4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama Presipitasi (hujan), dan oleh mikrobia baik lewat tanaman inangnya maupun setelah mati. Sel-sel mati ini bersama dengan sisa-sisa tanaman/hewan akan menjadi bahan organik yang siap didekomposisikan dan melalui serangkaian proses mineralisasi (aminisasi, amonifikasi dan nitrifikasi) akan melepaskan N-mineral (NH + 4 dan NO - 3 ) yang kemudian diimobilisasikan oleh tanaman atau mikroba. Gas amoniak hasil proses aminisasi apabila tidak segera mengalami amonifikasi akan segera tervolatisasi (menguap) ke udara, begitu pula dengan gas N 2 hasil denitrifikasi nitrat, keduanya merupakan sumber utama N 2 -atmosfir. Kehilangan nitrat dan amonium melalui mekanisme pelindian ( leaching) merupakan salah satu penyebab penurunan kadar N dalam tanah. Selengkapnya siklus dan neraca N disajikan pada Gamber 1. Gambar 1. Siklus dan Neraca Nitrogen (Sumber: Hanafiah 2005:275) 2.2 Nitrogen di dalam Tanah Sawah Irigasi Nitrogen mengalami beberapa transformasi fisikokimia dan biologi dalam tanah. Transformasi fisikokimia meliputi terperangkapnya (fiksasi) NH + 4 dalam kisi-kisi mineral liat dan volatilisasi NH 3. Transformasi N secara biologi meliputi
5 mineralisasi-imobilisasi, fiksasi N 2 atmosfer secara biologi, nitrifikasidenitrifikasi, dan serapan tanaman (Indriyati 2006 :11). Perubahan Bentuk N- Organik menjadi bentuk N-mineral disebut mineralisasi, sebaliknya bentuk N mineral menjadi bentuk N-Organik disebut immobilisasi. Menurut Ismunadji dan Roechan (1988) dalam Lesniawati (1999 :9) menyatakan bahwa ketersediaan Nitrogen dalam keadaan tergenang lebih tinggi daripada keadaan tidak tergenang. Ketersediaan ini meningkat dengan makin meningkatnya kadar Nitrogen, ph, dan suhu tanah. Tambahan Nitrogen untuk padi sawah terutama berasal dari Nitrogen amonium dan nitrat yang telah ada waktu tanah tergenangi, mineralisasi bahan organik dalam keadaan tergenang, Nitrogen yang difiksasi oleh ganggang dan bakteri heterortropik dan berasal dari pupuk. Lesniawati (1999 :11) menyatakan bahwa hasil nitrat dari lapisan tanah bagian atas yang teroksidasi pada tanah yang tergenang lebih mudah bergerak dengan difusi dan perkolasi ke dalam lapisan bagian bawah yang tereduksi, yang secara cepat pada nitrat terjadi denitrifikasi dan gas N 2 yang dihasilkan hilang ke udara. Amonium lebih sedikit tercuci dari tanah daripada nitrat karena adanya adsorpsi pada kompleks pertukaran kation. Lebih lanjut De Datta (1981) dalam Lesniawati (1999 :12) menyatakan kehilangan amonium karena pencucian lebih hebat pada tanah yang tergenang dibandingkan pada tanah yang tidak tergenang. Hal ini disebabkan: a. Amonium pada tanah yang tergenang tidak terakumulasi secara baik seperti pada tanah yang berdrainase baik. b. Reaksi reduksi pada tanah yang tergenang menghasilkan ion ferro (Fe 2+ ) dan mangan (Mn 2+ ), yang mana melepaskan amonium dari kompleks pertukaran ke dalam larutan tanah dan kemudian tercuci. c. Pada tanah yang tergenang secara terus menerus menghasilkan perkolasi larutan tanah ke bawah yang lebih besar daripada terjadi pada tanah yang tidak tergenangi.
6 2.3 Amelioran Pasir Pasir merupakan salah satu bahan amelioran pada tanah yang berliat tinggi. Semakin tinggi presentase pasir di dalam tanah, semakin banyak pori-pori diantara partikel tanah dan memperlancar gerakan udara dan air (Zulhaida 2002:13). Hasil penelitian Narka dan Wiyanti (1999 :11) di daerah Bali yang mencapurkan pasir ke dalam tanah Vertisol dengan taraf 0%+12,5%+25%+37,5%+50% dari berat tanah Vertisol menyimpulkan bahwa pada taraf pencampuran pasir 50% ke dalam tanah menurunkan nilai Cole, permeabilitas, indeks plastisitas, dan kadar air tersedia yang terbaik. Sebagai pembanding, Muchtar dan Soeleman (2010:141) melaporkan bahwa liat Vertisol yang ditambahkan ke tanah pasiran pesisir memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah seperti bulk density, porositas, kemantapan agregat dan permeabilitas tanah. 2.4 Amelioran Sabut Kelapa Putri dan Nurhasybi (2010 :5) menjelaskan bahwa serbuk sabut kelapa memiliki kapasitas memegang air yang tinggi (66,61%) serta kerapatan lindak yang rendah, kondisi fisik media tersebut memungkinkan akar tanaman untuk berkembang dengan baik dan memiliki pasokan air yang cukup memadai. Menurut Wuryaningsing et al. (2008:37) yang melakukan penelitian pertumbuhan tanaman hias pot Anthurium andraeanum pada media curah sabut kelapa melaporkan bahwa sifat fisiknya antara lain: mempunyai kadar air yang sangat tinggi (1.314,41%), nilai kerapatan lindak rendah (0,089%), porositas to tal tinggi (120,31%), dan nilai pori memegang air tinggi (116.6%). Sifat kimia sabut kelapa, yaitu: ph rata-rata agak masam (6,33), nilai C/N rasio sangat tinggi (98.42), nilai KTK sangat tinggi (84.28 me 100 g -1 ), dan unsur-unsur hara makro (C, N, P, K, Ca dan Mg) dalam kelas yang sangat tinggi dan cukup bervariasi. Sabut kelapa merupakan bahan organik yang mengandung K 78%, N 23%, Ca 5%, dan P 4% (Prihatin 2000:15).
7 2.5 Amelioran Sabut Batang Pisang Pelepah pisang merupakan bagian dari batang pisang yang memiliki struktur batang yang berbeda dengan tanaman berkayu, karena merupakan batang palsu yang tersusun dari pelepah-pelepah yang terbungkus dan berimpitan (Indrawati 2009:3). Hidayat (2008 :32) menyatakan bahwa rata-rata ketebalan dinding cell dari serat batang pisang setebal 1,2 µm. Lebih lanjut Indrawati (2009:3) menyatakan bahwa serat pelepah batang pisang adalah serat yang kuat dan tahan terhadap air dan pelepah pisang juga memiliki pori-pori yang saling berhubungan serta apabila kering akan menjadi bahan yang memiliki daya serap dan daya simpan tinggi. Selain itu, batang pisang mengandung unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) (Wulandari et al. 2011:79) 2.6 Pengaruh Amelioran Pasir, Sabut Kelapa, dan Sabut Batang Pisang terhadap Hasil Padi Hasil penelitian Nurdin dan Zakaria (2012:35) tentang teknologi perbaikan tanah Vertisol melalui pemberian pasir, sabut kelapa, dan sabut batang pisang serta pengaruhnya terhadap hasil padi yang dilakukan di rumah kaca menunjukan bahwa tanah Vertisol dengan great group Epiaquerts Ustic bertekstur lempung liat berdebu, permeabilitas tanahnya lambat dan mengembang mengkerutnya nyata. Selanjutnya bahan organik, N total, P tersedia dan K dapat ditukar masing-masing sangat rendah, ph tanah tergolong netral, kapasitas tukar kation sedang dan kejenuhan basa sangat tinggi. Dengan demikian, status kesuburan tanah setempat tergolong rendah. Selanjutnya, pemberian pasir sungai, dan sabut batang pisang berpengaruh nyata terhadap jumlah malai dan jumlah butir, tetapi tidak nyata pada perlakuan sabut kelapa. Pemberian pasir sungai juga berpengaruh nyata terhadap panjang malai tanaman padi, tetapi tidak nyata pada perlakuan sabut kelapa dan sabut batang pisang. Pemberian pasir pantai dan sabut kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah malai, kecuali sabut batang pisang yang nyata terhadap jumlah malai. Selanjutnya, pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang berpengaruh nyata terhadap panjang malai dan jumlah butir.
8 Paket teknologi perbaikan tanah Vertisol dengan Great Group Epiaquerts Ustic dengan introduksi pasir sungai untuk jumlah malai, yaitu pasir sungai 25%+20 ton ha -1 sabut kelapa+20 ton ha -1 sabut batang pisang ( S 1 C 2 B 2 ). Untuk panjang malai, yaitu pasir sungai 50%+10 ton ha -1 sabut kelapa+20 ton ha -1 sabut batang pisang (S 2 C 1 B 2 ). Sedangkan untuk jumlah butir, yaitu pasir sungai 50%+20 ton ha -1 sabut kelapa+20 ton ha -1 sabut batang pisang (S 2 C 2 B 2 ). Sementara dengan introduksi pasir pantai untuk jumlah malai, yaitu pasir sungai 25%+20 ton ha -1 sabut kelapa+20 ton ha -1 sabut batang pisang (P 1 C 2 B 2 ). Untuk panjang malai dan jumlah butir relatif sama, yaitu pasir sungai 50%+10 ton ha -1 sabut kelapa+20 ton ha -1 sabut batang pisang (P 2 C 1 B 2 ).