GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB I PENDAHULUAN. terjadi 5,6 juta kasus HIV baru dan 2,6 juta kematian karena AIDS serta

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

HIV/AIDS dan PMTCT, 4 orang mengatakan kadang-kadang memberikan. informasi HIV/AIDS dan PMTCT, dan 1 orang mengatakan tidak pernah

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

Transkripsi:

PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk pemeriksaan status Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pemanfaatan VCT di Indonesia Masih sangat rendah yaitu hanya 18 % pengguna narkoba suntik (penasun), 15% Wanita Pekerja Seks (WPS), 3% pada pelanggan WPS dan 15% pada lelaki suka lelaki (LSL). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stigma dan diskriminasi terhadap pemanfaatan VCT di Distrik Sorong Timur Kota Sorong. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross-sectional study. Sampel penelitian sebanyak 93 orang yang dikumpulkan dengan teknik Purposive Sampling dengan menggunakan lat ukur kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji hubungan (chi-square test). Hasil penelitian adalah variabel pengetahuan berpengaruh terhadap pemanfaatan VCT (p Value = 0,000), stigma dan dikriminasi berpengaruh terhadap pemanfaat VCT (p value = 0,039). Kesimpulan adalah pengetahuan, stigma dan diskrimasi berpengaruh terhadap pemanfaatan VCT di Distrik Sorong Timur Kota Sorong. Disarankan agar Pemerintah Daerah melakukan penyuluhan-penyuluhan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang HIV dan AIDS, melakukan pendekatan kepada Tokoh Agama dan Tokoh masyarakat untuk dapat menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Kata Kunci: Pemanfaatn VCT, pengetahuan, stigma dan diskriminasi PENDAHULUAN Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk pemeriksaan status Human Immunodeficiency Virus (HIV) di laboratoruim. Klinik VCT adalah sarana pelayanan untuk konseling dan pemeriksaan status HIV secara sukarela. Klinik VCT merupakan layanan kesehatan yang pertama dalam pencegahan HIV/AIDS. Sarana ini sangat efektif dalam mencegah penularan HIV karena melalui VCT setiap orang akan memperoleh akses ke semua pelayanan baik informasi, edukasi, terapi ataupun psikososial. Salah satu upaya dalam strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia tahun 2010-2014 adalah program pelayanan konseling dan testing HIV sukarela (Voluntary Counselling and Testing-VCT).(KPA, 2010) Hasil survey di Sub Sahara Afrika menunjukkan bahwa hanya 12% laki-laki dan 10 perempuan yang memeriksakan status HIV di VCT. Rendahnya pemanfaatan VCT ini salah satunya disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang rendah tentang VCT dan HIV itu sendiri. Penelitian di Uganda menunjukkan bahwa, di antara orang dewasa yang ditest status HIV di rumah sakit, kira-kira 50% ditemukan HIV positif dan 83% diantaranya tidak mengetahui status HIV mereka.(unaids, 2007) Masih sedikit yang dapat mengakses pelayanan VCT di Indonesia yaitu 18% pengguna narkoba suntik (penasun), 15% pada Wanita Penjaja Seks (WPS), 3% pada pelanggan WPS, 15% pada lelaki suka lelaki (LSL). Di kalangan kelompok rentan, pengetahuan tentang HIV dan AIDS meningkat, tetapi masih belum mencukupi; hanya 43 % LSL, 24 % WPS, 24% pelanggan WPS, penasun 7% yang bisa mengidentifikasi secara benar cara-cara pencegahan penularan HIV.(Amiruddin, 2011) 1 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs

Pengetahuan tentang adanya VCT masih sangat rendah yaitu 6,2 persen. Tiga provinsi dengan persentase tinggi yaitu Provinsi Papua Barat (24,2%), Papua (19,6%), dan DI Yogyakarta (16,7%). Provinsi dengan persentase rendah adalah Provinsi Lampung (1,8%), Jambi (3,0%), Sulawesi Barat, dan Kalimantan Selatan (masing-masing 3,1%). Pengetahuan tentang adanya VCT tertinggi pada kelompok umur 15-24 tahun yaitu 7,6 persen. Pengetahuan lebih tinggi pada laki-laki, yang berstatus belum kawin, tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi, bekerja sebagai pegawai, juga pada yang masih sekolah, dan pada penduduk dengan status ekonomi lebih tinggi. Secara nasional 11,4 persen penduduk mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS. Tiga provinsi dengan persentase tertinggi adalah DKI Jakarta (21,6%), Papua (21,3%) dan Papua Barat (19,2%), sedangkan tiga provinsi dengan urutan terendah adalah Gorontalo (4,7%), Sulawesi Barat (5,5%), dan Sumatera Selatan (6,3%). (Riskesdas, 2010). Dinas Kesehatan Provinsi Papua melaporkan sampai Desember 2009 tercatat 4.745 orang penderita HIV/AIDS. Desember 2010 tercatat penderita sebanyak 6.344 ODHA sedangkan data estimasi besarnya masalah HIV/AIDS di masyarakat berjumlah 22.000. Hal ini berarti bahwa penemuan kasus HIV masih sangat rendah yaitu 3,5%. Tingginya kasus HIV ini disebabkan oleh perilaku seks yang berisiko. UNDP (2005) melaporkan bahwa 90% penularan HIV/AIDS di Papua disebabkan oleh perilaku seks yang berisiko seperti melakukan hubungan seks pada usia dini dan kebiasaan ganti-ganti pasangan seksual. Dinas Kesehatan Papua Barat (2011), melaporkan bahwa sampai sampai Juni 2009 terdapat 1.589 ODHA dengan perincian orang dengan HIV 880 orang dan AIDS 709 orang. Berdasarkan data HTA, 2009, angka penemuan kasus HIV AIDS melalui Klinik VCT hanya 13%. Dinas Kesehatan Kota Sorong melaporkan sampai dengan bulan April 2011 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 1.056 ODHA Permasalahan penelitian adalah bagiamana pengaruh pengetahuan, stigma dan diskriminasi terhadap pemanfaatan VCT Distrik Sorong Timur Kota Sorong? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stigma dan diskriminasi terhadap pemanfaatan VCT di Distrik Sorong Timur Kota Sorong. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross-sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat baik laki-laki dan perempuan yang berusia 20-40 tahun yg berdomisili di Distrik Sorong Timur. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Lameshow sehingga diperoleh besar sampel penelitian sebanyak 93 orang yang dikumpulkan dengan teknik Purposive Sampling dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji hubungan (chi-square test). HASIL PENELITIAN Tabel 1 memperlihatkan bahwa responden lebih banyak pada usiai umur 20-24tahun, responden perempuan lebih banyak yaitu 59,1%, responden yang bekerja sebagai IRT 25,8%, dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SLTA yaitu 64,5%, suku bangsa Non Papua 59,1%. Tabel 2 memberikan informasi bahwa responden yang pengetahuan cukup 78,5%, sumber informasi terbanyak diperoleh melalui penyuluhan 57,0%, persepsi baik tentang stigma dan diskriminasi terhadap ODHA 92,5% dan memanfaatkan VCT 41,9% dan yang tidak memanfaatkan 58,1%. Tabel 3 memberikan informasi bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap pemanfaatn VCT (p value 0,000), stigma dan diskriminasi ODHA berpengaruh terhadap pemanfaatan VCT (p. value 0,000) 2 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Karakteristik Responden Variabel Kategori n % Umur 20 24 39 41,9 25 29 19 20,4 30-34 19 20,4 35 40 16 17,3 Jenis Kelamin Laki-laki 38 41,9 Perempuan 55 59,1 Tingkat pendidikan SD 8 8,6 SLTP 5 5,4 SLTA 60 64,5 D3/PT 20 21,5 Pekerjaan Petani 2 2,2 Pelajar/mahasiswa 23 24,7 PNS/ABRI 11 11,8 IRT 24 25,8 Lainnya 17 18,3 Suku Papua 45 41,9. Non Papua 55 59,1 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel dependen dan independen Variabel Kategori n % Pengetahuan Cukup 75 78,5 Kurang 20 21,5 Sumber Informasi Media elektronik 19 20,5 Selebaran/leaflet 4 4,3 Penyuluhan 53 57,0 Tidak mendengar 17 18,3 Stigma dan Diskrimasi Baik 86 92,5 Kurang 7 7,5 Pemanfaatn VCT Memanfaatkan 39 41,9. Tidak memanfaatkan 54 58,1 Tabel 3. Pengaruh Variabel Dependen terhadap Pemanfaatan VCT Variabel Kategori Pemanfaatan VCT Total P value Memanfaatkan Tidak f (%) f (%) Pengetahuan Cukup 39 (52,0) 36 (48,0) 73 (100,0) 0,000. Kurang 0 (0) 18 (100,0) 18 (100,0) Stigma & Baik 39 (45,3) 47 (54,7) 86 (100,0) 0,000 Diskriminasi Kurang 0 (0) 7 (100,0) 7 (100,0). 3 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs

PEMBAHASAN Klinik VCT merupakan pintu gerbang untuk memasuki semua layanan terhadap penderita HIV/AIDS antara lain: perawatan, pengobatan, dan dukungan terhadap penderita. Klinik VCT juga merupakan sarana yang paling efektif untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dengan cara melakukan konseling untuk menghasilkan perubahan perilaku yang berisiko. Rendahnya angka pemanfaatan klinik VCT tentu saja akan mempengaruhi akses pelayanan HIV/AIDS. Dibutuhkan upaya yang lebih baik untuk meningkatkan pemanfaatan VCT dan akses pelayanan terhadap HIV/AIDS. Dari hasil penelitian(tabel 2) diperoleh bahwa responden yang memanfaatkan Klinik VCT masih tergolong rendah yaitu hanya 41,9%. Hal ini terjadi karena masyarakat belum mengetahui tentang Klinik VCT, masyarakat juga merasa bahwa mereka tidak membutuhkan klinik VCT. Penelitian ini sesuai dengan hasil survei IBBS 2009 di Sorong bahwa hanya 5% dari responden yaitu kelompok pria berisiko tinggi (ABK dan TKBM) yang memanfaatkan klinik VCT. Hal ini terjadi karena tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang HIV/AIDS. Selain itu juga karena masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA sehingga banyak yang takut memeriksakan status HIVnya ke VCT. Tabel 3 memperlihatkan bahwa variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemanfaatan klinik VCT. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, stigma dan diskriminasi ODHA merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan upaya pencegahan terhadap HIV/AIDS di Kota Sorong. Klinik VCT merupakan ujung tombak pencegahan penularan HIV/AIDS. Klinik VCT menekankan pada perubahan perilaku klien agar tidak berisiko pada penularan HIV/AIDS dengan cara merubah perilaku-perilaku yang dapat menularkan HIV/AIDS seperti kebiasaan bergantiganti pasangan seksual, kebiasaan menggunakan jarum suntik bekas pada penasun dan kebiasaan tidak menggunakan kondom. Dibutuhkan promosi klinik VCT yang lebih baik lagi sehingga masyarakat benar-benar memahami apa manfaat klinik VCT yang sesungguhnya. Sebab kecenderungan masyarakat tidak memanfaatkan klinik VCT karena tidak mengetahui manfaat klinik VCT, masyarakat hanya mengetahui bahwa di klinik VCT mereka akan di vonis positif menderita HIV dan hal itulah yang sangat ditakutkan oleh setiap orang. Di sisi lain, masyarakat tidak memahami bahwa sebenarnya klinik VCT akan memberikan manfaat yang besar bagi ODHA dalam memelihara status kesehatannya, memperoleh dukungan baik emosional, psikologis dan juga material. Klinik VCT akan membuka pintu klien yang positif untuk memperoleh dukungan, pengobatan dan perawatan sehingga kualitas hidup ODHA dapat lebih ditingkatkan. Stigma dan diskriminasi yang sangat tinggi terhadap ODHA di tanah papua berpengaruh kuat dengan pemanfaatan klinik VCT, dengan kata lain bahwa karena takut stigma dan diskriminasi maka hampir tidak ada masyarakat yang secara sadar dan sukarela datang memeriksakan status HIVnya. Kebanyakan yang memanfaatkan klinik VCT adalah pasien yang dirujuk baik dari puskesmas atau dari rumah sakit karena mengalami gejala-gejala yang mirip HIV/AIDS. Sebagian besar lainnya klien berasal dari Poli KIA, dimana seluruh ibu hamil dianjurkan untuk mengikuti tes HIV sebagai bagian dari program PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission). Selain itu pasangan penderita dan anak-anaknya dianjurkan juga untuk mengikuti test HIV. Jadi kondisi saat ini pemanfaatan klinik VCT masih didominasi oleh kelompok yang berisiko tinggi saja sedangkan kasus HIV/AIDS di Kota Sorong bukan lagi pada tahap epidemi terkonsentrasi pada kelompok risiko tinggi tetapi sudah memasuki epidemi pada masyarakat umum. Perilaku seks yang berisiko cenderung akan menyebabkan peningkatan kasus penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual merupakan pintu gerbang terhadap kejadian HIV/AIDS. Orang yang pernah menderita penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual) akan lebih berisiko untuk tertular HIV/AIDS. Dengan dasar itulah maka klinik IMS sering kali dibuat berdampingan dengan klinik VCT agar pasien IMS lebih mudah 4 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs

melakukan pemeriksaan HIV/AIDS. Di lokalisasi Malanu terdapat layanan klinik IMS. Dari klinik ini dilakukan rujukan terhadap pasien-pasien penderita IMS untuk melakukan pemeriksaan lanjutan di klinik VCT. KESIMPULAN 1) Pengetahuan berpengaruh terhadap pemanfaatn VCT 2) Stigma dan diskriminasi berpengaruh terhadap pemanfaatan VCT DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, R., 2011. Epidemiologi Perencanaan Pelayanan Kesehatan. Masagena Press: Makasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Negara, 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan Depkes RI, 2006. Pedoman pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela (Voluntary Counselling and Testing). DepKes RI. 2007. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006, Jakarta. Dinkes Provinsi Papua, 2009. Informasi HIV/AIDS Provinsi Papua. Dinkes Kota Sorong, 2011. Laporan VCT Kota Sorong. HTA Indonesia, 2010. Skrining HIV di RS dalam Upaya Pencegahan Penyebaran HIV KPA, 2010. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014 KPAN, Jakarta KPAD, 2010. Survei IBBS Kelompok Pria Berisiko Tinggi, Sorong Lemeshow, S., Hosmer, David W., Klar, J. 1997. Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. UNAIDS, Geneva WHO 2007. Guidance on Provider-Initiated HIV Testing and Conseling in Health Facilities UNDP, 2005. Papua Needs Assesment An Overview of Finding and Implication for Programming of Development Assistance. 5 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs