BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Antara Keergonomisan Meja dan Kursi dengan Kinerja Petugas di Tempat Pendaftaran Pasien RS PKU Aisyiyah Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Saat ini pembangunan industri menjadi salah satu andalan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan. Posisi duduk adalah posisi istirahat didukung oleh bokong atau paha di

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. khusus guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Interaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB I PENDAHULUAN. baik, salah satunya adalah fasilitas kerja yang baik dan nyaman bagi karyawan,

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas yang sering dilakukan oleh manusia Peter Vi, (2000) dalam Tarwaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERANCANGAN MEJA KURSI ERGONOMIS PADA PEMBATIK TULIS DI KELURAHAN KALINYAMAT WETAN KOTA TEGAL

HUBUNGAN TINGKAT ERGONOMI KURSI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 LENDAH KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

I.1 Latar Belakang. Gambar I.1 Data Produksi Tahun Sumber : PT.Karya Kita. Gambar I.2 Alur Proses Produksi PT.

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan

PENERAPAN KONSEP ERGONOMI DALAM DESIGN KURSI DAN MEJA BELAJAR YANG BERGUNA BAGI MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. merupakan bagian pinggang atau yang ada di dekat pinggang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

HALAMAN JUDULN ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

ANALISIS ASPEK ERGONOMI SORTASI AKHIR PADA PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DI PT. J. A. WATTIE PERKEBUNAN DURJO JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. sakit akibat pekerjaanya itu, baik itu berupa cedera, luka-luka atau bahkan

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya,baik

BAB I PENDAHULUAN. pada perindustrian kecil masih menggunakan dan mempertahankan mesin

BAB I PENDAHULUAN. Mereka dituntut membuat gambar perencanaan gedung sesuai dengan konsep dan

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN TEMPAT PENCELUP UNTUK PROSES PEWARNAAN BENANG TENUN (STUDI KASUS : Di IKM Tenun Ikat MEDALI MAS )

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN. ini semuanya adalah perempuan. Oleh karena itu, variabel jenis kelamin pada

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI DESA SAWAHAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan perangkat komputer dalam menyelesaikan pekerjaan di

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB VI PEMBAHASAN. Ukuran Lukisan Berbeda Dalam Sebuah Ruang Pameran Terhadap Kelelahan

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja. negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan)

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik

PERANCANGAN ALAT PEMINTAL BENANG ERGONOMIS KERAJINAN TENUN IKAT

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin Adanya perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang. Secara universal, tingkat produktivitas laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dimiliki oleh perempuan seperti fisik yang kurang kuat, dalam bekerja cenderung menggunakan perasaan atau faktor biologis seperti harus cuti ketika melahirkan. Namun dalam keadaan tertentu terkadang produktivitas perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, misalnya pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran (Amron, 2009). Walaupun laki-laki lebih memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dibanding perempuan dalam hal pekerjaan yang menggunakan fisik yang kuat, perempuan memiliki produktivitas kerja yang lebih tinggi dibanding laki-laki dalam pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran seperti membatik. Jadi pada penelitian ini perempuan memiliki produktivitas kerja yang lebih tinggi daripada laki-laki dalam pekerjaan membatik. Berdasarkan penelitian ini semua responden berjenis kelamin perempuan yang artinya jenis kelamin telah bersifat homogen sehingga apabila dilakukan uji statistik untuk mengetahui perbedaan produktivitas 41

42 kerja yang disebabkan oleh jenis kelamin dapat dipastikan hasil uji tidak signifikan. Hal ini tidak sejalan dengan Suma mur (2014) dimana produktivitas kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin. 2. Umur Berdasarkan penelitian ini semua responden tergolong dalam umur produktif. Menurut Simanjuntak (1985) produktivitas kerja akan meningkat seiring dengan pertumbuhan usia dan kemudian cenderung menurun kembali menjelang usia tua, karena fisik yang semakin lemah. Pekerja yang lebih muda cenderung memiliki ketidakberdayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua, hal ini dikarenakan pekerja yang lebih tua cenderung lebih stabil, lebih matang, mempunyai pandangan yang lebih seimbang terhadap kehidupan sehingga tidak mudah mengalami tekanan mental ketidakberdayaan dalam pekerjaan. Jadi dalam penelitian ini responden yang berada dalam umur produktif mempunyai produktivitas kerja yang tinggi karena tidak termasuk dalam kategori yang lebih muda dan pekerja yang lebih tua. Berdasarkan penelitian ini semua responden memiliki umur yang produktif, yang artinya umur telah bersifat homogen sehingga apabila dilakukan uji statistik untuk mengetahui perbedaan produktivitas kerja yang disebabkan oleh umur dapat dipastikan hasil uji tidak signifikan. Hal ini tidak sejalan dengan Suma mur (2014) dimana produktivitas kerja dipengaruhi oleh umur. 3. Masa Kerja

43 Berdasarkan penelitian ini masa kerja responden paling banyak adalah diatas 3 tahun. Masa kerja diatas 3 tahun termasuk dalam kategori masa kerja lama sehingga telah memiliki pengalaman kerja yang cukup diimbangi dengan keterampilan dan keahlian. (Andrianto, 2014; Handoko, 2007). Menurut Siagian (2008) bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Orang baru mulai bekerja kurang berpengalaman dan biasanya memiliki produktivitas yang rendah pula (Simanjuntak, 1985). Jadi pada penelitian ini responden pada masa kerja lama yaitu diatas 3 tahun telah cukup memiliki keterampilan dan keahlian sehingga produktivitas yang tinggi. Berdasarkan penelitian ini masa kerja tidak dikendalikan, sehingga masih bersifat heterogen. Uji statistik Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan produktivitas kerja yang disebabkan oleh masa kerja. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,039 yang berarti terdapat perbedaan produktivitas kerja terhadap masa kerja. Hal ini sejalan dengan Suma mur (2014) dimana produktivitas kerja dipengaruhi oleh masa kerja. 4. Tingkat Pendidikan Berdasarkan penelitian ini responden paling banyak memiliki tingkat pendidikan SD. Hal ini tidak sejalan dengan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga tingkat produktivitas atau kinerja tenaga tersebut (Simanjuntak, 1985). Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan formal maupun informal yang lebih tinggi akan

44 mempunyai wawasan yang lebih luas. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas akan mendorong tenaga kerja yang bersangkutan melakukan tindakan yang produktif (Kurniawan, 2010). Jadi pada penelitian ini responden yang memiliki tingkat pendidikan SD lebih memiliki produktivitas kerja yang tinggi apabila dibandingkan dengan responden yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan dalam pekerjaan membatik tidak hanya dibutuhkan pendidikan tetapi juga diperlukan keterampilan dan keahlian. Berdasarkan penelitian ini tingkat pendidikan tidak dikendalikan sehingga masih bersifat heterogen. Uji statistik Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan produktivitas kerja yang disebabkan oleh tingkat pendidikan. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,963 yang berarti tidak ada perbedaan produktivitas kerja terhadap tingkat pendidikan. Hal ini tidak sejalan dengan Boediono (2003) dimana produktivitas kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. 5. Keterampilan Berdasarkan penelitian ini semua responden telah memiliki keterampilan dalam membatik. Pembatik tulis dikatakan terampil apabila bekerja pada bagian mencanting. Pekerja akan menjadi lebih terampil bila mempunyai kecakapan dan pengalaman yang cukup, pekerja yang bekerja dengan cara kerja yang lebih baik akan menggunakan fasilitas kerja dengan baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitasnya (Boediono, 2003). Jadi pada penelitian ini responden telah memiliki keterampilan

45 untuk menggunakan fasilitas kerja dengan baik dan memiliki pengalaman kerja yang dapat meningkatkan produktivitas kerja. Berdasarkan penelitian ini semua responden memiliki keterampilan dalam membatik, yang artinya keterampilan telah bersifat homogen sehingga apabila dilakukan uji statistik untuk mengetahui perbedaan produktivitas kerja yang disebabkan oleh keterampilan dapat dipastikan hasil uji tidak signifikan. Hal ini tidak sejalan dengan Boediono (2003) dimana produktivitas kerja dipengaruhi oleh keterampilan. B. Perbedaan Penggunaan Kursi Kerja Ergonomis dan Kursi Kerja Tidak Ergonomis terhadap Produktivitas Kerja Pada penelitian ini didapatkan hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan nilai p value = 0,002 atau p 0,05 yang memiliki arti bahwa ada perbedaan yang signifikan antara produktivitas kerja pada responden yang menggunakan kursi kerja ergonomis dan kursi kerja tidak ergonomis di Industri Batik Masaran Sragen. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adiatmika dkk (2007) tentang perbaikan kondisi kerja dengan pendekatan ergonomi total menunjukkan bahwa ada penurunan keluhan muskuloskeletal 5,53% dan penurunan kelelahan 67,9% secara bermakna (p<0,05). Produktivitas karyawan meningkat 61,36% dan penghasilan perajin meningkat 55,29% secara bermakna (p<0,05). Perbedaan kursi kerja ergonomis dan kursi kerja tidak ergonomis di industri batik Masaran adalah bagian sandaran tempat duduk, dan lebar

46 landasan tempat duduk, panjang landasan tempat duduk dan tinggi kaki kursi. Bagian sandaran tempat duduk hanya terdapat di kursi kerja ergonomis. Lebar landasan tempat duduk kursi kerja ergonomis dan kursi kerja tidak ergonomis memiliki selisih 7,5 cm. Panjang landasan tempat duduk kursi kerja ergonomis dan kursi kerja tidak ergonomis memiliki selisih 9,2 cm. Selisih tinggi kursi kerja ergonomis dan kursi kerja tidak ergonomis adalah 6 cm. Kursi kerja tidak ergonomis tidak memiliki sandaran punggung. Hal ini menyebabkan bagian tubuh terlalu kedepan untuk memajukan posisi duduknya. Sandaran punggung (belakang) akan membantu dalam menjaga keseimbangan posisi duduk. Dalam pendesainan diharapkan sedapat mungkin sandaran punggung ini disesuaikan/mendekati kontur tulang belakang (Kholik, 2002). Selain itu kursi harus dilengkapi dengan sandaran pinggang. Sandaran pinggang tidak boleh terlalu tinggi, karena dapat menyebabkan gerakan bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman (Panero dkk, 2003). Lebar dan panjang landasan kursi kerja tidak ergonomis tidak dirancang sesuai dengan pinggul dan paha pekerja. Lebar kursi ditentukan dengan tujuan untuk memberikan penyangga pada pinggul sehingga perlu dibuat agak lebar untuk memberikan perasaan nyaman pada pemakainya. Lebar kursi diukur dari tepi pinggul ke tepi lainnya dengan menambah kelonggaran dari ketebalan pakaian. Panjang alas duduk tidak mengganggu/menghambat aktivitas yang dilakukan oleh pengguna kursi (Kholik, 2002). Selain itu, landasan kursi kerja tidak ergonomis tidak menggunakan bahan yang nyaman sehingga pekerja cepat lelah ketika duduk.

47 Bagian tinggi kaki kursi tidak ergonomis terlalu pendek sehingga pekerja bekerja secara membungkuk dengan kaki yang ditekuk. Tinggi kursi sebaiknya dirancang sesuai dengan ketinggian alas duduk dari pekerja yang akan menggunakannya. Hal ini penting karena ukuran kursi yang tidak tepat akan berakibat kurang baik terhadap pemakainya baik dari segi desain maupun kesehatan, yang akan dapat mengakibatkan sirkulasi darah terganggu dan kaki cepat lelah (Kholik, 2002). Data produktivitas kerja pada responden yang menggunakan kursi kerja ergonomis lebih banyak daripada responden yang menggunakan kursi kerja tidak ergonomis. Hal ini dikarenakan kursi kerja ergonomis akan mampu memberikan sikap kerja yang alamiah dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Apabila pekerja merasakan bahwa kursinya nyaman, maka kelelahan baik keluhan musculoskeletal disorder akan berkurang. Kelelahan kerja yang berkurang dapat membuat sedikit kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja pekerjapun akan meningkat sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat dengan kata lain produktivitas kerja pekerja akan meningkat (Nurmianto, 2004). Perancangan kursi kerja yang tidak ergonomis mengakibatkan postur kerja yang salah mengakibatkan keluhan otot atau muskuloskeletal disorder dan kelelahan dini (Sanjaya, 2013). Kursi kerja yang buruk adalah penyebab kerja otot statis dan sikap kerja yang tidak alamiah. Pemakaian kursi yang tepat tidak menyebabkan keluhan-keluhan pada pekerja. Pada umumnya keluhankeluhan yang terutama adalah sakit pinggang, sakit di leher dan bahu dan pada

48 lengan dan tangan (Suma mur, 1987). Keluhan-keluhan tersebut disebut dengan keluhan muskuloskeletal disorder. Level keluhan muskuloskeletal dari yang paling ringan hingga paling berat akan mengganggu konsentrasi dalam bekerja, menimbulkan kelelahan dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas (Tarwaka, 2010). Produktivitas kerja juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor lainnya, seperti jenis kelamin, umur, masa kerja, tingkat pendidikan dan keterampilan. Pada penelitian ini faktor jenis kelamin, umur dan keterampilan telah terkendali, sehingga tidak mempengaruhi perbedaan produktivitas kerja. Sedangkan masa kerja dan tingkat pendidikan belum terkendali sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap perbedaan produktivitas kerja. Masa kerja dalam penelitian mempengaruhi perbedaan produktivitas kerja akan tetapi nilai probabilitas lebih besar dari kursi kerja, sedangkan tingkat pendidikan tidak mempengaruhi perbedaan produktivitas kerja. Sehingga dalam penelitian ini, kursi kerja mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perbedaan produktivitas kerja. Akan tetapi terdapat faktor-faktor produktivitas kerja pada penelitian ini yang belum diteliti seperti pekerjaan yang menarik dan sikap mental, sehingga faktor-faktor tersebut mungkin dapat lebih mempengaruhi produktivitas kerja. Dalam penyusunan penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan, antara lain adalah : 1. Faktor-faktor produktivitas kerja seperti pekerjaan yang menarik dan sikap mental tidak diteliti.

49 2. Jumlah sampel tenaga kerja tergantung pada musim panen, saat musim panen maka jumlah sampel tenaga kerja sedikit. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja lebih memilih bekerja di sawah daripada bekerja membatik. 3. Tenaga kerja yang bersifat borongan dimana tenaga kerja mengambil kain batik untuk dikerjakan dirumah, sehingga tidak semua tenaga kerja bekerja di tempat industri batik. Hal ini membuat jumlah sampel tenaga kerja sedikit. 4. Industri batik yang telah menggunakan kursi kerja ergonomis masih sedikit sehingga untuk mencari sampel yang menggunakan kursi kerja ergonomis masih sulit. 5. Produktivitas kerja tidak dapat dihitung menggunakan penghasilan tidak dapat dilakukan karena pekerja dari satu industri batik dengan industri batik lain memiliki harga perkain yang berbeda.