ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA Armando Rizaldy 1, Hasan Ikhwani 2, Sujantoko 2 1. Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, ITS Surabaya 2. Staff Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, ITS Surabaya Abstrak: Instalasi pipa adalah proses pemasangan pipa di laut. Hal yang harus diperhatikan adalah besarnya tegangan (stress) yang terjadi pada pipa pada saat proses tersebut. Mulai dari saat pipa masih diatas laybarge, stinger, dan saat pipa menyentuh seabed. Ada 2 kategori area yang harus dianalisa, yaitu overbend dan sagbend. Analisa dilakukan dengan menggunakan OFFPIPE untuk menghitung besarnya tegangan yang bekerja pada pipa saat proses laying dengan variasi kedalaman dan radius curvature. Setelah didapatkan tegangannya, maka dapat dihitung local buckling dan propagation buckling yang terjadi pada daerah sagbend dan over bend pada pipeline saat proses laying. Studi kasus yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah proyek saluran pipa baru KARMILA - TITI dari CNOOC SES. Ltd, yang terletak di Offshore South East Sumatera. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pipa mengalami overstress di daerah overbend pada load case KT3, KT7, KT8, KT9 dengan percentage yield masing-masing yaitu 85.32% SMYS, 89.02% SMYS, 87.29% SMYS, 86.29% SMYS untuk standart code DNV 1981 dengan allowable stress sebesar 85% SMYS atau 246.14 Mpa, Sedangkan pipa mengalami overstress di daerah overbend pada load case KT7, KT8, KT9 untuk code DnV OS F101 Submarine Pipeline System dengan allowable stress sebesar 87% SMYS atau 251.9 Mpa. Untuk daerah sagbend dan seabed atau daerah setelah touch down point tidak mengalami overstress krena tegangan yang terjadi masih di bawah allowable stress untuk standart code DNV 1981 dan DnV OS F101 Submarine Pipeline System. Selain itu dapat dikatakan bahwa pipeline tidak mengalami local buckling dan propagation buckling karena memenuhi syarat standart code DNV 1981 dan DnV OS F101 Submarine Pipeline System Kata-kata kunci: Laying, Stress, Overbend, Sagbend, Local Buckling, Propagation Buckling. PENDAHULUAN Pipeline Engineering atau Teknik Perpipaan merupakan suatu rekayasa teknik tentang sebuah struktur pipa yang sering digunakan sebagai sistem pendistribusian minyak dan gas bumi. Pipelines digunakan untuk berbagai maksud dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas pantai, termasuk pipa transportasi untuk ekspor, pipa penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform ke pipa ekspor (Soegiono, 2007). Pipa laut kebanyakan dipasang dalam kondisi kosong, sehingga pipa tersebut dibebani dengan tekanan hidrostatik yang tinggi. Bersamaan dengan itu karena pipa diletakkan dengan kondisi axial tension agar pipa yang akan disambung tidak lepas dan jatuh ke dasar laut, dan karena posisi perletakan pipa dari lay barge ke dasar laut membentuk lengkungan seperti huruf S (sagbend dan overbend), maka terjadi bending tension maupun bending compression. Oleh karena itu kemungkinan buckling (tekuk) di bawah combined loading menjadi pertimbangan perancangan yang sangat mendasar Studi kasus yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah proyek saluran pipa baru KARMILA - TITI dari CNOOC SES. Ltd, yang terletak di Offshore South East Sumatera. Tugas akhir ini dilakukan untuk menganalisa tegangan pipa bawah laut yang terjadi pada saat proses laying dengan menggunakan S-Lay Methode. Analisa dilakukan dengan menggunakan OFFPIPE untuk menghitung besarnya tegangan yang bekerja pada pipa saat proses laying dengan variasi kedalaman dan radius curvature. Setelah didapatkan tegangannya, maka dapat dihitung local buckling dan propagation buckling yang terjadi 1
pada daerah sagbend dan overbend pada pipeline saat proses laying. METODE PENELITIAN Untuk memudahkan dalam penyusunan penelitian ini, maka semua bentuk kegiatan dilakukan secara urut dan sistematis agar mendapat hasil yang baik. Proses pengerjaan tugas akhir dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: Mulai Data-data Perancangan Permodelan Instalasi Pipa Dengan Software OFFPIPE Analisa Hasil Permodelan Instalasi Pipa Local buckling pada dinding pipa akibat pengaruh external pressure, axial force, dan bending moment. Propagation buckle karena external pressure (setelah terjadi local buckle ataupun kerusakan lain yang serupa) Buckling as bar Pipeline harus didesain untuk dapat memehi syarat terhadap local buckling di bawah kombinasi dari external pressure, axial force, dan bending moment. Kombinasi dari tegangan tersebut kemudian dibandingkan dengan kombinasi kritis yang ada. Kombinasi kritis tersebut didapatkan melalui pengujianpengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Local buckling adalah kombinasi kritis dari longitudinal dan hoop stresses yang kemudian dicari Utility Check (UC). UC = dengan σ x σ xcr σ x σ. xcr η xp a + σ y σ. ycr η = Total axial stress (Pa) yp = Critical longitudinqal stress (Pa) Cek Buckling Dengan DNV 1981 Cek Buckling Dengan DNV OS-F101 (2000) η xp σ y = Permissible buckling usage factor = Hoop stress (Pa) σ ycr = Critical hoop stress (Pa) Pembahasan η yp = Permissible buckling usage factor Selesai Gambar 1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir Secara Umum Analisa Buckling DNV 81 Kemungkinan terjadinya buckling pada suatu struktur pipeline harus dipertimbangkan untuk menghindari kegagalan pada pipa. Berdasarkan pada beban dan support condition dari pipa, maka satu atau lebih dari ketiga jenis buckling ini bisa terjadi pada struktur pipeline : Secara teoritis, probabilitas dari propagation buckling akan dimulai tidak lebih tinggi(bahkan lebih rendah) dari probabilitas local buckling yang akan terjadi. Namun karena adanya economic risk yang besar akibat adanya propagation buckling dan juga sebagai peningkatan safety, maka perlu diadakan penyelidikan yang lebih jauh mengenai propagation buckling. Pada pipa tidak akan terjadi perambatan buckling apabila maximum external pressure lebih kecil dari propagation pressure (P pr ). Propagation Pressure dihitung dengan menggunakan persamaan: 2
p = 1.15. π.smys pr t D t Apabila P e < P pr maka tidak perlu diberikan buckle arrestor Analisa Buckling DNV OS-F101 Analisa buckling menurut DNV OS-F101 dilakukan dengan melakukan analisa perhitungan system collapse dan combined loading. Perhitungan System Collapse dilakukan untuk mencari Karakteristik collapse pressure (P c ). Pipa yang nengalami kombinasi pembebanan akibat mornen bending dan gaya aksial pada saat instalasi harus dicek schingga memenuhi syarat kekuatan. Pipa akan mengalami External Overpressure saat tekanan eksternal maksimum yang terjadi pada luar pipa melebihi tekanan internal pipa. Berdasarkan code DNV 2000 pengecekan dilakukan dengan rnenggunakan persamaan : Apabila tidak sesuai maka perlu diberikan buckle arrestor. ANALISA DAN PEMBAHASAN Data-Data Utama Data-data utama yang digunakan dalam tugas akhir ini diantaranya adalah sebagai berikut: Tabel 1. Data Pipa Outside Diameter, OD 40.64 cm Wall Thickness, t 1.27 cm API-5L X42 Yield Strength, Fy 289.58 Mpa Concrete Coating Thickness, tcc 5.33 cm Concrete Coating Submerged Density, Dcc 23547.14 N/m3 Corrosion Coating Thickness, tc 4.06 cm Corrosion Coating Density, Dc 2511.70 N/m3 (Sumber: CNOOC SES. Ltd, 2009) Table 2 Data Laybarge Barge Parameters Name of Barge : DMB 88 Length over all : 62 m Keterangan : Md = Mornen Bending Desain Sd = Gaya aksial efektif Desain Pd =Selisih tekanan Eksternal dan Internal Mp = Tahanan Momen Plastis Sp = Tahanan Aksial Plastis Pb = Tahanan bursting αc =Parameter strain hardening (Maksimum Sebesar 1.2) γm = Material Resistance Factor (1. 15) γsc = Safety class Resistance Factor fy = Batas leleh Baja D = Diameter Luar t2 = Nominal Wall thickness Propagation Pressure dihitung dengan menggunakan persamaan: Length : Beam : Depth : Draft : Freeboard : (Sumber: PT. DMB, 2009) 60 m 11 m 3.0 m 1.9 m 1.1 m Tekanan eksternal tidak boleh melebihi tekanan yang akan menyebabkan propagasi. Besarnya tekanan eksternal yang terjadi harus berada dalam batas tahanan. 3
Table 3 Data spesifik Laybarge dan Stinger Description Parameter Barge Rollers Radius 330, 315, and 298.5 m Ramp Angle Number of Barge Roller 8 Number of Tensioner 1 0.5 deg Stinger Radius 330, 315, and 298.5 m Number of Stinger Support Barge Tension (base case) (Sumber: PT. DMB, 2009) 5 25 Tons (245 kn) Dari data-data yang telah tersedia di atas kemudian dilakukan Permodelan instalasi pipa dengan software OFFPIPE diawali dengan memasukkan data properti pipa yang kemudian dilanjutkan dengan memasukkan data permodelan laybarge dan stinger. Pada tugas akhir ini dilakukan variasi data lingkungan yaitu kedalaman sebesar 20, 22, 25 meter dan variasi radius curvature sebesar 330, 315, 298.5 meter Analisa Instalasi S-Lay Method Analisa Instalasi S-Lay dilakukan dengan menggunakan analisa statis. Yang dimaksud dengan analisa statis yaitu melakukan permodelan di dalam software OFFPIPE tanpa memodelkan pergerakan daripada laybarge dengan pengertian lain laybarge diasumsikan diam (statis). Dalam analisa statis juga perlu diperhatikan besar tegangan yang terjadi selama proses instalasi. Tegangan pipa yang terjadi di mulai pada daerah overbend dan sagbend. Daerah overbend saat pipa masih berada di atas laybarge sampai stinger (kecuali titik roller terakhir pada stinger), sedangkan daerah sagbend mulai titik roller terakhir pada stinger hingga pipa menyentuh titik touchdown pada seabed. Berdasarkan permodelan sistem instalasi yang telah dilakukan seperti memodelkan laybarge, stinger,dan properties pipa serta memasukkan data lingkungan seperti kedalaman laut. Berikut ini adalah loadcase untuk tugas akhir ini dengan variasi kedalaman dan radius curvature. Tabel 4. Load case pipelay dengan variasi kedalaman dan radius curvature NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 WATER DEPTH RADIUS CURVATURE MODEL meter meter name 20 20 20 22 22 22 25 25 25 330 315 298.5 330 315 298.5 330 315 298.5 KT1 KT2 KT3 KT4 KT5 KT6 KT7 KT8 KT9 Load case pada Tabel 4 menunjukkan terdapat 9 permodelan menggunakan software OFFPIPE yang kemudian akan dicari tegangan yang terjadi pada pipa selama proses laying. Hasil dari running OFFPIPE kemudian akan divalidasikan dengan standar code DNV 1981 dan DNV OS-F101 (2000). 4
Tabel 5 Maximum stress yang terjadi pada saat instalasi dengan variasi kedalaman dan radius curvature MAXIMUM STRESS MAXIMUM STRESS MAXIMUM STRESS LC ON OVERBEND ON SAGBEND ON SEABED Mpa % SMYS Mpa % SMYS Mpa % SMYS KT1 200.69777 69.23 122.75928 42.36 43.26714 14.93 KT2 230.84737 79.63 122.78826 42.37 42.83244 14.78 KT3 247.34268 85.32 122.81724 42.38 42.6006 14.7 KT4 187.97116 64.84 141.59628 48.86 38.5434 13.3 KT5 219.83117 75.83 137.91582 47.59 38.13768 13.16 KT6 199.79908 68.92 135.85824 46.88 37.90584 13.08 KT7 258.06898 89.02 181.64664 62.68 45.84636 15.82 KT8 253.05371 87.29 177.70536 61.32 45.41166 15.67 KT9 250.15471 86.29 175.44492 60.54 45.15084 15.58 Dari tabel 5 maka dapat disimpulkan bahwa pipa mengalami overstress di daerah overbend pada load case KT3, KT7, KT8, KT9 dengan percentage yield masing-masing yaitu 85.32% SMYS, 89.02% SMYS, 87.29% SMYS, 86.29% SMYS untuk standart code DNV 1981 dengan allowable stress sebesar 85% SMYS atau 246.14 Mpa, Sedangkan pipa mengalami overstress di daerah overbend pada load case KT7, KT8, KT9 untuk code DnV OS F101 Submarine Pipeline System dengan allowable stress sebesar 87% SMYS atau 251.9 Mpa. Untuk daerah sagbend dan seabed atau daerah setelah touch down point tidak mengalami overstress karena tegangan yang terjadi masih di bawah allowable stress untuk standart code DNV 1981 dan DnV OS F101 Submarine Pipeline System Loadcase KT3 (kedalaman 20 m dan radius curvature 298.5 m) Gambar 2 Grafik pipeline elevation dan perbandingan percentage yield dan horizontal distance untuk kedalaman 20 m dan radius curvature 298.5 m (KT3) Pada Gambar 2 menunjukkan besarnya distribusi tegangan yang terjadi pada saat laying pipa untuk kedalaman 20m dan radius curvature 298.5 m (KT3). Sepanjang proses instalasi terjadi perbedaan tegangan yang dialami pipa mulai dari barge ke stinger (overbend), dari ujung stinger sampai ujung 5
pipa menyentuh seabed (sagbend), dan setelah pipa terletak di seabed. Besarnya persentase tegangan maksimum yang dialami pipa pada daerah overbend, sagbend, dan seabed masingmasing besarnya adalah 85.32 %, 42.38 %, 14.7 %. Loadcase KT7 (kedalaman 25 m dan radius curvature 330 m) Pada Gambar 4 menunjukkan besarnya distribusi tegangan yang terjadi pada saat laying pipa untuk kedalaman 25 m dan radius curvature 315 m (KT8). Sepanjang proses instalasi terjadi perbedaan tegangan yang dialami pipa mulai dari barge ke stinger (overbend), dari ujung stinger sampai ujung pipa menyentuh seabed (sagbend), dan setelah pipa terletak di seabed. Besarnya persentase tegangan maksimum yang dialami pipa pada daerah overbend, sagbend, dan seabed masingmasing besarnya adalah 87.29 %, 61.32 %, 15.67 %. Loadcase KT9 (kedalaman 25 m dan radius curvature 298.5 m) Gambar 3. Grafik pipeline elevation dan perbandingan percentage yield dan horizontal distance untuk kedalaman 25 m dan radius curvature 330 m (KT7) Pada Gambar 3 menunjukkan besarnya distribusi tegangan yang terjadi pada saat laying pipa untuk kedalaman 25 m dan radius curvature 330 m (KT7). Sepanjang proses instalasi terjadi perbedaan tegangan yang dialami pipa mulai dari barge ke stinger (overbend), dari ujung stinger sampai ujung pipa menyentuh seabed (sagbend), dan setelah pipa terletak di seabed. Besarnya persentase tegangan maksimum yang dialami pipa pada daerah overbend, sagbend, dan seabed masingmasing besarnya adalah 89.02 %, 62.68 %, 15.82 %. Loadcase KT8 (kedalaman 25 m dan radius curvature 315 m) Gambar 4 Grafik pipeline elevation dan perbandingan percentage yield dan horizontal distance untuk kedalaman 20 m dan radius curvature 315 m (KT8) Gambar 5. Grafik pipeline elevation dan perbandingan percentage yield dan horizontal distance untuk kedalaman 25 m dan radius curvature 298.5 m (KT9) Pada Gambar 5 menunjukkan besarnya distribusi tegangan yang terjadi pada saat laying pipa untuk kedalaman 25 m dan radius curvature 298.5 m (KT9). Sepanjang proses instalasi terjadi perbedaan tegangan yang dialami pipa mulai dari barge ke stinger (overbend), dari ujung stinger sampai ujung pipa menyentuh seabed (sagbend), dan setelah pipa terletak di seabed. Besarnya persentase tegangan maksimum yang dialami pipa pada daerah overbend, sagbend, dan seabed masingmasing besarnya adalah 86.29 %, 60.54 %, 15.58%. Analisa Perhitungan Buckling Menggunakan DNV 1981 Dari hasil permodelan instalasi pipa dengan menggunakan OFFPIPE maka didapatkan nilai maximum bending moment dan maximum axial force yang kemudian mejadi input untuk melakukan analisa buckling. 6
Tabel 6 Hasil dari cek local buckling overbend region menggunakan DnV 1981 LOADCASE OVERBEND UNITY MAX MAX CHECK BENDING MOMENT AXIAL FORCES (kn-m) (kn) KT1 278.470 236.26 0.641 KT2 323.698 236.04 0.747 KT3 348.466 235.91 0.806 KT4 288.343 233.82 0.662 KT5 307.171 236.13 0.707 KT6 333.993 235.99 0.771 KT7 364.780 233.43 0.845 KT8 357.252 233.47 0.826 KT9 352.924 233.49 0.816 Tabel 7 Hasil dari cek local buckling sagbend region menggunakan DnV 1981 LOADCASE SAGBEND UNITY MAX MAX CHECK BENDING MOMENT AXIAL FORCES (kn-m) (kn) KT1 162.631 225.92 0.377 KT2 162.693 225.91 0.378 KT3 162.726 225.91 0.378 KT4 190.170 233.66 0.437 KT5 184.649 233.67 0.425 KT6 181.558 233.68 0.418 KT7 250.258 233.43 0.570 KT8 244.358 233.45 0.556 KT9 240.966 233.46 0.548 Dari Tabel 6 dan 7 dapat diketahui bahwa pipa aman dari adanya local buckling karena UC dari seluruh permodelan tidak lebih besar dari 1 (UC<1). Propagation Pressure dihitung dengan menggunakan persamaan: p = 1.15. π.smys pr t D t force yang kemudian mejadi input untuk melakukan analisa buckling. Tabel 8 Hasil dari cek local buckling overbend region menggunakan DnV OS-F101 LOADCASE OVERBEND UNITY MAX MAX CHECK BENDING MOMENT AXIAL FORCES (kn-m) (kn) KT1 278.470 236.26 0.297 KT2 323.698 236.04 0.401 KT3 348.466 235.91 0.465 KT4 288.343 233.82 0.318 KT5 307.171 236.13 0.361 KT6 333.993 235.99 0.427 KT7 364.780 233.43 0.510 KT8 357.252 233.47 0.489 KT9 352.924 233.49 0.477 Tabel 9 Hasil dari cek local buckling sagbend region menggunakan DnV OS-F101 LOADCASE SAGBEND UNITY MAX MAX CHECK BENDING MOMENT AXIAL FORCES (kn-m) (kn) KT1 162.631 225.92 0.101 KT2 162.693 225.91 0.101 KT3 162.726 225.91 0.101 KT4 190.170 233.66 0.139 KT5 184.649 233.67 0.131 KT6 181.558 233.68 0.126 KT7 250.258 233.43 0.240 KT8 244.358 233.45 0.229 KT9 240.966 233.46 0.223 Propagation Pressure dihitung dengan menggunakan persamaan: P pr = 16.80 MPa Syarat propagation buckle : P pr = 33.731 MPa Karena syarat propagation buckle adalah Pe < Ppr maka pada instalasi pipa ini tidak perlu adanya buckle arrestors. Analisa Perhitungan Buckling Menggunakan DNV OS-F101 Dari hasil permodelan instalasi pipa dengan menggunakan OFFPIPE maka didapatkan nilai maximum bending moment dan maximum axial Tekanan eksternal tidak boleh melebihi tekanan yang akan menyebabkan propagasi. Besarnya tekanan eksternal yang terjadi harus berada dalam batas tahanan. Maka pada instalasi pipa ini tidak perlu adanya buckle arrestors. 7
KESIMPULAN Kesimpulan Melalui proses analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada saat instalasi, pipa mengalami overstress di daerah overbend pada load case KT3, KT7, KT8, KT9 dengan percentage yield masingmasing yaitu 85.32% SMYS, 89.02% SMYS, 87.29% SMYS, 86.29% SMYS untuk standart code DNV 1981 dengan allowable stress sebesar 85% SMYS atau 246.14 Mpa, Sedangkan pipa mengalami overstress di daerah overbend pada load case KT7, KT8, KT9 untuk code DnV OS F101 Submarine Pipeline System dengan allowable stress sebesar 87% SMYS atau 251.9 Mpa. Untuk daerah sagbend dan seabed atau daerah setelah touch down point tidak mengalami overstress krena tegangan yang terjadi masih di bawah allowable stress untuk standart code DNV 1981 dan DnV OS F101 Submarine Pipeline System. 2. Tidak terjadi local buckling karena UC<1 dengan variasi yang telah ditentukan baik menggunakan standart code DNV 1981, ataupun DnV OS F101 Submarine Pipeline System. 3. Tidak terjadi propagation buckle karena memenuhi syarat standart code DNV 1981 dan DnV OS F101 Submarine Pipeline System sehingga tidak perlu menggunakan buckle arrestors. DAFTAR PUSTAKA Anto, A.S, (2001), Analisa Dinamis Tegangan Pipa Selama Instalasi Akibat Pengaruh Floating Stinger. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kelautan-FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Bai, Y, (2001), Pipeline and Riser. Elsevier Ocean Engineering Book Series, Volume 3. Braskoro, S; Dronkers T; Van Driel,M. 2004, From Shallow to Deep Implication for Offshore Pipeline Design, Journal of The Indonesian Oil and Gas Community, Komunitas Migas Indonesia. Det Norske Veritas (1981). DNV 1981: Rules For Submarine Pipeline System. Det Norske Veritas, Norway Det Norske Veritas (2000). DNV-OS-F101: Submarine Pipeline System. Det Norske Veritas, Norway Guo, B., Shanhong, S., Jacob, C., Ali, G. (2005) Offshore Pipeline. Elsevier, UK Halliwell, R. (1996). An Introduction to Offshore Pipeline. University College. Cork Medi, D.H. (2005). Optimasi Pipa Bawah Laut Pada Lapangan Produksi Gas Tunu Kalimantan Timur. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kelautan-FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Mouselli, A.H. (1981). Offshore Pipeline Design, Analysis and Methodes. PenWell Books. Oklahoma. Soegiono. 2007. Pipa Laut. Surabaya : Airlangga University Press. 8