2.1.1 Penentuan Debit Dalam merancang PLTM salah satu data penunjang yang diperlukan adalah data hidrologi. Data hidrologi yang diperlukan adalah debi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI III UMUM

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous

BAB III LANDASAN TEORI. (DAS) dan melakukan analisis debit andalan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SESSION 8 HYDRO POWER PLANT. 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA

1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN

BAB IV ANALISA HASIL

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik Tenaga Angin,

SURVEY POTENSI PLTM KANANGGAR DAN PLTM NGGONGI

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Makalah Pembangkit listrik tenaga air

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

STUDI PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI DESA GUNUNG RINTIH KECAMATAN STM HILIR KABUPATEN DELI SERDANG

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing... ii. Lembar Pernyataan Keaslian... iii. Lembar Pengesahan Penguji...

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

a. Turbin Impuls Turbin impuls adalah turbin air yang cara kerjanya merubah seluruh energi air(yang terdiri dari energi potensial + tekanan +

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT

BAB VI STUDI OPTIMASI

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dasar Teori Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO (PLTM) PALUMBUNGAN, PURBALINGGA Design of Mini Hydro Power Plant at Palumbungan, Purbalingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI SALURAN IRIGASI MATARAM

Survei, Investigasi dan Disain Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi NusaTenggara Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

PERENCANAAN PUSAT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO PERKEBUNAN ZEELANDIA PTPN XII JEMBER DENGAN MEMANFAATKAN ALIRAN KALI SUKO

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 1.1 KETERSEDIAAN DEBIT AIR PLTM CILEUNCA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan listrik menjadi masalah yang tidak ada habisnya. Listrik menjadi

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

BAB I PENGUJIAN TURBIN AIR FRANCIS

PERENCANAAN BENDUNG TETAP DI DESA NGETOS KECAMATAN NGETOS KABUPATEN NGANJUK

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

BAB III PENGUMPULAN DATA DAN PEMBUATAN RANCANG BANGUN SIMULATOR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH)

BAB II LANDASAN TEORI

I. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat sebagai sumber energi untuk berbagai kegiatan seperti penerangan,

JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN BENDUNG MRICAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

LAPORAN SURVEY DAN INVESTIGASI REHABILITASI PLTMH TENGA PLTMH TENGA. PLN (Persero) WILAYAH SULAWESI UTARA, TENGGARA DAN GORONTALO

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Batasan Masalah Maksud dan Tujuan Sistematika Penyajian Laporan...

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DIMENSI HIDROLIS BANGUNAN AIR BENDUNG PADA SUNGAI MANAU JAMBI

PENERAPAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI DESA HUKURILA KOTA AMBON UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

STUDI PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI SUNGAI JUJU DESA MUWUN KABUPATEN MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

BAB IV DESAIN STRUKTUR MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLTMH JORONG AIA ANGEK

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Sistem Kerja Pompa Torak Menggunakan Tenaga Angin. sebagai penggerak mekanik melalui unit transmisi mekanik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

BAB IV METODE PENELITIAN

PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG

BAB III METODOLOGI. 2. Mengumpulkan data, yaitu data primer dan data sekunder

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Pembangkit listrik kecil yang dapat menggunakan tenaga air pada saluran

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

Kajian Kelayakan Ekonomis Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Gunung Sawur 1 dan Gunung Sawur 2 Di Lumjang

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

ANALISA KELAYAKAN BANGUNAN PENGENDALI BANJIR DI DAS BENGAWAN SOLO HILIR PLANGWOT - SEDAYU LAWAS KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR

BAB IV HASIL ANALISIS. Ketinggian jatuh air merupakan tinggi vertikal dimana air mengalir dari atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikrohidro hanyalah sebuah istilah. Mikro artinya kecil sedangkan Hidro

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari

ANALISIS SKEMA PLTM DAN STUDI OPTIMASI

BAB III LANDASAN TEORI

LAPORAN TUGAS SARJANA

BAB II LANDASAN TEORI

TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

Transkripsi:

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PLTM adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi potensial air untuk membangkitkan energi listrik. PLTM bekerja dengan cara menjatuhkan air dengan debit tertentu dari ketinggian tertentu, kemudian air tersebut menggerakkan kincir/turbin yang ada di dalam rumah pembangkit (powerhouse). Selanjutnya putaran turbin tersebut akan menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik, kemudian listrik yang dihasilkan dialirkan melalui kabel ke rumah-rumah. Gambar berikut mengilustrasikan cara kerja dari PLTM. Gambar 2.1 Cara Kerja PLTM Secara Sederhana Untuk membangun PLTM di suatu daerah terdapat persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu terdapat sumber air yang cukup untuk dimanfaatkan dan terdapat lokasi dengan tinggi jatuh air yang cukup. 2.1 Debit dan Head Dalam merancang PLTM, aspek penting yang harus diperhitungkan adalah besaran debit dan head. II-1

2.1.1 Penentuan Debit Dalam merancang PLTM salah satu data penunjang yang diperlukan adalah data hidrologi. Data hidrologi yang diperlukan adalah debit banjir dan debit andalan. Untuk mendapatkan kedua debit tersebut diperlukan data curah hujan, data topografi, dan data klimatologi. Data curah hujan diambil dari stasiun curah hujan terdekat dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian atau data curah hujan bulanan yang diambil dalam beberapa tahun pengamatan. Semakin banyak tahun pengamatannya maka tingkat keakuratannya semakin tinggi. Data curah hujan ini digunakan untuk mendapatkan limpasan langsung dan debit banjir rencana. Data klimatologi diambil dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) di daerah tersebut. Dalam siklus hidrologi terdapat fase di mana air di bumi menguap menjadi gumpalan uap air yang disebut awan. Proses penguapan ini disebut evapotranspirasi. Data klimatologi digunakan untuk menghitung besarnya evapotranspirasi ini. Data curah hujan dan data klimatologi yang sudah didapat lalu digabungkan dengan data topografi untuk kemudian diolah. Dari pengolahan ini kemudian didapat debit banjir dan debit andalan. Debit andalan diperoleh untuk menentukan debit perencanaan pembangkit dan untuk menentukan dimensi hidrolis dari bangunan PLTM. Debit banjir diperoleh untuk perhitungan penentuan elevasi aman dan sebagai dasar system pembebanan perhitungan struktur dan stabilitas air. II-2

2.1.2 Penentuan Head Aspek topografi diperlukan untuk mengetahui elevasi suatu daerah, keadaan kontur daerah, kemiringan lahan, luas DAS, dan lain-lain. Dalam merancang PLTM, aspek topografi dipergunakan untuk mendapatkan luas DAS, tinggi tekan pengoperasian (head), dan lokasi dari PLTM. DAS adalah daerah tempat hujan mengkonsentrasi ke sungai. Luas DAS diperkirakan dengan pengukuran daerah tersebut menggunakan peta topografi (Bakosurtanal anal 1:50.000). (Sosrodarsono 1978) Head adalah alah perbedaan elevasi muka air antara bendung dengan tailrace. Pengukuran head dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran lapangan menggunakan altimeter dan pressure gauge serta pengukuran pada peta topografi (Bakosurtanal1:50.000). anal1:50.000). Dalam menentukan head penting untuk memperhitungkan kehilangan energi di setiap komponen PLTM. Berdasarkan skemanya, head diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu: (Penche 1998) 1. Head tinggi : 100m lebih. 2. Head menengah : 30 m - 100 m. 3. Head rendah : 2 m - 30 m. 2.2 Pemilihan Skema/LayoutPLTM Penentuan lokasi dan skema PLTM didapat dari pembacaan peta topografi (Bakosurtanal 1:50.000). Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika menentukan lokasi PLTM yang cocok, di antaranya: 1. Lokasi PLTM yang dipilih harus memiliki head maksimal agar meminimalisasi tinggi pembendungan sungai. II-3

2. Lokasi PLTM jangan terlalu jauh dari jariangan 20KVa, karena jarak pemasangan jaringan listriknya akan panjang. 3. Lokasi PLTM sebaiknya menghindari daerah yang berbukit-bukit, jurang yang curam, dan lain-lain agar mempermudah saat pelaksanaan konstruksi. 4. Lokasi PLTM sebaiknya dicari lokasi yang minimal penggalian maupun pengurugan, karena penggalian dan pengurugan yang terlalu dalam dan tinggi menyebabkan tanah disekitarnya menjadi kurang stabil. Dalam suatu skema PLTM seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 terdapat beberapa komponen penunjang yang penting. Komponen-komponen penting tersebut adalah bendung (weir), Trash rack,bangunan pengambilan (intake), kantong lumpur (sand trap), saluran pembawa (headrace),bak penenang (headtank)pipa pesat (penstock), rumah pembangkit (powerhouse), dan saluran pembuang (tailrace). Gambar 2.2 Contoh Skema PLTM II-4

2.3 Kehilangan Energi (Headloss) Sepanjang skema PLTM, air akan mengalami kehilangan energy akibat adanya gesekan, perubahan penampang, dan lain-lain. Hal tersebut penting untuk dihitung, karena kehilangan energy merupakan factor penentu dari energy yang dihasilkan.adapun hubungan antara kehilangan energy dannet headsebagai berikut: Net head = gross head kehilangan energy Net head ditentukan berdasarkan gross head dikurangi dengan kehilangan energi sepanjang skema (bendung-powerhouse). Kehilangan n energy dibagi menjadi dua, yaitu kehilangan energy mayor dan minor. Adapun rumus kehilangan energy akan dijelaskan pada subbab berikut. 2.3.1 Kehilangan Energi Mayor Kehilangan n energi mayor adalah kehilangan energi akibat gesekan. Kehilangan energi akibat gesekan diperoleh dari rumus Darcy-Weisbach. h friksi = f L D Headrace Headrace 2 v 2 g... (1) Dengan: h friksi = kehilangan energi akibat gesekan aliran dalam pipa f =koefisien gesekan berdasarkan diagram Moody L Headrace = panjang headrace (m) v =kecepatan rata-rata (m/s) R e v D = g = percepatan gravitasi (m/s 2 ) D Headrace = diameter headrace (m)... (2) II-5

Dengan: R e = bilangan Reynolds v d =kecepatan rata-rata aliran (m/s) = diameter bagian dalam dari pipa (m) = kekentalan kinematik (m 2 /s) untuk air pada suhu 10 C = 1,31 10-6 m 2 /s untuk air pada suhu 20 C = 1,00 10-6 m 2 /s Untuk nilai f diperoleh dari hubungan R e dan D e pada diagram Moody. Diagram Moody ditunjukkan padagambar 2.3, R e, dan nilai e dapat dilihat padatabel 2.1. Nilai R e yang diperoleh dapat menentukan jenis aliran dalam penstock,yaitu: 1. R e 2000 jenis aliran laminar. 2. 2000<R00<R e 4000 jenis aliran transisi. 3. R e >4000 jenis aliran turbulen. Tabel 2.1 Nilai e Berdasarkan Material Material Pipa e (mm) Polyethylene 0,003 Fiberglas with epoxy 0,003 Seamless commercial steel (new) 0,025 Seamless commercial steel (light rust) 0,250 Seamless commercial steel (galvanised) 0,150 Welded steel 0,600 Cast iron (enamel coated) 0,120 Asbestos cement 0,025 Wood stave 0,600 Concrete (steel forms, with smooth joints) 0,180 II-6

Gambar 2.3 Diagram Moody 2.3.2 Kehilangan Energi Minor Kehilangan n energi minor secara umum diperoleh dari persamaan berikut: H l 2 v = k 2 g... (3) Dimana: H L = kehilangan energi minor (m) H L v =kecepatan aliran (m/s) g =percepatan gravitasi (m/s 2 ) k =koefisien kehilangan energi Kehilangan energi minor dapat terjadi akibat belokan, pelebaran penampang, penyempitan penampang, ataupun akibat adanya valve. Perbedaaannya terletak pada koefisien "k", dimana nilainya tergantung dari penyebab kehilangan energi minornya. Berikut koefisien kehilangan energi minor sepanjang skema: II-7

2.3.2.1 Koefisien Kehilangan Energi Pada Trashrack Trash rack merupakan salah satu komponen dalam skema PLTM yang berfungsi untuk mencegah masuknya benda-benda terapung ke dalam skema PLTM. Hal penting yang perlu diperhitungkan dengan penggunaan trash rack adalah menghitung kehilangan energinya. Berikut adalah rumus untuk menghitung kehilangan energi pada trash rack. v 0 = 1 b + a Q 1. K1 a S sin... (4) Dengan: v o = kecepatan mendekati trash rack, sekitar 0,6 1,5 m/s v o Q =debit andalan (m 3 /s) S =luas trash rack yang terbenam dalam air (m 2 ) b a K 1 = tebal batang (m) = jarak antar batang (m) = koefisien dari penutupan trash rack sebagian = 0,2 0,3 penutup tidak otomatis = 0,4 0,6 penutup otomatis yang diprogram jam jaman = 0,8 0,85 penutup otomatis dengan sensor terhadap tekanan yang berbeda-beda = sudut trash rack terhadap garis horizontal (o) h t = K t. t b 4 3 2 v. o.sin 2 g... (5) Dengan: ht = kehilangan energi pada trash rack (m) vo = kecepatan mendekati trash rack, sekitar 0,6 1,5 m/s II-8

Kt = koefisien bentuk batang = 2,4untuk bentuk batang persegi = 1,8 untuk bentuk batang bulat t b g =ketebalan batang (m) =jarak antar batang (m) =percepatan gravitasi (9,81 m/s2) = sudut trash rack terhadap garis horizontal (o) Gambar 2.4 Penampang Trash Rack (Penche 1998) 2.3.2.2 Koefisien Kehilangan energi ketika masuk inlet headrace k = 0, 8 h L 2 v = k 2 g Dengan: h L = kehilangan energi ketika masuk inlet headrace (m) k v = koefisien kehilangan energi = kecepatan rata-rata (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s 2 ) 2.3.2.3 Perbesaran/ekspansi Penampang A. Perbesaran Mendadak Rumus kehilangan energi pada perbesaran penampang mendadak: II-9

dimana: K = koefisien kehilangan energi sekunder akibat perbesaran/ekspansi penampang A 1 = luas penampang awal (m 2 ) A 2 = luas penampang akhir/setelah perbesaran (m 2 ) B. Perbesaran Berangsur-angsur Rumus kehilangan energi pada perbesaran penampang berangsur-angsur: Nilai K merupakan fungsi dari sudut perbesaran penampang seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Tabel 2.2 Nilai K pada Penampang Berangsur-angsur (Triatmodjo, 2008) 10 o 20 o 30 o 40 o 50 o 60 o 75 o K 0.078 0.31 0.49 0.60 0.67 0.72 0.72 2.3.2.4 Pengecilan/Kontraksi Penampang Rumus kehilangan energi pada pengecilan penampang mendadak: II-10

dimana: K = koefisien kehilangan energi sekunder akibat pengecilan/kontraksi penampang A c = luas penampang vena contracta (m 2 ) A 2 = luas penampang akhir/setelah vena contracta (m 2 ) 2.3.2.5 Inlet Pipa Rumus kehilangan energi pada lobang pemasukkan dari kolam ke pipa: Nilai K tergantung pada jenis inlet pipa seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 2.5 Koefisien K untuk Inlet Pipa (Triatmodjo, 2008) II-11

2.3.2.6 Belokan Pipa Rumus kehilangan energi sekunder akibat belokan pada pipa: Tabel 2.3 Koefisien Kb sebagai fungsi sudut belokan (Triatmodjo, 2008) 20 o 40 o 60 o 80 o 90 o K b 0.05 0.14 0.36 0.74 0.98 Tabel 2.4 Koefisien Kb sebagai fungsi R/D (Triatmodjo, 2008) R/D 1 2 4 6 10 16 20 K b 0.35 0.19 0.17 0.22 0.32 0.38 0.42 2.3.2.7 Pipe Fitting Kehilangan energy pada komponen pipa. II-12

Tabel 2.5 Koefisien K sebagai fungsi pada pipe fitting 2.4 Bangunan Sipil 2.4.1 Bendung dan Peredam Energi Bendung adalah bangunan yang berfungsi untuk menaikanelevasi muka air sungai. Pada umumnya bendung yang ideal memenuhi beberapa kondisi di bawah ini, yaitu: 1. Aliran banjir harus dilimpahkan dari bendung tanpa membanjiri daerah hulu bendung. 2. Energi berlebihan dari air yang mengalir melewati bendung harus dihilangkan di peredam energi agar tidak membahayakan stabilitas II-13

bendung, dasar sungai, dan gerusan di hilir. Pada perancangan PLTM bendung digunakan sebagai patokan dari elevasi puncak head. Berikut adalah rumus-rumus yang digunakan dalam perencanaan bendung dan Gambar 2.5 menunjukkan lebar efektif bendung. (KP-02, 1986) Q = 2. C 3 d. b 2. g. H 3 1, 5... (6) Dengan: Q = debit banjir rencana (m/s) C d = koefisien debit (C d =C o C 1 C 2 ) b =lebar mercu (m) g = percepatan gravitasi (9,81 m/s 2 ) H =tinggi energi di atas mercu (m) B e =B2(n K p +K a )H... (7) Dengan B e = lebar efektif mercu (m) B e B n = lebar mercu yang sebenarnya (m) = jumlah pilar K p = koefisien kontraksi pilar, ditunjukkan pada Tabel 2.4 K p K a = koefisien kontraksi pangkal bendung, ditunjukkan pada Tabel 2.4 K a H =tinggi energi (m) Gambar 2.6 Lebar Efektif Mercu (KP-02 1986) II-14

Tabel 2.6 Harga Koefisien Kontraksi Sumber: KP-02, 1986 Perencanaan suatu bendung biasanya berkaitan dengan peredam energi. Peredam energi adalah alah bangunan yang dipasang setelah mercu yang berfungsi sebagai berikut: 1. Menghindari gerusan di hilir akibat loncat air dengan meredamnya pada lantai peredam. 2. Melindungi lantai sungai pegunungan yang membawa batu-batu besar. Ada beberapa macam peredam energi, di antaranya bak tenggelam, Vlugter, Schoklitch, USER, MDO, MDS,dan MDL. Pemilihan tipe peredam energi bergantung pada topografi daerah, morfologi sungai, dan angkutan yang dibawa oleh sungai. Pada perhitungan peredam energi dianjurkan untuk menentukan ke dalaman air hilir berdasarkan perkiraan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di masa datang. Pada tugas akhir ini peredam energi menggunakan tipe bak tenggelam, karena sungai berada di daerah pegunungan dan cenderung sungai membawa batu-batu besar. Peredam energi tipe bak tenggelam menggunakan jari-jari minimum bak II-15

yang diizinkan (R min ) dan batas minimum tinggi air hilir (T min ) dalam menentukan dimensinya. Perhitungan peredam energi tipe bak tenggelam menggunakan grafik untuk mendapatkan dimensi-dimensinya yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7. Untuk penampang dari tipe bak tenggelam ditunjukkan pada Gambar 2.8. (KP-02 1986) h c = 3 2 q g... (8) Dengan: h c = ke dalaman air kritis (m) h c q =debit per lebar satuan (m 3 /s.m) g = percepatan gravitasi (9,81 m/s 2 ) Gambar 2.7 Jari-Jari Minimum Bak (KP-02 1986) Gambar 2.8 Batas Minimum Tinggi Air di Hilir (KP-02 1986) II-16

Gambar 2.9 Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam (KP-02 1986) Trash rack merupakan salah satu komponen dalam skema PLTM yang berfungsi untuk mencegah masuknya benda-benda terapung ke dalam skema PLTM. Pada tugas akhir ini trash rack ditaruh di depan pintu intake agar sampah tidak dapat masuk ke dalam skema PLTM. 2.4.2 Bangunan Pengambilan (intake) dan Bangunan Pembilas Intake adalah alah bangunan sipil yang berfungsi untuk mengontrol air dengan debit tertentu, membelokan air ke dalam saluran, mengurangi sedimen, sampah, dan benda mengapung lain yang akan masuk ke dalam saluran. Pada prinsipnya pembangunan intake sebisa mungkin dihindari pada bagian dalam belokan sungai karena rentan terhadap sedimen, sebagai alternatif intake dapat dibangun di bagian sungai yang relatif lurus dan di bagian luar belokan sungai. Pada tugas akhir ini digunakan intake dengan bendung melintang, yaitu tinggi air di sungai ditingkatkan dengan bendung yang melintang sehingga ada aliran yang cukup memasuki intake sepanjang tahun terutama pada saat debit sungai rendah. Di bagian depan Intake dilengkapi dengan pintu bilas yang berfungsi untuk menggelontorkan endapan sedimen yang mungkin masuk ke dalam intake. II-17

Caranya dengan membuka pintu pembilas secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di depan pintu pengambilan. Dalam perencanaan sebuah intake dan pintu bilas terdapat beberapa ketentuan, di antaranya: 1. Kecepatan masuk air ke dalam intake diasumsikan sebesar 1-2 m/s yang merupakan besaran perencanaan normal. 2. Elevasi ambang intake ditentukan dari tinggi dasar sungai, direncanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 0,5 m jika sungai hanya mengangkut lanau, 1m jika sungai mengangkut pasir dan kerikil, dan 1,5 m jika sungai mengangkut batu-batu bongkah. 3. Lebar bangunan pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk pilar-pilarnya, hal ini ditentukan berdasarkan pengalaman yang banyak diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang telah dibangun. (KP-02 1986) Berikut rumus untuk perencanaan pintu pengambilan dan Gambar 2.10 menunjukkan kan penampang intake. (KP-02 1986) Q =. b. a 2. g. z... (9) Dengan: Q = debit rencana (m 3 /s) b a = lebar bukaan pintu (m) = tinggi bukaan pintu intake (m) g = percepatan gravitasi (9,81 m/s 2 ) z = kehilangan tinggi energi pada bukaan pintu (m) µ =koefisien debit, untuk bukaan di bawah permukaan air dengan kehilangan tinggi energi kecil, µ =0,8 II-18

Gambar 2.10 Penampang Intake (KP-02 1986) 2.4.3 Kantong Lumpur (Sand Trap) Kantong Lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran dengan bagian dasar saluran diperdalam dan diperlebar. Pada perencanaan PLTM kantong lumpur berfungsi mencegah masuknya sedimen ke saluran utama, penstock, dan turbin. Oleh karena itu kantong lumpur direncanakan persis di belakang pintu intake. (KP-02 1986) Kantong lumpur perlu dibersihkan tiap jangka waktu tertentu dengan cara membilas sedimen kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi, oleh karena itu perlu direncanakan pintu pembilas. Kecepatan dalam saluran pembilas direncanakan 1-2 m/s dan debit pembilasan diambil 20% lebih besar dari debit normal pengambilan. (KP-02 1986) Dimensi kantong lumpur tergantung dari berapa banyak sedimen yang perlu diendapkan. Selain itu kecepatan di kantong lumpur hendaknya tersebar merata dan cukup rendah sehingga sedimentasi dapat tersebar merata dan partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi. Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perencanaan kantong lumpur dan Gambar 2.11menunjukkan penampang kantong lumpur. (KP-02 1986) II-19

L > 8 B... (10) Q L. B = w... (11) Q L > 8 w... (12) Dengan: L = panjang kantong lumpur (m) B Q w = lebar kantong lumpur (m) = debit saluran (m 3 /s) = kecepatan endap partikel sedimen (m/s), ditunjukkan gambar berikut. Tabel 2.7 Kecepatan Endap Sedimen Particle Diameter (mm) 0.3 0.4 0.5 0.7 1.0 Kecepatan Endap Sedimen (mm/s) 45 60 70 95 120 Gambar 2.11 Penampang Kantong Lumpur (KP-02 1986) 2.4.4 Saluran Pembawa (Headrace) Desain headrace didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu nilai ekonomis yang tinggi, efisiensi fungsi, keamanan, kemudahan dalam pengerjaan, kemudahan dalam pemeliharaan, dan kehilangan energi yang kecil.headrace dapat dibuat dengan pipa atau dengan saluran terbuka, tergantung dari keadaan kontur daerah II-20

tersebut. Headrace dihitung dengan asumsi aliran seragam menggunakan rumus Manning.... (13) dimana: v=kecapatan aliran (m/s) R=radius hidraulik (m) n = koefisien Manning S=kemiringan energi 2.4.5 Bak Penenang Headtank dirancang untuk mendapatkan aliran air yang stabil sebelum masuk ke pipa pesat. Headtank dirancang dengan pelimpah samping dan saluran pembuang untuk mengantisipasi sudden turbine trip. Disamping itu headtank juga didesain agar pada inlet penstock tidak terjadi vortex. Agar tidak terjadi vortex maka sisi atas penstock harus terendam sesuai dengan ketentuan berikut:... (14) Dimana: S=jarak muka air headtank dengan puncak tertinggi penstock (m) v=kecepatan air di penstock (m/s) D=diameter penstock (m) Sketsa headtank ditunjukkan pada gambar berikut. II-21

Gambar 2.12 Sketsa Headtank 2.4.6 Pipa Pesat (Penstock) Penstock adalah pipa yang membawa air dari headtankke k arah mesin turbin. Hal penting yang perlu diperhitungkan dalam merancang suatu penstock adalah besarnya kehilangan energi yang mungkin terjadi. Kehilangan energi dapat terjadi karena gesekan aliran di dalam penstock, adanya belokan pada penstock, perubahan penampang aliran, dan lain-lain. Untuk mereduksi kehilangan energi pada penstock dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengurangan belokan pada penstock, pemilihan dimensi yang cocok dengan debit andalan, dan lain-lain. Untuk rumus kehilangan energi pada penstock sama dengan rumus kehilangan energi pada headrace yang menggunakan pipa. II-22

v = Q A... (15) Dengan: v = kecepatan rata-rata (m/s) Q = debit rencana (m 3 /s) A = luas penampang (m 2 ) 2.4.7 Rumah Pembangkit (Powerhouse) Hal yang perlu diperhitungkan dalam pembangunan rumah pembangkitadalah posisi rumah pembangkit harus lebih tinggi dari muka air sungai saat terjadi banjir rencana. Jika rumah pembangkit sampai terendam maka terjadi kerusakan pada peralatan mekanik elektrik yang terdapat di dalamnya. Adapun fungsi dari rumah pembangkit adalah sebagai berikut: 1. Tempat dudukan dari turbin untuk menghindari pengaruh akibat gaya gesek, gaya geser, dan gaya gerus. 2. Melindungi peralatan mekanik elektrik dari cuaca buruk. 3. Sebagai pusat kontrol dari sistem pembangkit. 4. Menampung air di bawah turbin sebelum keluar di tailrace. Dalam membangun rumah pembangkit penting untuk memperhatikan sirkulasi udara di dalam rumah pembangkit. Sirkulasi udara yang baik akan menjaga temperatur kerja rumah pembangkit terjaga dengan baik. Bentuk dan ukuran dari rumah pembangkit ditentukan oleh, tipe turbin, jumlah peralatan mekanik elektrik, dan kondisi topografi di daerah tersebut. Dibawah ini adalah peralatan yang terdapat pada rumah pembangkit, di antaranya: (Penche 1998) 1. Turbin II-23

2. Alat pengamanan terhadap petir 3. Generator 4. Alat pengamanan terhadap arus berlebih (ligthning arrester) 5. Panel kontrol 2.4.8 Saluran Pembuang (tailrace) Tailrace adalah bagian dari skema PLTM yang berfungsi sebagai saluran pembuang dari air yang telah melewati turbin dan menuju ke sungai. Pada tailrace yang penting untuk diperhitungkan adalah elevasi muka air tailrace. Elevasi muka air tailrace harus lebih tinggi dari elevasi muka air saat banjir rencana, untuk menghindari terendamnya rumah pembangkit akibat banjir. Perlindungan terhadap tailrace dilakukan dengan riprap batu atau pinggiran beton yang disediakan diakan di antara rumah pembangkit dan sungai. Rancangan tailrace harus menjamin agar aliran selalu stabil di tailrace dan tidak mengganggu kinerja turbin. Hambatan pada tailrace harus dihilangkan, seperti erosi dan endapan lumpur. Erosi akan berbahaya untuk kestabilan bangunan. Sedangkan endapan lumpur menyebabkan backwater yang dapat berakibat kepada turbin dan mengurangi daya (Penche, 1998). 2.5 Turbin Hidraulik Turbin hidraulik berfungsi untuk mengubah tenaga air menjadi putaran energi mekanik. Komponen penting dari turbin hidraulik, di antaranya casing turbin, katup turbin, runner, bearing, penjebak air, rumah bearing, tutup turbin, dan tutup bearing. Pada tugas akhir ini yang akan dibahas adalah pemilihan tipe turbin II-24

yang sesuai, pemilihan diameter runner, dan penggunaan draft tube untuk turbin reaksi. Untuk pemilihan tipe turbin diperlukan data-data, yaitu nilai head, nilai debit rencana, dan berapa besar daya yang akan dibangkitkan. Berdasarkan jenisnya turbin hidraulik dikelompokkan menjadi dua, yaitu turbin impuls dan turbin reaksi. Turbin impuls adalah turbin yang menghasilkan energi yang berasal dari energi kinetik. Turbin impuls bekerja dengan cara mengubah tekanan air menjadi energi kinetik di nozzle (untuk turbin cross-flow) atau di jet (untuk turbin pelton). Kemudian air yang mempunyai energi kinetik akan disemprotkan ke runner, sehingga runner akan berputar. Runner adalah bagian dari turbin yang menerima tumbukan air, sehingga energi kinetik dari air dikonversikan menjadi daya poros di turbin. Beberapa jenis turbin impuls, di antaranya turbin pelton, turbin crossflow, dan lain-lain. Turbin reaksi adalah turbin yang menghasilkan energi yang berasal dari tinggi tekan. Turbin reaksi bekerja dengan cara tekanan air langsung diubah menjadi gaya pada a permukaan runner, gaya yang bekerja pada runner ini akan memutar poros turbin. Setelah air yang keluar dari runner, kemudian diarahkan oleh draft tube ke saluran pembuang (tailrace). Pemilihan diameter runner berdasarkan nilai head, nilai debit andalan, dan berapa besar daya yang akan dibangkitkan. Beberapa jenis turbin reaksi, di antaranya tubin kaplan, turbin francis, turbin propeller dan lain-lain.gambar 2.13menunjukkan klasifikasi dari berbagai tipe turbin. II-25

Gambar 2.13 Klasifikasi Tipe Turbin (Penche 1998) 2.6 Daya Terbangkit Daya terbangkit adalah besarnya daya yang dibangkitkan oleh turbin dengan memperhitungkan head, debit andalan, dan efisiensi dari penstock, turbin, transmisi mekanik, dan generator. Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya daya terbangkit. (Bobrowicz 2006) P = h t t m g g Q H... (16) Dengan: P = daya terbangkit (kw) h = efisiensi hidraulika/penstock = 88%-95% t = efisiensi turbin = 70%-75% tm = efisiensi transmisi mekanik = 98%-99% g = efisiensi generator = 94%-97% II-26

Q H = debit andalan (m 3 /s) =head (m) g =percepatan gravitasi (m/s 2 ) 2.7 Analisa Ekonomi Analisis ekonomi dan finansial pembangunan PLTM diukur menggunakan indikator berikut: No. Parameter Kelayakan Kriteria Kelayakan 1 Benefit Cost Ratio (B/CR) BCR > 1 2 Net Present Value (NPV) 3 Internal rate of Return (IRR) IRR > 0 Berikut rumus yang digunakan dalam perhitungan kelayakan pembangunan PLTM. 2.7.1 Benefit Cost Ratio. Benefit Cost Ratio (B/C) merupakan suatu analisa pemilihan proyek yang biasa dilkukan karena mudah, yaitu perbandingan antara benefit & Cost. Klau nilainya <1maka proyek itu tidak ekonomis sedangkan kalau l > berarti proyek tersebut feasible. Kalau B/C ratio = 1 dikatakan proyek tersebut marginal (tidak rugi dan tidak untung). B / C = B i ( ) ( 1+ i ) P + I n ( 1 + i) n + A' 1... (17) Dengan: B/C = benefit cost ratio i n =suku bunga tertimbang (discount rate) =periode (tahun) II-27

B I A P = pendapatan tahunan = bunga selama periode konstruksi = biaya tahunan operasi dan pemeliharaan =investasi 2.7.2 Net Benefit Net Present Value adalah selisih antara serangkaian penerimaan di masa yang akan datang setelah dinilai saat ini (memakai discount rate) dengan nilai investasi proyek yang dilakukan pada saat ini. Suatu investasi dikatakan layak dan menguntungkan ngkan untuk dijalankan jika NPV menunjukkan angka positif. 2.7.3 Internal rate of return Internal rate of return (IRR) merupakan parameter ketiga dalam pemilihan alternatif proyek. Internal Rate of Return (IRR) adalah besarnya tingkat keuntungan yang digunakan untuk melunasi jumlah uang yang dipinjam agar tercapai keseimbangan ke arah nol dengan pertimbangan keuntungan. IRR ditunjukkan dalam bentuk % / periode dan biasanya bernilai positif (I > 0). (Wijaya, Windarto, & Kartono, 2012)... (18) Dengan: IRR = Internal Rate of Return (%) NPV 1 = Net Present Value dengan tingkat bunga rendah (Rp) NPV 2 = Net Present Value dengan tingkat bunga tinggi (Rp) i 1 = tingkat bunga pertama (%) i 2 = tingkat bunga kedua (%) II-28

Dalam menghitung nilai BCR, Net benefit dan IRR perlu diketahui harga pekerjaan yang dihitung berdasarkan harga satuan. Referensi harga satuan berdasarkan standar harga satuan Kabupaten Poso. II-29