BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

BAB V PENUTUP. bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 24/DJPDN/KEP/ VIII/2002

Jadual 7. 5 Permasalahan perundangan dan cadangan

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

BAB V PENUTUP. maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (UUPK) tidak mengatur tentang uang kembalian konsumen secara khusus.

Melawan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI TERCATAT MILIK PENUMPANG

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun berkembang dari Negara agraria menuju Negara yang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA,

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi persyaratan guna Mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Huku Universitas Muhammadiyah Surakarta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SEKETIKA AKU MENGENAL PERLINDUNGAN KONSUMEN Eka Erfianty Putri, SH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XV/2017 Pelaksanaan Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

KETERBATASAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 301/MPP/Kep/10/2001 TENTANG

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

BAB III. PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PERKARA NO.227/Pdt.G/2015/PN.Blb. 1. Para Pihak Dalam Perjanjian Perdamaian

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN NAMA DOMAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Transkripsi:

96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. 1. Kebebasan pilihan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Kota Bandung dapat berjalan efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai semangat dan itikad baik untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara keduabelah pihak. Namun dalam hal keduabelah pihak terutama Pelaku Usaha yang tidak mempunyai itikad baik, kebebasan pilihan penyelesaian sengketa ini tidak akan menjadi efektif, bahkan cenderung disalahgunakan oleh Pelaku Usaha untuk tidak memilih atau tidak merespon, sehingga akan mengalami kebuntuan dalam penyelesaian sengketa konsumen tersebut. Dengan kondisi seperti ini akan semakin jelas bahwa kebebasan pilihan ini justru akan semakin memperkuat posisi Pelaku Usaha dan memperlemah posisi Konsumen dalam perspektif perlindungan konsumen, kesimpulan ini terlihat dalam hasil penelitian di BPSK Kota Bandung, dalam periode 2008 sampai dengan 2012 tercatat dari jumlah 132 perkara sengketa yang masuk terdapat 33% yang tidak memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase, dimana keputusan tidak memilih ini didominasi oleh

97 Pelaku Usaha, sehingga berdasarkan data ini ternyata dengan kebebasan pilihan penyelesaian sengketa, aspek perlindungan terhadap konsumen tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan konsumen sebagai pencari keadilan, karena ketika Pelaku Usaha tidak memilih maka penyelesaian sengketa di BPSK akan terhenti dan menemukan kebuntuan bagi upaya konsumen dalam mencari keadilan. 2. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK, Pasal 3 huruf a menentukan bahwa BPSK melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Konsiliasi, Mediasi atau Arbitrase. Kemudian ditegaskan dalam Pasal 4 ayat 1 dan 2 ditegaskan bahwa Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui Konsiliasi atau Mediasi atau Arbitrase dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan dan bukan merupakan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang, oleh karena itu apabila salah satu pihak (pelaku usaha) tidak setuju dengan cara penyelesaian yang diusulkan oleh konsumen maka penyelesaian sengketa melalui BPSK tidak dapat diwujudkan, atau bahkan apabila Pelaku Usaha sengaja tidak memilih satupun cara penyelesaian sengketa konsumen di BPSK maka BPSK atau instansi lain yang terkait sama sekali tidak akan bisa

98 berbuat banyak, karena tidak ada perangkat aturan yang dapat memberikan sanksi kepada Pelaku Usaha apabila Pelaku Usaha tidak memilih cara penyelesaian sengketa konsumen di BPSK, hal ini tentu saja akan menghambat penyelesaian sengketa konsumen tersebut. Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyetujui cara penyelesaian yang dipilih oleh konsumen maka akan mengakibatkan kemandegan dalam upaya pencarian keadilan bagi konsumen, karena proses penyelesaian sengketa menjadi terhenti. Dengan demikian aspek perlindungan konsumen dalam penegakan ketentuan tersebut sangat lemah bahkan sama sekali tidak melindungi konsumen, sudah tentu mekanisme seperti ini dapat dijadikan peluang dan celah bagi Pelaku Usaha untuk menghentikan upaya hukum konsumen dengan tidak menyetujui cara penyelesaian yang ada di BPSK, sehingga bagi konsumen yang tidak mampu dan/atau barang dan/atau jasa yang dibeli mempunyai nilai yang lebih kecil daripada berperkara di Pengadilan Negeri, maka sudah dapat dipastikan Konsumen akan terhenti dalam upaya memperoleh keadilan dan kepastian hukum. B. Saran-saran. 1. Berdasarkan data pilihan cara penyelesaian sengketa konsumen di BPSK Kota Bandung, cara penyelesaian melalui arbitrase menduduki urutan

99 tertinggi dalam yaitu sejumlah 28%, kemudian urutan kedua melalui mediasi sejumlah 26%, dan urutan ketiga cara penyelesaian yang sangat sedikit dipilih dalam penyelesaian sengketa konsumen adalah konsiliasi yaitu sejumlah 1%. Dengan data tersebut diatas dimana urutan tertinggi yang dipilih adalah arbitrase dan kedua adalah mediasi menunjukkan suatu indikasi bahwa pencari keadilan terutama konsumen berharap banyak agar BPSK dapat berperan secara aktif untuk menyelesaikan sengketanya, karena sebagaimana diketahui cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan mediasi ini BPSK berperan secara aktif dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Dengan berdasarkan data sebagaimana tersebut dalam point 3 diatas, dimana BPSK sangat diharapkan untuk dapat berperan secara aktif untuk melindungi konsumen dalam penyelesaian sengketanya, maka BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen masih diharapkan keberadaannya bagi konsumen yang mencari keadilan, sehingga BPSK harus tetap terpelihara keberadaannya, namun diperlukan pengkajian untuk penyempurnan peraturan perundangan berkaitan dengan kewenangan dan cara penyelesaian sengketa di BPSK, sehingga penyelesaian sengketa di BPSK dapat berjalan secara efektif dan optimal dalam melindungi terutama bagi konsumen yang mencari keadilan.

100 2. Kebebasan pilihan penyelesaian sengketa konsumen justru menimbulkan suatu ketidakpastian hukum, sehingga apabila formalitas hukum ini terus berjalan akan bertentangan dengan Pasal 2 UUPK yaitu Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum, oleh karena itu ketentuan yang mengatur kebebasan pilihan penyelesaian sengketa konsumen di BPSK sebaiknya dihapuskan dan perlu pengkajian ulang untuk penyempurnaan ketentuan penyelesaian sengketa konsumen di BPSK, sehingga penyelesaian sengketa dapat berjalan secara efektif bagi para pencari keadilan terutama konsumen. 3. Patut dipertimbangkan kiranya hasil pembahasan-pembahasan dalam forum diskusi (FGD) finalisasi usulan amandemen Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana dalam Pasal 44 UUPK menyampaikan suatu usulan perlu diatur tambahan ayat tentang tatacara mengajukan gugatan ke Pengadilan, dimana batasan nilai gugatan sebesar Rp.200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah) harus/wajib ke BPSK. Kemudian dalam finalisasi usulan amandemen tersebut patut dipertimbangkan usulannya dalam Pasal 45 dimana penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK dilakukan melalui mediase dan arbitrase secara berjenjang, sehingga dalam ketentuan seperti ini Pelaku Usaha yang beritikad

101 tidak baik akan tunduk pada suatu keharusan untuk menyelesaikan di BPSK untuk nilai perkara sampai dengan Rp. 200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah) melalui mediasi dan arbitrase secara berjenjang bukan melalui kebebasan pilihan lagi. 4. Dengan memperhatikan posisi konsumen yang lemah maka untuk kepentingan penegakan asas keseimbangan dam kepastian hukum, perlu kiranya dibuat suatu perangkat aturan yang dapat memberikan sanksi kepada Pelaku Usaha dalam hal tidak mengikuti cara penyelesaian sebagaimana diusulkan point 3 (tiga) diatas, namun demikian perangkat aturan tersebut perlu diimbangi dengan suatu ketentuan yang dapat melindungi Pelaku Usaha dari prilaku Konsumen yang mempunyai itikad tidak baik.