BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN. Agroindustrial Departement, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

Pengawetan bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

BAB I. Pendahuluan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

LARUTAN HASIL FERMENTASI LIMBAH KUBIS SEBAGAI PENGAWET ALAMI IKAN SEGAR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT PADA SAYUR ASIN YANG DIPRODUKSI DENGAN MEDIA AIR KELAPA DAN AIR TAJIN

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan bahan pangan yang sangat cepat mengalami proses. pembusukan (perishable food). Pembusukan ikan terjadi setelah ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotensi dikembangkan sebagai ternak penghasil daging karena pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. (uniseluler) (Kusnadi dan Aditawati, 2003). Setiap sel tunggal mikroba

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Media Kultur. Pendahuluan

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fermentasi Pliek u Selama lebih kurang sepuluh ribu tahun manusia telah mengkonsumsi makanan fermentasi. Sepanjang sejarah, fermentasi merupakan salah satu teknik untuk memproduksi makanan yang diawetkan dengan baik dan aman dikonsumsi. Sampai saat ini, fermentasi makanan masih menjadi salah satu teknik yang paling populer. Sekitar sepertiga makanan yang dikonsumsi ialah makanan yang difermentasi. Fermentasi bertujuan untuk mengawetkan makanan yang mudah rusak sehingga diperoleh produk dengan kualitas yang lebih baik dari bahan bakunya (Hutkins, 2006). Sejak fermentasi makanan bermula, nenek moyang kita mengakui bahwa makanan fermentasi tidak hanya memiliki rasa yang segar dan khas, tetapi juga tahan lebih lama selama penyimpanan serta mengurangi kemungkinan terserangnya penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme melalui makanan. Melalui proses fermentasi, berbagai jenis bahan pangan dapat diawetkan secara alami menjadi beragam produk yang kualitasnya lebih baik daripada bahan bakunya, sehingga hal ini menjadi alasan utama makanan fermentasi begitu populer di kalangan masyarakat peradaban dahulu yang berlokasi di daerah bertemperatur tinggi (Ray dan Bhunia, 2008). Menurut Ray dan Bhunia (2008), pengetahuan mengenai keamanan dan stabilitas makanan fermentasi telah digunakan selama berabad-abad dan membantu peneliti untuk memahami dasar-dasar ilmiahnya. Saat ini telah diketahui bahwa mikroba yang terkait dengan fermentasi makanan dapat menghasilkan beberapa jenis metabolit yang memiliki

sifat antimikroba seperti asam organik, aldehid, keton, alkohol, diasetil, etanol, hidrogen peroksida, reuterine, dan bakteriosin, serta adanya senyawa-senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi. Semakin meningkatnya minat penggunaan antimikroba dalam makanan nonfermentasi (nonfermented foods) yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan keamanan pangan. Beberapa hasil fermentasi mikroba seperti asam laktat dan asam asetat (cuka) telah sejak lama digunakan dalam berbagai jenis makanan. Selain itu beberapa jenis khamir telah ditemukan dapat menghambat pertumbuhan kapang pada buah-buahan dan sayur. Pliek u merupakan salah satu makanan khas dari Aceh yang dihasilkan dari fermentasi daging buah kelapa secara tradisional. Selama berabad-abad pengetahuan mengenai teknologi fermentasi tradisional biasanya diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Produk fermentasi pliek u menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari menu makanan sehari-hari masyarakat Aceh, biasanya pliek u dimanfaatkan sebagai bumbu untuk memasak sayur (gulé pi u), sambal dan bumbu rujak. Diduga selama proses pengolahannya terjadi berbagai perubahan sehingga menghasilkan berbagai metabolit yang mempunyai aktivitas antimikrob. Senyawa tersebut dapat terbentuk dari bahan baku ataupun juga dihasilkan oleh mikroba selama proses fermentasi, karena proses fermentasi makanan erat kaitannya dengan mikroorganisme atau enzim. Senyawa- senyawa yang dihasilkan secara alami oleh mikroba tersebut dapat diekstraksi dan dipurifikasi, serta dapat digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bahan antimikroba (Nurliana, 2009). Berdasarkan penelitian Nurliana (2009), proses pembuatan pliek u (Gambar 2.1) dilakukan selama lebih kurang 20 hari dengan cara pemeraman (fermentasi secara tradisional) daging buah kelapa tanpa menambahkan mikroba apapun. Menurut masyarakat Aceh, produk ini diajarkan secara turun-temurun dari orang tua mereka dan terjadi tanpa disengaja. Proses fermentasi ini terdiri dari tiga tahap fermentasi, yaitu

pemeraman buah kelapa, pemeraman daging buah kelapa, dan pemeraman serta penjemuran daging buah kelapa. A B C D E F G H I Gambar 2.1 Tahap proses pembuatan pliek u. (A) buah kelapa yang sudah dibuang airnya dan dibiarkan selama 4-5 hari; (B,C,D) daging buah kelapa yang sudah dikukur dan dibiarkan 5 hari sampai keluar minyak (minyeuk simplah); (E,F,G,H,I) proses penjemuran, pemeraman dan pemerasan untuk memperoleh minyak (minyeuk brok) dan pliek u (Nurliana, 2009) Pada tahap pertama, buah kelapa dibelah (tidak sampai terbuka) dan airnya dibuang, kemudian dibiarkan selama 4 5 hari. Setelah itu daging buah kelapa dikukur dan ditempatkan dalam wadah tertutup. Selanjutnya dibiarkan selama 4 5 hari pada suhu kamar (29 36 ºC) yang tidak terpapar cahaya. Tahap ini merupakan tahap kedua. Minyak yang terbentuk pada tahap ini diambil, minyak tersebut dikenal dengan minyeuk simplah atau minyeuk reutek. Tahap selanjutnya adalah tahap ketiga. Pada tahap ini

dilakukan penjemuran, pemeraman (fermentasi) dan pengepresan terhadap residu yang dihasilkan pada tahap kedua, yang dilakukan selama lebih kurang 5 hari pada suhu kamar (29 36 ºC). Minyak yang diperoleh pada tahap ini disebut minyeuk brok, sedangkan residu yang diperoleh disebut pliek u atau patarana, namun masyarakat umumnya menyebut pliek u. Secara organoleptik pliek u ini mudah dikenal karena warna, bau dan rasanya yang khas (Nurliana, 2009). Secara singkat proses pembuatan pliek u dapat dilihat pada Lampiran A. Menurut Nurliana (2009), pliek u masih mengandung lemak, walaupun kadar lemaknya lebih rendah dibandingkan kadar lemak dalam daging buah kelapa. Berdasarkan analisis proksimat, komposisi kimia yang terdapat pada pliek u terdiri dari air 18.97%, lemak 4.94%, protein 23.56%, karbohidrat 47.44%, serat kasar 15.72% dan total abu 8.34%. 2.2 Senyawa Antimikroba Pliek U Berdasarkan penelitian Nurliana et al. (2002), diketahui bahwa ekstrak metanol pliek u kering dan pliek u basah menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Bacillus subtilis dan empat strain enteropatogenik E. coli (EPEC) dengan aktivitas tergolong sedang dan sangat aktif berturut-turut yaitu 6.67 10.33 mm dan 6.00 7.33 mm. Selanjutnya Nurliana (2009) menyebutkan bahwa ekstrak kasar etanol pliek u berpotensi sangat aktif sebagai senyawa antimikrob dalam menghambat beberapa strain bakteri seperti B. subtilis, Stap. aureus, E. coli, Salmonella enteritidis, B. cereus, Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescens dan khamir C. albicans. Nurliana (2009) menyatakan bahwa, berdasarkan hasil uji GC-MS dapat diidentifikasi 22 komponen senyawa kimia dari ekstrak kasar etanol pliek u. Hampir sebagian besar senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar etanol adalah asam lemak dan derivatnya, seperti asam kaprat, asam laurat, asam mirisitat, asam palmitat, asam palmitoleat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat, 7-10-13-asam heksadekatienoat, 9-12-15-asam oktadekatrienoat dan asam tetradekanedioat serta ester dan alkohol.

Nurliana juga menambahkan bahwa ekstrak kasar etanol (EEP) pliek u berpotensi sebagai senyawa antimikrob dengan konsentrasi hambatan minimal (MIC) EEP adalah 2.5 10 mg/ml dan konsentrasi mikrobisida (MMC) EEP adalah 10 20 mg/ml. 2.3 Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai sekelompok bakteri Gram positif batang dan kokus yang memproduksi asam laktat, yang memiliki berbagai karakteristik biokimia, fisiologis dan genetik yaitu bersifat anaerob fakultatif, katalase negatif, fermentatif, tidak membentuk spora (non-sporeforming), low mol % G + C, non-motile, dan toleran terhadap asam. Selain itu dalam hal memperoleh energi, BAL diklasifikasikan sebagai heterotrophic chemoorganotrophs, yang berarti bahwa BAL membutuhkan karbon organik sebagai sumber karbon dan energinya (Hutkins, 2006). Bakteri asam laktat sering digambarkan sebagai sekelompok bakteri yang tergolong rewel (fastidious), hal ini disebabkan karena persyaratan untuk pertumbuhannya harus memenuhi nutrisi yang kompleks. Ada spesies BAL tertentu yang dapat tumbuh hanya pada lingkungan yang kaya nutrisi, yaitu pada media yang diperkaya dengan kondisi optimal. Namun, ada juga spesies BAL yang cukup fleksibel sehubungan dengan lingkungan pertumbuhannya yang tetap dapat tumbuh cukup baik bahkan ketika komposisi nutrisinya kurang ideal. Selain itu, sebenarnya ada beberapa BAL yang dikenal mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada lingkungan yang tidak ramah (inhospitable), termasuk yang sering dijumpai dalam makanan fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa BAL dapat tumbuh dan menempati berbagai macam habitat yang meliputi tidak hanya material tanaman, susu dan daging, tetapi juga garam (salt brines), makanan dengan ph rendah, maupun lingkungan yang mengandung etanol (Hutkins, 2006).

Karakteristik BAL yang paling relevan kemungkinan yang berkaitan dengan metabolisme nutrien. Secara khusus, alasan utama mengapa BAL digunakan dalam makanan yang difermentasi ialah karena kemampuannya untuk memetabolisme gula yang menghasilkan asam laktat dan produk akhir lainnya. Ada dua jalur fermentasi yang terjadi, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Pada jalur homofermentatif, lebih dari 90% substrat berupa gula diubah secara eksklusif menjadi asam laktat. Sebaliknya hasil dari jalur heterofermentatif menghasilkan sekitar 50% asam laktat, dan sisanya ialah asam asetat, etanol, dan karbon dioksida. Metabolisme BAL dapat terjadi melalui salah satu jalur, yaitu BAL yang bersifat homofermentatif atau obligat heterofermentatif, meskipun ada beberapa jenis BAL yang memiliki sarana metabolisme untuk melakukan keduanya (fakultatif homofermentatif) (Hutkins, 2006). Spesies-spesies anggota BAL tidak bersifat patogen, hanya sedikit spesies saja yang dapat menyebabkan penyakit. BAL merupakan mikroba yang tergolong ke dalam Generally Recognized as Safe status. Jenis-jenis BAL tergolong ke dalam genus Lactobacillus, Lactococcus, Streptococcus, Pediococcus, Oenococcus, Enterococcus, dan Leuconostoc (Mozzi et al., 2010). 2.4 Peran BAL dalam Menghambat Mikroba Patogen Menurut Ray dan Bhunia (2008), BAL berperan sebagai pengawet bahan pangan. Proses ini melibatkan penambahan sel bakteri BAL dalam jumlah besar seperti Lactococcus lactis, beberapa jenis Lactobacillus, dan beberapa spesies Pediococcus yang bersifat mesofilik untuk mengendalikan bakteri pembusuk dan patogen selama penyimpanan di dalam lemari es pada suhu 5 ºC atau di bawah 5 ºC. Pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen psikotrofik dilaporkan dapat dikendalikan dengan adanya BAL mesofilik tersebut. Pertumbuhan beberapa bakteri pembusuk dan patogen pada suhu yang sedikit lebih tinggi (10-12 C) juga berkurang. Studi dilakukan dengan menambahkan BAL pada daging segar, seafood, telur, dan beberapa produk olahan daging seperti daging

asap untuk menghambat bakteri Clostridium botulinum, Salmonella serovars, dan Stap. aureus. Pada susu mentah, daging, telur dan makanan laut yang disimpan dalam lemari pendingin ditambahkan beberapa jenis BAL seperti Lactobacillus, Lactococcus, dan Leuconostoc untuk mengontrol pertumbuhan dari bakteri pembusuk psikrofilik seperti Pseudomonas spp. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa pertumbuhan bakteri psikotrof dihambat oleh 90% atau lebih BAL selama 4 10 hari penyimpanan dalam lemari pendingin. Penambahan BAL dalam susu mentah juga meningkatkan produksi keju dan memperpanjang umur simpannya. Kemampuan penghambatan ini disebabkan pelepasan senyawa antimikroba intraseluler, seperti asam organik, bakteriosin dan hidrogen peroksida dari sel BAL. Berdasarkan penelitian Petrova et al. (2009), BAL dari genus Lactobacillus memiliki kemampuan potensial dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen, termasuk isolat-isolat yang resisten terhadap antibiotik seperti Staphylococcus aureus MRSA. Selanjutnya Muhialdin et al. (2012) menyebutkan bahwa, 3 isolat BAL yang terdiri dari L. fermentum Te007, P. pentosacues Te010, L. pentosus G004 yang diisolasi dari tempe, tempoyak, guava dan pisang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti B. subtilis, Serratia marcescens, Enterobacter aerogenes, E.coli, Stap. aureus, S. epidermidis, Shigella sonnei, Klebsiella pneumonia, dan S. tyhpimurium. Ketiga isolat BAL tersebut memiliki aktivitas penghambatan dengan spektrum yang bervariasi dari sedang hingga kuat. Isolat-isolat bakteri patogen tersebut resisten terhadap antibiotik vankomisin dan nalidixic acid.