dari harapan dan target (Siagian, 2007:262

2.1 Konsep Tentang Malaria 2.1.1 Pengertian Malaria Malaria berasal dari bahasa Italia yaitu dari kata Mal artinya buruk dan Area yang artinya udara. Secara harfiah (bahasa) malaria adalah penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat lingkungan yang juga buruk. Jadi definisi dari Malaria berarti suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit Plasmodium (termasuk Protozoa) dan di tularkan oleh nyamuk Anopheles betina (Zulkhoni,2010). 2.1.2 Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sekelompok parasit yang disebut Plasmodium yang hidup dalam sel darah merah. Plasmodium tersebut sangat kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Manusia harus menggunakan mikroskop untuk melihatnya. Parasit tidak dapat hidup sendiri, tetapi harus mendapat makanan dari organisme lain untuk hidup dan berkembang. Plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia terdiri dari 4 jenis : a. Plasmodium falciparum b. Plasmodium vivax c. Plasmodium malariae d. Plasmodium ovale. (Baru-baru ini ditemukan 1 jenis plasmodium yang secara mikroskopis menyerupai Plasmodium Knowlesi ditemukan di Kalimantan)

P.falciparum yang paling sering menyebabkan malaria berat (dengan komplikasi). Seorang penderita dapat terinfeksi oleh lebih dari satu jenis plasmodium, infeksi demikian disebut infeksi campuran (mix infection). (Kemenkes,2013). 2.2.3 Gejala Malaria Gejala-gejala malaria ada yang tanpa komplikasi dan ada yang dengan komplikasi (Malaria Berat). 1. Gejala malaria tanpa komplikasi Malaria tanpa komplikasi biasanya dimulai dengan perasaan lemah, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah. Kemudian diikuti dengan gejala-gejala malaria yang klasik. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut : a. Stadium Dingin : Merasa sangat dingin, nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari berwarna kebiruan, kulit kering dan pucat, bulu-bulu berdiri, kadang muntah. Pada anak-anak dapat terjadi kejang. lama gejala ini 15 menit sampai 1 jam. b. Stadium Panas : Muka memerah, kulit kering dan panas, sakit kepala menghebat, mual dan muntah, denyut nadi penuh dan cepat, rasa sangat haus, demam sampai 41 0 C atau lebih. Lama gejala ini 2 sampai 4 jam. c. Stadium Berkeringat : Keringat berlebihan, suhu turun kembali sampai normal, biasanya penderita tertidur lelap dan bangun dengan rasa lemah, tetapi gejala lain tidak ada. Lama gejala ini 2 sampai 4 jam. Lamanya seluruh gejala klasik tersebut adalah 8-12 jam.

Namun tidak semua pasien menunjukkan semua gejala diatas, dan lamanya gejala tersebut bisa pula berbeda-beda. Selain itu, banyak pasien yang menunjukkan gejala-gejala tambahan seperti diare. 2. Gejala Malaria Berat (Dengan komplikasi) Malaria berat terutama disebabkan oleh infeksi P.falciparum. Jika tidak segera dirawat, infeksi ini bisa merusak otak serta menimbulkan kematian. Ada banyak gejala klinis malaria berat dan penderita bisa mengalami salah satu atau beberapa gejala berikut : a. Demam tinggi b. Denyut nadi cepat dan lemah c. Seluruh tubuh lemah (tidak bisa duduk dan berdiri) d. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah demam turun e. Mata atau tubuh berwarna kuning f. Darah mengucur dari hidung, gusi atau saluran pencernaan g. Napas memburu atau pendek-pendek h. Tidak bisa makan dan minum i. Muntah terus menerus j. Warna air seni seperti teh hitam sampai berwarna kopi kental k. Air seni bercampur darah l. Telapak tangan sangat pucat (Kemenkes,2013)

2.2.4 Proses Penularan Malaria 2.2.5 Alur Penemuan Penderita Malaria Gambar 2.1 Proses Penularan Malaria Gambar 2.2 : Bagan Alur Penemuan Penderita Malaria

2.2.6 Indikator Program Malaria Angka kesakitan penyakit malaria dapat diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) dan Annual Malaria Incidence (AMI). a. Annual Parasite Incidence atau API ( ) adalah jumlah penderita malaria positif per 1000 penduduk. Malaria positif adalah kasus malaria yang didiagnosis (pemeriksaan specimen/sediaan darahnya) secara mikroskopis atau rapid diagnostic test hasil positif mengandung plasmodium. Angka API dikatakan rendah apabila < 1, sedang 1 - < 5 dan tinggi apabila > 5. b. Annual Malaria Incidence atau AMI ( ) adalah jumlah penderita malaria klinis per 1.000 penduduk. Malaria Klinis adalah kasus dengan gejala malaria klinis (demam, menggigil dan berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot. Angka AMI dikatakan rendah apabila < 10, sedang 10 50 dan tinggi apabila 50.

2.3 Program Pengendalian Malaria 2.3.1 Visi dan Misi Visi : Masyarakat Sehat, Bebas Masalah Malaria, Mandiri Dan Berkeadilan Misi : 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani dalam pengendalian malaria. 2. Menjamin ketersediaan pelayanan malaria yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya pengendalian malaria. 4. Menciptakan tata kelola program malaria yang baik. 2.3.2 Kebijakan Adapun kebijakan program pengendalian malaria adalah sebagai berikut: 1) Diagnosis malaria harus dilakukan dengan konfirmasi mikroskop atau tes diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test /RDT). 2) Pengobatan yang menggunakan terapi kombinasi berbasis Artemisin (Artemisinin Based Combination Therapy/ACT) sesudah konfirmasi laboratorium. 3) Pencegahan dari penularan malaria melalui penggunaan kelambu berinsektisida berjangka panjang (Long Lasting Insecticidal Net s/llins), penyemprotan dinding rumah (IRS/Indoor Residual Spraying), penggunaan repelen dan upaya yang lain yang terbukti efektif, efisien, praktis dan aman.

4) Layanan tata laksana kasus malaria dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan dilakukan secara terintegrasi ke dalam sistem layanan kesehatan dasar. 5) Pengendalian malaria dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penilaian serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan biaya operasional. 6) Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah meningkatkan tata kelola program yang baik serta peningkatan efektifitas, efisiensi dan mutu program. 7) Penggalangan kerjasama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, dunia pendidikan, organisasi profesi, swasta dan masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan Forum Nasional Gebrak Malaria. 8) Memperkuat inisiatif Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat yaitu dengan mengintegrasikan pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) ke dalam Desa Siaga. 2.4. Kegiatan Program Adapun kegiatan program pengendalian malaria antara lain diagnosis malaria, pengobatan malaria, skrining pada ibu hamil, pemberian kelambu berinsektisida berjangka panjang (Long Lasting Insecticidal Net s/llins) dan penyemprotan dinding rumah (IRS/Indoor Residual Spraying)

2.4.1 Diagnosis Malaria Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium. Sedangkan diagnosis pasti malaria bisa dilakukan dengan pemeriksaan darah, baik secara mikroskopis, maupun uji diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test /RDT). A. Anamnesis Pada anamnesis sangat penting diperhatikan: - Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal - Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria - Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria. - Riwayat tinggal di daerah endemis malaria Setiap kasus dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria. B. Pemeriksaan fisik a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 C b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat c. Sklera (mata) ikterik d. Pembesaran Limpa (splenomegali) e. Pembesaran hati (hepatomegali)

C. Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan mikroskopis Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menentukan: - Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif). - Spesies dan stadium plasmodium - Kepadatan parasit 2) Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) Pemeriksaan dengan RDT tidak untuk evaluasi pengobatan. Diagnosis pasti malaria bisa dilakukan dengan pemeriksaan darah, baik secara mikroskopis, maupun uji diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test /RDT), dan saat ini metode pemeriksaan dengan mikroskopis merupakan standar baku emas (gold standard) karena dapat melihat parasit malaria, sehingga dapat mendiagnosis penderita tanpa gejala. a. Pemeriksaan Mikroskopis Malaria Pemeriksaan malaria secara mikroskopis adalah pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis, dengan pewarnaan Giemsa. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop pembesaran okuler 10 kali dan objektif 100 kali menggunakan minyak imersi. SD tebal ditujukan untuk mengidentifikasi parasit secara cepat dan menghitung jumlah parasit, sedangkan SD tipis untuk melihat morfologi (jenis dan stadium) parasit lebih detail.

Langkah-langkah pada pemeriksaan malaria secara mikroskopis meliputi : 1. Penyiapan Alat dan Reagensia Alat yang digunakan adalah Mikroskop Binokuler Bahan yang digunakan adalah Kaca sediaan/slide/objek glass, lenset steril, kapas alkohol 70%, minyak imersi, larutan buffer ph 7.2, Giemsa stok. Giemsa stok harus selalu dilakukan pengujian mutu secara rutin untuk memastikan kualitasnya. Larutan Giemsa yang dibuat adalah 3% dan harus selalu dibuat baru bila ada pemeriksaan. 2. Pembuatan sediaan darah Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah dari ujung jari. Sediaan darah malaria yang dibuat adalah sediaan darah tebal dengan diameter 1-1,5 cm dan sediaan darah tipis yang berbentuk seperti ujung lidah. 3. Pembacaan sediaan darah (identifikasi) Pembacaan sediaan darah meliputi identifikasi spesies dan stadium parasit malaria. Spesies yang diidentifikasi antara lain sebagai berikut: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Stadium parasit malaria yang ada di dalam sel darah merah yang terinfeksi yaitu : stadium trofozoit, stadium skizon dan stadium gametosit. Adapun proses kegiatannya adalah sebagai berikut : Dimulai dengan pembuatan sediaan darah (SD) terdiri dari 2 jenis yaitu sediaan darah tebal dan tipis, bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol dan kemudian tusuk ujung jari dengan lancet, teteskan 1 tetes darah di tengah object glass untuk SD tipis, 2-3 tetes darah untuk SD tebal kemudian letakkan object

glass diatas meja, tunggu proses pengeringan, setelah kering lakukan proses pewarnaan dengan larutan giemsa tuangkan ke seluruh permukaan object glass biarkan selama 30 menit kemudian tuang air bersih dari tepi object glass, angkat dan keringkan maka SD siap untuk diperiksa kemudian identifikasi jenis spesies dan stadium parasit yang telah ditemukan (Kemenkes, 2014). b. Diagnosis malaria menggunakan RDT Kebijakan penggunaan RDT : 1. Pada puskesmas terpencil di daerah endemis yang belum dilengkapi dengan mikroskop atau sarana laboratorium, di Pustu, Polindes dan Poskesdes. 2. Pada kondisi kegawatdaruratan pasien yang memerlukan penatalaksanaan dengan segera (hanya untuk diagnosis awal). 3. Pada daerah dengan KLB malaria dan bencana alam di daerah endemis malaria yang belum dilengkapi fasilitas laboratorium malaria. RDT merupakan alat diagnosis alternatif yang baik karena cepat dan akurat. cara menggunakannya sama halnya dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop, butuh sedian darah bedanya darah yang udah diambil dengan loop dimasukkan kedalam kotak sampel darah kemudian teteskan cairan buffer, diamkan dan biarkan darah tercampur dan meresap pada kotak, dan setelah 15 menit baca hasil ditempat yang terang.

Gambar 2.3 : Uraian/Penjelasan Tes RDT Cara membaca hasil tes RDT jenis single (contoh: Paracheck P.f): Bila terdapat 1 (satu) garis berwarna pada jendela Tes (T) dan 1 (satu) garis pada jendela kontrol (C) menunjukkan positif P.falciparum Bila tidak terdapat garis berwarna pada jendela kontrol (C) menunjukkan kesalahan pada RDT (tes harus diulangi). Bila terdapat garis pada jendela kontrol (C) menunjukkan negatif P.falciparum. Jika RDT maupun Mikroskop tersedia maka pemilihan alat diagnostik tergantung dari jumlah pasien, ketersediaan tenaga labolatorium dan klinik yang terlatih dan kebutuhan penggunaan mikroskop untuk penyakit lain. Namun perlu diketahui bahwa sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan mikroskop lebih tinggi dibanding RDT bila dilakukan oleh tenaga yang terlatih, sedangkan RDT tergantung pada jenis dan jumlah parasit, kondisi RDT, teknik pemeriksaan dan interpretasi hasil yang benar (Depkes, 2010).

2.4.2 Pengobatan Malaria Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh program saat ini adalah dengan ACT (Artemisinin based Combination Therapy). Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat atau Artemeter kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. a) Pengobatan Malaria tanpa Komplikasi Pengobatan malaria falciparum dan vivax saat ini menggunakan ACT di tambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan obat primakuin untuk malaria falciparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgbb dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgbb. Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgbb Piperakuin (DHP) = 16 32 mg/kgbb Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I) Primakuin = 0,25 mg/kgbb (P. vivax selama 14 hari) b) Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang dewasa umumnya, perbedaannya adalah pada pemberian obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin.

Tabel 2.1 Pengobatan malaria yang diberikan kepada Ibu hamil Umur Kehamilan Trimester I (0-3 Bulan) Trimester II (4-6 Bulan) Trimester III (7-9 Bulan) Pengobatan Kina tablet + Klindamisin selama7 hari ACT tablet selama 3 hari ACT tablet selama 3 hari Menurut WHO obat malaria yang paling aman di trimester pertama adalah Kina, Klindamisin juga aman tetapi harus dikombinasikan. Obat Kina merupakan obat pilihan karena paling efektif dan dapat digunakan pada semua masa kehamilan. ACT hanya diberikan pada umur kehamilan trimester 2 dan 3 karena belum ada data klinis atau bukti yang menjelaskan efek buruk kehamilan bila mengonsumsi obat ACT pada trimester 1. Obat anti malaria yang tidak boleh diberikan selama kehamilan adalah tetrasiklin, doksisiklin, dan primaquin. c) Pengobatan Malaria Berat Semua kasus malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau di puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, maka kasus harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap. 1. Pengobatan malaria berat di Puskesmas / Klinik non Perawatan Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artemeter intramuskular dosis awal (3,2mg/kgbb). 2. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau RS Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan artemeter intramuskular atau kina drip. Bila kasus sudah dapat minum

obat (per-oral), setelah pemberian Artesunat intravena atau artemeter intramuskular atau kina drip maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen DHP + primakuin selama 3 hari atau Artesunat + Amodiakuin + primakuin selama 3 hari. Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan artemeter intramuskular atau kina drip. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria (Kemenkes,2014). 2.4.1 Skrining Malaria Pada Ibu Hamil Skrining adalah upaya pemeriksaan atau tes yang sederhana dan mudah yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat yang bertujuan untuk membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit diantara masyarakat yang sehat. Pemeriksaan yang dapat di lakukan adalah dengan pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan uji cepat (RDT). Dapat dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan labolatorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. 1. Daerah Endemis Dilakukan skrining rutin dengan RDT untuk semua ibu hamil 2. Daerah Non Endemis Skrining dengan RDT pada ibu hamil dengan gejala klinis malaria. (Depkes,2010)

2.4.4 Memakai Kelambu Berinsektisida. Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya penularan (kontak langsung manusia dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang hinggap pada kelambu, WHO telah merekomendasikan bahwa ibu hamil harus segera mulai menggunakan kelambu saat tidur begitu tahu mereka hamil. Tabel 2.2 Perbandingan antara kelambu biasa dengan kelambu berinsektisida Kelambu Berinsektisda Memberikan perlindungan terhadap gigitan nyamuk 1. Membunuh atau menangkal nyamuk yang menyentuh kelambu 2. Mengurangi jumlah nyamuk di dalam maupun di luar kelambu 3. Membunuh serangga lainnyaseperti tuma, laba-laba, kutu kasur dan kecoa 4. Aman digunakan untuk ibu hamil, anak-anak dan bayi Kelambu Biasa Memberikan perlindungan terhadap gigitan nyamuk 1. Tidak membunuh atau menangkal nyamuk yang menyentuh kelambu 2. Tidak mengurangi jumlah nyamuk di dalam maupun di luar kelambu 3. Tidak membunuh serangga lainnya seperti tuma, laba-laba, kutu kasur dan kecoa 4. Aman digunakan untuk ibu hamil, anak-anak dan bayi Saat ini upaya pengendalian malaria menggunakan kelambu berinsektisida (Long Lasting Insecticidal Nets/LLINs) yang umur residu efektifnya relatif lama yaitu lebih dari 3 tahun. Untuk memaksimalkan pemakaian kelambu berinsektisida, kelambu tersebut harus dirawat dengan benar. Kelambu berinsektisida bisa dicuci dengan sabun atau bubuk detergen dengan cara mencelup-celupkannnya saja, tidak disikat, dikucek ataupun direndam karena akan mengurangi kekuatan insektisidanya, dan pastikan menjemur kelambu di tempat yang teduh dan sinar matahari tidak mengenai secara langsung.

Adapun Sasaran dan kebutuhan kelambu berinsektisida dihitung berdasarkan sasaran penduduk di tiap lokasi yang ditetapkan mendapat distribusi kelambu adalah sebagai berikut: a. Sasaran kepada seluruh penduduk Jumlah kelambu yang dibutuhkan minimal satu kelambu untuk dua orang atau kebutuhan kelambu dihitung dengan rumus : Jumlah penduduk dibagi dua. b. Sasaran pada kelompok rentan (ibu hamil, bayi dan balita) Kelambu berinsektisida dibagikan secara rutin melalui kegiatan integrasi dengan program/kegiatan lain seperti KIA, imunisasi dan gizi. 1) Program/kegiatan kesehatan Ibu Hamil dan Kesehatan Anak, kebutuhan kelambu dirinci sebagai berikut : - Untuk Ibu Hamil per tahun : 1,1 x Crude Birth Rate (CBR) x jumlah penduduk. - Untuk Bayi per tahun : 1 x CBR x jumlah penduduk. - Untuk Anak Balita : 9 % x jumlah penduduk. 2) Program/kegiatan Imunisasi Kebutuhan kelambu dihitung berdasarkan jumlah bayi yang sudah mendapat imunisasi lengkap yang ditandai dengan pemberian immunisasi campak setiap tahunnya. 3) Program/kegiatan Gizi Kebutuhan kelambu dihitung berdasarkan jumlah bayi dan anak balita yang akan diberi vitamin A setiap tahun.

Sumber biaya berasal dari : Anggaran Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Lintas Program (KIA, Imunisasi, Kesga), Lintas Sektor (Transmigrasi, Tenaga Kerja, TNI/POLRI), Lembaga Donor (GFATM, WHO, Unicef, PMI), LSM, swasta, dan lain-lain (Kemenkes, 2011). 2.4.5 Penyemprotan Rumah Dengan Insektisida (IRS : Indoor Residual Spraying) Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian vektor dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secara merata pada permukaan dinding yang disemprot. Tujuannya adalah memutus rantai penularan dengan memperpendek umur populasi, sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda atau belum infektif (belum menghasilkan sporozoit di dalam kelenjar ludahnya). Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut harus lebih memperhatikan waktu pelaksanaan berdasarkan data kasus malaria yaitu 2 bulan sebelum puncak kasus atau data pengamatan vektor, atau 1 bulan sebelum puncak kepadatan vektor. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap cakupan bangunan harus mencapai minimal 80% dari jumlah rumah di desa tersebut, sedangkan cakupan permukaan yang disemprot minimal 90% dari semua bagian rumah yang seharusnya disemprot (Kemenkes,2014). Alat yang digunakan untuk pengendalian malaria adalah Spray Can yaitu Alat semprot bertekanan yang dioperasikan dengan tangan (Compression Sprayer)

Alat semprot ini terutama digunakan untuk penyemprotan residual pada permukaan dinding dengan insektisida, terdiri dari tangki formulasi yang berbentuk silinder dilengkapi dengan pompa yang dioperasikan dengan tangan dengan 2 (dua) pegangan pada ujung batang pompa (bila dikehendaki), komponen pengaman tekanan, selang yang tersambung di bagian atas batang pengisap, trigger valve dengan pengunci, tangkai semprotan, pengatur keluaran dan nozzle dan komponen tambahan lainnya yang dinyatakan oleh produsen. Alat semprot harus mempunyai tempat meletakkan tangkai semprot ketika tidak digunakan, tidak ada bagian yang tajam sehingga dapat melukai operator dan tidak terdapat komponen yang terbuat dari kayu. Jenis bahan termasuk penutup lubang pengisian harus dinyatakan secara jelas dan harus tahan terhadap korosi, tekanan dan sinar ultra violet. Tidak boleh terjadi kerusakan, kebocoran pada (las) sambungan atau keretakan ketika dilakukan uji daya tahan (Fatique test). Tidak boleh ada kandungan timbale atau seng pada bahan penyolder kecuali pada sambungan, tangkai semprotan, trigger valve, badan nozzle dan pipa pengisap. Dalam keadaan terisi penuh pada pengoperasian normal, beratnya harus dinyatakan dan tidak boleh melebihi 25 Kg. Tali sandang dan gesper, minimal lebarnya 50 mm dan panjang yang dapat diatur dengan minmal 100 cm. Tali sandang dan pengencangnya harus mampu bertahan pada uji jatuh (drop test). Pompa dengan tangki yang berisi penuh sesuai kapasitas dan semua komponen terpasang, harus mampu mencapai tekanan kerja maksimum dengan pemompaan tidak melebihi ke 60.

Gambar 2.4 Alat Spray Can (Kemenkes,2011) 2.4.6 Penyuluhan Metode penyuluhan yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Penyuluhan perorangan, seperti kunjungan rumah, pada saat melakukan pendataan kasus, maupun pada saat warga berkunjung ke Puskesmas 2. Penyuluhan kelompok, seperti pada saat pertemuaan desa, forum pengajian atau majelis taklim, khotbah jumat, khotbah minggu, kunjungan posyandu, pertemuan PKK dan pertemuan karang taruna. 3. Penyuluhan massa, dapat dilakukan pada saat digelarnya pesta rakyat, kesenian tradisional, pemutaran film, ceramah umum, tabligh akbar. Selain itu penyuluhan massa juga dapat dilakukan melalui pemasangan media massa seperti poster dan spanduk di tempat-tempat keramaian yang sesuai dengan kelompok sasaran (Balai desa, Posyandu, Poskesdes dan Lain-lain) (Kemenkes, 2011).

2.5 Puskesmas 2.4.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014). 2.5.2 Fungsi Puskesmas Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugasnya, puskesmas menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk : a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan. b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan. c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait.

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat. f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas. g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan. h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan. i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. 2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk : a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu. b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif. c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung. e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi. f. Melaksanakan rekam medis.

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan. h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan. i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya. j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan. Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud, puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan. Ketentuan mengenai wahana pendidikan tenaga kesehatan tersebut, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes RI, 2014). Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat penting sebagai intitusi pelaksana teknis. Puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. peran tersebut ditujukkan dengan ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Mubarak, 2012).

2.6 Kerangka pikir Input 1. Ketersediaan SDM 2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana 3. Ketersediaan Dana Proses - Koordinasi - Diagnosis dan Pengobatan - Skrining malaria - Kelambu berinsektisida - Penyemprotan dinding rumah - Penyuluhan Output Jumlah angka kesakitan malaria Gambar 2.5 Kerangka Pikir Berdasarkan gambar diatas definisi dari kerangka pikir tersebut adalah sebagai berikut : 1. Input Input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melakukan evaluasi sistem pelaksanaan program pengendalian malaria seperti: Sumber daya Manusia (SDM), Sarana dan Prasarana serta Dana a. Ketersediaan SDM adalah ketersediaan tenaga kesehatan yang terlibat dalam evaluasi sistem pelaksanaan program pengendalian malaria di wilayah kerja Puskesmas Sei Apung. b. Ketersediaan Sarana dan Prasarana adalah Ketersediaan seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam evaluasi sistem pelaksanaan program pengendalian malaria di wilayah kerja puskesmas Sei Apung

c. Ketersediaan Dana adalah Ketersediaan bagian yang mendukung dalam evaluasi sistem pelaksanaan program pengendalian malaria 2. Proses Proses adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam evaluasi sistem pelaksanaan program pengendalian malaria di wilayah kerja Puskesmas Sei Apung yaitu dengan cara : a. Koordinasi adalah kerja sama dengan pihak lain evaluasi sistem pelaksanaan program pengendalian malaria di wilayah kerja Puskesmas Sei Apung. b. Diagnosis malaria dan pengobatan adalah suatu penentuan penderita positif malaria dengan melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan tes uji cepat (RDT), sedangkan pengobatan adalah tindak lanjut dari diagnosis malaria c. Skrining malaria pada ibu hamil adalah kegiatan deteksi dini pada ibu hamil tanpa memandang usia kehamilan dan pemeriksaan di lakukan dengan menggunakan RDT (Tes uji cepat). d. Pemberian kelambu berinsektisida adalah kegiatan dalam upaya pencegahan malaria yang dapat diberikan kepada ibu hamil, bayi dan balita maupun masyarakatnya. e. Penyemprotan dinding rumah adalah suatu kegiatan pengendalian vektor dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secara merata pada permukaan dinding yang disemprot

f. Penyuluhan adalah suatu kegiatan secara aktif maupun pasif yang disampaikan oleh tenaga kesehatan mengenai bahaya malaria dan cara penanggulangannya kepada masyarakat. 2. Output Output adalah hasil Pelaksanaan Program yaitu jumlah angka kesakitan malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Apung.