BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Geodesi Undip APRIL 2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

Hasil Cek Lapangan Wilayah Hutan Tahun 2013 No Gambar Keterangan Pada Citra 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

ANALISIS DEFORESTASI HUTAN DI PROVINSI JAMBI MENGGUNAKAN METODE PENGINDERAAN JAUH (STUDI KASUS KABUPATEN MUARO JAMBI) TUGAS AKHIR

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Interpretasi dan Klasifikasi Citra. Tabel 4.1 Titik kontrol GCP dan nilai RMS

5. SIMPULAN DAN SARAN

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

ix

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

Bab IV Hasil dan Pembahasan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

ANALISA NDVI CITRA SATELIT LANDSAT MULTI TEMPORAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORESTASI HUTAN KABUPATEN ACEH UTARA

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga tidak ada kekosongan data. Citra yang di Gap Filling adalah citra Landsat TM tahun 2005,2007,2008,2009 dan 2013. Proses ini dilakukan dengan menggunakan software Frame and Fill for windows 32. Gambar 4.1 Perbandingan Citra Landsat TM 2013 Sebelum dan Sesudah Gap Filling Proses ini dilakukan sebelum semua band digabungkan sehingga pengisian kekosongan akibat stripping ini terjadi pada setiap band. Untuk citra utama dan citra pengisi sebaiknya tidak dalam tahun yang jauh berbeda dan baiknya terdapat dalam satu tahun sehingga terjadi korelasi antara citra utama dan citra pengisinya dan hasil Gap Filling terlihat lebih baik. IV.2. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk membuat citra yang digunakan sesuai dengan koordinat yang digunakan untuk proses-proses selanjutnya. Dengan menggunakan software er-mapper dan dengan data citra Landsat TM tahun 2013 yang telah terkoreksi dari BAPPEDA dengan sistem proyeksi UTM zona 48S IV-1

Kabupaten Muaro Jambi dilakukan proses koreksi geometrik. Ketelitian dari koreksi geonetrik dapat dilihat pada nilai RMS error pada setiap titik kontrolnya. Semakin kecil nilai RMS errornya maka semakin baik karena menunjukan bahwa koreksi geometrik yang dilakukan sudah mendekati benar. Berikut merupakan nilai RMS error dari lima citra yang akan diproses lebih lanjut. Gambar 4.2 Nilai RMS error Citra Tahun 2005 Gambar 4.3 Nilai RMS error Citra Tahun 2007 IV-2

Gambar 4.4 Nilai RMS error Citra Tahun 2008 Gambar 4.5 Nilai RMS error Citra Tahun 2009 IV-3

Gambar 4.6 Nilai RMS error Citra Tahun 2013 IV.3. Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki nilai piksel dan mempertajam kontras warna pada citra sehingga secara visualisasi citra yang telah dikoreksi radiometrik akan mempermudah dalam membedakan setiap objek kenampakan pada citra. Metode yang digunakan adalah pergeseran histogram merupakan metode paling sederhana dalam memperbaiki spektral pada citra. Perbedaan citra yang sudah dikoreksi radiometrik dan belum dikoreksi radiometrik dapat dilihat seperti berikut: Gambar 4.7 Citra Landsat TM Tahun 2013 Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pergeseran Histogram IV-4

Untuk membuktikan atau cek seberapa besar pergeseran keadaan di lapangan dengan keadaan pada hasil citra rektifikasi dilakukan validasi lapangan. Pada penelitian ini, dilakukan uji ketelitian dengan mengukur panjang Jembatan sebanyak dua panjangan. Gambar 4.8 Pengukuran Pada Citra dan Pengukuran Pada Lapangan Dari hasil pengukuran pada citra dan pengukuran di lapangan, diperoleh hasil dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.1 Perbandingan Citra dan Hasil Lapangan Jembatan Aurduri I No Tahun Citra (m) Lapangan (m) Selisih (m) 1 2005 579,56 583,4 3,84 2 2007 577,69 583,4 5,71 3 2008 582,32 583,4 1,08 4 2009 585,22 583,4 1,82 5 2013 584,36 583,4 0,94 Jembatan Aurduri II No Tahun Citra (m) Lapangan (m) Selisih (m) 1 2005 615,62 612,5 3,12 2 2007 609,41 612,5 3,4 3 2008 611,5 612,5 1 4 2009 614,98 612,5 2,48 5 2013 608,68 612,5 3,82 (Sumber : Hasil Analisis, 2013) IV-5

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selisih antara pengukuran pada citra dan lapangan memiliki selisih yang cukup besar, namun apabila dilihat dari resolusi citra yaitu 30mx30m, sehingga selisih paling besar adalah pada tahun 2005 yang hampir 1 piksel. Hal tersebut menunjukkan bahwa citra hasil rektifikasi masuk dalam persyaratan ketelitian yang dianjurkan. IV.4. Aplikasi NDVI Citra Landsat Gambar 4.9 Perbandingan Citra Sesudah dan Sebelum NDVI tahun 2005 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa gambar pertama merupakan citra Landsat TM tahun 2005 sedangkan gambar kedua merupakan hasil NDVI namun masih dalam 255 colour dan gambar ketiga merupakan hasil NDVI dalam pseudocolour. Seperti yang terlihat pada gambar ketiga, dapat diartikan bahwa semakin putih warna yang dihasilkan, maka semakin rapat vegetasi yang ada, begitu pula sebaliknya semakin hitam warna yang dihasilkan maka vegetasinya semakin berkurang. Nilai NDVI rata-rata yang dihasilkan dari hasil proses ini adalah - IV-6

0,992 sampai 0,990. Ini berarti nilai vegetasi ditunjukan dengan rentang 0 0,990 sedangkan nilai 0 menunjukan tidak ada vegetasi. IV.5. Klasifikasi Hasil NDVI Seperti yang dijelaskan pada subbab di atas bahwa nilai indeks vegetasi pada citra tahun 2005, 2007, 2008, 2009, dan 2013 adalah -0,992 sampai 0,990. Untuk rentang vegetasi yang digunakan adalah dari 0 sampai dengan 1, sehingga untuk nilai klasifikasinya adalah nilai NDVI maksimum yaitu 1 dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan (Nanik Suryo, 2005). Dalam penelitian ini digunakan lima kelas yaitu kelas vegetasi sangat jarang, vegetasi jarang, vegetasi sedang, vegetasi rapat, dan vegetasi sangat rapat. Nilai rentang yang dihasilkan adalah sebagai berikut: a. sangat jarang dengan rentang 0 0,2 b. jarang dengan rentang 0,2 0,4 c. sedang dengan rentang 0,4 0,6 d. lebat dengan rentang 0,6 0,8 e. sangat lebat dengan rentang 0,8 1 Dari proses reclassify pada software ArcGis dengan didasarkan pada rentang yang tertera di atas, diperoleh lah hasil sebagai berikut. 1. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2005 Gambar 4.10 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2005 IV-7

Luas (Ha) Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagaian besar vegetasi yang ada di kabupaten muaro jambi adalah bervegetasi Jarang dengan indeks vegetasi 0,2 0,4. Berikut merupakan Tabel klasifikasi NDVI. Tabel 4.2 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2005 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada 702.634 63.237,06 12,1 2 < 20 % Sangat Jarang 880.587 79.252,83 15,2 3 21-40% Jarang 2.723.120 245.080,80 46,9 4 41-60 % Sedang 1.495.993 134.639,37 25,8 5 61-80 % Lebat 107 9,63 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat 4.643 417,87 0,1 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2005 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Dari hasil proses reclassify pada NDVI akan diperoleh data dari atribut berupa banyaknya piksel pada setiap kelas, oleh karena itu untuk luasannya didapat dari luas satu piksel pada citra Landsat TM sama dengan 30 x 30 meter, sehingga luasan setiap kelas dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut. Luas (Ha) = Jumlah Piksel x 900.(Boy Yudhistira, 2011) 10000 Tabel di atas menunjukan bahwa vegetasi dominan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2005 adalah vegetasi jarang yaitu sebesar 46,9% dari keseluruhan wilayah. Berikut adalah grafik dari persebaran vegetasi di Kabupaten Muaro Jambi. Pesebaran Tahun 2005 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.1 Persebaran Tahun 2005 IV-8

2. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2007 Gambar 4.11 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2007 Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa warna dominan yang muncul adalah warna orange yang menunjukan kelas vegetasi jarang dengan rentang 0,2 0,4 pada nilai NDVInya. Informasi mengenai luasan tutupan lahan yang didasarkan pada nilai NDVI yang tercantum dalam tabel berikut ini. Tabel 4.3 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2007 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada 361.386 32.524,74 6,2 2 < 20 % Sangat Jarang 1.353.409 121.806,81 23,4 3 21-40% Jarang 4.025.456 362.291,04 69,6 4 41-60 % Sedang 15.294 1.376,46 0,3 5 61-80 % Lebat 318 28,62 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat 5.414 487,26 0,1 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2007 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Pada prinsipnya informasi yang dipaparkan pada tabel di atas sama dengan yang telah dijelaskan pada tahun sebelumnya. Dari hasil luasannya dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 kabupaten Muaro Jambi hampir 70% bervegetasi jarang sama sperti pada tahun 2005. Berikut adalah diagram luasan dari kelas vegetasi tahun 2007. IV-9

Luas (Ha) Persebaran Tahun 2007 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.2 Persebaran Tahun 2007 3. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2008 Gambar 4.12 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2008 Berdasarkan hasil reclassify pada hasil NDVI, terlihat hampir sama dengan tahun sebelumnya, sebagian besar wilayah kabupaten Muaro Jambi bervegetasi jarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.4 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2008 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada 525.029 47.252,61 9,0 2 < 20 % Sangat Jarang 1.052.246 94.702,14 18,0 3 21-40% Jarang 3.849.177 346.425,93 65,9 4 41-60 % Sedang 385.280 34.675,20 6,6 5 61-80 % Lebat 617 55,53 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat 5.502 495,18 0,1 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2008 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 IV-10

Luas (Ha) Dari tabel di atas dapat diamati bahwa 65% tutupan lahan didominasi oleh vegetasi jarang, namun apabila dibandingkan dengan tahun 2007, nilai ini sudah berkurang sekitar 4%, dan meningkat pada kelas tidak ada vegetasi. Pada vegetasi sedang, mengalami peningkatan sebesar lebih dari 5 % dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat diartikan adanya perubahan penggunaan lahan yang terjadi di kabupaten Muaro Jambi. Berikut adalah diagram dari vegetasi yang ada di kabupaten Muaro Jambi. Persebaran Tahun 2008 400000 300000 200000 100000 0 Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.3 Persebaran Tahun 2008 4. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2009 Gambar 4.13 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2009 Dari hasil reclassify nilai NDVI tahun 2009 di atas dapat dilihat bahwa vegetasi sedang mulai meningkat dan vegetasi jarang menurun. Berikut adalah tabel hasil klasifikasi NDVI. IV-11

Luas (Ha) Tabel 4.5 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2009 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada 656.535 59.088,15 11,1 2 < 20 % Sangat Jarang 864.904 77.841,36 14,6 3 21-40% Jarang 2.318.107 208.629,63 39,2 4 41-60 % Sedang 2.046.315 184.168,35 34,6 5 61-80 % Lebat 279 25,11 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat 982 88,38 0,0 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2009 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Dari paparan tabel di atas dapat dilihat bahwa vegetasi jarang masih mendominasi hanya saja persentasenya sudah mulai menurun jauh disusul oleh vegetasi sedang yang meningkat jauh dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk vegetasi lainnya persentasenya tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Berikut adalah diagram kelas vegetasi NDVI. Persebaran Tahun 2009 250000 200000 150000 100000 50000 0 Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.4 Persebaran Tahun 2009 IV-12

5. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2013 Gambar 4.14 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2013 Pada gambar di atas merupakan hasil reclassify nilai NDVI tahun 2013, dimana dapat dilihat bahwa warna orange kembali mendominasi vegetasi yang ada di Kabupaten Muaro Jambi. Berikut adalah tabel hasil klasifikasi NDVI berdasarkan rentang nilainya. Tabel 4.6 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TMTahun 2013 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada 591.005 53.190,45 10,0 2 < 20 % Sangat Jarang 785.783 70.720,47 13,3 3 21-40% Jarang 4.006.685 360.601,65 67,8 4 41-60 % Sedang 499.451 44.950,59 8,5 5 61-80 % Lebat 536 48,24 0.01 6 > 80 % Sangat Lebat 381 34,29 0.01 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2013 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa vegetasi jarang kembali meningkat menjadi 67,8% atau sekitar 28,4% apabila dibandingkan dengan tahun 2009. Sedangkan vegetasi sedang menurun 26% dibandingkan tahun 2009. Berikut adalah diagram dari kelas vegetasi yang ada di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2013. IV-13

Luas (Ha) Luas (Ha) 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Persebaran Tahun 2013 Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.5 Persebaran Tahun 2013 Dari hasil reclassify citra-citra di atas dengan menggunakan rentang nilai NDVI yang ada secara umum terjadi perbedaan pada tiap-tiap tahunnya dalam hal luasan per kelasnya. Perubahan tiap tahun per kelas vegetasi dapat dilihat dalam grafik berikut. 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Perubahan Kelas Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat 2005 2007 2008 2009 2013 Diagram 4.6 Perubahan Kelas Dari grafik perubahan kelas vegetasi di atas dapat diartikan bahwa dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 kelas vegetasi yang paling banyak adalah vegetasi jarang, namun pada tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup besar kemudian naik kembali pada tahun 2013. IV-14

sangat jarang terlihat dalam kondisi yang stabil hampir sama dengan vegetasi lebat. sangat jarang sedikit meningkat pada tahun 2007 dan mengalami penurunan kembali ditahun-tahun sesudahnya. Sebaliknya dengan kelas vegetasi sangat jarang, kelas vegetasi lebat pada tahun 2007 mengalami penurunan dan peningkatan ditahun-tahun sesudahnya. Kelas vegetasi sangat lebat terlihat pada grafik di atas dalam bentuk konstan, namun bukan berarti luasan per tahunnya sama, dikarenakan luasannya sangat kecil dan perubahannya pun sangat kecil jika dibandingkan dengan luasan kelas vegetasi lainnya.untuk yang tidak bervegetasi di dalamnya mencakup sungai, awan, lahan tandus dan stripping yang masih ada pada citra. IV.6. Dijitasi Citra Landsat TM Selain menggunakan metode NDVI untuk menganalisis vegetasi, dijitasi merupakan metode lain yang mengutamakan aspek visualisasi dan kemampuan interpretasi citra dari pengguna yang hasilnya akan digunakan untuk mengetahui penurunan hutan tiap tahunnya. Dijitasi dilakukan dengan mengacu pada Peta Penggunaan Lahan BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2011 yang mengklasifikasikan penggunaan lahan menjadi delapan jenis. Berikut merupakan hasil dari dijitasi citra Landsat TM menggunakan software ArcGis 9.3. 1. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2005 Gambar 4.15 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2005 Gambar di atas adalah peta penggunaan lahan yang merupakan hasil dijitasi pada citra Landsat TM tahun 2005. Peta penggunaan tersebut juga disesuaikan IV-15

Luas (Ha) dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi tahun 2011 serta peta administrasi Kabupaten Muaro Jambi tahun 2011. Berdasarkan peta penggunaan lahan di atas diperoleh informasi sebagai berikut : Tabel 4.7 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2005 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut 65.033,482 12,35 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 47.598,473 9,04 3 Hutan Sekunder 32.184,424 6,11 4 Pemukiman 32.443,866 6,16 5 Perkebunan Rakyat/Lahan yang Dikelola 280.268,439 53,20 6 Sawah 7.349,229 1,40 7 Semak Belukar 46.922,953 8,91 8 Tanah Terbuka 14.984,835 2,84 Total 52.6785,699 100 Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2005 dan pengolahan citra tahun 2013 Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun 2005. 300000 250000 Penggunaan Lahan Tahun 2005 200000 150000 100000 50000 00000 Diagram 4.7 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2005 Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan didominasi oleh perkebunan rakyat atau sekitar 53,14% dari luas secara keseluruhan dan disusul IV-16

oleh hutan lahan gambut sebesar 12,35%. Sedangkan pemukiman rakyat hanya sebesar 6,16%. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa mayoritas mata pencaharian masyarakat di kabupaten ini adalah sebagai petani perkebunan seperti sawit dan karet, hal ini juga dikuatkan dengan luas sawah yang hanya 1,40%. 2. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2007 Gambar 4.16 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2007 Gambar di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2007 dengan data pendukung yang sama seperti pada tahun 2005 yaitu data peta penggunaan lahan tahun 2011 maka terbentuklah peta penggunaan lahan tahun 2007. Dibawah ini merupakan paparan hasil dijitasi tahun 2007 sebagai berikut. Tabel 4.8 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2007 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut 64.059,437 12,16 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 48.720,403 9,25 3 Hutan Sekunder 29.839,171 5,59 4 Pemukiman 35.570,924 6,75 Perkebunan Rakyat/Lahan yang 270.950,107 5 Dikelola 51,43 6 Sawah/ Rawa 6.710,976 1,27 7 Semak Belukar 49.574,893 9,41 8 Tanah Terbuka 21.357,721 4,13 Total 526.783,633 100 Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2007 dan pengolahan citra tahun 2013 IV-17

Luas (Ha) Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun 2007. Penggunaan Lahan Tahun 2007 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Diagram 4.8 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007 Dari diagram di atas, perkebunan rakyat masih yang memiliki wilayah yang paling luas, secara keseluruhan apabila dibandingkan dengan tahun 2005 tidak terlalu banyak yang berubah. Hutan lahan gambut terdegradasi, pemukiman, semak belukar dan tanah terbuka mengalami peningkatan walau tidak terlalu besar, dan sebaliknya tutupan lahan lainnya mengalami penurunan walau dalam jumlah yang kecil. 3. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2008 Gambar 4.17 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2008 IV-18

Luas (Ha) Seperti pada hasil dijitasi lainnya, berlaku juga pada tahun 2008. Peta penggunaan lahan di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2008, dengan data pendukung yang sama dengan tahun sebelumnya. Tabel 4.9 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2008 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut 58.597,008 11,12 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 49.664,589 9,43 3 Hutan Sekunder 29.835,143 5,66 4 Pemukiman 37.715,592 7,16 Perkebunan Rakyat/Lahan yang 280.756,204 5 Dikelola 53,30 6 Sawah/ Rawa 6.921,958 1,31 7 Semak Belukar 46.899,624 8,90 8 Tanah Terbuka 16.394,198 3,11 Total 526.784,316 100 Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2008 dan pengolahan citra tahun 2013 Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun 2008. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Penggunaan Lahan Tahun 2008 Diagram 4.9 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2008 IV-19

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, perkebunan rakyat masih yang tertinggi dibandingkan tutupan lahan lainnya yaitu sebesar 53,30%, disusul oleh hutan lahan gambut sebesar 11,12% dan hutan lahan gambut terdegradasi sebsar 9,43%. Secara keseluruhan kawasan hutan kabupaten muaro jambi meliputi hutan sekunder, hutan lahan gambut, dan hutan hutan lahan gambut terdegradasi mengalami penurunan. 4. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2009 Gambar 4.18 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2009 Seperti pada hasil dijitasi lainnya, berlaku juga pada tahun 2009. Peta penggunaan lahan di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2009, dengan data pendukung yang sama dengan tahun sebelumnya. Tabel 4.10 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2009 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut 57.482,342 10,91 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 50.052,544 9,50 3 Hutan Sekunder 29.431,906 5,59 4 Pemukiman 38.804,061 7,37 Perkebunan Rakyat/Lahan yang 5 dikelola 279.596,118 53,08 6 Sawah/ Rawa 6.293,027 1,19 7 Semak Belukar 46.798,245 8,88 8 Tanah Terbuka 18.324,372 3,48 Total 526.782,615 100 Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2009 dan pengolahan citra tahun 2013 IV-20

Luas (Ha) Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun 2009. Penggunaan Lahan Tahun 2009 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Diagram 4.10 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009 Perkebunan rakyat pada tahun 2009 kembali memiliki luas yang paling besar, hanya saja sedikit mengalami penurunan sebesar 0,22% dari tahun 2008. Hal ini dapat diartikan bahwa wilayah non hutan mengalami perubahan fungsi penggunaan lahan yang juga menyebabkan penurunan wilayah hutan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 5. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2013 Gambar 4.19 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2013 IV-21

Luas (Ha) Seperti pada hasil dijitasi lainnya, berlaku juga pada tahun 2013. Peta penggunaan lahan di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2013, dengan data pendukung yang sama dengan tahun sebelumnya, berikut adalah paparan luasan tata guna ahan dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut 55.135,420 10,47 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 50.781,772 9,64 3 Hutan Sekunder 29.062,877 5,52 4 Pemukiman 48.274,976 9,16 5 Perkebunan Rakyat/Lahan yang Dikelola 281.460,477 53,43 6 Sawah/ Rawa 53.22412 1,01 7 Semak Belukar 29.122,323 5,53 8 Tanah Terbuka 27.621,196 5,24 Total 526.781,453 100 Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2013 dan pengolahan citra tahun 2013 Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun 2013. Penggunaan Lahan Tahun 2013 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Diagram 4.11 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2013 IV-22

Luas (Ha) Diagram di atas menunjukan kondisi penggunaan lahan yang terbaru karena menggunakan citra Landsat TM tahun 2013 pada bulan februari. Sama halnya dengan tahun sebelumnya urutan berdasarkan luasannya masih sama dengan perkebunan paling besar.. Seperti terlihat dalam grafik perubahan penggunaan lahan dari tahun 2005, 2007, 2008, 2009 dan 2013 sebagai berikut. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 Perubahan Penggunaan Lahan 0 2005 2007 2008 2009 2013 Hutan Lahan Gambut Hutan Lahan Gambut Terdegradasi Hutan Sekunder Semak Belukar Pemukiman Perkebunan Rakyat Tanah Terbuka Sawah Diagram 4.12 Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Dari grafik di atas terlihat bahwa selama kurun waktu tersebut perkebunan rakyat masih menempati wilayah paling luas, terjadi penurunan luas pada tahun 2007 dan tahun 2011 meskipun demikian pada tahun 2013 kembali naik. Karena wilayahnya yang begitu luas, sehingga perubahan yang terlihat dalam grafik tidak terlalu drastis. Begitu pula pada tutupan lahan lainnya, mengalami perubahan yang tidak terlalu besar. Khususnya pada wilayah hutan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. NDVI berfungsi untuk mengetahui kerapatan vegetasi yang ada pada jenis penggunaan lahan khususnya wilayah hutan, agar pemerintah mendapat informasi mengenai area yang harus segera ditangani. Besarnya perubahan pertahunnya dapat dilihat dalam tabel berikut. IV-23

Penggunaan Lahan Tabel 4.13 Perubahan Penggunaan Lahan Kab. Muaro Jambi Perubahan Penggunaan Lahan (Ha) 2005 ke 2007 2007 ke 2008 2008 ke 2009 2009 ke 2013 Hutan Lahan Gambut -974,045-5.462,430-1.114,665-2.346,922 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 1.121,931 944,186 387,955 729,227 Hutan Sekunder -2.345,252-4,028-403,238-369,028 Pemukiman 3.127,058 2.144,668 1.088,469 9.470,915 Perkebunan Rakyat/Lahan yang Dikelola -9.318,331 9.806,097-1.160,087 1.864,359 Sawah/ Rawa -638,253 210,982-628,931-970,615 Semak Belukar 2.651,941-2.675,269-101,380-17.675,922 Tanah Terbuka 6.372,886-4.963,523 1.930,174 9.296,824 Total -2,066 0,683-1,702-1,162 Sumber : Pengolahan Citra Tahun 2013 dan Citra Landsat TM Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa selama delapan tahun atau dari tahun 2005 sampai tahun 2013 wilayah pemukiman naik sebesar 15.831,111 Ha, perkebunan rakyat/lahan yang dikelola naik sebesar 1.192,038 Ha, sawah/vegetasi rawa menurun hingga 2.026,817 Ha, semak belukar menurun hingga 17.800,629 dan tanah terbuka naik sebesar 12.636,361. Perubahan penggunaan lahan tersebut berkaitan erat dengan kondisi hutan yang ada, untuk perubahan wilayah hutan akan dijelaskan di subbab selanjutnya. IV.7. Perhitungan Deforestasi Hutan Deforestasi adalah perusakan lapisan atas hutan dengan cara merubah penggunaan lahan secara permanen, berdasarkan ketentuan dari departemen kehutanan Indonesia, perhitungan deforestasi hutan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: IV-24

Gambar 4.21 Diagram Perhitungan Deforestasi Hutan (http://appgis.dephut.go.id/appgis/download.aspx) Keterangan : H(t0) = Hutan Tahun ke-0 H(t1) = Hutan Tahun ke-1 NH(t0) = Non Hutan Tahun ke-0 NH(t1) = Non Hutan Tahun ke-1 Berdasarkan diagram di atas untuk perhitungan deforestasi hutan dilakukan pemisahan wilayah hutan dan wilayah non hutan tiap tahunnya untuk mempermudah perhitungan.perhitungan penurunan lahan hutan secara keseluruhan tahun 2005, 2007, 2008, 2009, 2011 dan 2013 IV-25

Tabel 4.14 Perhitungan Selisih Wilayah Hutan dan Non Hutan Tahun Luas Wilayah Hutan (Ha) Selisih (Ha) 2005 144.816,379-2.197,366 2007 142.619,012-4.522,272 2008 138.096,740-1.129,948 2009 136.966,792-1.986,723 2013 134.980,069 Total -9.836,310 Tahun Luas Wilayah Non Hutan (Ha) Selisih (Ha) 2005 381.969,321 2.195,300 2007 384.164,621 4.522,955 2008 388.687,576 1.128,246 2009 389.815,822 1.985,562 2013 391.801,384 Total 9.832,063 Berdasarkan tabel di atas, wilayah hutan hampir setiap tahunnya mengalami penurunan luas. Sedangkan wilayah non hutan mengalami peningkatan hampir disetiap tahunnya, ini dapat diartikan bahwa terjadi perubahan penggunaan tanah dari hutan menjadi non hutan. Berikut adalah diagram perubahan wilayah hutan kabupaten Muaro Jambi pada tahun 2005, 2007, 2008, 2009 dan 2013. IV-26

Luas (Ha) 150000 Perubahan Wilayah Hutan 145000 140000 135000 130000 2005 2007 2008 2009 2013 Tahun Diagram 4.13 Perubahan Wilayah Hutan Secara keseluruhan, penurunan wilayah hutan selama delapan tahun adalah sebesar -9.836,310 Ha dari luas pada tahun 2005. Hal ini terjadi disebabkan banyaknya penebangan liar yang dilakukan oleh oknum masyarakat setempat, dan adanya perluasan wilayah perkebunan yang mulai menggerogoti wilayah hutan. Berdasarkan laporan moratorium Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2009 lalu, Luas wilayah hutan di Kabupaten Muaro Jambi adalah seluas 136.976,70 Ha yang terdiri dari Hutan lahan gambut yang termasuk dalam kawasan hutan lindung gambut yang berfungsi untuk penyeimbang tata air yang dikenal dengan nama air hitam dalam. Hutan lahan gambut terdegradasi adalah hutan lahan gambut yang sudah mulai mengalami penurunan kerapatan hutan namun masih masuk dalam kawasan hutan. Sedangkan untuk hutan sekunder terdiri dari hutan produksi tetap, hutan produksi tetap terbatas, kawasan suaka alam dan areal penggunaan lain (APL). Berikut adalah persebaran hutan di wilayah kabupaten muaro jambi beserta kelas vegetasinya. IV-27

Tabel 4.15 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2005 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun 2005 1 2 3 4 5 6 Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0,781 108,709 589,186 8,881 0,000 0,000 707,557 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 8,290 432,375 4.434,380 1.126,578 0,000 0,000 6.001,623 Hutan Lahan Gambut 0,000 19.837,720 25.255,802 19.889,685 3,211 47,372 65.033,790 Hutan Lahan KUMPEH Gambut Terdegradasi 13,249 355,413 284,671 499,973 0,540 42,545 1.196,390 KUMPEH ULU Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 56,280 3.865,359 4.809,440 338,228 0,000 0,000 9.069,306 Hutan Sekunder 6,588 1.003,105 9.118,305 375,779 0,000 0,000 10.503,777 Hutan Lahan SUNGAI GELAM Gambut Terdegradasi 12,040 11.419,632 24.856,954 240,891 2,880 0,000 36.532,397 TAMAN RAJO Hutan Sekunder 0,000 7.306,826 4.704,249 3.417,951 43,603 0,000 15.472,629 Total 97,227 44.329,139 74.052,988 25.897,966 50,234 89,917 144.517,470 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2005 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Tabel 4.16 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2007 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun 2007 1 2 3 4 5 6 Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0,000 287,853 372,058 15,775 0,000 0,000 675,685 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 3,440 97,042 2.669,894 1.759,663 0,000 0,000 4.530,040 Hutan Lahan Gambut 0,000 25.060,787 30.172,754 8.825,768 0,000 0,000 64.059,309 Hutan Lahan KUMPEH Gambut Terdegradasi 12,125 1.209,689 66,162 120,814 0,000 0,000 1.408,791 KUMPEH ULU Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 38,007 7.859,611 2.954,618 0,000 0,000 0,000 10.852,236 Hutan Sekunder 0,000 2.983,245 6.789,558 18,172 0,000 0,000 9.790,974 Hutan Lahan SUNGAI GELAM Gambut Terdegradasi 39,268 27.761,982 8.008,259 0,000 0,000 0,000 35.809,509 TAMAN RAJO Hutan Sekunder 6,356 6.822,412 8.014,126 0,000 0,000 0,000 14.842,894 Total 99,196 72.082,623 59.047,428 10.740,192 0,000 0,000 141.969,438 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2007 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 IV-28

Tabel 4.17 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2008 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun 2008 1 2 3 4 5 6 Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0,000 102,372 567,693 4,043 0,000 0,000 674,109 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 6,811 1.306,375 0,000 3.216,164 0,000 0,000 4.529,350 KUMPEH KUMPEH ULU SUNGAI Hutan Lahan Gambut 0,000 7.970,238 24.399,644 25.864,477 3,855 358,819 58.597,033 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 6,029 743,842 947,926 273,487 0,000 0,000 1.971,284 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 49,684 2.619,258 0,000 7.442,262 0,000 0,000 10.111,204 Hutan Sekunder 0,000 2.387,113 7.228,920 173,420 0,000 0,000 9.789,453 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 28.478,312 0,000 9.103,502 0,000 0,000 37.581,814 GELAM TAMAN RAJO Hutan Sekunder 0,000 8.609,389 270,218 5.960,870 0,000 0,000 14.840,477 Total 62,524 52.216,900 33.414,401 52.038,226 3,855 358,819 138.094,724 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2008 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Tabel 4.18 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2009 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun 2009 1 2 3 4 5 6 Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 2,263 125,631 464,051 9,760 0,000 0,000 601,704 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 4,065 1.048,351 2.388,119 987,639 0,000 0,000 4.428,174 KUMPEH KUMPEH ULU SUNGAI Hutan Lahan Gambut 0,913 10.758,931 38.438,430 8.198,401 0,000 86,002 57.482,677 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 4,356 775,997 857,007 921,044 0,000 0,000 2.558,404 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 61,884 0,000 0,000 10.090,126 0,000 0,000 10.152,010 Hutan Sekunder 0,000 5.420,309 144,766 4.155,684 0,000 0,000 9.720,759 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 21,505 7.533,875 26.201,780 3.583,071 0,000 0,000 37.340,231 GELAM TAMAN RAJO Hutan Sekunder 1,954 2.774,327 8.974,984 2.929,192 0,000 0,000 14680,456 Total 96,941 28.437,421 77.469,136 30.874,916 0,000 86,002 136.964,415 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2009 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 IV-29

Tabel 4.19 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2013 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun 2013 1 2 3 4 5 6 Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0,000 321,028 0,000 221,946 0,000 0,000 542,973 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 2,098 107,004 4.023,321 0,000 0,000 0,000 4.132,424 KUMPEH KUMPEH ULU SUNGAI GELAM Hutan Lahan Gambut 0,770 10.632,998 16.966,108 28.531,535 1,319 3,428 56.136,158 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 27,264 1.351,688 1.342,237 37,229 0,000 0,000 2.758,418 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 24,591 3.949,947 5.471,577 235,334 0,000 0,000 9.681,448 Hutan Sekunder 0,000 9.282,648 67,324 0,000 0,000 0,000 9.349,972 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 12,497 29.392,482 0,000 8.936,045 0,000 0,000 38.341,024 TAMAN RAJO Hutan Sekunder 5,535 7.717,138 6.316,139 0,000 0,000 0,000 14.038,812 Total 72,754 62.754,934 34.186,706 37.962,089 1,319 3,428 134.981,229 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2013 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Tabel di atas merupakan persebaran wilayah hutan berdasarkan kerapatan vegetasinya. Kerapatan vegetasi dominan yang ada pada kawasan hutan berkisar antara vegetasi sangat jarang, vegetasi jarang dan vegetasi sedang. lebat dan vegetasi sangat lebat hanya terdapat pada hutan lahan gambut di kecamtan Kumpeh pada tahun 2005, 2008 dan 2013. Kerapatan vegetasi ini selain dipengaruhi oleh perekaman citra pada muka bumi tapi juga dipengaruhi oleh kualitas citra tersebut. Dari sebelas kecamatan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi, Hanya ada enam kecamatan yang memiliki kawasan hutan. Kecamatan Kumpeh adalah kecamatan dengan kawasan hutan yang paling luas karena memiliki Hutan Lahan Gambut yang termasuk salah satu hutan lindung yang ada di Provinsi Jambi. Namun meskipun tergolong kawasan hutan lindung, hutan lahan gambut tidak lepas dari penjarahan liar dan kebakaran hutan, sehingga masih saja mengalami penurunan tiap tahunnya. Untuk kawasan hutan sekunder, pada dasarnya dimaksudkan untuk digunakan sebagai hutan produksi maupun sebagai kawasan cadangan yang IV-30

sewaktu-waktu dapat berubah fungsi atau disebut juga area penggunaan lain agar menghindari kasus penyerobotan kawasan hutan lainnya. Secara keseluruhan, selama delapan tahun atau mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 kawasan hutan mengalami penurunan. Untuk kawasan hutan lahan gambut berkurang sebesar 9.898,062 Ha yang dibuktikan dengan naiknya kawasan hutan lahan gambut terdegradasi sebesar 3.183,299 Ha, sehingga dapat diartikan bahwa berkurangnya hutan lahan gambut sebagian disebabkan adanya degradasi sedangkan selebihnya disebabkan perubahan fungsi hutan. Sedangkan hutan sekunder sendiri mengalami penurunan sebesar 3.121,547 Ha. IV.8. Survei Lapangan Tahap validasi data dilakukan dengan menggunakan survei lapangan dengan menggunakan uji ketelitian terhadap hasil interpretasi dan untuk memperoleh data variabel kualitas lingkungan yang tidak dapat diperoleh melalui interpretasi citra. Validasi data merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh pengguna data penginderaan jauh sebelum melakukan analisis selanjutnya. Hal ini karena ketelitian data hasil interpretasi sangat berpengaruh terhadap besarnya kepercayaan yang dapat diberikan oleh data tersebut (Sutanto, 1986). Kegiatan validasi data hasil interpretasi dan perolehan data variabel non interpretasi dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu. IV.9. Penentuan Jumlah Sampel Metode pemilihan sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode stratified random sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dengan sebelumnya membagi populasi ke dalam beberapa tingkatan dan dari setiap tingkatan dapat diambil sampel secara acak dengan jumlah yang telah ditentukan (Meita, 2011). Penentuan jumlah sampel dan lokasi sampel dapat ditentukan setelah satuan pemetaan dibuat. Satuan pemetaan yang berupa wilayah hutan terdiri dari 40 poligon. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan 1.1. IV-31

Untuk mempermudah perhitungan, persamaan 1.1 dijabarkan terlebih dahulu. Misalkan dengan mencari nilai D terlebih dahulu dan seterusnya, sehingga perhitungan untuk memperoleh data sampel menjadi seperti berikut ini : D = B2 4 D = 0,12 4 = 0,0025 Pada penelitian ini derajat ketepatan yang diharapkan adalah 90%, sehingga nilai bound on error (B) adalah 10% (0,1). Langkah selanjutnya yaitu mencari nilai N 2 D dan [Ni.Pi (1-Pi)]. Pada penelitian ini total polulasi hutan yang diperoleh pada satuan pemetaan sebanyak 583 poligon, sehingga : N 2 D = (40) 2 x 0,0025 = 3,61 Untuk mempermudah perhitungan nilai [Ni.Pi (1-Pi)], maka dapat dibuat matriks seperti pada tabel berikut : Tabel 4.20. Perhitungan Matriks Nama Ni Pi (1-Pi) Ni.Pi Ni.Pi.(1-Pi) Hutan Lahan 3 0,75 0,25 2,25 0,563 Gambut Hutan Lahan 9 0,75 0,25 6,75 1,688 Gambut Terdegradasi Hutan Sekunder 26 0,75 0,25 19,5 4,875 7,126 Keterangan : Pi Ni = Total unit sampling pada suatu kategori tertentu dalam strata i Jumlah sampel pada setiap kelas (sub populasi) yang memiliki nilai variabel yang sesuai kelas (baik/sedang/buruk) terbanyak diperkirakan mencapai 75% (0,75). = Total sub populasi dari strata i n = N [Ni Pi 1 Pi ] N 2 D+ [Ni Pi 1 Pi ] IV-32

n = 38 x 7,126 3,61 + 7,126 n = 270,788 10,736 n = 25,222 Dari perhitungan di atas diperoleh sampel yang harus di uji ketelitiannya (validasi data) sebanyak 26 poligon. Dengan besarnya sampel per jenis adalah sebagai berikut : n i = Ni N x n n Hutan Lahan Gambut = 3 38 x 26 = 2 n k.sedang = 9 38 x 26 = 6 n k.buruk = 26 38 x 26 = 18 Berdasarkan perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan persamaan yang telah ditentukan, maka jumlah tiap sampel jenis hutan disajikan pada tabel berikut ini : Tabel 4.21. Jumlah Sampel Jenis Hutan No Klasifikasi Jumlah Poligon Jumlah Sampel 1 Hutan Lahan Gambut 3 3 2 Hutan Lahan Gambut 9 6 Terdegradasi 3 Hutan Sekunder 26 18 Total 38 26 (Sumber : Hasil Analisis, 2013) Setelah jumlah sampel tiap kelas diketahui, maka pemilihan lokasi sampel dilakukan secara random dengan mempertimbangkan luas dan persebarannya disetiap Kecamatan, sehingga tiap jenis hutan memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai lokasi sampel. IV-33