ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI"

Transkripsi

1 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI 3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro Asuransi adalah perjanjian timbal balik yang menimbulkan kewajiban dan hak penanggung dan tertanggung yang berkaitan dengan perjanjian asuransi tersebut. 39 Kewajiban dan hak tersebut wajib dipatuhi oleh penanggung dan tertanggung agar tidak terjadi perselisihan mengenai asuransi yang diperjanjikan dan perjanjian asuransi dapat terlaksana dengan baik berkaitan dengan asas itikad baik. Pengertian penanggung secara umum adalah pihak yang menerima pengalihan risiko dengan mendapat premi dan memberikan ganti rugi ketika terjadi peristiwa yang dipertanggungkan yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung. Sedangkan pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yang mengalihkan risikonya kepada perusahaan asuransi dengan membayar premi sesuai kesepakatan. Dalam asuransi mikro kewajiban dan hak penanggung dan tertanggung tidak berbeda dengan asuransi pada umumnya, yaitu 1. Kewajiban tertanggung adalah : a. Membayar premi kepada penanggung, sesuai pasal 1338 ayat 3 BW b. Memberikan keterangan yang sesuai kepada penanggung mengenai objek yang diasuransikan, sesuai Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan 39 H.Man Suparman, Op.Cit, h.20 37

2 38 c. Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap objek yang diasuransikan dapat dihindari, jika terbukti oleh penanggung bahwa tertanggung tidak berusaha untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut maka dapat menjadi salah satu alasan penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian dan bahkan bisa sebaliknya yaitu menuntut ganti kerugian kepada tertanggung, sesuai pasal 283 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 2. Hak tertanggung adalah: a. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung, sesuai pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; b. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung, sesuai pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; c. Meminta ganti kerugian kepada penanggung karena lalai menandatangani dan menyerahkan polis yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung, sesuai pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; d. Mengadakan solvabiliteit verzekering apabila tertanggung meragukan kemampuan penanggung dan harus secara tegas tertanggung hanya akan mendapat ganti kerugian dari satu penanggung saja, sesuai pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; e. Menuntut pengembalian premi baik seluruhnya maupun sebagian jika perjanjian asuransi batal atau gugur, dengan ketentuan apabila

3 39 tertanggung beritikad baik, sesuai pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan f. Menuntut ganti kerugian kepada penanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan dalam polis terjadi. 3. Kewajiban penanggung adalah: a. Memberikan ganti kerugian kepada tertanggung jika peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut; b. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung, sesuai pasal 259,260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; c. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur dengan syarat penanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya, sesuai pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan d. Dalam asuransi kebakaran maka penanggung juka harus mengganti biaya yang diperlukan untuk membangun kembali jika diperjanjikan dalam asuransi, sesuai pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 4. Hak penanggung adalah: a. Menuntut pembayaran premi sesuai dengan perjanjian kepada tertanggung; b. Meminta keterangan kepada tertanggung yang benar, sesuai, dan lengkap berkaitan dengan objek yang diasuransikan;

4 40 c. Memiliki premi dan menuntutnya ketika peristiwa yang diperjanjikan terjadi oleh kesalahan tertanggung sendiri, sesuai pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; d. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang yang dilakukan tertanggung, sesuai pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan e. Melakukan asuransi kembali (Reinsurance) kepada penanggung yang lain dengan maksud membagi risiko yang dihadapinya, sesuai pasal 271 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 3.2 Perlindungan Hukum bagi Tertanggung dalam Asuransi Mikro Dalam perjanjian asuransi, para pihak diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian antara tertanggung dan penanggung dan perjanjian tersebut secara sah berlaku sebagai undang-undang yang biasa disebut dengan asas pacta sunt servanda. Jika ada hal yang tidak diatur dalam perjanjian asuransi maka mengenai hal tersebut akan tunduk kepada undang-undang. Dalam asuransi mikro, perjanjian asuransi diterbitkan dalam bentuk polis. Polis yang dibuat tersebut tidak dapat dilepaskan dari perikatan yang dibuat diantara kedua belah pihak yaitu tertanggung dan penanggung. Dalam perjanjian asuransi tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu: Sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 40 Pasal 1320 BW

5 41 3. Suatu hal tertentu; dan 4. Suatu sebab yang diperbolehkan. Dalam perjanjian asuransi mikro, pihak tertanggung berhak mendapat informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821) dimana mengenai hal tersebut juga diatur dalam pasal pasal 31 ayat (2) Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). Terkait dengan perlindungan tertanggung sebagai pemegang polis ada beberapa ketentuan yang mengaturnya, yaitu: 1. Berdasarkan Pasal 1320 BW yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian maka memberikan konsekuensi bahwa para pihak dalam membuat perjanjian asuransi didasarkan bahwa kesepakatan kedua belah pihak tidak diakibatkan karena adanya tekanan atau paksaan (dwang), penipuan (bedrog), atau kekhilafan (dwaling) dari pihak lainnya. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi dalam pembentukan perjanjian maka akan mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Tertanggung dalam hal ini dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian asuransi ke pengadilan dan jika perjanjian asurans tersebut dinyatakan batal baik

6 42 sebagian atau seluruhnya maka tertanggung atau pemegang polis yang didasari pada itikad baik berhak menuntut pengembalian premi yang telah dibayarkan. 2. Berdasarkan pasal 1266 BW diatur bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian timbal balik jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Bagi tertanggung atau pemegang polis harus diperhatikan mengenai waktu pembayaran premi, meskipun hal tersebut tidak dapat menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya tetapi harus dimintakan pembatalan kepada hakim. 3. Dalam pasal 1267 BW juga diatur tentang penanggung yang memiliki kewajiban memberikan ganti rugi terhadap tertanggung pada kenyataannya ingkar janji maka tertanggung berhak menuntut penggantian biaya,ganti rugi, dan bunga. 4. Pasal 1365 BW melindungi tertanggung dengan dapat menuntut penanggung dengan membuktikan bahwa penanggung telah melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung. 5. Dalam pasal 19 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821) memberikan perlindungan hukum kepada tertanggung dengan menetapkan bahwa perusahaan asuransi bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita pemegang polis. Hal di atas dapat tidak berlaku jika

7 43 ternyata perusahaan asuransi dapat membuktikan bahwa kerugian yang diderita pemegang polis merupakan kesalahan dari tertanggung itu sendiri. 6. Dalam pasal 23 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821) juga diatur mengenai perlindungan bagi tertanggung dengan mengatur hak untuk menggugat pelaku usaha atau penanggung yang menolak, dan/atau tidak memberi tanggapan, dan/atau tdak memenuhi ganti rugi atas tuntutan tertanggung yang dimaksud dalam Pasal 19, baik melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan tertanggung. 3.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh bagi Penanggung dalam Hal Pembayaran Ganti Rugi pada Tertanggung ketika Terjadi Peristiwa Tidak Pasti Dalam asuransi mikro terdapat karakteristik yang membedakan dengan asuransi pada umumnya yaitu ekonomis. Hal ini dimaksudkan agar asuransi mikro dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Contohnya seperti asuransi mikro demam berdarah milik ACA Asuransi yang terdiri dari beberapa pilihan premi yaitu 41 : 1. Dengan premi Rp ,00 (Sepuluh ribu rupiah) dengan masa pertanggungan selama 3 bulan dengan nilai santunan senilai Rp ,00 (Satu Juta Rupiah); 41 diakses pada 25 Juli 2015

8 44 2. Premi Rp ,00 (Dua puluh lima ribu rupiah) dengan masa pertanggungan selama 12 bulan dengan nilai santunan sebesar Rp ,00 (Satu Juta Rupiah); dan 3. Premi Rp (Lima puluh ribu rupiah) dengan masa pertanggungan selama 12 bulan dengan nilai santunan senilai Rp ,00 (Dua juta rupiah). Dalam asuransi mikro demam berdarah di atas peserta asuransi membeli asuransi dengan bentuk voucher sekali pakai. Sehingga ketika masa pertanggungan habis tertanggung dapat memutuskan untuk berhenti atau membeli lagi voucher yang baru. Setiap peserta asuransi mikro demam berdarah ACA Asuransi diperbolehkan membeli lebih dari satu voucher asuransi demam berdarah hingga maksimum santunan mencapain Rp ,00 (Sepuluh juta rupiah). Dalam asuransi mikro demam berdarah milik ACA maka peserta asuransi wajib mengaktifkan PIN yang tercetak pada kartu peserta asuransi dengan mengirim SMS agar supaya kartu asuransi tersebut aktif dan akan dikonfirmasi oleh ACA Asuransi tentang mulai berlakunya asuransi demam berdarah sejak 15 hari setelah PIN diaktifkan. Setelah peserta menerima konfirmasi maka sejak saat itulah peserta dilindungi oleh asuransi demam berdarah ACA. Asuransi mikro juga memiliki karakteristik segera, yang dimaksud segera dalam hal ini adalah pembayaran klaim asuransi. Proses pembayaran klaim asuransi mikro tidak lebih dari 10 hari sejak perusahaan asuransi menerima dokumen klaim yang dipersyaratkan secara lengkap. Proses klaim dalam asuransi demam berdarah ACA adalah dengan melaporkan klaim melalui SMS ke nomor yang telah

9 45 ditentukan atau menghubungi Hotline ACA dengan sekaligus menyiapkan 3 jenis dokumen klaim yaitu: 1. Surat keterangan dokter yang menyatakan peserta asuransi terdiagnosa demam berdarah; 2. Hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan nilai trombosit berada pada level di bawah sel per mm3; dan 3. Bukti identitas diri seperti KTP atau Kartu Keluarga. Perusahaan asuransi ACA akan membayarkan klaim jika peserta asuransi dinyatakan terkena penyakit demam berdarah dan nilai trombositnya berada pada level di bawah sel per mm3. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam hal pembayaran ganti rugi oleh penanggung terdiri dari beberapa hal, seperti: 1. Apakah klaim yang diajukan tertanggung juga termasuk yang dicover dalam asuransi 2. Apakah klaim yang diajukan benar-benar dapat diverifikasi kebenarannya 3. Apakah klaim yang diajukan masih dalam batas waktu asuransi Hal-hal diatas merupakan contoh faktor-faktor yang diperhatikan pihak penanggung dalam hal pembayaran ganti rugi kepada tertanggung. Dalam pembayaran ganti rugi lama proses pembayaran ganti ruginya dikarenakan pihak penanggung harus melakukan beberapa hal sebagai verifikasi kebenaran klaim, yaitu: 1. Memeriksa semua dokumen klaim yang diterima secara teliti dan hati-hati; 2. Meneliti status polis dan historis pembayaran premi;

10 46 3. Mengidentifikasi tertanggung; 4. Meneliti keabsahan penerima manfaat asuransi; dan 5. Melakukan investigasi. Fungsinya agar dapat membuktikan kebenaran pernyataan yang diberikan. 3.4 Penyelesaian Sengketa Ketika Terjadi Penolakan Klaim Asuransi Seperti kita ketahui perjanjian asuransi terjadi kata sepakat para pihak yaitu penanggung dan tertanggung yang bentuk akta yang disebut Polis yang diatur dalam pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jika di kemudian hari terjadi sengketa maka sengketa tesebut merupakan sengketa perdata. Pada dasarnya penyelesaian sengketa antara asuransi mikro hampir sama dengan asuransi pada umunya. Penyelesaian perselisihan pada asuransi mikro diupayakan dengan cepat, murah, adil, dan efisien. Oleh karena itu, penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui mediasi, ajudikasi dan arbitrase, misalnya melalui BMAI atau Basyarnas dan sedapat mungkin, penyelesaian perselisihan tidak dilakukan di pengadilan. Dalam perjanjian asuransi ketika terjadi sengketa penolakan pembayaran klaim asuransi maka secara hukum sengketa tersebut adalah sengketa perdata sehingga penyelesaian sengketa tersebut hanya dapat dilakukan di Pengadilan Negeri, seiring berkembangnya zaman maka saat ini terdapat penyelesaian sengketa melalui Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Penyelesaian Sengketa Alternatif (PSA). Dalam penyelesaian sengketa dibagi menjadi 3 (tiga) tipologi, yaitu: Sujayadi, Kuliah Penyelesaian Sengketa Alternatif, Fakultas Hukum Universitas Airlangga

11 47 1. Fasilitative process adalah negoisasi dan mediasi. Hasil yang didapat berupa kesepakatan; 2. Evaluative process adalah fact finding (pencari fakta) dan binding opinion (pendapat mengikat). Hasil yang didapat berupa pendapat dan rekomendasi; 3. Adjudicative process adalah penyelesaian sengketa di Pengadilan dan arbitrase. Hasil yang didapat berupa putusan yang mengikat. Semua polis dalam asuransi berdasar ketentuan KMK 422/KMK.06/2003 diwajibkan mencantumkan klausula penyelesaian sengketa (dispute clause) yang pada umumnya dicantumkan dua pilihan forum penyelesaian sengketa yaitu pengadilan dan arbitrase. Penyelesaian sengketa asuransi melalui arbitrase adalah salah satu cara penyelesaian sengketa perdata yang berada diluar mekanisme peradilan. Arbitrase ada dua yaitu arbitrase Ad Hoc yang bersifat sementara dan dibentuk oleh para pihak yang bersengketa dan arbitrase institusi seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang merupakan badan arbitrase yang mempunyai jasa khusus untuk penyelesaian sengketa. Kedua arbitrase tersebut mengacu pada Undang- Undang No 30 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872) dan putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak (Final and binding), dan agar putusan bersifat kekuatan eksekutorial maka dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan dibacakan harus segera didaftarkan di Pengadilan Negeri.

12 48 Dalam hal ini penyelesaian sengketa asuransi mikro diusahakan tidak sampai ke pengadilan, oleh sebab itu ada cara penyelesaian sengketa asuransi mikro melalui mediasi dan ajudikasi. Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam hal ini hanya sebagai mediator dan tidak punya wewenang untuk mengambil suatu keputusan dan juga hanya sebagai fasilitator. Untuk hal tersebut industri perasuransian mendirikan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang khusus memediasi sengketa klaim asuransi yang punya nilai maksimum sebesar Rp ,00 (Tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) pada sengketa klaim asuransi kerugian dan maksimum Rp ,00 (Lima ratus juta rupiah) pada sengketa klaim asuransi jiwa dan sosial. 43 Putusan yang dihasilkan BMAI hanya mengikat pihak penanggung tidak tertanggung. Mediasi melalui BMAI melalui 2 (dua) tahap yaitu tahap mediasi dan tahap ajudikasi. Ketika sengketa klaim asuransi mikro tersebut tidak dapat diselesaikan melalui mediasi maka pihak pemohon dapat mengajukan permohonan kepada Ketua BMAI agar sengketa tersebut diselesaikan melalui proses ajudikasi dan sengketa diputuskan oleh Majelis Ajudikasi yang ditunjuk oleh BMAI. Proses penyelesaian sengketa di BMAI bertujuan untuk memberikan fasilitas yang terbaik bagi tertanggung asuransi mikro yang memenuhi kriteria dalam mempertahankan hak-haknya serta memahami kewajibannya terkait sengketa yang terjadi. Pilihan untuk menyelesaikan sengketa asuransi mikro melalui BMAI merupakan kewenangan yang diberikan kepada tertanggung bukan kepada perusahaan asuransi. Dan sesuai dengan karakteristik asuransi mikro yang 43 Ricardo Simanjutak, Berbagai Sengketa Hukum Yang Dapat Muncul dari Kontrak Asuransi serta Penyelesaiannya, Jurnal Hukum Bisnis., Jakarta, 2007, h.77

13 49 ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, penyelesaian perselisihan melalui Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi di Indonesia (BMAI) tidak dipungut biaya, hal tersebut jelas akan sangat meringankan dan membantu tertanggung

POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH

POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH Bahwa Tertanggung telah mengajukan suatu permohonan tertulis yang menjadi dasar dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Polis ini, Penanggung akan membayar santunan atau

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH SYARIAH

POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH SYARIAH POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH SYARIAH Bahwa Peserta telah mengajukan suatu permohonan tertulis yang menjadi dasar dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Polis ini, Pengelola akan membayar santunan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung 41 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH 3. 1 Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung Prinsip itikad terbaik merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 Didik Wahyu Sugiyanto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang Tuban Jl. Wahidin Sudiro Husodo 798 Kabupaten

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia pada zaman modern ini, sarat dengan beragam macam resiko, bahaya, dan kerugian yang harus dihadapi. Sehingga kemungkinan resiko yang terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PRODUK DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MIKRO

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PRODUK DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MIKRO **** Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2016 TENTANG PRODUK DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MIKRO

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI NAMA: GITTY NOVITRI (2013200009) VICKY QINTHARA (2013200108) PRINCESSA YASSENIA ANI KAROLINA (2013200108) KELAS: B DOSEN: TETI MARSAULINA, S.H., LL.M. 2016 0 I. KASUS POSISI

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /SEOJK.05/2017 TENTANG PRODUK ASURANSI MIKRO DAN SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MIKRO

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /SEOJK.05/2017 TENTANG PRODUK ASURANSI MIKRO DAN SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI MIKRO Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /SEOJK.05/2017 TENTANG PRODUK ASURANSI MIKRO DAN SALURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan di antaranya : 1. Kedudukan para pihak : a. Hubungan hukum antara

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI

PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) Gedung Menara Duta Lt. 7, Wing A Jl. HR. Rasuna Said Kav. B-9 Jakarta 12910 Telp: (021) 527 4145, Faks: (021) 527

Lebih terperinci

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah jika nilai pengadaan barang, pekerjaan konstruksi,

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA No. 8/14/DPNP Jakarta, 1 Juni 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA Perihal: Mediasi Perbankan ----------------------- Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI DAN MED-ARB [Cetakan ke-1, 2016] DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-03/BANI/09/2016

Lebih terperinci

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ( B P S K ) KABUPATEN KARAWANG Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG 41315 Telp. (0267) 8490995 Fax. (0267) 8490995 P U T U S A N Nomor : / BPSK KRW / VIII / 2013 Tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di bidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

POLIS ASURANSI KREDIT MULTIGUNA

POLIS ASURANSI KREDIT MULTIGUNA POLIS ASURANSI KREDIT MULTIGUNA Bahwa Tertanggung melalui Pemegang Polis yang disebutkan dalam ikhtisar polis ini telah mengajukan kepada Penanggung suatu permohonan tertulis yang dilengkapi dengan keterangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah dikirim barang tersebut mengalami kerusakan. Kalimat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. setelah dikirim barang tersebut mengalami kerusakan. Kalimat yang biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pengamatan penulis selama ini dalam kenyataannya beberapa perusahaan pengiriman barang/paket di Kota Yogyakarta secara sepihak telah mencantumkan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PERSELISIHAN KERJASAMA DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI DEMAM BERDARAH PADA PT. ASURANSI CENTRAL ASIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI DEMAM BERDARAH PADA PT. ASURANSI CENTRAL ASIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI DEMAM BERDARAH PADA PT. ASURANSI CENTRAL ASIA Oleh: Darmadi Charisma Putra I Ketut Markeling I Made Dedy Priyanto Hukum Bisnis Universitas Udayana

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di antara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 06/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA AJUDIKASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 06/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA AJUDIKASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Oleh : Aryani Witasari,SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstrak Arbitrase sebagai salah

Lebih terperinci

1 KETENTUAN MENDAPATKAN FASILITAS PINJAMAN

1 KETENTUAN MENDAPATKAN FASILITAS PINJAMAN PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari [masukan hari penandatanganan] tanggal [masukkan tanggal penandantangan], oleh dan antara: 1. Koperasi Mapan Indonesia, suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

Sistematika Siaran Radio

Sistematika Siaran Radio Sistematika Siaran Radio Rabu, 24 Mei 2017 Tema: Penggunaan Perjanjian Tertulis (Kontrak) dalam Transaksi-Transaksi Bisnis Sehari-Hari Oleh: Dr. Bayu Seto Hardjowahono, S.H., LL.M. dan LBH Pengayoman UNPAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

Arbiter Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Arbiter Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbiter Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Oleh: Felix Oentoeng Soebagjo Partner, Soebagjo, Jatim, Djarot Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Materi Diskusi Kuliah Tanggung Jawab

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M.

PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M. Abstrak Dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara kontraktual, tidak jarang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL No... Perjanjian ini dibuat pada hari... tanggal... bulan... tahun... ( ) oleh dan antara :

PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL No... Perjanjian ini dibuat pada hari... tanggal... bulan... tahun... ( ) oleh dan antara : PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL No.... Perjanjian ini dibuat pada hari... tanggal... bulan... tahun... (...-...-...) oleh dan antara : I. PT...., sebuah perusahaan yang diatur dan didirikan berdasarkan dan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti 26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.303, 2016 KEUANGAN OJK. Asuransi. Reasuransi. Penyelenggaraan Usaha. Kelembagaan. Perusahaan Pialang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PT AVRIST ASSURANCE POLIS SPEKTA PASAL 1 PENGERTIAN DASAR

PT AVRIST ASSURANCE POLIS SPEKTA PASAL 1 PENGERTIAN DASAR PT AVRIST ASSURANCE POLIS SPEKTA PASAL 1 PENGERTIAN DASAR 1. Perusahaan adalah PT Avrist Assurance. 2. Pemilik Polis adalah subyek hukum yang mengadakan perjanjian dengan Perusahaan untuk polis ini. 3.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG]

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] Untuk keperluan kutipan versi AS, teks bahasa Inggris bersertifikasi PBB dipublikasikan dalam 52

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

SOSIALIASI ASURANSI Dalam Rangka Penggunaan Transaksi Non Tunai Dalam Asuransi TKI. Jakarta, Februari 2015

SOSIALIASI ASURANSI Dalam Rangka Penggunaan Transaksi Non Tunai Dalam Asuransi TKI. Jakarta, Februari 2015 SOSIALIASI ASURANSI Dalam Rangka Penggunaan Transaksi Non Tunai Dalam Asuransi TKI Jakarta, Februari 2015 Pengertian Asuransi Pasal 1 angka 1 UU NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN Asuransi adalah

Lebih terperinci

2001 Fanny Kurniawan, S.H. PERJANJIAN JUAL BELI

2001 Fanny Kurniawan, S.H. PERJANJIAN JUAL BELI PERJANJIAN JUAL BELI Pada hari ini, Senin 19 November 2001, Kami yang bertanda tangan di bawah ini 1. Fanny Kurniawan, swasta, beralamat di jalan Kaliurang km 5,6; Pandega Duta III No.8, Sleman, Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan asuransi dalam sektor asuransi jiwa di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kegiatan bisnis yang terjadi saat ini tidak dapat dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian saja, tetapi juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

2001 Fanny Kurniawan, S.H. PERJANJIAN JUAL BELI

2001 Fanny Kurniawan, S.H. PERJANJIAN JUAL BELI PERJANJIAN JUAL BELI Pada hari ini, Senin 19 November 2001, Kami yang bertanda tangan di bawah ini 1. Fanny Kurniawan, swasta, beralamat di jalan Kaliurang km 5,6; Pandega Duta III No.8, Sleman, Daerah

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM POLIS TM POWER LINK (REGULER PREMIUM)

KETENTUAN UMUM POLIS TM POWER LINK (REGULER PREMIUM) KETENTUAN UMUM POLIS TM POWER LINK (REGULER PREMIUM) Ketentuan Umum ini merupakan satu kesatuan dari Polis yang telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan Otoritas

Lebih terperinci