BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (HST). Data hari muncul kalus yang telah diperoleh dianalisis dengan analisis

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Biosaintifika 4 (2) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 BAHAN DAN METODA

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Seperti yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

DAFTAR PUSTAKA. Bhaskaran, S & R. H. Smith. (1990). Regeneration in Cereal Tissue Culture. A Review. Crop Science 30 :

Romasli Nadeak a Nelly Anna b, Edy Batara Mulya Siregar b. Kampus USU Medan (Penulis Korespondensi,

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

Repositori FMIPA UNISMA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam tanaman, salah satunya adalah tanaman stevia (Stevia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika,

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Raja Bulu Kuning Kedudukan pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut: Kerajaan :

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (swelling). Kalus yang dihasilkan melalui kultur secara in vitro terbentuk karena

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

Imam Mahadi, Sri Wulandari dan Addarwida Omar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT

Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi

SKRIPSI KECEPATAN INDUKSI KALUS DAN KANDUNGAN EUGENOL SIRIH MERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

BAB IV. adalah 81% daun. (5) (6) dari eksplan. hitam/coklat. daun dari 12. stagnan putih 6% 44% 37%

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplan pisang yang dikultur secara in vitro menunjukkan respon

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI KONSENTRASI BA DAN NAA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA KULTUR IN VITRO

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan

I. PENDAHULUAN. memberikan sensasi seperti terbakar (burning sensation) jika kontak dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Fabaceae. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Mansur (2006) menyebutkan bahwa Nepenthes ini berbeda dengan

Lili Sugiyarto* dan Paramita Cahyaningrum Kuswandi**

BAB I PENDAHULUAN. Stevia rebaudiana Bertoni termasuk tanaman famili Asteraceae

Lili Sugiyarto, Paramita Cahyaningrum Kuswandi

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

Transkripsi:

40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Respons pertumbuhan yang dihasilkan dari penanaman potongan daun binahong (Anredera cordifolia) yang ditanam pada medium MurashigeSkoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4D dan kinetin adalah terbentuknya kalus (Tabel 4.1). Respons tersebut sudah tampak kurang lebih 6 minggu setelah ditanam dalam kondisi aseptik. Tabel 4.1 Respons potongan daun binahong pada medium MS dengan penambahan ZPT 2,4D dan kinetin Kinetin 0 mg/l 0.5 mg/l 1 mg/l 2 mg/l 2,4D 0 mg/l DK 1 DK 2 DK 3 DK 4 0.5 mg/l DK 5 DK 6 DK 7 DK 8 Keterangan : D = 2,4D K = Kinetin DK 1 DK 8 = kode kombinasi medium Dari Tabel 4.1 dapat diketahui semua kombinasi perlakuan sebagian besar menghasilkan respons kalus dari potongan daun binahong (Gambar 4.1). Hanya kombinasi DK 1 dan DK 2 yang tidak menghasilkan respons (Gambar 4.2). Dari hasil pengamatan terlihat bahwa semua perlakuan belum mampu membentuk tunas. Hal ini kemungkinan terjadi

41 karena kandungan sitokinin masih rendah dibandingkan dengan kandungan auksin pada medium maupun pada eksplan. A B C D E F Gambar 4.1. Respons kalus potongan daun binahong minggu ke6 Keterangan: A. DK 3, B. DK 4, C. DK 5, D. DK 6, E. DK 7, dan F. DK 8

42 A B Gambar 4.2 Eksplan Yang Tidak Merespons Keterangan: A. DK1 dan B. DK2 Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa respons kalus terjadi pada sebagian besar perlakuan dan pengulangan. Respons pembentukan kalus ratarata mulai tampak pada hari ke lima setelah ditanam dalam medium MS. Kombinasi perlakuan yang pertama kali merespons adalah pada kombinasi DK5 (kinetin 0 mg/l dan 2,4D 0.5 mg/l) (Gambar 4.3). Tabel 4.2 Persentase Respons Pertumbuhan Yang Terbentuk Pada Potongan Daun Binahong Respons (%) Kode Kombinasi Tidak merespons DK1 DK2 DK3 DK4 DK5 DK6 DK7 DK8

43 Kombinasi zat pengatur tumbuh menunjukkan respons kalus yang bervariasi yaitu dari aspek tekstur, berat basah, warna dan banyaknya kalus yang terbentuk. Dari aspek tekstur kalus, kaluskalus yang terinduksi pada penelitian ini adalah bertekstur kompak (Gambar 4.4.A) dan meremah (Gambar 4.4.B). Persentase tekstur kalus yang terinduksi meremah maupun bertekstur kompak dapat dilihat pada Tabel 4.3. kl Gambar 4.3. Respons Hari Ke5 Pada Kombinasi DK 5, Keterangan: kl = kalus A B Gambar 4.4. Tekstur Keterangan: A. Kompak (DK 8 ) dan B. Meremah (DK 2 ) Pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa DK 3 dan DK 4 memiliki tekstur meremah. kalus ini berwarna putih. yang dihasilkan dari kedua kombinasi itu kecil dan sedikit, hanya berada di daerah

44 permukaan daun yang teriris (DK 3 ) dan di ujung tulang daun primer yang tersayat (DK 4 ). Sedangkan kalus yang bertekstur kompak terbentuk pada kombinasi perlakuan DK 5, DK 6, DK 7, dan DK 8. kalus kompak berwarna kecoklatan ini ukurannya lebih besar (kalus hampir menutupi permukaan eksplan) dibandingkan dengan kalus yang bertekstur meremah (Tabel 4.4). kompak ini lebih padat dibanding dengan kalus meremah. Kombinasi perlakuan DK 1 dan DK 2 hanya menghasilkan respons perbesaran jaringan (Gambar 4.2). Tabel 4.3. Persentase Tekstur Yang Terinduksi (Meremah/Kompak) Kode Kombinasi Tekstur (%) Meremah Kompak DK 3 DK 4 DK 5 DK 6 DK 7 DK 8 Tabel 4.4 Respons Pembentukan Dilihat Dari Banyaknya Yang Terbentuk Kinetin 0 mg/l 0.5 mg/l 1 mg/l 2 mg/l 2,4D 0 mg/l DK 1 DK 2 DK 3 + DK 4 + 0.5 mg/l DK 5 +++ DK 6 ++ DK 7 +++ DK 8 +++ Keterangan: + = kalus yang terbentuk < 25 % permukaan eksplan ++ = kalus yang terbentuk ± 50 % permukaan eksplan +++ = kalus yang terbentuk > 75 % permukaan eksplan

45 Persentase (%) 80 60 40 20 Persentase respons kalus persentase banyaknya kalus 0 DK1 DK2 DK3 DK4 DK5 DK6 DK7 DK8 Kombinasi Gambar 4.5. Persentase Respons Pembentukan dan Persentase Banyaknya Berat Basah (mg) 400 350 300 250 200 150 50 0 M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6 DK3 DK4 DK5 DK6 DK7 DK8 Minggu Ke Gambar 4.6. Kurva Pertumbuhan Berat Basah Pada Medium MS Dengan Penambahan ZPT 2,4D dan Kinetin Berdasarkan Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 dapat diketahui bahwa persentase dari banyaknya kalus yang terbentuk berbanding lurus dengan berat basah kalus. Berat basah kalus tertinggi yaitu pada kombinasi perlakuan DK 5, pada minggu ke enam, ratarata berat basah kalusnya

46 mencapai 398 mg dan yang terendah adalah pada kombinasi perlakuan DK 3 (ratarata 66 mg). Tipe kurva pertumbuhannya adalah tipe sigmoid. Indikator pertumbuhan eksplan pada budidaya in vitro berupa warna kalus menggambarkan visual kalus sehingga dapat diketahui apakah suatu kalus masih memiliki selsel yang aktif membelah atau telah mati (andaryani, 2010). Jaringan kalus yang dihasilkan dari suatu eksplan biasanya memunculkan warna yang berbedabeda. B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa setelah diberi perlakuan zat pengatur tumbuh 2,4D dan kinetin dengan berbagai tingkat konsentrasi, ternyata daun binahong terinduksi membentuk kalus. Ini dapat dilihat pada Tabel 4.1, dimana hampir semua perlakuan terbentuk pertumbuhan kalus. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh sangat berperan dalam mempengaruhi perkembangan selsel pada jaringan yang dikultur. mulai terbentuk pada daerah perlukaan yang dibuat dengan menggores eksplan ketika penanaman. Perlukaan tersebut dapat mempermudah jaringan eksplan kontak langsung dengan medium, sehingga kalus dapat lebih cepat terbentuk pada daerah perlukaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hendaryono & Wijayani (1994), kalus dapat terbentuk akibat perlukaan pada eksplan dan kalus akan terbentuk di sepanjang permukaan irisan, maka semakin luas permukaan irisan semakin banyak pula kalus yang terbentuk.

47 Pada Tabel 4.2, terlihat bahwa persentase respons kalus eksplan daun binahong pada semua perlakuan (DK 5, DK 6, DK 7, dan DK 8 ) dan pengulangan adalah %. Hal ini disebabkan eksplan yang digunakan adalah daun yang mempunyai sifat meristematis sehingga selsel yang menyusun jaringan masih aktif membelah. Pada daun yang masih meristematis disintesis hormon auksin (Wattimena, 1998). Menurut Suryowinoto (1996), penambahan auksin yang lebih stabil seperti 2,4D cenderung menyebabkan terjadinya pertumbuhan kalus dari eksplan. Pada DK 1 (kontrol) tidak tebentuk kalus, hal ini disebabkan karena unsurunsur hara yang terdapat dalam media belum mampu untuk menginduksi terbentuknya kalus. Selain itu, zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media untuk pertumbuhan tidak ada. Begitu pula dengan kombinasi DK 2 (kinetin 0,5 mg/l dan 2,4D 0 mg/l). Medium dikombinasikan dengan kinetin yang konsentrasinya rendah, sehingga tidak menghasilkan respons apapun. Hal ini didukung oleh pendapat Wattimena (1992) bahwa zat pengatur tumbuh adalah salah satu faktor yang penting diantara faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari potongan jaringan yang ditanam baik jenis maupun konsentrasinya. Kombinasi perlakuan DK 3 (kinetin 1 mg/l dan 2,4D 0 mg/l) dan DK 4 (kinetin 2 mg/l dan 2,4D 0 mg/l) memperlihatkan respons kalus meremah berwarna putih yang tumbuh di daerah irisan permukaan atas dan di ujung sayatan tulang daun primer. yang terbentuk kecil dan

48 sedikit (< 25% menutupi permukaan eksplan). Perbesaran jaringan terjadi pada kedua perlakuan tersebut, hal ini menunjukkan bahwa nutrisi dalam medium dapat diserap oleh eksplan. Respons ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wul&ari et al. (2004) dengan daun jeruk manis sebagai eksplan. Perlakuan dengan penambahan 0.1 ppm NAA (auksin) dan 10 ppm BA (sitokinin) menghasilkan terbentuknya kalus yang kecil dan sedikit. tumbuh hanya pada bekas potongan eksplan terutama pada daerah tulang daun primer. Lamanya waktu terbentuknya kalus diduga konsentrasi 0.1 ppm NAA tidak mampu mengimbangi konsentrasi 10 ppm BA. Wattimena (1992) menyatakan untuk pembentukan kalus dibutuhkan konsentrasi auksin tinggi dengan konsentrasi sitokinin yang rendah. Penelitian dengan pengaruh kinetin 1 mg/l mampu mendorong pembentukan kalus pada tanaman Cattleya sp dengan eksplan berupa daun muda (Santoso & Nursandi, 2003). Terbentuknya kalus yang bertekstur remah menurut Widyawati (2010) dipacu oleh adanya hormon auksin endogen yang diproduksi secara internal oleh eksplan yang telah tumbuh membentuk kalus tersebut. Efektifitas zat pengatur tumbuh auksin maupun sitoknin eksogen bergantung pada konsentrasi hormon endogen dalam jaringan tanaman (Bhaskaran & Smith, 1990). Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa eksplan yang ditanam pada medium dengan penambahan kombinasi ZPT seperti pada Tabel 4.2 dapat menginduksi terjadinya kalus. Pada kombinasi perlakuan DK 5, DK 7,

49 dan DK 8, memperlihatkan respons kalus yang baik sekali, semua kombinasi menunjukkan kalus > 75% menutupi eksplan. Pada kombinasi perlakuan DK 6, kalus hanya ± 50% menutupi permukaan eksplan. Kombinasi perlakuan DK 5 meng&ung k&ungan auksin lebih tinggi daripada sitokinin. Kombinasi perlakuan DK 6 meng&ung k&ungan auksin seimbang dengan sitokinin. Kombinasikombinasi ini dapat menginduksi pertumbuhan kalus pada potongan daun binahong. Penelitian yang dilakukan Pumchaosuan & Wongroung (2009) pada famili yang sama dengan binahong, yaitu Basella rubra L., menyatakan bahwa respons yang dihasilkan juga menghasilkan kalus tertinggi yaitu dengan pemberian 0, 1 µm/l 2,4D dan 5µM/L BA. Dari penelitian yang dilakukan Syahid & Kristina (2007), konsentrasi sitokinin yang lebih rendah dib&ing konsentrasi auksin dapat menginduksi kalus pada keladi tikus, yaitu dapat diperoleh pada perlakuan yaitu 2,4D 1 mg/l + kinetin 0,1 mg/l dan 2,4 D 1 mg/l + kinetin 0,3 mg/l. Khairunisa (2009) melakukan penelitian mengenai multipikasi tunas dan pertumbuhan binahong dengan menggunakan ruas batang tanaman binahong sebagai eksplan. Zat pengatur tumbuh yang digunakannya hanya dari golongan sitokinin saja, salah satunya adalah kinetin (0,5, 1, 1,5, dan 2 mg/l). Penambahan kinetin 1,5 mg/l memberikan respons terbaik terhadap pembentukan tunas adventif yang berasal dari kalus. terbentuk dari penambahan kinetin sebanyak 1,5 mg/l dan 2 mg/l. Perbedaan respons yang terjadi pada penelitian yang

50 dilakukan oleh Khairunisa dan penelitian ini dikarenakan perbedaan eksplan yang digunakan. Pada kombinasi DK 1, DK 2, DK 3, dan DK 4 tidak ditambahkan auksin, respons yang dihasilkan tidak membentuk tunas. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan auksin endogen pada daun binahong dapat mengimbangi kandungan sitokinin eksogen, sehingga tidak terbentuk tunas. George & Sherrington (1984), menyatakan bahwa pada konsentrasi auksin yang lebih tinggi atau sebanding dengan konsentrasi sitokinin, dapat menginduksi jaringan untuk membentuk kalus. Untuk pembentukan kalus, banyak digunakan kombinasi auksinkinetin dimana sebaiknya dipakai kadar auksin tinggi dan kinetin rendah atau keduaduanya tinggi (Suryowinoto, 1996). 2,4Dichlorophenoxyacetic acid adalah salah satu auksin yang berperan dalam pertumbuhan kalus dari eksplan dan menghambat regenerasi pucuk tanaman (Fitrianti, 2006). Walaupun auksin dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi kalus namun sitokinin sering pula digunakan sebagai bahan kombinasi untuk induksi kalus. Kinetin yang berimbang dengan auksin dapat menyebabkan pertumbuhan kalus (Abidin, 1985). Kombinasi perlakuan DK 7 (kinetin 1 mg/l dan 2,4D 0,5 mg/l) dan DK 8 (kinetin 2 mg/l dan 2,4D 0,5 mg/l) yang kandungan kinetinnya (sitokinin) lebih tinggi dibanding 2,4D (auksin) dapat menghasilkan respons kalus, padahal biasanya kandungan sitokinin yang lebih tinggi dibanding auksin dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan kalus.

51 Menurut Fitrianti (2006), hal itu bisa saja terjadi, dalam penelitiannya kalus yang diinduksi dari potongan daun sambiloto dapat terbentuk pada medium dengan penambahan kinetin 0,1 mg/l dan tanpa ada penambahan 2,4D. Hal ini mungkin terjadi karena pada eksplan daun binahong terkandung hormon endogen golongan auksin. Perubahan warna pada kalus yang ditanam pada kombinasi DK 5, DK 6, DK 7, DK 8, yang pada awalnya berwarna putih menjadi warna kecoklatan dan bertekstur kompak dapat mengindikasikan bahwa dalam kalus tersebut mengandung metabolit sekunder. Warna kecoklatan pada kalus ini akibat adanya senyawa fenol (Yusnita, 2003). Menurut Lenny (2006), senyawa fenol ini merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang disintesis oleh tumbuhan, sebagai suatu mekanisme pertahanan diri terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti infeksi dan perlukaan (Isaac, 1992). Selain menandakan terjadinya sintesis senyawa fenol, warna coklat disebabkan oleh semakin bertambahnya umur sel atau jaringan kalus. Vickery & Vickery (1980) menyatakan bahwa sintesis senyawa fenolik dipacu oleh cekaman atau gangguan pada sel tanaman. Dalam penelitian ini, kalus yang berwarna kecoklatan dihasilkan pada media yang mengandung 2,4D. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Dwiyono (2009) bahwa penambahan 2,4D yang semakin meningkat dapat menyebabkan peningkatan terbentuknya kalus dengan warna coklat tanaman mahkota dewa.

52 Terjadinya perubahan warna coklat dan tekstur kompak pada kalus bisa dijadikan indikasi bahwa dalam kalus tersebut memiliki kandungan metabolit sekunder. Santoso & Nursandi (2004) menyatakan bahwa peristiwa pencoklatan tersebut sesungguhnya merupakan suatu peristiwa alamiah dan proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik seperti pengupasan, dan pemotongan. Pada Gambar 4.6, pertumbuh kalus pada binahong ini memperlihatkan tipe sigmoid, dimana pada minggu pertama eksplan sedang mengalami adaptasi dengan lingkungan barunya sehingga pertumbuhannya tidak terlalu cepat. Pada minggu ke dua sampai minggu ke empat, pertumbuhan kalus mulai mengalami peningkatan dari minggu ke minggu. Pada minggu ke lima sampai minggu ke enam, pertumbuhan mulai menurun, kemungkinan nutrisi dalam medium mulai berkurang sehingga pertumbuhan pun terhambat. Dalam hal ini agar kalus dapat terusmenerus tumbuh dapat dilakukan subkultur ke dalam medium yang baru. Pertumbuhan kalus ini dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam medium (Pierik, 1987). Berat basah kalus tertinggi yaitu pada kombinasi perlakuan DK 5, pada minggu ke enam, ratarata berat basah kalusnya mencapai 398 mg. Kemungkinan pada ZPT yang diberikan pada kombinasi ini dapat menghasilkan hasil yang optimum untuk pementukkan kalus, sehingga dapat menjadi acuan untuk menghasilkan metabolit sekunder.

53 Selain kombinasi perlakuan, penyusun menambahkan empat perlakuan (Tabel 4.5). Penambahan perlakuan ini dilakukan karena penyusun mencari kombinasi zat pengatur tumbuh yang dapat menghasilkan respons berupa akar, karena pada akar binahong juga mengandung senyawa metabolit sekunder. Tabel 4.5. Kombinasi Tambahan Kinetin 0 mg/l 0.5 mg/l 1 mg/l 2 mg/l 2,4D 1 mg/l DK 9, Akar DK 10 DK 11 DK 12 Akar muncul dari kalus yang sudah terbentuk pada kombinasi DK 9 (kinetin 0 mg/l dan 2,4D 1 mg/l). Pada awalnya hanya terbentuk kalus saja, tidak terjadi pembentukan akar, setelah hari ke20 terlihat adanya akar yang muncul di permukaan kalus. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh keseimbangan auksin dan sitokinin terhadap respons jaringan. Krikorian (1995) melaporkan bahwa akar terbentuk dari kalus pada medium yang ditambahkan auksin dengan konsentrasi lebih tinggi daripada sitokinin. Hal ini sesuai dengan pendapat Skoog & Miller (1975) bahwa untuk perakaran secara in vitro biasanya digunakan auksin dalam konsentrasi tinggi. Hal ini menyimpang dari pendapat Wetherell (1982) bahwa untuk pembentukan akar diperlukan perbandingan auksin dan sitokinin yang rendah. Penyimpangan ini terjadi kemungkinan karena zat tumbuh endogen (auksin endogen) yang terdapat dalam eksplan pada perlakuan tersebut sudah cukup tersedia. Pada penelitian ini semua

54 perlakuan hampir tidak menghasilkan respons tunas dan akar. Penggunaan hormon 2,4D sangat berguna untuk menghambat proses morfogenesis pada kalus sehingga mampu menginisiasi pertumbuhan kalus (Gangga, Asriani, & Novita, 2007). Pada kombinasi DK 10, DK 11, DK 12 (Gambar 4.7) respons yang terbentuk adalah kalus. Persentase banyaknya kalus pada DK 10 dan DK 11 lebih dari 75%. Sedangkan pada kombinasi DK 12 kurang lebih 50%. Kombinasi DK 9, DK 10, DK 11, DK 12 memiliki tekstur yang kompak dan kalus berwarna kecoklatan. Menurut Street (1972), struktur kalus yang kompak memililki susunan selsel yang rapat, padat, dan sulit dipisahkan. Warna kalus mengalami perubahan seiring dengan pertambahan umur kalus. Santoso & Nursandi (2003) mengungkapkan bahwa apabila kalus yang terbentuk dari eksplan yang berwarna hijau adalah putih atau keputihan, atau coklat berarti telah terjadi degradasi klorofil. Degradasi klorofil terjadi akibat hilangnya rantai phytol oleh enxim klorofilase, sehingga terbentuk klorofilin atau klorofilid yang menghasilkan warna hijau cerah. Klorofilid didegradasi lebih lanjut menjadi pheophorbides (berwarna coklat) dan klorin (tidak berwarna). Proses fotooksidasi juga menyebabkan degradasi klorofil, karena pada proses ini ion Mg 2+ hilang dan membentuk pheophytin yang berwarna coklat dan hijau olive (keputihan). yang berwarna coklat selain disebabkan oleh degradasi klorofil juga disebabkan mekanisme pertahanan diri akibat perlukaan pada jaringan atau sel eksplan. Luka tersebut bisa disebabkan oleh sayatan

55 maupun sterilan yang digunakan. Wojtaszek (1997) menyatakan bahwa pada saat terjadi perlukaan, sel atau jaringan akan segera memproduksi jenis oksifen reaktif, yaitu hydrogen peroksida, anion superoksida, dan hidroksil radikal. Produksi anion superoksida akan terjadi beberapa menit setelah perlakuan, sedangkan hidrogen peroksida akan diproduksi maksimal setelah 46 jam. Menurut Fitrianti (2006), pencoklatan kalus juga diakibatkan adanya akumulasi senyawa fenolik. Sintesis senyawa fenoilik menyebabkan teroksidasinya fenol menjadi kuinon fenolik oleh enzim fenol oksidase (Henfaryono& Wijayani,1994). ad A B C D Gambar 4.7. Respons kalus pada minggu ke6, ad: akar adventif Keterangan : A. DK 9, B.DK 10, C.DK 11, dan D.DK 12