STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA TN. S DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

Koping individu tidak efektif

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA TN. D DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB III TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEAMANAN PADA TN. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

DODY SAKTI OKTAVIANTO P.09013

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr. D DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG KRESNA ( X ) RSJD dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB III TINJAUAN KASUS

HESTI CATUR HANDAYANI NIM. P.09081

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS. dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

NUR INDAH LESTARI NIM.P.11103

BAB III TINJAUAN KASUS

PENDIDIKAN KESEHATAN JUS SELEDRI KOMBINASI WORTEL DAN MADU TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HIPERTENSI

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

STUDI KASUS. ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA Tn.N DENGAN HALUSINASI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

NURSING CARE PLAN (NCP)

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN SP DENGAN HALUSINASI

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

BAB III RESUME KEPERAWATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

Transkripsi:

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA DISUSUN OLEH : ALITA YULIYANA NIM. P.09002 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : ALITA YULIYANA NIM. P.09002 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Alita Yuliyana NIM : P. 09002 Program Studi Judul Karya Tulis Ilmiah : Diploma III Keperawatan : STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, April 2012 Yang membuat Pernyataan ALITA YULIYANA NIM. P. 09002

LEMBAR PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Alita Yuliyana NIM : P. 09002 Program Studi : Diploma III Keperawatan Judul Karya Tulis Ilmiah : STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan Hari / Tanggal :.. :.. Pembimbing : Amalia Senja, S.Kep., Ns. NIK. 201189090 (.)

HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Alita Yuliyana NIM : P. 09002 Program Studi Judul Karya Tulis Ilmiah : Diploma III Keperawatan : STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan Hari / Tanggal :.. :.. DEWAN PENGUJI Penguji I : Amalia Senja, S.Kep.,Ns. (.) NIK. 201189090 Penguji II : Setiyawan, S.Kep., Ns. (..) NIK. 201084050 Penguji III : Tyas Ardi Suminarsis, S.Kep., Ns. (..) NIK. 201185077 Mengetahui, Ketua Program Studi DIII keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta Setiyawan, S.Kep., Ns. NIK. 201084050

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta, serta selaku dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 2. Ibu Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ibu Amalia Senja, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Ibu Tyas Ardi Suminarsis, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji III yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, April 2012 Penulis

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penulisan... 3 C. Manfaat Penulisan... 4 BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Klien... 6 B. Pengkajian... 6 C. Perumusan Masalah Keperawatan... 10 D. Perencanaan Keperawatan... 11 E. Implementasi Keperawatan... 15 F. Evaluasi Keperawatan... 15

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan... 19 B. Simpulan... 28 Daftar Pustaka Lampiran Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR LAMPIRAN A. Asuhan Keperawatan B. Lembar Konsultasi C. Log Book D. Format Pendelegasian E. Surat Selesai Pengambilan Kasus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut American Psychiatric Association (dalam Videbeck, 2008 : 3) gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang yang dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 1 % sampai 2 % dari total jumlah penduduk. Gangguan skizofrenia ini bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia : modus pada 30-35 tahun kurang lebih 10 %, terjadi pada golongan usia 20 tahun 65 % pada rentang 20-40 tahun, 25 % terjadi pada golongan usia di atas 40 tahun (Maramis, 2004). Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien skizofrenia, dimana sekitar 70 % dari penderita skizofrenia mengalami halusinasi (Mansjoer, 1999). Menurut Baihaqi (2005 : 70), halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Menurut Stuart dan Sundeen (1999), klien dengan halusinasi mengalami kecemasan dari kecemasan sedang sampai panik tergantung dari

tahap halusinasi yang dialaminya. Menurut Maslow (dalam Mubarak, 2007 : 2) mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan tertinggi, dan kebutuhankebutuhan ini seperti berupa hirarki yang pada setiap pemenuhannya akan diikuti pemenuhan kebutuhan lainnya, kebutuhan itu diantaranya yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri, serta aktualisasi diri. Apabila salah satu dari kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat tingginya tingkat stress di kalangan masyarakat. Salah satu contoh, apabila kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi maka sesorang akan merasa bahwa dirinya berada dalam situasi yang tidak aman, dan akan timbul rasa cemas, bahkan merasa bahwa ada yang mengancam dirinya. Berbagai bentuk kesalahan sikap masyarakat dalam merespon kehadiran penderita gangguan jiwa terjadi akibat konstruksi pola berpikir yang salah akibat ketidaktahuan publik. Terdapat logika yang salah di masyarakat, kondisi mispersepsi tersebut selanjutnya berujung pada tindakan yang tidak membantu percepatan kesembuhan si penderita. Masyarakat cenderung menganggap orang dengan kelainan mental sebagai sampah sosial. Keluarga pada dasarnya berkonstribusi terhadap cepat lambatnya kesembuhan pasien gangguan jiwa selama proses rehabilitasi dan pengobatan, baik yang bersifat medis maupun psikologis. Namun dengan derajat kesadaran dan pengetahuan yang berbeda-beda yang dimiliki setiap keluarga menjadikan proses tersebut apakah benar-benar menolong atau tidak. Karena masalah gangguan jiwa

menyangkut persoalan yang bersifat holistik dalam konteks kesehatan fisik, psikis, sosial dan spiritual individu. Sehingga dibutuhkan konsep dan pemahaman yang jelas dalam memahami dan mengarahkannya ke dalam posisi yang benar-benar normal atau sehat. Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat kasus gangguan pemenuhan keamanan pada pasien dengan halusinasi, karena jika halusinasi tidak diatasi akan menimbulkan resiko perilaku kekerasan yang membahayakan individu dan orang lain, penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan pada Sdr. A : Halusinasi Pendengaran di Ruang Sena RSJD Surakarta. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A : halusinasi pendengaran di ruang Sena RSJD Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran.

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran. C. Manfaat 1. Bagi Penulis a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan keamanan pada halusinasi pendengaran. b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa. c. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa. 2. Bagi Institusi a. Dapat mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menguasai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa. b. Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan jiwa.

3. Bagi Rumah Sakit Memberikan masukan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, khususnya pasien gangguan jiwa sehingga meningkatkan peran rumah sakit. 4. Bagi masyarakat Dapat lebih memahami dan mengerti tentang gangguan jiwa dan dapat segera melakukan tindakan segera yaitu dengan melakukan pendekatan melalui interaksi sosial.

BAB II LAPORAN KASUS Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan pengelolaan studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A : halusinasi pendengaran di ruang Sena RSJD Surakarta pada tanggal 02-04 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Sedangkan asuhan keperawatan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. A. Identitas Klien Klien bernama Sdr. A dengan usia 21 tahun, tinggal di Magersaren 10/3 Gatak, Delanggu, klaten, berjenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan sebagai pedagang angkringan, berpendidikan SMA. Klien masuk ke rumah sakit jiwa Surakarta sejak tanggal 07 Maret 2012, diterima melalui IGD, dengan diagnosa keperawatan F.20.0 (skizofrenia paranoid). Sedangkan identitas penanggung jawab klien yaitu Tn. B, berusia 30 tahun, bertempat tinggal di Karangwetan 2/3, Sribit, Delanggu, bekerja sebagai marketing, hubungan dengan klien yaitu kakak klien. B. Pengkajian Klien masuk dengan diantar kakak laki-lakinya karena mendengar suara wanita yang memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk

mencederai diri, suara itu biasanya timbul pada malam hari. Keluarga sudah berusaha untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi klien selalu menolak dan tidak mau minum obat. Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan sempat dirawat di RSJD Surakarta selama 4 kali, karena tidak teratur minum obat akhirnya pasien kambuh lagi. Sebelumnya dua bulan yang lalu pasien pernah mencederai kakak keempatnya karena telah mengambil uang klien. Klien juga pernah mengalami kegagalan yaitu tahun 2006 lalu klien tidak lulus sekolah SMK, dia merasa frustasi, hingga akhirnya klien mencoba untuk bunuh diri dengan cara menggantung diri, tetapi berhasil dicegah oleh kakak ketiganya. Dilihat dari genogram, pasien merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, pasien belum pernah menikah, seorang laki-laki, tinggal satu rumah dengan kedua orang tuanya serta kakak laki-lakinya yang keempat. Kakak laki-lakinya tersebut juga pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien dan sempat dirawat di RSJD Surakarta sebanyak 2 kali. Pola kognitif-perceptual, sebelum sakit klien mengatakan tidak mengalami gangguan pada fungsi sensori (pendengaran, penglihatan, perasa, pembau, perabaan), selama sakit klien mengatakan sering mendengarkan suara-suara wanita yang memanggil-manggil dirinya yang menyuruhnya untuk mencederai diri, terjadi setiap malam. Suara itu muncul sejak dua bulan yang lalu. Ketika klien mendengar suara itu klien merasa cemas dan gelisah. Saat klien mendengar suara itu, klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, biasanya suara itu hilang dengan sendirinya. Ketika

diajak berbicara, klien berbicara lambat, koheren, dan mau menjawab pertanyaan yang diajukan serta mau bercerita tentang masalah yang dihadapinya. Klien mempunyai ingatan yang cukup baik, misalnya makanan yang dimakan klien dapat menyebutkannya, selain klien juga dapat mengingat memori jangka panjang, misalnya klien mengingat bahwa tidak lulus SMK pada tahun 2006 yang lalu. Klien mampu mengambil keputusan yang sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat, misalnya klien memilih mandi dulu sebelum makan. Klien juga mengatakan senang berada di rumah sakit karena merasa banyak teman tetapi klien ingin cepat pulang karena lebih senang berada di rumah dan dapat berkumpul dengan keluarganya. Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan meliputi tanda-tanda vital klien, dengan tekanan darah 109/80 mmhg, nadi 88 kali/menit, suhu 36,5 C, respirasi 24 kali/menit, tinggi badan 178 cm, berat badan 60 kg. Keadaan rambut klien pendek, bersih, tidak ada ketombe, warna hitam, lurus, mata simetris, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik, hidung simetris, fungsi penciuman baik, mancung, telinga simetris kanan-kiri, serumen sedikit, pina telinga bersih, dada simetris antara kanan-kiri, tangan lengkap, fungsi pergerakan kedua ekstremitas atas dan bawah bebas, kuku pendek, kekuatan otot 5, kaki lengkap, fungsi pergerakan kedua ekstremitas atas dan bawah bebas, kekuatan otot 5. Klien tidak mengalami gangguan fisik. Penilaian sensori persepsi, klien mengatakan sering mendengarkan suara-suara wanita yang memanggil-manggil dirinya yang menyuruhnya untuk mencederai diri, terjadi setiap malam. Suara itu muncul sejak dua bulan yang

lalu. Ketika klien mendengar suara itu klien merasa cemas dan gelisah. Klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, biasanya suara itu hilang dengan sendirinya. Ketika diajak berbicara, klien berbicara lambat, koheren, dan mau menjawab pertanyaan yang diajukan serta mau bercerita tentang masalah yang dihadapinya, kontak mata ada tetapi perhatiannya kurang. Klien juga mempunyai ingatan yang cukup baik, misalnya makanan yang dimakan klien dapat menyebutkannya, selain klien juga dapat mengingat memori jangka panjang, misalnya klien mengingat bahwa tidak lulus SMK pada tahun 2006 yang lalu. Klien mampu mengambil keputusan yang sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat, misalnya klien memilih mandi dulu sebelum makan. Pemeriksaan penunjang hasil laboratorium pada tanggal 08 Maret 2012 yaitu GDS 103 mg/dl (normal : < 130 mg/dl), SGOT 37 u/l (normal : < 37 u/l), SGPT 19 u/l (normal : < 42 u/l), WBC 5,5 k/ul (normal : 4,1-10,9 k/ul), LYM 1,6 % (normal : 0,6-4,1 %), MID 0,4 %M (normal : 0,0-1,8 %M), GRAN 3,5 %G (normal : 2,0-7,8 %G), RBC 5,69 m/ul (normal : 4,20-6,30 m/ul), HGB 15,3 g/dl (normal : 12,0-18,0 g/dl), HCT 46,3 % (normal : 37,0-51,0 %), HCV 81,3 fl (normal : 80,0-97,0 fl), MCH 26,9 pg (normal : 26,0-32,0 pg), MCHC 33,0 g/dl (normal : 31,0-36,0 g/dl), RDW 14,1 % (normal : 11,5-14,5 %), PLT 365 K/uL (normal : 140-440 K/uL), BB 1 jam 5 mm/jam (normal : 2-10 mm/jam), SEG 65 mm/jam, LYMP 30 %, MONO 2 %, EOSIN 3 %.

Selain pemeriksaan laboratorium, data penunjang lain yang didapat oleh penulis yaitu terapi medis meliputi Risperidol 2 x 2 mg, THP ( Tri Hexi Penidil) 2 x 2 mg, dan CPZ (Chlor Promozime) 1 x 100 mg. C. Perumusan Masalah Keperawatan Dari data hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data kemudian merumuskan diagnosa yang sesuai dengan prioritas, menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi, dan evaluasi tindakan. Daftar perumusan masalah sebagai berikut, dari data subyektif didapatkan data, klien mengatakan mendengar suara-suara wanita yang memanggil-manggilnya setiap malam yang menyuruhnya untuk mencederai diri, suara-suara itu muncul dengan frekuensi sering dan terjadi setiap malam. Ketika mendengar suara itu, klien mengatakan meras cemas dan gelisah, tetapi klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, dan suara itu bisa hilang dengan sendirinya. Sedangkan data obyektifnya didapatkan data, klien terlihat cemas dan gelisah, klien juga terlihat diam. Dari hasil pengkajian maka ditemukan masalah yang menjadi diagnosa prioritas yaitu gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran. Dari diagnosa tersebut maka dapat disimpukan berupa pohon masalah yaitu harga diri rendah sebagai penyebab dari munculnya halusinasi pendengaran yang dapat mengakibatkan resiko perilaku kekerasan.

D. Perencanaan Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umum klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya sehingga kebutuhan keamanan klien terpenuhi karena saat klien mendengarkan suara yang menyuruhnya untuk mencederai klien merasa cemas dan gelisah. Sedangkan untuk TUK 1, klien dapat membina hubungan saling percaya. Dengan kriteria evaluasi ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi yang dilakukan meliputi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik seperti: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya dengan kriteria evaluasi klien dapat mengenal tentang isi halusinasinya, waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi dan situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi dan klien juga mampu menyebutkan responnya saat mengalami halusinasi (marah, takut, sedih, senang, cemas atau jengkel). Intervensi yang dilakukan meliputi:

adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh/menghakimi), katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu klien, jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadangkadang), situasi dan kondisi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, diskusikan dengan klien apa yang dilakukan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya. TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria evaluasi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya, klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), klien menyebutkan manfaat minum obat serta nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien dapat

mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter, klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi yang dilakukan yaitu identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi (tidur, marah, menyibukan diri, dan lain-lain, diskusikan cara yang digunakan klien jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut, diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi, katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak mau dengar/lihat/penghidu/raba/kecap pada saat halusinasi terjadi), menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun, meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang berhalusinasi, untuk diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital klien, pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, anjurkan klien konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.

TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan kriteria evaluasi keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi yang dilakukan buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik), diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/kunjungan rumah): pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah. TUK 5 : Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan mengikuti terapi aktifitas kelompok. Dengan kriteria evaluasi mengikuti terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi atau orientasi realitas. Intervensi yang dilakukan anjurkan klien mengikuti TAK Stimulasi persepsi sesi 1 : menonton TV, anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 2 : membaca majalah, Koran, anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 3 : gambar.

E. Implementasi Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran, pada hari pertama dilaksanakan hari senin tanggal 2 April 2012, jam 12.30 WIB, untuk SP 1 penulis melakukan membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi jenis halusinasi klien, mengidentifikasi isi halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi, mengidentifikasi waktu, mengidentifikasi respon, mengajarkan dan melatih cara 1 yaitu mengontrol halusinasi dengan menghardik, memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Pada hari kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal 3 April 2012 jam 09.00 WIB dilakukan SP 2, penulis melakukan mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan menyusun jadwal kegiatan harian. Pada hari ketiga dilaksanakan pada hari rabu tanggal 4 April 2012 jam 08.45 WIB dilaksanakan SP 3, penulis mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan positif yang bisa dilakukan pasien, menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 1, 2 dan 3 telah dilakukan. F. Evaluasi Evaluasi keperawatan dilakukan setiap hari. Evaluasi hari pertama dilakukan pada hari senin tanggal 2 April 2012 jam 13.00 WIB, adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan meliputi data subyektif klien mengatakan

senang berkenalan dengan perawat, klien mengatakan mendengarkan suara yang memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk mencederai diri, klien mengatakan cemas dan gelisah jika suara itu datang, biasanya terjadi setiap malam dengan frekuensi sering, klien mengatakan bersedia diajari cara menghardik dan mau mempraktekkannya, klien mengatakan bersedia memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Data obyektif yaitu selain itu klien juga kooperatif saat diajak interaksi, klien mau berjabat tangan, menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan, kontak mata ada, klien menjawab pertanyaan yang diberikan perawat, klien bisa menjelaskan jenis, isi, frekuensi, waktu dan respon klien saat halusinasi dialami, klien memperhatikan teknik menghardik yang diajarkan, klien memasukkan kejadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mampu mengungkapkan halusinasi yang dialami dan klien bisa menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik secara benar. Penulis dapat menganalisa bahwa masalah teratasi. Rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien, anjurkan klien untuk mempraktekkan menghardik dan memasukkan ke dalam jadwal harian, dan untuk perawat sendiri atau penulis untuk mengevaluasi SP 1 dan melanjutkan ke SP 2. Selanjutnya untuk evaluasi hari kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal 3 April 2012 jam 12.30 WIB adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan dengan data subyektif klien mengatakan perasaannya tenang, klien mengatakan telah mencoba cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,

klien mengatakan bersedia diajari cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien mengatakan mau mencoba cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Dengan data obyektif klien kooperatif saat berinteraksi, klien tampak tenang, klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien tampak menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, analisa data masalah teratasi. Rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien, anjurkan klien untuk mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain, serta memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian. Untuk perawat sendiri atau penulis untuk mengevaluasi SP 2 dan melanjutkan ke SP 3. Evaluasi hari ketiga dilaksanakan pada hari rabu tanggal 4 April 2012 jam 12.30 WIB adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan data subyektif yaitu klien mengatakan masih ingat dan sudah mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien mengatakan perasaannya tenang, klien mengatakan bersedia diajari cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif, seperti merapikan tempat tidur, membereskan tempat makanan, klien mengatakan mau mencoba cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif, klien mengatakan bersedia memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Dengan data obyektif klien kooperatif saat berinteraksi, klien tampak tenang,

klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang bisa dilakukan seperti merapikan tempat tidur, membereskan tempat makan, klien tampak menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif yang bisa dilakukan klien dengan analisa data masalah teratasi. Untuk rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien adalah anjurkan klien untuk mengontrol halusinasi dengan menganjurkan klien untuk minum obat secara teratur dan untuk perawat atau penulis adalah mengevaluasi SP 1, SP 2 dan SP 3, intervensi dihentikan.

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A : halusinasi pendengaran di ruang Sena RSJD Surakarta. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi. Menurut Stuart dan Larai ( dalam Nurjannah 2004 : 30), pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen, 1995). Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan klien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien dan juga dari medical record. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Sdr. A namun saat dilakukan pengkajian tidak ada anggota keluarga klien yang menjenguknya jadi penulis tidak memperoleh informasi dari pihak

keluarga. Dalam pengkajian keperawatan ini dikumpulkan data tentang identitas klien, diagnosa medis, identitas penanggung jawab, catatan masuk, alasan masuk, riwayat kesehatan klien, pengkajian pola kognitif-perceptual, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi medis, analisa data, prioritas diagnosa keperawatan serta pohon masalah. Disini sudah terdapat kesesuaian antara resume kasus dengan konsep teori, tetapi ada beberapa yang belum sesuai, yaitu : Pada kasus diatas yang menjadi alasan masuk klien yaitu klien masuk dengan diantar kakak laki-lakinya karena mendengar suara wanita yang memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk mencederai diri, suara itu biasanya timbul pada malam hari. Keluarga sudah berusaha untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi klien selalu menolak dan tidak mau minum obat. Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan sempat dirawat di RSJD Surakarta selama 4 kali, karena tidak teratur minum obat akhirnya pasien kambuh lagi. Menurut Erlinafsiah (2010: 90), faktor-faktor yang menjadi penyebab halusinasi ada tiga, salah satunya faktor psikologis. Pada faktor psikologis dijelaskan bahwa keluarga pengasuh yang tidak mendukung (broken home, overprotektif, dictator, dan lainnya) serta lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang kehidupan klien. Sedangkan pada BAB II telah dijelaskan bahwa sebelumnya dua bulan yang lalu pasien pernah mencederai

kakak keempatnya karena telah mengambil uang klien. Itulah salah faktor predisposisi munculnya halusinasi pada klien. Menurut Erlinafsiah (2010 : 91), faktor pesipitasi secara umum pada klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Sedangkan untuk faktor presipitasi pada klien itu sendiri yaitu klien pernah mengalami kegagalan yaitu tahun 2006 lalu klien tidak lulus sekolah SMK, dia merasa frustasi, hingga akhirnya klien mencoba untuk bunuh diri dengan cara menggantung diri, tetapi berhasil dicegah oleh kakak ketiganya. Menurut Carpenito (2002 : 371), perubahan sensori-persepsi menggambarkan individu dengan perubahan persepsi dan kognisi yang dapat bermanifestasi dengan perubahan persepsi dan sensori. Untuk itu di dalam persepsi harus dijelaskan jenis-jenis halusinasi yang dialami klien, menjelaskan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak saat klien berhalusinasi. Dalam resume kasus didapatkan data bahwa klien sering mendengar suara-suara wanita yang memanggil-manggil namanya yang menyuruhya untuk mencederai diri, terjadi setiap malam. Namun pada kenyataannya tidak muncul gejala spesifik yang tampak ketika klien mengalami halusinasi. Klien hanya mengatakan perasaannya saat mendengar suara-suara itu klien merasa cemas dan gelisah, tetapi klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, biasanya suara itu hilang dengan sendirinya dan tidak diketahui secara pasti penyebab suara itu muncul.

Menurut Carpenito (2002 : 371), beberapa batasan karakteristik minor dari persepsi sensori antara lain klien melaporkan adanya halusinasi dengar atau halusinasi lihat, kegelisahan, ketakutan, ansietas atau kecemasan, apatis dan peka terhadap rangsang. Teori ini sesuai dengan kondisi klien karena ditemukan data bahwa ketika klien mengalami halusinasi dengar, dan ketika mendengar suara-suara itu klien merasa cemas dan gelisah. Tetapi klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, biasanya suara itu hilang dengan sendirinya. Menurut Nanda (2005), menyebutkan beberapa batasan karakteristik dari gangguan sensori persepsi yaitu munculnya halusinasi, konsentrasi buruk, gelisah, disorientasi waktu, tempat, orang, serta perubahan kemampuan pemecahan masalah. Teori ini sudah sesuai dalam resume kasus karena didapatkan data bahwa ketika diajak berbicara, klien berbicara lambat, koheren, dan mau menjawab pertanyaan yang diajukan serta mau bercerita tentang masalah yang dihadapinya, kontak mata ada tetapi perhatiannya kurang. Tetapi untuk disorientasi waktu, tempat dan orang klien tidak mengalami hal tersebut karena klien mempunyai ingatan yang cukup baik, misalnya makanan yang dimakan klien dapat menyebutkannya, selain klien juga dapat mengingat memori jangka panjang, misalnya klien mengingat bahwa tidak lulus SMK pada tahun 2006 yang lalu. Serta untuk perubahan kemampuan pemecahan masalah klien juga tidak mengalami perubahan tersebut karena didapatkan data bahwa klien mampu mengambil keputusan yang sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat, misalnya klien memilih mandi dulu sebelum makan.

Menurut Maslow (dalam Mubarak, 2007 : 2), mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan tertinggi, salah satu kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan keselamatan dan rasa aman. Apabila kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi maka seseorang akan merasa bahwa dirinya berada dalam situasi yang tidak aman, dan akan timbul rasa cemas, bahkan merasa bahwa ada yang mengancam dirinya. Dalam resume kasus didapatkan data bahwa ketika klien mengalami halusinasi mendengar suara-suara wanita yang memanggilmanggilnya yang menyuruhnya untuk mencederai diri klien merasa cemas dan gelisah. Untuk itu penulis berpendapat bahwa halusinasi harus segera diatas karena jika tidak diatasi akan mmenimbulkan resiko perilaku kekerasan yang bisa membahayakan individu dan orang lain. Menurut Keliat (2006 : 45), pada pohon masalah dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial : menarik diri merupakan etiologi sedangkan yang menjadi core problem yaitu halusinasi dengan alasan menurut Videbeck (2008) klien yang mengalami gangguan isolasi sosial : menarik diri sulit untuk berhubungan dengan orang lain ketika konsep diri tidak jelas, akibatnya bisa muncul halusinasi, sedangkan akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan dengan alasan menurut Videbeck (2008), halusinasi dapat menyebabkan insomnia dan pada kesempatan lain, klien akan curiga dan yakin ada bahaya yang mengancam dirinya. Namun pada Sdr. A, pada analisa data penulis lebih memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah sebagai etiologi

terjadinya halusinasi pendengaran, dengan data subyektif klien mengatakan tidak percaya diri jika pulang ke rumah karena takut di ejek teman-temannya atau tetangganya. Data obyektif, kontak mata klien kurang. Maka sesuai dengan data tersebut penulis lebih mengutamakan gangguan konsep diri : harga diri rendah sebagai penyebab dari munculnya halusinasi pendengaran pada klien. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dijelaskan diatas. Menurut Gordon, diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat professional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat yang berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolongnya (Ali, Z, 2002 : 32). Schultz dan Videbeck ( dalam Nurjannah, 2004 : 32) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Di dalam konsep dasar menurut Keliat (2006), ada tiga masalah keperawatan pada gangguan sensori persepsi : halusinasi yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, gangguan sensori persepsi : halusinasi, dan gangguan isolasi sosial : menarik diri. Sementara itu, pada kasus kelolaan penulis hanya mengambil satu prioritas diagnosa masalah yaitu gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran. Menurut Videbeck (2008), halusinasi dapat melibatkan pancaindera dan sensasi tubuh. Beberapa manifestasi klinik halusinasi antara lain yaitu

bicara sendiri, senyum sendiri, mendengar suara, melihat mengucapkan, menghirup, dan menanyakan sesuatu yang tidak nyata, merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan, tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi, pembicaraan kacau dan kadang jelas, sikap curiga dan bermusuhan, meyalahkan diri sendiri dan orang lain, ekspresi muka tegang dan tersinggung. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan sensori persepsi: halusinasi yaitu dengan data subyektif, klien mengatakan mendengar suara-suara wanita yang memanggil-manggilnya setiap malam yang menyuruhnya untuk mencederai diri, suara-suara itu muncul dengan frekuensi sering dan terjadi setiap malam. Ketika mendengar suara itu, klien mengatakan meras cemas dan gelisah, tetapi klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, dan suara itu bisa hilang dengan sendirinya. Sedangkan data obyektifnya didapatkan data, klien terlihat cemas dan gelisah, klien juga terlihat diam. Menurut Nursalam (2002 : 51), secara tradisional rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Sebagaimana disebutkan bahwa rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada klien, hal ini dapat disesuaikan dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). Sedangkan dalam rencana keperawatan dituliskan bahwa perawat melakukan bina hubungan saling percaya dengan klien, hal ini dilakukan dengan alasan menurut Videbeck (2008 : 367) bahwa membangun rasa percaya antara klien dan perawat dapat membantu menghilangkan rasa takut klien. Perawat juga

perlu melakukan kontak sering dan singkat secara bertahap dengan klien, hal ini dilakukan dengan alasan bahwa keberadaan perawat merupakan kontak dengan realitas bagi klien dan juga dapat menunjukkan perhatian dan kepedulian perawat yang tulus terhadap klien. Memanggil nama klien, menyebutkan hari dan waktu, dan memberi komentar tentang lingkungan merupakan cara-cara yang bermanfaat untuk melanjutkan kontak dengan klien. Perawat juga harus mengobservasi klien dari tanda-tanda halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam ditengah-tengah pembicaraan), hal ini dilakukan dengan alasan bahwa cara ini akan mencegah respons agresif yang diperintah dari halusinasinya. Perawat juga menunjukkan sikap menerima akan mendorong klien untuk menceritakan isi halusinasinya, hal ini perlu dilakukan karena untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap klien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi (Townsend, 2002 : 157). Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Sebelumnya perawat terlebih dahulu membekali dengan penyusunan strategi komunikasi. Strategi komunikasi antara perawat dan klien kearah pemecahan masalah klien untuk mencapai tujuan keperawatan yang telah direncanakan sebelumnya. Tetapi karena kekurang telitian penulis maka penulis tidak menjabarkan secara rinci implementasi yang sudah penulis lakukan yaitu menggunakan komunikasi terapeutik, menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.

Interaksi keperawatan yang tidak dapat penulis lakukan adalah TUK 4 dan TUK 5 karena selama tiga hari sejak tanggal pengkajian tidak ada keluarga klien yang datang mengunjungi, selain itu karena keterbatasan waktu penulis sehingga pelaksanaan TUK 4 dan TUK 5 penulis mendelegasikan pada perawat ruangan. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Kurniawati, 2004). Menurut Nursalam (2002 : 120), ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan, salah satunya yaitu evaluasi hasil (sumatif). Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Dalam kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil (sumatif) serta menggunakan system penulisan SOAP, karena evaluasi hasil (sumatif) dilakukan pada akhir tindakan perawatan klien dan SOAP terdiri dari subyek data, obyektif data, analisis/ assesment, dan plan). Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah dilakukan interaksi terhadap klien. Hasil evaluasi yang penulis dapat sesuai dengan kriteria evaluasi yang penulis jabarkan dalam BAB II, namun karena kekurang telitian penulis maka pada saat pendokumentasian penulis tidak menuliskan secara jelas, dan evaluasi yang penulis lakukan meliputi hubungan saling percaya dengan klien tercapai dengan ditandai bahwa klien bersedia duduk berhadapan dengan penulis, klien bersedia berkenalan dan menjabat tangan penulis, klien bersedia

menyebutkan nama dan nama panggilan yang disukai yaitu mas A, klien bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, klien juga menjelaskan tentang halusinasi yang dialaminya, selain itu klien juga bersedia diajarkan cara mengontrol halusinasinya, klien juga mampu memperagakan ulang cara yang dilatih dengan benar. Beberapa kesulitan yang dialami penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu TUK dalam diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua dikarenakan selama proses keperawatan keluarga tidak ada yang datang menjenguk klien, serta kurangnya penulis dalam pemanfaatan waktu yang sangat terbatas dan kurang telitinya penulis dalam proses pendelegasian juga menjadi hambatan selama proses keperawatan. Solusi untuk menyikapi hambatan tersebut yaitu dapat dilakukan dengan kerjasama tim antar para perawat ruangan. B. Simpulan 1. Pembahasan Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: a. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, sedangkan dalam pengkajian diperoleh data bahwa klien masuk dengan diantar kakak laki-lakinya karena mendengar suara wanita yang memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk mencederai diri, suara itu biasanya timbul pada malam hari.

Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan sempat dirawat di RSJD Surakarta selama 4 kali, klien juga pernah melakukan tindakan kekerasan, dua bulan yang lalu pasien pernah mencederai kakak keempatnya karena telah mengambil uang klien. Klien juga pernah mengalami kegagalan yaitu tahun 2006 lalu klien tidak lulus sekolah SMK. b. Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan pengkajian gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran. c. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umum klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Serta untuk TUK 1 klien dapat membina hubungan saling percaya, TUK 2, klien dapat mengenal halusinasinya, TUK 3, klien dapat mengontrol halusinasinya, TUK 4, klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, dan untuk TUK 5, klien dapat mengontrol halusinasinya dengan mengikuti terapi aktifitas kelompok. d. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Sebelumnya perawat terlebih dahulu membekali dengan penyusunan strategi komunikasi. Strategi komunikasi antara perawat dan klien kearah pemecahan masalah klien untuk mencapai tujuan keperawatan yang telah direncanakan sebelumnya. e. Evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan, tetapi ditemukan beberapa kesulitan yang dialami penulis selama proses keperawatan dilakukan

yaitu TUK dalam diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua dikarenakan selama proses keperawatan keluarga tidak ada yang datang menjenguk klien, 2. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai berikut: a. Bagi Rumah Sakit Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien jiwa dengan seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. b. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan pembuatan laporan. c. Bagi Penulis Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa secara optimal.