Scientific Conference IX Environmental Technology

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN LIMBAH B3 BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT DI KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

TUGAS AKHIR PENGELOLAAN LIMBAH B3 BENGKEL RESMI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI SURABAYA PUSAT IA NATUL MUKHLISHOH

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA STUDY ON HOUSEHOLD HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT AT WONOKROMO DISTRICT SURABAYA

PERANCANGAN TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS) LIMBAH B3 (STUDI KASUS : BENGKEL MAINTENANCE PT. VARIA USAHA)

BAB I PENDAHULUAN. dari Korlantas Polri tahun 2012 (Tabel 1.1), diketahui bahwa jumlah kendaraan di

Disampaikan Pada Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B September 2016

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI PT. PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU

PENGELOLAAN LIMBAH B3 BENGKEL RESMI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI SURABAYA PUSAT

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI PERKANTORAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DALAM IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN DI PT KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT JAKARTA

BAB V PEMBAHASAN. Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 245 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) PROVINSI BALI Jl. D.I. Panjaitan No. 1 Telp , Fax Denpasar 80233

TIMBULAN SAMPAH KAWASAN KANTOR BPPT

BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 339 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 247 TAHUN 2016 TENTANG

PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN GAYUNGAN SURABAYA STUDY ON HOUSEHOLD HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT IN GAYUNGAN DISTRICT, SURABAYA

PEMANTAUAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PROVINSI BANTEN

IDENTIFIKASI & TEKNIK PENYIMPANAN LIMBAH B3

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

BAB l PENDAHULUAN. Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012, untuk lalu lintas dan angkutan jalan ratarata

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berlokasi di beberapa wilayah Kelurahan di Kecamatan Teluk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sehari-hari, selain itu jalan juga memegang peranan penting

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 299 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 151 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Pemerintah No 18 tahun 1999).

PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188/ 101 /KEP./ /2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN KAROSERI BAK TRUK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perancangan Proses Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di PT. E-T-A Indoneisa

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI PT. SKF INDONESIA, CAKUNG JAKARTA TIMUR

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) BERDASARKAN PERINGKAT PROPER DI RSUD UNGARAN

BERITA DAEARAH KOTA DEPOK NOMOR 123 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BAB 6 Kesimpulan dan Saran

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 09 TH. 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Teknika; Vol: 2, No: 4, September 2012 ISSN:

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB III METODE PENELITIAN. Study Pustaka Sampling

PEMANTAUAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAN SOP PENANGANAN LIMBAH BERBAHAYA, BUKTI PEMANTAUAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH B3 RUMAH TANGGA DI KECAMATAN TANDES KOTA SURABAYA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 300 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH B3 TERHADAP INDEKS PROPER DI RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO

SKRIPSI. EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT PADA PELAYANAN KESEHATAN MANDIRI (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Tembok Dukuh Surabaya)

Regulasi PCB di Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan menghasilkan limbah B3 yang. berasal dari sumber spesifik dan sumber non spesifik.

SUMMARY. PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus di UD. Loak Jaya)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 : Penjualan Kendaraan Domestik Kuartal I 2011

GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA

1:.Y::::;jMSj STUDI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DIKOTABANDARLAMPUNG. Nama Mahasiswa HAPPY SURYATI H NIM. Program Studi

BAB IV HASIL PENELITIAN. besar dalam pencapaian keselamatan, kesehatan kerja dan pemeliharaan

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3)

Potensi Gas Rumah Kaca Pengelolaan Sampah Domestik di Kecamatan Rungkut Kota Surabaya

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN KECAMATAN SUKOLILO, SURABAYA STUDY ON HOUSEHOLD HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT IN SUKOLILO DISTRICT, SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah

EVALUASI KINERJA PARKIR DI GRAHA AMERTA RSUD DR.SOETOMO SURABAYA : Muhammad Usman NIM : Dosen Pembimbing : Dr. H. Sri Wiwoho M., ST., MT.

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3

ISBN : Oleh: Ir. Setiyono, MSi

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Perkembangan bisnis menyebabkan cara pandang setiap individu

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan

MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS) atau LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN (LDKB)

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

ABSTRAKSI PROSPEK USAHA JASA BENGKEL RESMI SEPEDA MOTOR DI KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU

TANGGAP DARURAT BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Direktorat Pengelolaan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGANGKUTAN LIMBAH B3 MEDIS

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PEMETAAN TIMBULAN DAN KOMPOSISI LIMBAH PADAT MEDIS B3 DI UPT PUSKESMAS KOTA DEPOK DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS)

VII. TATA LETAK PABRIK

TABEL 4-3. MATRIKS RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) OPERASIONAL GEDUNG KEMENKES RI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012)

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

Transkripsi:

PENGELOLAAN LIMBAH B3 BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT DI KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA 2012 HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT FOR CAR WORKSHOP IN TEGALSARI DISTRICT SURABAYA Dian Ayuningtyas*, Susi Agustina Wilujeng** *Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS, ayuningtyas.dian@yahoo.com **Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS, wilujeng_susi@yahoo.com Abstrak Setiap mobil memerlukan perawatan dan perbaikan di bengkel. Pertambahan jumlah mobil sebanding dengan pertambahan jumlah bengkel. Aktifitas bengkel menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti oli bekas, sisa onderdil, sisa kemasan, kaleng bekas dan majun. Limbah tersebut memiliki karakteristik limbah beracun. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi jumlah, karakteristik, pengelolaan (reduksi, pengumpulan, penyimpanan dan transportasi) dan pola pengumpulan limbah B3 bengkel kendaraan bermotor roda empat. Bengkel di Kecamatan Tegalsari berjumlah 20 buah. Jumlah bengkel yang disampling dihitung dengan metode statistika yaitu stratified random sampling. Penelitian dilakukan di bengkel tipe A, B, dan C. Bengkel tipe A melayani pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, perbaikan chassis dan body. Bengkel tipe B melayani pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil dan besar, atau jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil serta perbaikan chassis dan body. Bengkel tipe C melayani perawatan berkala dan perbaikan kecil. Data didapatkan dari hasil sampling dan kuisioner pada pihak bengkel dan pihak pengolah limbah B3 bengkel. Sampling timbulan bengkel dilakukan selama delapan hari. Bengkel dengan jumlah timbulan tertinggi dari ketiga bengkel berturut-turut adalah bengkel tipe B (2.87 kg/mobil), bengkel tipe A (2,07 kg/mobil) dan bengkel tipe C (1,67 kg//mobil). Komposisi limbah B3 bengkel adalah 83,03% oli bekas, 6,50%, sisa kemasan, 5,72% sisa onderdil, 3,73% majun dan 1% kaleng bekas. Pengelolaan limbah B3 bengkel kendaraan bermotor roda empat di Kecamatan Tegalsarimasih belum sesuai dengan peraturan. Kata kunci: bengkel, limbah B3, Surabaya, Tegalsari Abstract Every car needs maintenance and repair in workshop. The activity of car s workshop deliver a hazardous waste, like used oil, used auto parts, used packaging, and cotton waste. Those waste is categorized as hazard characteristic. The purpose of this experiment used to identification the amount, characteristic, management (reduction, collection, packaging, storage and transportation) and the distribution of workshop s hazardous waste. The amount of workshop in Tegalsari District is twenty. The number of sampling is calculated by stratified random sampling formula. This experiment was done in workshops A, B, and C type. Workshop A type is for service routine, small reparation, big reparation, and body reparation. B type is for service routine, small and big reparation or for service routine, small reparation and service routine. C type is for service routine and small reparation. The data was collected through sampling and questionnaires. Sampling is held in workshop for eight days for measuring the amount of the hazardous waste each day. The highest amount of hazardous waste among the three types of workshop are from Type B workshop (2.87 kilos/car), Type A workshop (2.07 kilos/car), and Type C workshop (1.67 kilos/car). 1

Composition of workshop s hazardous waste contain of 83,03% used oil, 6,50% used oil s bottle, 5,72% used auto part, 3,73% cotton waste and 1% used tin. Workshop s hazardous waste management was not appropriate with the regulation. Recommendations are made based on to the applicable regulations. Keyword: hazardous waste, Surabaya, Tegalsari, workshop 1. Pendahuluan Sebagai kota metropolitan, kota Surabaya mengalami perkembangan infrastruktur yang menunjang kegiatan masyarakat. Adanya fasilitas dan infrastruktur yang baik mengundang masyarakat diluar Surabaya untuk mencari nafkah di kota ini. Urbanisasi yang berlangsung menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk di Surabaya. Pertambahan penduduk berbanding lurus dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Setiap kendaraan bermotor memerlukan perawatan dan perbaikan untuk menjaga kestabilan performa dari kendaraan tersebut. Untuk itulah peranan bengkel kendaraan bermotor dibutuhkan. Kegiatan perbengkelan mempunyai hasil sampingan berupa limbah bahan beracun dan berbahaya. Peraturan mengenai limbah B3 di Indonesia tergolong masih sangat meluas dan kurang spesifik. Belum adanya peraturan yang detail mengenai pengelolaan limbah B3 dari hasil kegiatan perbengkelan khususnya bengkel kendaraan bermotor roda empat menyebabkan belum terkelolanya limbah B3 bengkel kendaraan bermotor roda empat dengan baik. Oleh karena itu, maka dikeluarkan surat BLH No. 458.41/PPL-B3/2009 tentang himbauan agar semua pemilik atau pengusaha bengkel kendaraan bermotor bisa mengelola limbah dengan baik. Fakta bahwa masih terbatasnya sumber daya manusia yang mampu menangani proses pengelolaan limbah B3 (Setiyono,2002) menyebabkan perlunya dilakukan evaluasi tentang pengelolaan limbah B3 bengkel di kendaraan bermotor roda empat di Surabaya. Limbah B3 memiliki potensi untuk menbahayakan kesehatan manusia dan lingkungan (tanah, udara dan air) ketika tidak dikelola dengan baik (Misra dan Pandey, 2004). Setiap limbah yang dihasilkan idealnya dilakukan pengelolaan agar tidak mencemari lingkungan. Limbah B3 bengkel harus diketahui jumlah timbulan, karakteristik, komposisi dan pemetaannya terlebih dahulu untuk melakukan pengelolaan yang baik (Peraturan Pemerintah No.85 Tahun 1999).. Maka dari itu perlu dilakukan pengelolaan terhadap limbah B3 bengkel. Pengelolaan limbah B3 merupakan serangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3. 2. Metodologi Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi / survey lapangan. Pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Data Primer didapat dari survey pengelolaan yakni penyebaran kuisioner ke bengkel yang disampling serta melakukan sampling timbulan. Sampling timbulan dilakukan selama delapan hari. Data timbulan memberikan informasi mengenai desain pewadahan. Pengukuran timbulan menggunakan alat ukur berupa timbangan dan Alat Pelindung diri berupa sarung tangan. masker dan sepatu, Kuisioner memberi informasi mengenai timbulan secara umum, pengelolaan (reduksi, pewadahan, penyimpanan sementara, pengangkutan, dan pengolahan di sumber) serta tujuan pengangkutan limbah B3 bengkel. Data tujuan pengangkutan memberikan informasi mengenai tempat pengolahan mana saja yang akan disurvey pengolahan. Survey 2

pengolahan dilakukan dengan penyebaran kuisioner ke pihak pemanfaat / pengolah limbah B3. Data sekunder adalah data yang dimiliki oleh pihak bengkel yang berhubungan dengan limbah B3 yang dihasilkan oleh bengkel. Data sekunder yang diperlukan adalah data jumlah pengunjung bengkel dan dokumen manifest. Analisa data dilakukan dengan mengevaluasi pengelolaan limbah B3 bengkel dengan peraturan yang berlaku. Hasil evaluasi menghasilkan kesimpulan. 3. Hasil dan Pembahasan Kecamatan Tegalsari memiliki dua puluh dua buah bengkel kendaraan bermotor roda empat yang tersebar di empat kelurahan. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 551/MPP/Kep/10/1999, bengkel terdiri atas bengkel tipe A, tipe B dan tipe C. Bengkel tipe A merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, perbaikan chassis dan body. Bengkel tipe B merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil dan besar, atau jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil serta perbaikan chassis dan body. Bengkel tipe C merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis perawatan berkala dan perbaikan kecil. Jumlah bengkel yang disampling dihitung menggunakan metose statistika yakni rumus stratified random sampling. Jumlah bengkel yang disampling sebanyak sembilan buah yang terdiri dari empat buah tipe A, dua buah tipe B dan tiga buah tipe C. 3.1 Pengelolaan Limbah B3 Bengkel Kendaraan Bermotor Roda Empat di Kecamatan Tegalsari Surabaya 3.1.1 Pewadahan Pewadahan limbah B3 belum sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No.1 tahun 1995 yaitu harus kuat, tahan lama, tidak bocor, dan tidak mudah berkarat. Pewadahan oli bekas, sisa kemasan dan sisa onderdil dipisah berdasarkan jenis sedangkan limbah majun masih dicampur dengan limbah non B3. Pewadahan di bengkel tidak satupun yang menggunakan label dan simbol sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal Nomor 05 Tahun 1995. 3.1.2 Penyimpanan Penyimpanan dilakukan apabila limbah tidak dapat diolah langsung. Limbah tersebut disimpan sebelum akhirnya diangkut ke tempat pengolahan dan pembuangan limbah. Jenis limbah B3 yang dilakukan penyimpanan adalah limbah yang memiliki nilai ekonomis seperti oli bekas, sisa kemasan, sisa onderdil. Untuk limbah majun, limbah ini biasanya disimpan untuk dipakai, dan apabila sudah habis masa pakai maka limbah tersebut dibuang ditempat sampah bersama dengan sampah domestik lainnya.penyimpanan belum sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal no. 1 tahun 1995. Penyimpanan masih dilakukan di luar ruangan tanpa atap dan tidak terlindung dari air hujan. 3.1.3 Pengangkutan Fungsi pengangkutan adalah mengirim limbah B3 dari bengkel menuju pihak pengelola atau pemanfaat. Pengangkutan limbah B3 bengkel dilakukan oleh pihak pengumpuln yang datang ke tiap tiap bengkel. Kendaraan pengangkut oli bekas berupa pick up terbuka dan truk tangki tanpa ada simbol yang menandakan bahwa kendaraan tersebut mengangkut limbah B3. Mobil pick up juga tidak ada pengaman untuk menghindari goncangan pada drum 3

yang diangkut. Pengangkutan belum sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal no. sk/725/aj.302/drj/2004 mengenai penyelenggaraan pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3) yakni kendaraan belum dilengkapi plakat yang menjelaskan karakteristik limbah yang diangkut dan tidak dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran. Kendaraan pengangkut pada sebagian besar bengkel belum dilengkapi dengan dokumen manifest. 3.2 Timbulan dan Komposisi Limbah B3 Bengkel Bengkel dikategorikan menjadi bengkel tipe A, B dan C sesuai dengan pelayanan yang ditawarkan. Perhitungan timbulan dilakukan delapan hari berturut turut selama hari operasional. 3.2.1 Timbulan dan Komposisi Limbah B3 Bengkel Tipe A Bengkel Tipe A yang disampling adalag bengkel Daihatsu Palma, Toyota Auto 2000, Nissan dan Isuzu. Rata rata timbulan limbah B3 bengkel berdasarkan komposisi pada bengkel tipe A adalah limbah oli bekas 57,12 kg/hari, sisa kemasan 4,31 kg/hari, sisa onderdil 1,40 kg/hari dan limbah kaleng 0,83 kg/hari. Komposisi limbah terbesar adalah limbah oli bekas. Timbulan rata rata limbah B3 bengkel tipe A dipresentasikan pada Gambar 2. Timbulan (kg/hari) 70 60 50 40 30 20 10 5 4 3 2 1 Oli bekas Sisa kemasan Sisa onderdil Majun Kaleng bekas SeninSelasaRabu KamisJumat SabtuMinggu Hari Gambar 2. Timbulan Rata Rata Limbah Bengkel Tipe A Rata rata timbulan di bengkel A adalah 2,07 kg/mobil. Hari dengan timbulan tertinggi adalah kamis. 3.2.2 Timbulan dan Komposisi Limbah B3 Bengkel Tipe B Bengkel Tipe B yang disampling adalah bengkel Bintang Motor dan Bangkit Jaya. Rata rata timbulan limbah B3 bengkel berdasarkan komposisi pada bengkel tipe B adalah limbah oli bekas 3,38 kg/hari, sisa kemasan 0,29 kg/hari dan sisa onderdil 2,70 kg/hari. Komposisi limbah terbesar adalah limbah oli bekas. Timbulan rata rata limbah B3 bengkel tipe B dipresentasikan pada Gambar 3. 4

Jumlah timbulan (kg/hari) 7 6 5 4 3 2 1 0 SeninSelasaRabu KamisJumat SabtuMinggu Hari Oli bekas Sisa kemasan Sisa onderdil Majun Gambar 3. Timbulan Rata Rata Limbah Bengkel Tipe B Rata rata timbulan di bengkel A adalah 2,87 kg/mobil. Hari dengan timbulan tertinggi adalah selasa. 3.2.3 Timbulan dan Komposisi Limbah B3 Bengkel Tipe C Bengkel Tipe C yang disampling adalah bengkel Surya AC, UD Maju dan SIna. Rata rata timbulan limbah B3 bengkel berdasarkan komposisi pada bengkel tipe C adalah limbah oli bekas 3,38 kg/hari, sisa kemasan 0,29 kg/hari dan sisa onderdil 2,70 kg/hari. Komposisi limbah terbesar adalah limbah oli bekas. Timbulan rata rata limbah B3 bengkel tipe B dipresentasikan pada Gambar 3. Rata rata timbulan di bengkel C adalah 1.67 kg/mobil. Hari dengan timbulan tertinggi adalah senin. Jumlah Timbulan (kg/hari) 14 12 10 8 6 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Hari Oli bekas Sisa kemasan Sisa onderdil 5

Gambar 4. Timbulan Rata Rata Limbah Bengkel Tipe C 4. Kesimpulan Rata rata timbulan limbah B3 bengkel yang dihasilkan oleh bengkel Tipe A adalah 2,07 kg/mobil, bengkel Tipe B 2,87 kg/mobil dan bengkel tipe C 1,67 kg/mobil. Komposisi limbah B3 bengkel berdasarkan pengukuran timbulan adalah oli bekas sebesar 83,03%, sisa kemasan 6,50%, sisa onderdil 5,72%, majun 3,73%, dan kaleng bekas 1%. Pengelolaan limbah B3 kendaraan bermotor roda empat timbulan di Kecamatan Tegalsari belum sesuai dengan peraturan yaitu pewadahan belum dilengkapi simbol dan label, penyimpanan di beberapa bengkel belum terlindung dari air hujan, kendaraan pengangkut belum sesuai dan tidak dilengkapi dengan dokumen manifes. Daftar Pustaka Aminah, S. 2010. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik Volume 20, Nomor 1:33-52. Departemen Ilmu Politik, FISIP Universitas Airlangga. Surabaya. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.725/AJ.302/DRJD/2004. Jakarta Kementrian Lingkungan Hidup. 2009. Surat BLH No. 458.41/PPL-B3/2009 Tentang Himbauan Mengelola Limbah Bengkel. Jakarta. Kepala Bapedal. 1995. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta. Kepala Bapedal. 1995. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta. Kepala Bapedal. 1995. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 05 Tahun 1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jakarta. Kepala Bapedal. 1996. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 25 Tahun 1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jakarta. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 551/MPP/Kep/10/1999 Tentang Klasifikasi Bengkel. Jakarta, Indonesia. Misra, Virendra dan Pandey, S.D. 2004. Hazardous waste, impact on health and environment for development of better waste management strategies in future in India. Environment International 31 (2005) 417 431. Pemerintah Indonesia. 1999b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999. Jakarta. Setiyono. 2010. Sistem Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia. BPPT. Jakarta. 6