NON-PATOGENIK DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

Eksplorasi Fusarium Nonpatogen untuk Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal pada Bawang Merah

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

I II. Lampiran 1. Bagan Penelitian. 20 cm 75 cm. 20 cm. 50 cm. Keterangan : = tanaman bawang merah di dalam polibag. = ulangan pertama = ulangan kedua

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

VIRULENSI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE ISOLAT BAWANG MERAH PADA BAWANG PUTIH

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

II. MATERI DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Propagul Agens Antagonis Perbanyakan Massal Bahan Pembawa Biopestisida

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

SKRIPSI. Oleh : AGUNG DHARMAWAN PUTRA NPM : Kepada

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

III. BAHAN DAN METODE A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

TAHLIYATIN WARDANAH A

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Sistem Perakaran Tanaman Pisang Sistem Bercocok Tanam Pisang

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

*Corresponding author : ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB III MATERI DAN METODE. melalui penerapan solarisasi tanah dan aplikasi agen hayati Trichoderma

UJI KETAHANAN BERBAGAI KULTIVAR BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) TERHADAP INFEKSI PENYAKIT MOLER (Fusarium oxysporum f.sp.cepae)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di GreenHouse dan di Laboratoriums Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

PENYIAPAN BENIH. : Pengenalan Varietas Bawang Putih

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIUM PERBANYAKAN Trichoderma harzianum DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN CABAI

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

SINERGI ANTARA NEMATODA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman,

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. BAHAN DAN METODE

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN :

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Transkripsi:

EKSPLORASI FUSARIUM NON-PATOGENIK DALAM PENGENDALIANN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Fusarium oxysporum f.sp.. cepae) PADA BAWANG MERAH UMI SALLAMATULL ISNIAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK UMI SALLAMATUL ISNIAH. Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah. Dibimbing oleh WIDODO. Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit busuk pangkal batang, penyakit ini merupakan salah satu faktor pembatas produksi bawang merah. F. oxysporum non-patogenik (NPFo) dilaporkan mampu menekan penyakit busuk pangkal fusarium pada bawang bombay. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi fusarium non-patogenik dari lapang yang mampu menekan penyakit busuk pangkal fusarium. Terdapat 18 isolat Fusarium sp. dari total 21 isolat yang memicu pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata daripada tanpa perlakuan. Dari 18 isolat, 4 diantaranya yaitu isolat P13a, T14a, M11a, dan P21a, menunjukkan pengaruh terbaik dalam memicu pertumbuhan tanaman. Keempat isolat ini selanjutnya diuji tingkat penekanan terhadap penyakit busuk pangkal dengan metode perlakuan bibit. Pada percobaan pertama, isolat Fusarium sp. nonpatogenik P13a, T14a, dan P21a menekan kejadian penyakit dengan tingkat efikasi berturut-turut 83.3%, 72.2%, dan 61.2%. Pada pengujian ke-dua, 3 isolat tersebut konsisten menekan kejadian penyakit dengan tingkat penakanan berturutturut 72.0%, 80.0%, dan 80.0% untuk isolat P13a, T14a, dan P21a. Tingkat penekanan 3 isolat tersebut lebih tinggi daripada perlakuan Benomil. Hasil identifikasi dari ketiga isolat yang mampu menekan kejadian penyakit busuk pangkal yaitu spesies F. oxysporum.

3 EKSPLORASI FUSARIUM NON-PATOGENIK DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) PADA BAWANG MERAH UMI SALLAMATUL ISNIAH A34080060 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah : Umi Sallamatul Isniah : A34080060 Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Widodo, MS. NIP. 19591115 198503 1 0003 Diketahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP. 19650621 198910 2 001 Tanggal lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir tanggal 22 Mei 1990 di Probolinggo Jawa Timur. Penulis merupakan anak ke-2 dari 7 bersaudara dari ayah bernama Hasan Ghazali dan Ibu Umi Kulsum. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan atas di SMA Negeri 1 Probolinggo, Kota Probolinggo pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, dan mengikuti Program Tingkat Persiapan Bersama selama 1 Tahun. Pada tahun berikutnya penulis mengikuti perkuliahan dengan Mayor Proteksi Tanaman. Penulis menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik pada tahun 2008, beasiswa Pijar pada tahun 2010, dan beasiswa penilitian Bogor International Club pada tahun 2012. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar- Dasar Proteksi Tanaman, Entomologi Umum, dan Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan masing-masing pada tahun 2010, 2011, dan 2012. Pada tahun 2012, penulis terpilih menjadi salah satu kandidat mahasiswa berprestasi Departemen Proteksi Tanaman. Penulis memiliki pengalaman magang kerja di perusahaan pupuk PT. Nusa Palapa Gemilang (salah satu anak perusahaan PT. Pijar Nusa Pasific) pada tahun 2010, dan di Balai Karantina Tumbuhan Surabaya pada tahun 2011.

6 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayat sehingga skripsi dengan judul Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sesuai hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September 2011 sampai bulan Maret 2012 di Laboraturium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S1 Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan Dr. Ir. Widodo, MS. selaku pembimbing yang telah memberikan saran, sumbangan pemikiran serta motivasi sejak awal jalannya penelitian sampai dengan akhir penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, dan ilmu pengetahuan selama penelitian berlangsung, Dr. Ir. Nina Maryana, MSi. dan Dr. Ir. Ali Nurmansyah, MSi. yang telah memberikan saran dan arahan terhadap penulisan skripsi ini, serta kedua orang tua dan keluarga besar Hasan Ghazali yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Bustanul Arifin Nasution yang telah banyak membantu selama penelitian sampai penulisan skripsi ini. Selain itu, berterimakasih kepada Pak Fadjar, Kak Etika Ayu, dan Kak Dian yang banyak memberikan saran dan masukan terhadap penelitian ini. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka saran dan kritik yang membangun diharapkan dari pembaca agar laporan ini menjadi lebih baik. Demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat menambah ilmu dan wacana bagi penulis serta pembaca. Bogor, Juli 2012 Umi Sallamatul Isniah

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Bawang Merah... 3 Pengendalian Busuk Pangkal Batang... 4 Pengendalian Hayati Penyakit yang Disebabkan oleh Fusarium... 4 BAHAN DAN METODE... 7 Tempat dan Waktu Penelitian... 7 Isolasi Fusarium... 7 Uji Penapisan... 8 Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang... 8 Penyiapan Inokulum F. oxysporum f.sp. cepae... 9 Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae...... 9 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN... 11 Uji Penapisan... 11 Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang... 10 Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae... 10 KESIMPULAN DAN SARAN... 20 Kesimpulan... 20 Saran... 20 DAFTAR PUSTAKA... 21

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Pengaruh perlakuan isolat Fusarium spp. terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah... 12 2 Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap tinggi tanaman mentimun... 15 3 Pengaruh perlakuan isolat non-patogenik F. oxysporum (NPFo) terhadap pertumbuhan tanaman pada uji penekanan... 18

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hasil inokulasi beberapa isolat terhadap pertumbuhan tanaman... 13 2 Bobot kering umbi hasil panen per rumpun tanaman pada uji penapisan... 13 3 Hasil panen perlakuan berbagai isolat... 14 4 Pengaruh perlakuan Fusarium spp. terhadap bobot kering tanaman mentimun sebagai tanaman indikator... 14 5 Pengaruh perlakuan bibit bawang dengan isolat Fusarium spp. terhadap perkembangan kejadian penyakit... 16 6 F. oxysporum... 17 7 Isolat F. oxysporum dalam media PDA... 17 8 Bobot kering umbi hasil panen pada uji penekanan... 18 9 Hasil panen pada uji keefektifan dalam mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae... 19

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan terutama untuk bumbu masak. Bawang merah juga berkhasiat sebagai obat, umbinya mengandung senyawa alliin atau allisin yang mempunyai efek antiseptik (Rukmana 1994). Pada tahun 2015 diperkirakan kebutuhan akan bawang merah mencapai 1 juta ton lebih (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2005). Secara umum bawang merah cocok ditanam di dataran rendah. Di Indonesia, terdapat beberapa sentra pertanaman bawang merah, di antaranya Brebes, Cirebon, Nganjuk, dan Probolinggo. Penyakit busuk pangkal batang merupakan salah satu pembatas produksi bawang merah, penyakit ini disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Gejala penyakit ini adalah daun terpelintir kemudian mengering dimulai dari atas karena umbi membusuk. Selain pada pertanaman, penyakit ini juga dapat menyerang pada saat penyimpanan (Abawi dan Lorbeer 1971a; Hartman dan Datnoff 1997). Penyakit busuk pangkal batang juga menjadi kendala dalam produksi bawang putih (Allium sativum L.). Gejala yang ditunjukkan hampir sama yaitu terpelintirnya dan mengeringnya daun dimulai dari ujung serta pembusukan umbi atau perakaran (Choiruddin 2010). Inang utama patogen ini adalah bawang bombay (Allium cepa), namun dapat juga sangat merugikan pada bawang merah, bawang putih, dan bawang daun (Havey 1995). Cara-cara pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Fusarium yang umum dianjurkan ialah perlakuan tanah secara fisik atau kimiawi dan penggunaan varietas tahan (Agrios 2005). Pengendalian dengan pemberaan tidak memungkinkan karena membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu butuh waktu minimal empat tahun jika ingin menerapkan sistem pergantian tanaman agar pengendaliannya efektif (Havey 1995). Alternatif pengendalian penyakit ini ialah pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba antagonis yaitu Trichoderma harzianum (Coskuntuna dan Ozer 2008). Jamur Mikoriza arbuskular juga dapat digunakan sebagai agens hayati penyakit busuk pangkal bawang merah (Rosyida

2 dan Taufika 2008). Ternyata dari spesies yang sama yaitu F. oxysporum tetapi bersifat non-patogenik (NPFo) dilaporkan mampu menekan penyakit busuk pangkal pada bawang bombay (Widodo 2000). NPFo juga pernah dilaporkan mampu menekan penyakit layu Fusarium pada kacang-kacangan (Dhingra et al. 2006). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi fusarium non-patogenik pada umbi dan lahan pertanaman bawang merah dari lapang yang mampu mengendalikan penyakit busuk pangkal batang F. oxysporum f.sp. cepae. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh isolat fusarium non-patogenik yang berpotensi mengendalikan penyakit busuk pangkal batang F. oxysporum f.sp. cepae pada bawang merah.

3 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk tanaman yang berkeping satu, tergolong dalam Kelas Liliopsida, Ordo Amaryllidales, Famili Alliaceae (Fritsch dan Friesen 2002). Tanaman bawang memiliki akar yang serabut dengan perakaran dangkal yaitu pada kedalaman 15-30 cm di dalam tanah. Umbi bawang merah berlapis-lapis dan merupakan batang semu yang tersusun dari pelepahpelepah daun yang ada di dalam tanah. Batang sejatinya berbentuk cakram tipis berada di bagian dasar umbi sebagai tempat melekat perakaran dan mata tunas (Rukmana 1994). Daunnya berbentuk bulat kecil dan panjang, di bagian tengah daun berlubang seperti pipa, berwarna huijau muda hingga hijau tua. Tanaman bawang merah dapat menyerbuk sendiri karena memiliki bunga yang sempurna. Bunganya berwarna putih kehijauan, satu kuntum berbentuk seperti payung terdiri dari 50-200 bunga (Rukmana 1994). Biji bawang merah berwarna bening kehijauan ketika masih muda, setelah tua bijinya berwarna hitam, berukuran kecil, berbentuk bulat agak pipih. Biji bawang dapat ditanam, namun umumnya petani menggunakan umbi sebagai bahan perbanyakan tanaman. Umbi bawang merah mengandung senyawa alliin atau allisin yang bersifat toksik terhadap cendawan dan bakteri serta beberapa nematoda parasit tumbuhan (Brewster 1994). Kandungan senyawa alliin tersebut digunakan sebagai salah satu bentuk pertahanan diri dari patogen. Senyawa tersebut dapat mencegah penggumpalan darah (Block 1985 dalam Brewster 1994) sehingga dapat dijadikan obat bagi manusia. Kondisi yang sesuai untuk tanaman bawang adalah tanah yang gembur, subur, berpasir, memiliki drainase yang baik, dengan ph netral sekitar 5.5 hingga 6.5, dan dengan kandungan belerang yang cukup (Ashari 1995). Tanaman bawang memerlukan penyinaran matahari yang cukup, dengan tingkat penyinaran 70%, selain itu tiupan angin sepoi-sepoi memberikan pengaruh baik terhadap laju fotosintesis dan hasil panen (Rukmana 1994). Penyakit busuk pangkal batang bawang merah (F. oxysporum Schlechtend.:Fr. f.sp. cepae (H.N. Hans.) W. C.

4 Snyder & H. N. Hans.) merupakan salah satu masalah utama dalam pertanaman bawang merah (Havey 1995). Penyakit Busuk Pangkal Batang Gejala penyakit ini adalah terjadinya klorosis, daun mengeriting dan terpilin, terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada bagian leher setelah perkecambahan, lama-kelamaan tanaman akan rebah dan mengalami kematian jaringan (Havey 1995; Kuruppu 1999). Patogen dapat melakukan penetrasi terhadap akar tanaman secara langsung atau melalui luka (Hartman dan Datnoff 1997). F. oxysporum tergolong Filum Deuteromycota, Ordo Hyphomycetes, Famili Tuberculariaceae. Koloninya pada media Potato Dextrose Agar (PDA) berwarna jingga muda. Makrokonidianya lurus dan sedikit bengkok, dengan tiga sekat, mikrokonidia berbentuk agak lonjong dan tidak bersekat, sedangkan klamidosporanya bisa ditemukan di permukaan media, terbenam dalam media, atau di permukaan hifa (Leslie dan Summerell 2006). Fase seksual cendawan ini belum ditemukan (Booth 1971). Suhu optimal terjadinya serangan fusarium ini adalah 22 C sampai 38 C (Abawi dan Lorbeer 1972). Sumber inokulum fusarium yang menginfeksi tanaman bisa berasal dari tanah, terbawa bibit, atau material tanaman yang telah terinfeksi (Garibaldi et al. 2004). Patogen ini merupakan patogen tular tanah dan dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama di dalam tanah meskipun tidak ada tanaman inang (Ulloa et al. 2006), dalam bentuk klamidospora (Havey 1995; Hartman dan Datnoff 1997). Pada keadaan alamiah di lapang, populasi sporanya pada pertanaman bawang sebanyak 300 hingga 6500 propagul/g tanah kering (Abawi dan Lorbeer 1971b). Pengendalian Hayati Penyakit yang Disebabkan oleh Fusarium Petani umumnya menggunakan fungisida untuk mengendalikan penyakit ini, salah satunya adalah yang berbahan aktif benomil. Sifat cendawan patogen ini yang dapat bertahan lama di dalam tanah menjadi kendala dalam pengendaliannya dan memerlukan waktu minimal empat tahun jika ingin menerapkan sistem pergantian tanaman agar pengendaliannya efektif (Havey 1995). Pengendalian

5 hayati menjadi alternatif pengendalian penyakit busuk pangkal batang yang dinilai cukup efektif. Beberapa agen hayati dilaporkan mampu menekan penyakit layu fusarium bawang merah yaitu Trichoderma harzianum (Coskuntuna dan Ozer 2008) dan jamur Mikoriza arbuskular (Rosyida dan Taufika 2008). Selain itu, F. oxysporum non-patogenik (NPFo) dapat dijadikan agen antagonis karena mampu menginduksi ketahanan tanaman dan berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan karbon (Alabouvette 1999). F. oxysporum yang mampu mengkolonisasi akar tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit digolongkan sebagai strain non-patogenik (Alabouvette dan Couteaudier 1992). Antara strain patogenik dan nonpatogeniknya tidak dapat dibedakan secara morfologi (Snyder dan Smith 1981 dalam Belgrove 2007). Cendawan ini dapat mengkolonisasi korteks tanpa menimbulkan gejala penyakit dan dapat bertahan sebagai saprofit pada bahan organik (Appel dan Gordon 1994). NPFo mampu berkompoetisi dengan strain non-patogenik lain dan dengan strain patogenik untuk pemanfaatan unsur karbon (Alabouvette dan Couteaudier 1992) sehingga dapat dijadikan agen biokontrol. Pada uji in-vitro, NPFo tidak mampu menghambat pertumbuhan fusarium patogen (Belgrove 2007). Mekanisme NPFo dalam menghambat patogen adalah kompetisi nutrisi di tanah dan tempat infeksi di akar. Ishimoto et al. (2003) menyatakan bahwa strain Fusarium non-patogenik mampu menghasilkan benzil isotiosianat yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman salada (Lepidium sativum) terhadap Pythium ultimum. NPFo dilaporkan mampu menginduksi ketahanan beberapa tanaman terhadap penyakit layu fusarium, diantaranya : mentimun (Mandeel dan Baker 1991), semangka (Larkin et al. 1996), tanaman pisang di dalam rumah kaca (Belgrove 2007; Nel et al. 2006), kapas (Ulloa et al. 2006), serta tanaman tomat di persemaian (Larkin dan Fravel 1998). Selain itu NPFo dapat meningkatkan ketahanan tanaman mentimun terhadap penyakit yang disebabkan oleh Pythium ultimum (Benhamou et al. 2002). Scisel et al. (2008) menyatakan Fusarium culmorum non-patogenik mampu mengendalikan penyakit layu Fusarium pada tanaman gandum. Penelitian lain menunjukkan bahwa NPFo yang diisolasi dari

6 perakaran tanaman terung yang ditanam pada media kompos mampu mengurangi penyakit yang disebabkan oleh Verticilium dahliae (Malandraki et al. 2007). Selain menjadi agen antagonis pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh cendawan, NPFo juga dilaporkan dapat menjadi musuh alami bagi nematoda. Niere (2001 dalam Athman 2006) menyatakan bahwa NPFo dapat menekan populasi nematoda Radopholus similis, serta nematoda Helicotylenchus multicinctus (Mwaura et al. 2003) pada tanaman pisang.

7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2011 sampai bulan Maret 2012 di Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Isolasi Fusarium Isolat fusarium diperoleh dari umbi bawang merah sehat dan tanah pertanaman bawang merah yang berasal dari 3 kecamatan di Probolinggo yaitu Gending, Pajarakan, dan Mayangan. Umbi bawang merah disterilisasi permukaannya dengan alkohol 70% kemudian dipotong dadu berukuran 1x1x1 cm. Potongan umbi kemudian ditanam dalam media selektif F. oxysporum yaitu media PCNB Agar (Agar 20 g, peptone 5 g, KH 2 PO 4 1 g, MgSO 4.7H 2 O 0.5 g, air destilata 1000 ml, streptomycin 300 mg, dan PCNB 75% WP 1 g). Isolat yang didapat diberi kode lalu dimurnikan dan diperbanyak pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Selain dari umbi, isolasi fusarium juga dilakukan dari tanah dengan cara memindahkan 10 g tanah contoh ke dalam 90 ml air destilata steril (pengenceran 10-1 ). Suspensi tanah tersebut kemudian digojok dengan kecepatan 120 rpm selama 20 menit. Setelah itu dilakukan pengenceran berseri hingga pengenceran 10-5, 1 ml suspensi tanah dari masing-masing pengenceran dituang ke media PCNB Agar. Isolat yang didapat diberi kode kemudian dimurnikan dan diperbanyak pada media PDA. Cendawan yang berasal dari Kecamatan Gending diberi kode G, Pajarakan diberi kode P, Mayangan diberi kode M, dan kode T untuk cendawan yang berasal dari tanah. Huruf berikutnya pada kode isolat berturut-turut adalah nomor bahan, ulangan (untuk yang dari tanah maka pengencerannya), lalu nomor koloni. Misalkan umbi ke-3 potongan (ulangan) ke-1 dan koloni ke-b dari kecamatan Gending maka kode isolatnya G31b, dan seterusnya.

8 Uji Penapisan Uji penapisan dilakukan untuk memilah-milah isolat.yang bersifat patogenik dan yang non-patogenik. Sebanyak 21 isolat Fusarium sp. berumur 1 pada media PDA minggu dicampur dengan air destilata steril sebanyak ± 300 ml untuk mendapatkan suspensi konidia dengan konsentrasi 1x10 6 /ml. Pengukuran konsentrasi konidia dilakukan dengan alat bantu hemasitometer. Inokulasi dilakukan dengan meletakkan bagian piringan batang bibit bawang pada kertas tissue yang telah disiram dengan 50 ml suspensi Fusarium sp. dan diinkubasikan selama ± 12 jam. Bibit tersebut kemudian ditanam dalam pot berdiameter 12 cm berisi media berupa campuran tanah, dan kompos dengan komposisi 1:1 (v/v). Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap pertumbuhan bawang merah yang meliputi jumlah daun dan tinggi tanaman diamati setiap minggu. Apabila hasilnya lebih baik atau sama dengan tanpa perlakuan dan tidak menimbulkan gejala busuk pangkal batang maka diasumsikan bahwa isolat tersebut merupakan F. oxysporum non-patogenik yang berpotensi sebagai agen antagonis (Widodo 2000), sedangkan isolat yang menimbulkan gejala busuk pangkal dan gejala seperti terpelintirnya daun dinyatakan bahwa isolat tersebut bersifat patogenik. Selama pengujian tanaman bawang merah dirawat dengan melakukan penyiraman ketika diperlukan. Selain pada pertumbuhan tanaman, pengamatan juga dilakukan terhadap munculnya gejala penyakit busuk pangkal batang. Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang Merah Dalam percobaan ini, tanaman uji yang digunakan adalah mentimun. Uji ini dilakukan terhadap 6 isolat yang mampu memacu pertumbuhan bawang merah dan 1 isolat yang bersifat patogenik. Tujuan percobaan ini adalah melihat pengaruh isolat terhadap pertumbuhan tanaman uji secara cepat. Benih mentimun yang digunakan adalah varietas Venus. Benih diletakkan pada kertas tissue yang sudah disiram dengan 50 ml suspensi isolat uji dengan kepadatan konidia 10 6 /ml kemudian diinkubasikan selama ± 12 jam. Sebagai kontrol, benih mentimun diletakkan pada kertas tissue yang hanya disiram dengan 50 ml air steril. Benih yang diberi perlakuan ditanam dalam baki semai, dimana dalam 1 perlakuan

9 terdiri dari 18 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap bobot kering tanaman pada umur 6 minggu setelah tebar. Penyiapan Inokulum F. oxysporum f.sp. cepae Isolat F. oxysporum f.sp. cepae diperbanyak dengan cara membiakkannya dalam medium cair Potato Dextrose Broth (PDB) dan digojok selama 7 hari dengan kecepatan 120 rpm. Setelah 7 hari, biakan tersebut dipisahkan antara cairan dan propagul dengan cara disaring dengan kertas saring sebanyak 4 lapis. Pelet yang terkumpul dihancurkan dengan blender dan disuspensikan ke dalam 200 ml air steril. Suspensi tersebut kemudian dicampur dengan 1 kg tanah yang telah disterilisasi dengan autoklaf (121 C, 100 kpa) 2 kali berturut-turut dengan selang waktu 24 jam. Setelah itu, tanah yang telah diberi suspensi F. oxysporum f.sp. cepae diinkubasi selama 4 minggu agar terbentuk klamidospora. Kerapatan populasi klamidospora dihitung dengan metode pengenceran pada medium PCNB Agar. Tanah yang mengandung klamidospora disimpan dalam suhu ± 17 C dan digunakan sebagai sumber inokulum patogen pada pengujian selanjutnya. Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae Pengujian keefektifan NPFo dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang dilakukan dengan metode perlakuan terhadap bibit bawang merah. Bibit bawang merah direndam dengan suspensi isolat NPFo dengan konsentrasi 10 3 /ml selama ± 12 jam. Perendaman dilakukan dengan metode peletakan piringan batang bibit bawang pada kertas tissue yang telah disiram dengan 50ml suspensi isolat uji. Bibit yang telah diberi perlakuan, kemudian ditanam dalam pot berdiameter 12 cm dengan media tanah yang telah diberi isolat patogen dalam bentuk klamidospora dengan konsentrasi 10 3 klamidospora/g tanah. Sebagai pembanding, dilakukan perlakuan dengan fungisida berbahan aktif benomil. Sementara itu, sebagai kontrol bibit bawang hanya direndam dalam air steril dengan metode yang sama. Selama pengujian tanaman bawang merah dirawat dengan melakukan penyiraman ketika diperlukan. Pemberian pupuk NPK (15 : 15 : 15) 2 kali yaitu pada saat 2 minggu setelah tanam (MST) dan 4 MST dengan dosis 2 g/pot. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan, dimana masing-masing ulangan terdiri dari 10

10 tanaman. Percobaan ini dilakukan 2 kali untuk mengetahui konsistensinya. Peubah yang diamati yaitu jumlah daun, tinggi tanaman, hasil panen dan tingkat kejadian penyakit. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut Jumlah tanaman sakit / Jumlah tanaman contoh x 100% Sedangkan tingkat efikasi dihitung dengan menggunakan rumus (kk-kp) / kk x 100% Keterangan : kk=kejadian penyakit pada kontrol kp=kejadian penyakit pada perlakuan. Penghitungan peningkatan hasil produksi yaitu dengan rumus sebagai berikut (Hasil panen perlakuan Hasil panen kontrol) / Hasil panen kontrol x 100%. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Anova) dengan program SAS 9.1.3 pada taraf nyata 0.05. Jika hasil Anova berbeda nyata, dilanjutkan pengujian lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 0.05.

11 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan dari total 21 isolat yang diuji. Isolat tersebut ialah isolat P11z, G21y dan P13y. Ketiga perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan tanpa perlakuan, dimana pertumbuhan tanaman dengan perlakuan patogen terhambat daripada tanpa perlakuan. Perlakuan isolat lainnya tidak menimbulkan gejala busuk pangkal. Tinggi tanaman tertinggi yaitu isolat G31b sebesar 38.49 cm, isolat T22a tertinggi kedua 37.04 cm, sedangkan pada kontrol tinggi tanaman hanya 31.58 cm. Rata-rata jumlah daun terbanyak adalah isolat P13a yaitu 19.6, terbanyak kedua yaitu isolat G31b sebesar 18.2, terbanyak ketiga yaitu isolat T14a sebesar 16.7. Terdapat 18 isolat yang menunjukkan pertumbuhaan tanaman tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan (Tabel 1). Semua isolat Fusarium nonpatogenik membuat pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan, sedangkan isolat patogen menghambat pertumbuhan tanaman (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dengan perlakuan fusarium non-patogenik tidak berbeda dengan pertumbuhan tanaman normal. Hasil panen tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan isolat M11a, dengan rataan mencapai 4.98 g per rumpun tanaman (Gambar 2). Hasil panen perlakuan isolat T14a, P13a, T42b, dan G31b lebih tinggi dari kontrol (Gambar 3). Umbi yang dihasilkan berukuran kecil, namun jumlah siung dalam satu tanaman banyak. Hal ini disebabkan terlalu sempitnya ruang tumbuh dan tingginya curah hujan. Sementara itu perlakuan isolat patogen tidak panen karena tanaman bawang merah mengalami kematian. Dari pengujian ini diambil 6 isolat terbaik yang mampu menunjukkan pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata dibandingkan tanpa perlakuan. Keseragaman pertumbuhan juga diperhatikan dalam memilih isolat yang baik. Isolat tersebut terdiri dari T14a, M11a, P13a, T42b, G31b, dan P21a. Sementara

itu, isolat G21y menunjukkan gejala busuk pangkal batang kemudian dipakai sebagai patogen pada uji selanjutnya. Tabel 1 Pengaruh perlakuan isolat Fusarium spp. terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah 12 Perlakuan Tinggi tanaman (cm) pada 4MST a Jumlah daun pada 4MST a Keterangan T12a 28.78abcd 12.4bc Non-patogenik T13b 33.64abc 15.5abc Non-patogenik T13c 36.61a 14.9abc Non-patogenik T14a 35.52abc 16.7abc Non-patogenik T22a 37.04a 14abc Non-patogenik T32a 30.89abc 12.7bc Non-patogenik T32b 32.20abc 13.4abc Non-patogenik T33c 33.89abc 15.8abc Non-patogenik T42b 34.39abc 16.3abc Non-patogenik T43b 28.35abcd 12.3bc Non-patogenik T43c 25.93cd 10.6c Non-patogenik M11a 33.50abc 14.9abc Non-patogenik M12a 35.66abc 16.3abc Non-patogenik M12c 36.34ab 15.3abc Non-patogenik G21a 26.19bcd 12.7bc Non-patogenik G21y 5.12e 2.3d Patogenik G31b 38.49a 18.2ab Non-patogenik P11z 21.08d 11.1c Patogenik P13a 34.87abc 19.6a Non-patogenik P13y 5.40e 2.9d Patogenik P21a 30.65abc 14.2abc Non-patogenik Kontrol 31.58abc 12.9abc - a Untuk setiap angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α=0.05)

13 Gambar 1 Hasil inokulasi beberapa isolat terhadap pertumbuhan tanaman : isolat patogen F. oxysporum f.sp. cepae (kiri), tanpa perlakuan (tengah), dan isolat F. oxysporum non-patogenik (kanan) 6 Bobot Kering Umbi (g/tanaman) 5 4 3 2 1 0 T12a T13b T13c T14a T22a T32a T32b T33c T42b T43b T43c M11a M12a M12c G21a G21y G31b P11z P13a P13y P21a Perlakuan Kontrol Gambar 2 Bobot kering umbi hasil panen per rumpun tanaman pada uji penapisan

14 1 2 3 4 5 6 Gambar 3 Hasil panen perlakuan berbagai isolat : kontrol (1), T14a (2), M11a (3), P13a (4), T42b (5), dan G31b (6) pada uji penapisan awal Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang Setelah umur 6 MST, tanaman mentimun dipanen dan ditimbang bobot kering tanaman. Tanaman dengan bobot kering tertinggi diperoleh dari isolat T14a dengan bobot 0.08 g (Gambar 4). Semua isolat Fusarium non-patogenik yang diuji menunjukkan nilai bobot kering tanaman mentimun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol atau tanpa perlakuan. Bobot kering tanaman kontrol ialah 0.07 g per tanaman. Isolat pathogen menunjukkan bobot kering tanaman paling rendah yaitu 0.06 g (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang bersifat patogen pada bawang merah tidak dapat memicu pertumbuhan tanaman mentimun, sedangkan isolat fusarium non-patogenik tidak mengganggu pertumbuhan tanaman mentimun dan cenderung memicu pertumbuhan mentimun menjadi lebih baik dibandingkan kontrol atau tanpa perlakuan. Bobot kering ( g/tanaman ) 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 Perlakuan Gambar 4 Pengaruh perlakuan Fusarium spp. terhadap bobot kering tanaman mentimun sebagai tanaman indikator

15 Pengaruh perlakuan isolat P13a terhadap tinggi tanaman mentimun pada umur 1 MST berbeda nyata dengan kontrol, dimana rata-rata tingginya mencapai 8.50 cm. Pada 2 dan 3 MST, pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman tidak berbeda nyata (Tabel 2). Dengan demikian, pengaruh isolat fusarium nonpatogenik tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Tabel 2 Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap tinggi tanaman mentimun Perlakuan Tinggi Tanaman a 1 MST 2 MST 3 MST T42b 7.93 ab 9.51 a 13.33 a G31b 8.08 ab 9.28 ab 12.94 a P13a 8.50 a 8.89 ab 12.58 ab M11a 7.36 b 8.64 ab 12.49 ab T14a 7.31 b 8.06 ab 12.22 ab P21a 7.42 b 8.74 ab 12.08 ab Kontrol 7.00 b 8.30 ab 11.88 ab G21y 7.00 b 8.33 ab 10.91 b a Untuk setiap angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α=0.05) Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae Pada percobaan pertama P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit berturut-turut sebesar 61.2%, 72.2%, dan 83.3%. Perlakuan Benomil dapat menekan kejadian penyakit sebesar 61.2% (Gambar 5). Sedangkan pada percobaan ke-dua perlakuan dengan kejadian penyakit terendah yaitu P21a, T14a, dan P13a. Perlakuan P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit berturut-turut 80%, 80%, dan 72%. Perlakuan isolat M11a dan Benomil hanya dapat menekan kejadian penyakit 26.6% dan 40% (Gambar 5). Hasil ini sesuai dengan penelitian Widodo (2000) yang melaporkan bahwa NPFo mampu menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. cepae. Seperti yang dilaporkan Belgrove (2007), NPFo tidak mampu menekan pertumbuhan fusarium patogen pada uji in-vitro. Mekanisme penekanannya ialah dengan meningkatkan ketahanan tanaman inang, dimana NPFo mampu

16 meningkatkan kandungan benzil isotiosianat yang berpengaruh terhadap ketahanan inang terhadap patogen (Ishimoto 2003). Isolat P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit busuk pangkal batang pada bawang merah. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi dengan ditumbuhkan terlebih dulu pada medium Carnation Leaf Agar (CLA) (20 g agar, 1000 ml air steril, daun carnation berukuran 3-5 mm 2 yang telah disterilisasi). Berdasarkan hasil identifikasi menurut Leslie dan Summerell (2006), ketiga isolat tersebut merupakan spesies F. oxysporum (Gambar 6). Makrokonidianya lurus hingga sedikit bengkok dengan 3 sekat, mikrokonidianya berbentuk oval dan tanpa sekat, dengan konidiofor pendek. Antara isolat F. oxysporum yang bersifat patogenik dan yang non-patogenik tidak dapat dibedakan secara morfologi (Snyder dan Smith 1981 dalam Belgrove 2007), seperti pada Gambar 7. Kejadian Penyakit (%) 70 60 50 40 30 20 10 0 Percobaan 1 1 2 3 4 Benomil T14a Kontrol M11a P13a P21a Umur Tanaman (MST) Kejadian Penyakit (%) 50 40 30 20 10 0 Percobaan 2 1 2 3 4 Benomil T14a Kontrol M11a P13a P21a Umur Tanaman (MST) Gambar 5 Pengaruh perlakuan bibit bawang dengan isolat Fusarium spp. terhadap perkembangan kejadian penyakit

17 A 1 2 B 3 4 Gambar 6 F. oxysporum : A mikrokonidia (1) dan makrokonidia (2), B kumpulan mikrokonidia (3) dan konidiofora (4) A B Gambar 7 Isolat F. oxysporum dalam media PDA : yang non-patogenik (A) dan yang patogenik (B) Pada percobaan pertama, rata-rata inggi tanaman perlakuan isolat P13a, Benomil, dan isolat T14a, masing-masing 24.39 cm, 22.7 cm, dan 22.36 cm, ketiganya lebih baik dari kontrol. Tinggi tanaman pada perlakuan isolat M11a tidak berbeda nyata dengan kontrol, dimana rata-rata tingginya 8.74 cm. Jumlah daun P13a adalah yang paling banyak dan berbeda nyata dengan kontrol, yaitu 19.8. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan isolat T14a, Benomil, isolat P21a tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Sementara hasil yang berbeda diperoleh dari percobaan ke-2, dimana semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol, baik tinggi tanaman maupun jumlah daun (Tabel 3). Rata-rata hasil panen percobaan pertama dari yang tertinggi yaitu perlakuan isolat P13a mencapai 1.3 g per rumpun tanaman. Sedangkan pada percobaan ke-2, rata-rata hasil panen dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu perlakuan isolat P21a sebesar 6.40 g per rumpun tanaman (Gambar 8). Berdasarkan hasil pengujian ini, pada percobaan pertama perlakuan P13a mampu meningkatkan hasil produksi mencapai 172.4% sedangkan perlakuan P21a mampu meningkatkan hasil produksi 71.8% (Gambar 9). Pada percobaan ke-dua, perlakuan P21a meningkatkan hasil panen sebesar 50.8% dan perlakuan P13a meningkatkan hasil panen sebesar 27% (Gambar 9).

Hasil panen percobaan ke-dua lebih rendah dari percobaan yang pertama (Gambar 8 dan Gambar 9), hal ini disebabkan oleh kualitas bibit yang digunakan berbeda juga. Bibit yang digunakan pada percobaan pertama tidak terlalu bagus karena sudah dalam penyimpanan selama lebih dari 3 bulan, sedangkan bibit yang digunakan pada percobaan ke-2 umur penyimpanannya 2 bulan. Tabel 3 Pengaruh perlakuan isolat F. oxysporum non-patogenik (NPFo) terhadap pertumbuhan tanaman pada uji penekanan Pertumbuhan tanaman pada 4 MST Perlakuan Percobaan 1 Percobaan 2 Tinggi Jumlah daun Tinggi tanaman Jumlah daun tanaman (cm) (cm) P13a 24.39 ± 3.46 19.80 ± 3.85 30.21 ± 2.41 17.73 ± 2.90 Benomil 22.70 ± 3.94 17.26 ± 4.00 32.73 ± 4.23 20.30 ± 3.11 T14a 22.36 ± 1.72 18.76 ± 4.01 32.75 ± 4.31 20.10 ± 3.24 P21a 18.67 ± 6.10 14.96 ± 7.43 34.36 ± 1.56 23.06 ± 2.20 Kontrol 13.45 ± 3.48 10.80 ± 2.90 31.88 ± 2.65 19.70 ± 0.72 M11a 8.73 ± 2.34 5.60 ± 1.04 29.69 ± 4.91 17.03 ± 4.24 18 7 6 5 4 3 2 1 0 Hasil panen (g/rumpun tanaman) * * Benomil T14a Kontrol M11a P13a P21a Perlakuan Percobaan 1 Percobaan 2 Gambar 8 Bobot kering umbi hasil panen pada uji penekanan (yang bertanda bintang berbeda nyata pada uji selang ganda Duncan, α=0.05)

19 Percobaan 1 Kontrol P13a M11a Benomil T14a P21a Percobaan 2 Kontrol P13a M11a Benomil T14a P21a Gambar 9 Hasil panen pada uji keefektifan dalam mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae

20 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari 21 isolat Fusarium sp. yang diuji, 14 isolat diantaranya menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Terhadap tanaman mentimun, 6 dari 14 isolat terbaik diuji, dan keenamnya menunjukkan pertumbuhan mentimun yang normal atau sama dengan yang tanpa perlakuan. Dengan demikian dinyatakan bahwa isolat Fusarium spp. non-patogenik tidak mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tumbuh normal, baik tanaman inang bawang merah maupun tanaman mentimun. Hasil pengujian penekanan baik pada percobaan pertama dan ke-dua, perlakuan isolat T14a, P13a, dan P21a dapat menekan terjadinya penyakit busuk pangkal batang bawang merah yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. cepae. Berdasarkan hasil identifikasi, ketiga isolat tersebut adalah spesies F. oxysporum. Tingkat penekanan terjadinya penyakit tersebut mencapai 83.3% pada percobaan pertama dan 72% pada percobaan ke-dua pada perlakuan isolat P13a. Produksi tanaman bawang merah perlakuan P13a pada percobaan pertama dan perlakuan P21a pada percobaan ke-dua lebih baik daripada kontrol. Saran Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang cara aplikasi dan dosis F. oxysporum non-patogenik sehinga didapatkan cara penggunaan yang efektif dan efisien dalam mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae penyebab busuk pangkal pada bawang merah.

21 DAFTAR PUSTAKA Abawi GS, Lorbeer JW. 1971a. Pathological histology of four onion cultivars infected by Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Phytopathology 61:1164-1169. Abawi GS, Lorbeer JW. 1971b. Populations of Fusarium oxysporum f. fp. cepae in organic soils in New York. Phytopathology 61:1042-1048. Abawi GS, Lorbeer JW. 1972. Several aspects of the ecology and pathology of Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Phytopathology 68:870-876. Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 4 th Academic Press. Ed. San Diego California (US): Alabouvette C. 1999. Fusarium wilt suppressive soils: an example of diseasesupperssive soils [abstrak]. Aus Plant Pathol 28:57-64. Alabouvette C, Couteaudier Y. 1992. Biological control of fusarium wilts with non-patogenic fusaria. D dalam: Tjamos EC, Papavizas GC, Cook RJ, editor. Biological Control of Plant Diseases Progress and Challenges for the Future. New York (US): NATO ASI Series. Appel DJ, Gordon TR. 1994. Local and regional variation in populations of Fusarium oxysporum from agricultural field soils. Phytopathology 84:786-791. Ashari S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. 1 st Ed. Jakarta (ID): UI Press. Athman SY. 2006. Host-endophyte-pest interactions of endophytic Fusarium oxysporum antagonistic to Radopholus similis in banana (Musa spp.) [tesis]. Pretoria (SA): University of Pretoria. Belgrove A. 2007. Biological control of Fusarium oxysporum f.sp. cubense using non-pathogenic F. oxysporum endophytes [tesis]. Pretoria (SA): University of Pretoria. Benhamou N, Garand C, Goulet A. 2002. Ability of nonpathogenic Fusarium oxysporum strain Fo47 to induce resistance against Pythium ultimum infection in cucumber. App Environ Microb 68:4044-4060. Both C. 1971. The Genus Fusarium. 1 st Ed. Surrey (UK): CAB. Brewster JL. 1994. Onion and Other Vegetable Alliums. Wallingford (UK): CAB International. Choiruddin MR. 2010. Virulensi dan keanekaragaman genetika Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab busuk pangkal pada bawang putih [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Coskuntuna A, Ozer N. 2008. Biological control of onion basal rot disease using Trichoderma harzianum and induction of antifungal compounds in onion set following seed treatment. Crop Protect 27:330-336. Dhingra OD, Netto RAC, Rodrigues FA, Silva GJ, Maia CB. 2006. Selection of endemic nonpathogenic endophytic Fusarium oxysporum from bean roots and

rhizosphere competent Xuorescent Pseudomonas species to suppress Fusarium-yellow of beans. Biol Contr 39:75-86. Ditjen Bina Produksi Hortikultura. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis bawang merah [internet]. [Diunduh pada 2011 Apr 24] Jakarta (ID): Dirjen Bina Produksi Hortikultura. Tersedia pada: www.litbang.deptan.go.id/bawangmerah.pdf. Fritsch RM, Friesen N. 2002. Evolution, domestication, and taxonomy. Di dalam: Rabinowitch HD, Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. Wallingford (UK): CAB International. hlm 5-30. Garibaldi A, Gilardi G, Gullino ML. 2004. Seed transmission of Fusarium oxysporum f. sp. lactucae. Phytoparasitica 32:61-65. Hartman GL, Datnoff LE. 1997. Vegetable crops. Di dalam: Hilloks RJ, Waller JM, editor. Soilborne Diseases of Tropical Crops. Wallingford (UK): CAB International. hlm 151-170. Havey MJ. 1995. Fusarium basal plate rot. Di dalam: Schwartz HF dan Mohan SK, editor. Compendium of Onion and Garlic Diseases. St. Paul (US): APS Press. hlm 10-11. Ishimoto H, Fukushi Y, Tahara S. 2003. Non-pathogenic Fusarium strains protect the seedlings of Lepidium sativum from Pythium ultimum. Soil Biol Biochem 36:409-414. Kuruppu PU. 1999. First report of Fusarium oxysporum causing a leaf twisting disease on Allium cepa var. ascalonicum in Sri Lanka [abstrak]. Plant Dis 83:695. Larkin RP, Fravel DR. 1998. Efficacy of various fungal and bacterial biocontrol organisms for control of fusarium wilt of tomato. Plant Dis 82:1022-1028. Larkin RP, Hopkins DL, Martin FN. 1996. Suppression of Fusarium wilt of watermelon by non-pathogenic Fusarium oxysporum and other microorganisms recovered from a diseases-suppressive soil. Phytopathology 86:812-819. Leslie JF, Summerell BA. 2006. The Fusarium Laboratory Manual. 1 st ed. Victoria (AU): Blackwell Publishing Asia. Malandraki I, Tjamos SE., Pantelides IS, Paplomatas EJ. 2007. Thermal inactivation of compost suppressiveness implicates possible biological factors in disease management. Biol Contr 44:180-187. Mandeel Q, Baker R. 1991 Mechanisms involved in biological control of fusarium wilt cucumber with strains of non-pathogenic Fusarium oxysporum. Phytopathology 81:462-469. Mwaura P, Kahangi EM, Losenge T, Dubois T, Coyne D. 2003. In vitro screening of endophytic Fusarium oxysporum against banana nematode (Helicotylenchus multicinctus). J Hort 2:103-110. 22

Nel B, Steinberg C, Labuschagne, Viljoen A. 2006. The potential of nonpathogenic Fusarium oxysporum and other biological control organisms for suppressing fusarium wilt of banana. Plant Pathol 55:217-223. Rosyida, Taufika V. 2008. Pengendalian penyakit moler bawang merah dengan inokulasi jamur Mikoriza arbuskula di lahan pasir pantai [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Rukmana R. 1994. Bawang Merah. 1 th Ed. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Scisel JJ, Kurek E, Winiarczyk K, Baturo A, Lukanowski A. 2008. Colonization of root tissues and protection against Fusarium wilt of rye (Secale cereale) by nonpathogenic rhizosphere strains of Fusarium culmorum. Biol Contr 45:297-307. Ulloa M, Hutmacher RB, Davis RM, Wright SD, Percy R, Marsh B. 2006. Breeding for Fusarium wilt race 4 resistance in cotton under field and greenhouse conditions. J Cott Sci 10:114-127. Widodo. 2000. Studies on Biological Control of Fusarium Basal Rot of Onion Caused by Fusarium oxysporum f. sp. cepae [disertasi]. Sapporo (JP): Hokkaido University. 23