BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian terendah PPOK, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. jawab terhadap pertumbuhan sel ikut termutasi (Saydam, 2012).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005) atau Korea 5,3% (2000). Permasalahan ini mempengaruhi dampak pada penurunan produktivitas dan kualitas hidup, tidak berkembangnya pendidikan di sekolah, biaya kesehatan yang meningkat, perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. 1,2 Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2002 asma menduduki urutan ke-4 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) diikuti oleh bronkitis kronik dan emfisema. 3,4 Clinical Guideline for the Diagnosis, Evaluation and Management of Adult and Children with Asthma menyebutkan penderita asma di New York mewakili masyarakat modern dan kaya, lebih dari 1,1 juta para dewasa menderita asma. Terjadi juga di seluruh kelompok usia lain tetapi lebih sering menyerang anak-anak. Secara keseluruhan di Amerika Serikat hampir 1 dari setiap 13 orang anak usia sekolah memiliki masalah asma, dan rasio itu meningkat lebih cepat pada anak-anak pra sekolah tak terkecuali di keluarga yang bermukim di dalam kota. 4,5 Banyaknya laporan prevalensi asma pada suatu daerah, dan dengan definisi asma yang masih umum menyebabkan banyak perbandingan prevalensi sehingga asma 23

menjadi masalah dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan prevalensi asma ditemukan 3-5 % pada orang dewasa dan 7-10 % pada anak-anak. WHO juga memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma dan diperkirakan jumlah ini akan terus bertambah sebesar 180.000 orang tiap tahun. 2,3,6 Peningkatan teknologi dan sosial ekonomi pada kota-kota besar di Indonesia sangat mempengaruhi kualitas lingkungan. Pengaruh tersebut terjadi karena pemukiman yang rapat, kumuh, asap kendaraan bermotor dan asap rokok serta binatang peliharaan secara langsung dapat mempengaruhi kualitas kesehatan paru dan berdampak pada prevalensi serta derajat penyakit asma anak khususnya pada anak usia 13 14 tahun. 2,4,7,8 Anak usia 13 14 tahun adalah anak remaja yang masih bersekolah. Kondisi lingkungan sekolah dan ruang kelas yang tidak bersih bisa juga menjadi faktor yang mempengaruhi kesehatannya. Kondisi lingkungan sekolah baik internal maupun eksternal khususnya di negara berkembang seperti di Indonesia memiliki lingkungan yang tidak bersih dan tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan anak itu sendiri. 4,7 Anak yang tidak memiliki riwayat penyakit asma, kondisi lingkungan sekolah yang tidak begitu signifikan mempengaruhi kesehatan sekalipun terpengaruh itu dapat dicegah dengan meningkatkan kekebalan tubuh anak tersebut. Sebaliknya anak yang memiliki riwayat asma dari sebelumnya, kondisi lingkungan sekolah dan kelas yang tidak bersih sangat rentan kambuh asmanya. 2,4,7 Lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia menderita asma dan prevalensi diantaranya anak berusia 13 14 tahun meningkat. Meskipun asma bukan penyakit 24

baru (sudah lama diketahui) yang penyebabnya masih belum jelas. 3,9 Penyebab peningkatan prevalensi asma tidak terlepas dari semakin kompleks dan bervariasinya faktor pencetus dan faktor yang mendasarinya. 9,10 Perbedaan prevalensi asma anak di kota biasanya lebih tinggi dibanding di desa, terlebih golongan sosio-ekonomi rendah dibanding sosio-ekonomi tinggi. Pola hidup di kota besar, perkembangan industri yang pesat dan banyaknya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan tinggi polusi udara, keadaan ini meningkatkan hiperesponsif saluran napas, rinitis alergi dan atopi akibat zat polutan dan secara tidak langsung meningkatkan risiko terjadinya asma baik prevalensi, morbiditas (perawatan dan kunjungan ke instalasi gawat darurat) maupun mortalitasnya. 7,8 Syaiful Hidayat dan Vita Health menemukan bahwa pada anak usia 14 tahun dengan risiko asma pada laki-laki 4 kali lebih sering daripada perempuan. Perbedaan ini mungkin menandakan bahwa anak laki-laki relatif mempunyai saluran napas lebih kecil daripada anak perempuan pada usia tersebut. Pada usia 20 tahun terjadi kebalikan insidens karena pada usia pubertas kaliber anak laki-laki lebih besar daripada perempuan. Faktor yang lain adalah perubahan hormonal sejak pubertas. 4,7,11,12 International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) melakukan penelitian prevalensi asma pada 56 negara pada tahun 1990 menemukan bahwa prevalensi asma berkisar antara 2-3% di Eropa Timur, Indonesia, Yunani, Uzbekistan, India dan Ethiopia sedangkan di negara maju seperti Inggris, Australia dan Selandia Baru prevalensinya sebesar 20%. Pada tahun 2001 sebanyak 20,3 juta orang dilaporkan menderita asma termasuk anak-anak kira-kira 6,5 juta. Asma 25

menyebabkan kehilangan 16% hari sekolah pada anak-anak di Asia, 34% anak-anak di Eropa dan 40% anak-anak di Amerika Serikat. 13 Penelitian tentang asma di Indonesia masih terbatas terutama penelitian asma pada anak sedangkan prevalensinya diperkirakan cenderung meningkat. Pada tahun 2013 prevalensi asma, PPOK, dan kanker berdasarkan wawancara di Indonesia masing-masing 4,5 %, 3,7 %, dan 1,4% per mil. Prevalensi asma dan kanker lebih tinggi pada perempuan, prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki. 14 Kecendrungan prevalensi asma yang semakin meningkat, juga harus dilihat dari sisi pendidikan dan kompetensi agar kiranya dapat menilai gejala klinis awal untuk mencegah underdiagnosis pada asma. Mengingat mendiagnosis asma merupakan kompetensi dokter umum dimana bisa menguasai diangosis, pengelolaan dan penatalaksanaan penyakit sekaligus pencegahan dan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi asma anak berusia 13 14 tahun di Medan dengan menggunakan kuesioner dari International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia serta mengetahui pola pengobatan pada anak yang menderita asma. Wilayah Medan merupakan wilayah kota industri dan perdagangan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah SMP di Kecamatan Medan Selayang dengan usia 13-14 tahun. 1.2. Rumusan Masalah Dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah menilai prevalensi asma dan mengetahui faktor risiko yang berpengaruh 26

terhadap angka kejadian asma pada anak usia 13-14 tahun di SMP Kecamatan Medan 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui angka prevalensi kejadian asma dan faktor risiko yang mempengaruhinya dengan menggunakan pertanyaan ISAAC pada anak usia 13 14 tahun di SMP Kecamatan Medan 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui prevalensi asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 2. Mengetahui proporsi mengi pada kejadian asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 3. Mengetahui proporsi rhinitis pada kejadian asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 4. Mengetahui proporsi ekzema pada kejadian asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 5. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin penderita asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 6. Mengetahui distribusi frekuensi riwayat atopi penderita asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 27

7. Mengetahui distribusi frekuensi riwayat pemberian ASI penderita asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 8. Mengetahui distribusi frekuensi paparan asap rokok di rumah penderita asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 9. Mengetahui distribusi frekuensi hewan peliharaan di rumah penderita asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 10. Mengetahui distribusi frekuensi jenis perabot rumah yang dipakai penderita asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan 11. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan angka kejadian asma. 12. Mengetahui hubungan antara riwayat atopi pada keluarga dengan angka kejadian asma. 13. Mengetahui hubungan riwayat pemberian ASI dengan angka kejadian asma. 14. Mengetahui hubungan paparan asap rokok di rumah dengan angka kejadian asma. 15. Mengetahui hubungan hewan peliharaan di rumah dengan angka kejadian asma. 28

16. Mengetahui hubungan jenis perabot rumah yang dipakai dengan angka kejadian asma. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan bermanfaat bagi program pelayanan kesehatan, masyarakat, dan peneliti lain. 1.4.1 Pelayanan Kesehatan Memberikan informasi tentang prevalensi asma dan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya asma yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan program bagi pencegahan dan pengendalian untuk mengurangi kejadian asma. 1.4.2 Bagi Masyarakat Memberikan informasi pada masyarakat tentang prevalensi asma dan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya asma agar mengetahui dan melakukan pencegahan. 1.4.3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan tentang prevalensi terjadinya asma terutama di Medan sehingga dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin terutama setelah diketahuinya faktor-faktor resiko yang paling mempengaruhinya. 1.4.4. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai masukan kiranya dapat membentuk dan menghasilkan dokter yang berbasis kompetensi sehingga menegakkan diagnosis asma lebih tepat dan cepat. 29