BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNIK PENANGKARAN DAN ANALISIS KOEFISIEN INBREEDING

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER TAMAN NASIONAL BALI BARAT ADILIA PUTRI RAHMAWATI

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan

TEKNIK PENGELOLAAN DAN PENILAIAN KESEJAHTERAAN MURAI BATU (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi burung puyuh Coturnix coturnix japonica atau Japanese quail di Indonesia terus mengalami peningkatan, pada

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Systems of Animal Breeding (Sistem Perkawinan Inbreeding)

HASIL DAN PEMBAHASAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

I. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan yang semakin luas,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

MATERI DAN METODE. Materi

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar. Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa

Gambar 1. Itik Alabio

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB III MATERI DAN METODE. sangat baik, karena produk yang dihasilkan mempunyai nilai gizi yang tinggi yang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

Enceng Sobari. Trik Jitu menangkarkan Lovebird. Sang Burung Primadona

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

MATERI DAN METODE. Materi

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Penangkaran

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Anoa (Bubalus sp.) Fauna endemik sulawesi Populasi menurun Status endangered species IUCN Appendix I CITES. Upaya konservasi. In-situ.

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian mengenai teknik penangkaran dan analisis koefisien inbreeding jalak bali dilakukan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF), Desa Ciujung Tengah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengamatan dan pengumpulan data di MBOF dilakukan pada bulan Juni Oktober 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain alat tulis, penggaris, jangka sorong, kamera digital, timbangan, termometer dry-wet, dan pita ukur. Bahan yang digunakan adalah jalak bali hasil penangkaran dan pakan jalak bali yang terdapat di MBOF. 3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder sedangkan metode pengumpulan data yaitu pengamatan langsung dan pengukuran, teknik wawancara serta penelusuran dokumen. Jenis data dan metode pengumpulan data lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4 Jenis data dan metode pengumpulan data. I II III Data yang diambil Primer Jenis data Sekunder Pengamtan dan pengukuran Metode pengumpulan data Wawan cara Dokumen/ literatur Teknik penangkaran Pakan v v v v v Perawatan kesehatan v v v Tenaga kerja v v Kandang v v v Sejarah v v Organisasi v v Teknik reproduksi v v v Populasi v v v Faktor keberhasilan v v v Koefisisen inbreeding Silsilah jalak bali v v Karakteristik morfologi Data kuantitatif v v v v Data kualitatif v v

16 3.3.1 Teknik penangkaran Pengelolaan penangkaran dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara kepada pengelola. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi teknik keberhasilan penangkaran jalak bali, data yang diambil meliputi: 1. Teknik reproduksi jalak bali di penangkaran meliputi pemilihan bibit, seks ratio, pembentukan pasangan, dan tingkat keberhasilan breeding. 2. Pakan, palatabilitas, jumlah konsumsi, dan nilai gizi serta jadwal waktu pemberiannya. Pakan yang diberikan kepada jalak bali dipenangkaran dilakukan analisis proksimat dan diambil sampel makanan untuk mengetahui kandungan zat makanan dalam makanan tersebut. 3. Perkandangan yang meliputi jenis kandang, ukuran dan konstruksi kandang, perlatan dan perlengkapan kandang serta suhu dan kelembaban dalam kandang. 4. Pemeliharaan kesehatan dan perawatan kesehatan, jenis penyakit yang sering diderita serta cara pengobatannya. 5. Faktor penentu keberhasilan penangkaran jalak bali di MBOF. Selain itu, juga dilakukan wawancara mengenai teknik penangkaran di MBOF yang digunakan untuk mendukung data meliputi: 1. Asal muasal bibit jalak bali yang ditangkarkan beserta sistem karantinanya. 2. Sejarah penangkaran jalak bali. 3. Organisasi penangkaran dan tenaga kerja (SDM). 4. Populasi jalak bali yang meliputi jumlah, jenis kelamin, dan kelas umur. 3.3.2 Analisis koefisisen inbreeding Penelaahan silsilah jalak bali di penangkaran dilakukan dengan teknik wawancara dengan pihak pengelola ada di penangkaran tersebut. Data yang diperoleh dibuat data catatan kelahiran atau silsilah (studbook) kemudian dibuat diagram pohon untuk menentukan hubungan kekerabatan jalak bali di MBOF.

17 3.3.3 Penelaahan karakteristik morfologis Penelaahan karakteristik morfologis dapat dilakukan dengan melihat karakteristik morfologis baik yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Data karakteristik morfologis yang bersifat kuantitatif meliputi berbagai ukuran tubuh yaitu, panjang badan, panjang sayap, panjang ekor, panjang kepala, panjang kaki, panjang paruh, dan tinggi paruh. Data ukuran tubuh tersebut dilakukan melalui pengukuran, sedangkan untuk data karakteristik kualitatif meliputi warna dan pola bulu sayap dan bulu ekor, warna paruh, warna kaki, warna mata, dan daerah sekitar mata. Peubah ukuran tubuh yang diukur meliputi: 1. Panjang tubuh total yang diukur dari ujung paruh sampai dengan ujung bulu ekor dengan menggunakan pita ukur. 2. Panjang rentang sayap yang diukur dengan merentangkan sayap dari pangkal sayap hingga ujung sayap dengan menggunakan pita ukur. 3. Panjang ekor yang diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor dengan menggunakan pita ukur. 4. Panjang kaki yang diukur dari pangkal kaki hingga ujung kaki menggunakan pita ukur. 5. Panjang kepala yang diukur dari bagian tengkuk hingga ujung paruh dengan menggunakan jangka sorong. 6. Panjang paruh yang merupakan panjang maxilla (paruh atas) yang diukur dengan menggunakan jangka sorong. 7. Tinggi paruh pada bagian paruh tertinggi yang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Gambar 3 Pengukuran panjang total tubuh.

18 Gambar 4 Pengukuran panjang sayap. Gambar 5 Pengukuran panjang kepala. Gambar 6 Pengukuran panjang ekor. Gambar 7 Pengukuran panjang paruh.

19 Gambar 8 Pengukuran panjang kaki. Gambar 9 Pengukuran tinggi paruh. 3.4 Analisis Data 3.4.1 Teknik penangkaran jalak bali Data mengenai teknik penangkaran jalak bali dianalisis secara deskriptif yang meliputi sejarah penangkaran, populasi, perkandangan, pakan, perawatan kesehatan, dan teknik reproduksi. Selain dianalisis secara deskriptif, data mengenai pakan jalak bali juga dilakukan analisis secara kuantitatif. Berikut rumus yang digunakan: 3.4.1.1 Jumlah konsumsi JK = B-b JK = jumlah konsumsi B = berat pakan sebelum diberikan b = berat pakan sisa

20 3.4.1.2 Tingkat palatabilitas %P = G 0 -G 1 x 100% G 0 % P = tingkat palatabilitas G 0 G 1 = berat pakan semula = pakan sisa 3.4.1.3 Kandungan gizi pakan Kandungan gizi pakan jalak bali di penangkaran diperoleh melalui studi literatur untuk mengetahui analisis proksimat yaitu analisis kimia untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terdapay di dalam bahan makanan. 3.4.1.4 Jumlah kebutuhan pakan Kebutuhan pakan yang perlu diketahui yaitu kebutuhan protein dan kebutuhan kalori. Kebutuhan protein dapat diperoleh dengan rumus: konsumsi suatu pakan konsumsi pakan keseluruhan x %PK Kebutuhan kalori dapat diperoleh dengan rumus: konsumsi suatu pakan konsumsi pakan keseluruhan x Kalori(Kkal) 3.4.1.5 Faktor keberhasilan Untuk mengetahui faktor penentu keberhasilan penangkaran burung jalak bali di MBOF dapat dilakukan perhitungan presentase daya tetas telur yaitu: a. Presentase daya tetas telur: = telur yang menetas β = total telur ditetaskan x 100 %. β

21 b. Tingkat perkembangbiakan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: t Tt t = induk yang berkembangbiak Tt = induk keseluruhan c. Persentase angka kematian tiap kelas umur: M Mt M = anak yang hidup tiap kelas umur ke i Mt = total anak yang hidup tiap kelas umur ke i Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan penangkaran di MBOF yaitu: 0 30 % = rendah 30 60 % = sedang 60 100% = tinggi 3.4.2 Perhitungan Koefisisen Inbreeding Rumus yang digunakan terdiri dari beberapa formula: 3.4.2.1 Perhitungan koefisien kekerabatan adalah : Keterangan : R = koefisien kekerabatan n = Jumlah anak panah dari setiap jalur. Salah satu cara untuk menghitung koefisien inbreeding yaitu dengan menggunakan diagram panah. Pembuatan diagram panah setiap individu pada kedua silsilah tersebut dimasukan sekali pada diagram panah walaupun pada kenyataannya individu-individu tersebut muncul beberapa kali (Noor 1996). Contoh perhitungan koefisien inbreeding: x 100 % x 100 % R = ( 1/2 ) n

22 Langkah- langkah untuk menghitung koefisien inbreeding suatu individu X (Fx) sebagai berikut (Nurana 1989): Langkah 1 : Merunut dan menggambarkan asal usul nenek moyangnya sampai tidak diketahui atau sampai nenek moyangnya berasal dari alam. Jika dalam salsilah tidak ada kawin dengan keluarga berarti koefisisen inbreeding X (Fx) = 0. Langkah 2 : Menentukan koefisien nenek moyang yang sama (Fc). Koefisien inbreeding nenek moyang harus dihitung sebelum menghitung koefisien inbreeding X (Fx). Cara perhitungan koefisien inbreeding nenek moyang sama dengan perhitungan koefisien inbreeding individu X (langkah 4 dan 5). Langkah 3 : Memperhatikan aliran gen pada gambar silsilah Langkah 4 : Menghitung koefisien inbreeding masing-masing. Aliran gen dengan rumus: F = ½ (1/2) n (1+Fc) Langkah 5 : Koefisien individu X adalah jumlah koefisien masing-masing aliran gen. Contoh perhitungan koefisien inbreeding X pada silsilah seperi pada gambar 10. B A A C A D E D E X X (a) (b) Gambar 10 (a) Silsilah suatu individu X; (b) aliran gen individu X.

23 Langkah 1 : Gambar 10 B memperlihatkan bahwa X mempunyai nenek moyang yang sama yaitu A berati memilki koefisien inbreeding X (Fx) lebih dari nol. Langkah 2 : Karena nenek moyang A tidak diketahui diasumsikan nenek moyang A tidak ada yang kawin dengan keluarga berarti koefisien inbreeding A (Fc) = 0. Langkah 3 : Berdasarkan silsilah ada satu jalur yang menghubungkan individu S dan D melalui A yang memilki dua anak panah (gambar 1 B) yaitu D-A-E dan n = 2. Nilai koefisien inbreeding individu X dapat dilihat pada tabel 5. Langkah 4 : Perhitungan koefisien inbreeding pada individu X Tabel 5 Nilai perhitungan koefisien inbreeding pada individu X Lintasan Fc N Koefisien inbreeding X-D-A-E-X 0,00 2 1/2 (1/2) 2 (1+0,00) = 0.125 Langkah 5 : karena hanya terdapat satu lintasan gen maka koefisien inbreeding X (fx) = 0,125. 3.4.2.2 Perhitungan koefisisen inbreeding Perhitungan koefisien silang dalam (Inbreeding) pada dasarnya adalah mengalikan koefisien kekerabatan dengan ½. Rumus untuk mengukur koefisien silang dalam adalah (Noor 2008): F= ½ (1/2) n Keterangan : F = koefisien silang dalam (inbreeding) 3.4.2.3 Koefisien inbreeding jika tetua bersama inbreed Koefisien kekerabatan dan koefisien silang dalam yang dipengaruhi oleh silang dalam dapat juga terjadi pada tetua bersama. Rumus dasar untuk menghitung koefisien silang dalam dapat dimodifikasi jika tetua bersamanya juga inbreed. Rumus yang telah dimodifikasi adalah (Noor 2008): F = ½ (1/2) n (1+Fc) Fc = koefisien silang dalam tetua bersama.

24 3.4.2.4 Silang dalam pada satu atau dua individu yang berkerabat Silang dalam pada satu atau kedua individu yang berkerabat cenderung mengurangi kekerabatan antara kedua individu tersebut. Silang dalam mengakibatkan individu-individu tersebut lebih homozigot yang berakibat menurunkan genotip. Jadi pada dasarnya hal ini akan mengurangi peluang kedua individu memilki gen-gen yang sama sebesar rataan kedua koefisien silang dalam. Rumus untuk menghitung koefisisen kekerabatan pada kasus ini (Noor 2008) adalah : R xy = (1/2) n (1+Fa) (1+F x )(1+F y ) Keterangan : R xy = koefisien kekerabatan antara individu X dan Y n = jumlah generasi dari individu X dan Y sampai pada moyang bersama F x F y = koefisien silang dalam individu X = koefisien silang dalam individu Y 3.4.3 Karakterisrik Morfologi Penelaahan karakteristik morfologi (genetik) dilakukan tehadap lima pasang jalak bali yang ada di penangkaran (generasi F1). Data karakteristik morfologi yang dianalisis berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif ditabulasikan ke dalam tabel dan dianalisis secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif yang terkumpul ditabulasi dan dihitung nilai rataan dan simpangan bakunya selanjutnya dilakukan pengujian perbandingan nilai rataan dengan uji t- student menggunakan software SPSS untuk menentukan adanya perbedaan antar jenis kelamin (jantan dan betina). Selain itu, juga dilakukan perbandingan terhadap pengukuran morfologi kuantitatif yang telah dilakukan di MBOF dengan pengukuran morfologi yang terdahulu secara deskriptif untuk menentukan ada tidaknya inbreeding depression karena terjadinya penurunan dari sifat-sifat morfologinya. Kriteria uji menggunakan tingkat kepercayaan 95%. Pengujian terhadap hubungan antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut:

25 H 0 = tidak ada perbedaan morfologi kuantitatif yang nyata antara jenis kelamin jantan dan betina jalak bali di MBOF H 1 = ada perbedaan morfologi kuantitaif yang nyata antara jenis kelamin jantan dan betina jalak bali di MBOF Pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: Jika t hitung > dari t tabel, maka tolak H 0 Jika t hitung < dari t tabel, maka terima H 0