HUBUNGAN KETIDAKPATUHAN PENGOBATAN DAN STIGMA PADA KELUARGA DENGAN PERAWATAN KEMBALI PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJ DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAGIAN PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA JL. Tali Air no. 21 Medan PERNYATAAN KESEDIAAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB III PENUTUP. terhadap anggota keluarga penderita Skizofrenia yang mengalami. preventif dan rehabilitatif.

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

HUBU GA DUKU GA KELUARGA DE GA KEPATUHA KO TROL BEROBAT PADA KLIE SKIZOFRE IA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMI O GO DOHUTOMO SEMARA G

DUKUNGAN KELUARGA MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN SKIZOFRENIA ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

Artikel Penelitian Majalah Kesehatan Pharmamedika 2013, Vol 5 No. 1 15

INTISARI. M. Fauzi Santoso 1 ; Yugo Susanto, S.Si., M.Pd., Apt 2 ; dr. Hotmar Syuhada 3

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN GEJALA PASIEN SKIZOFRENIA

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di RSD dr. Soebandi Jember

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

BAGIAN PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA JL. Tali Air no. 21 Medan PERNYATAAN KESEDIAAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. V. L

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TESIS. Oleh NONI NUR ISLAMIE /IKM

DAFTAR PUSTAKA. Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika. Serikat: Brook/Cole Publishing Company.

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

EVALUASI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIPSIKOTIK ORAL PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN PASIEN HALUSINASI DENGAN PERILAKU KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN HALUSINASI

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

Karakteristik Demografi Pasien Depresi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali Periode

HUBUNGAN KELUARGA PASIEN TERHADAP KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) RUMAH SAKIT JIWA ACEH

SKRIPSI PENGARUH FREKUENSI PEMBINAAN DAN INTERAKSI PSIKORELIGIUS KELUARGA TERHADAP JANGKA WAKTU KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN CATATAN KEPERAWATAN JURNAL PENELITIAN MEDIA MEDIKA MUDA

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

CUT ZULIATI MULI /IKM

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

JST Kesehatan, April 2015, Vol.5 No.2 : ISSN

Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga serta Frekuensi Kekambuhan Penderita Skizofrenia

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MINUM OBAT DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT DIABETES MELLITUS

HALAMAN PERSETUJUAN. Disusun oleh: PUDJI HASTUTI

Khodijah, Erna Marni, Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2013

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID DI POLIKLINIK RS JIWA DAERAH PROPSU MEDAN

Suryani 1, Wiwi Karlin 2, Maria Komariah 3

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI POLI KLINIK RUMAH SAKIT JIWA Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG ABSTRAK

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI DI KABUPATEN MAGELANG

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI,

Pengetahuan Keluarga tentang Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BEDA PERSEPSI DOKTER PUSKESMAS INTEGRASI DAN NON INTEGRASI DI KABUPATEN KLATEN TERHADAP PENDERITA SKIZOFRENIA

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG SKIZOFRENIA DAN EKSPRESI EMOSI KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA DI IRD RSJ PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

PENGARUH TERAPI MUSIK DANGDUT RITME CEPAT TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

HUBUNGAN KOMPENSASI DAN DISIPLIN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA TENAGA KEPERAWATAN DI RSJ. PROF. DR. V. L. RATUMBUYSANG MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

Etlidawati 1, Salmiwati 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

Seprianus Lahal 1, Suhartatik 2. STIKES Nani Hasanuddin Makassar 2. STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

KARMILA /IKM

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

Unnes Journal of Public Health

PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI BERHUBUNGAN DENGAN KETAATAN KONTROL GULA DARAH PADA PENDERITA DM DI RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

BAB I PENDAHULUAN yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN GANGGUAN JIWA YANG MENGALAMI RAWAT INAP ULANG

Transkripsi:

450 WAHANA INOVASI VOLUME 3 No.2 JULI-DES 2014 ISSN : 2089-8592 HUBUNGAN KETIDAKPATUHAN PENGOBATAN DAN STIGMA PADA KELUARGA DENGAN PERAWATAN KEMBALI PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJ DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA Joesoef Simbolon Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara Jl. Karya Bakti No. 34 Medan ABSTRACT Schizophrenia is a chronic psychotic disorder which always relapses. The data obtained from the Medical Record of the Mental Hospital of North Sumatera Province showed that in 2013, 65% of the patients of schizophrenia treated experienced a relapse and caused their rehospitalization. The high rate of relapse in the patients of schizophrenia is predicted to be related to medication nonadherence and family stigma. The purpose of this explanatory survey study was to analyze the relationship between the medication nonadherence and family stigma and the rehospitalization of the patients of schizophrenia in the Mental Hospital of North Sumatera Province. The population of this study in 2013 were 956 families of the patients of schizophrenia having treatment in the Mental Hospital of North Sumatera Province and 87 of them were selected to be the samples for this study through the non probability sampling and consecutive techniques. The primary data were obtained through questionnairebased interviews. The data obtained were analyzed through univariate and bivariate analysis by means of Chi-square test. The result of this study showed that medication non-adherence and family stigma had significant relationship with the rehospitalization of the patients of schizopherenia in the Mental Hospital of North Sumatera Province (p < 0.05). The management of the Mental Hospital of North Sumatera Province is suggested (1) to improve the extension program through family education focused on expression in the family, and (2) to make a policy focusing on the importance of community empowerment in the process of helping the recovery of the patients of schizophrenia. Keywords : Non-adherence, Family Stigma, Rehospitalization PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat. Pasien skizofrenia seringkali memerlukan rawat inap di rumah sakit dengan berbagai alasan. Perawatan kembali pasien dengan skizofrenia lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien gangguan mental berat lainnya. Medikasi dapat mengurangi gejala 70% sampai 85% pada seseorang yang pertama kali didiagnosis sebagai skizofrenia namun 60% pasien akan mengalami perawatan ulang (Linden, 2005). American Psychiatric Association (APA) (1995), menyebutkan bahwa 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Penelitian yang sama oleh WHO juga menjelaskan bahwa prevalensi skizofrenia dalam masyarakat berkisar antara satu sampai tiga per mil penduduk dan di Amerika Serikat penderita skizofrenia lebih dari dua juta orang. Skizofrenia lebih sering terjadi pada populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah (Sadock, 2004). Menurut hasil penelitian di Indonesia, terdapat sekitar 1-2% penduduk yang menderita skizofrenia yang berarti 2-4 juta jiwa dan dari jumlah tersebut diperkirakan penderita skizofrenia yang aktif sekitar 700.000-1,4 juta jiwa. Menurut pendapat Irmansyah (2006), bahwa penderita yang dirawat di rumah sakit jiwa di Indonesia hampir 70% karena skizofrenia (Wicakna, 2001). Survey Kesehatan Mental Rumah Tangga oleh Jaringan Epidemiologik

451 Psikiatrik Indonesia menjelaskan gangguan kesehatan jiwa berdasarkan lokasi di Indonesia adalah sebagai berikut : Bangli (Bali) 10,7%, Banjarmasin 15%, Palembang 17,1%, Semarang 17,3%, Solo 19,1%, Manado 19,1%, Padang 19,7%, Jakarta 20,0%, Bogor 20,6%, Jambi 23,2%, Banda Aceh 24,1% (Bahar, 1995). Kronisitas gangguan skizofrenia merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam penatalaksanaan, meskipun pengobatan farmakologik merupakan pilihan utama dalam penatalaksanaan. Hampir semua pasien skizofrenia kronis mengalami kekambuhan berulang kali sehingga mengakibatkan defisit ketrampilan personal dan vokasional. Kekambuhan dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan minum obat, gejala yang refrakter terhadap pengobatan peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres, kerentanan individu terhadap stres, ekspresi emosi keluarga yang tinggi, serta yang tidak kalah penting adalah dukungan keluarga dalam penatalaksanaan penyakit ini. Perawatan kembali pasien skizofrenia disebabkan adanya hendaya akibat penyakitnya, ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan efek samping pengobatan terutama extrapyramidal symptoms (EPS), isolasi sosial, pendapatan yang rendah serta tidak mempunyai tempat tinggal. Prasangka (prejudice) dan stigma yang menyertai pasien skizofrenia menyebabkan kesulitan yang dihadapi pasien skizofrenia bertambah. Kondisi pasien ini menyebabkan keluarga bingung dan terbebani. Keluarga menghadapi masalah yang muncul secara dramatis dan menimbulkan beban, berupa beban subjektif maupun beban objektif bagi pasien skizofrenia dan keluarganya.bagi pasien skizofrenia, hal tersebut menjadikan halangan untuk mendapat perlakuan yang layak, kesulitan dalam mencari pekerjaan dan sebagainya. Penelitian yang dilakukan di Singapura memperlihatkan terdapat 73% responden mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan, 52% mengalami rendah diri dan 51% dimusuhi akibat menderita skizofrenia. Sementara bagi keluarga memiliki anggota keluarga yang mengalami skizofrenia menimbulkan aib bagi keluarga dan membuat mereka mengalami isolasi sosial. Menurut survey yang dilakukan oleh Otto F Wahl (1999) menjelaskan masyarakat merupakan sumber stigma yang utama. Adanya lelucon tentang rumah sakit jiwa dan tentang penderita gangguan jiwa sangat sering dijumpai dalam media ataupun pada masyarakat. Keluarga dan penderita yang seharusnya terluka oleh lelucon tersebut kehilangan hak untuk marah dan akhirnya terbawa untuk ikut menikmatinya. Stigma jika dibiarkan akan mengukuhkan pelecehan masyarakat terhadap penderita. Masyarakat berhak menjauhi, mengucilkan, menganggap penderita skizofrenia sebagai lelucon yang dapat dipermainkan dan diolok-olok (Irmansyah, 2001). Masalah stigma, dalam penanggulangan pasien skizofrenia ternyata masih merupakan kendala yang cukup berarti. Pada berbagai kalangan, stigma tersebut dapat tampak dalam bentuk keinginan memasukkan setiap anggota masyarakat yang dicurigai menderita gangguan jiwa ke rumah sakit jiwa. Mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia bukanlah hal yang mudah, sehingga peranan keluarga sangat penting dalam penatalaksanaan pasien (Durand, 2007). Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1.487 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia adalah sebanyak 1.283 orang (88,15%). Pada tahun 2013 pasien gangguan jiwa yang di rawat berjumlah 1.794 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.643 orang (90,09%). Dari 1643 orang pasien skizofrenia yang dirawat pada tahun 2013 sebanyak 1593 orang (96,76%) mengalami remisi, dan dari jumlah tersebut penderita yang mengalami kekambuhan sebanyak 956 orang penderita (65%). Data diatas menunjukkan adanya peningkatan pasien dengan skizofrenia dari tahun ke tahun di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dan juga menunjukkan tingginya angka kekambuhan pada pasien skizofrenia (Medical Record RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara, 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis telah melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Ketidakpatuhan Pengobatan dan Stigma Pada Keluarga

452 Dengan Perawatan Kembali Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Belum ada data tentang hubungan ketidakpatuhan pengobatan dan stigma yang dialami keluarga dengan perawatan kembali pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei Explanatory Research dengan desain cross sectional yang bertujuan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesis (Sudigdo, 2002) yaitu untuk mengetahui hubungan ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan stigma pada keluarga dengan perawatan kembali yaitu frekwensi rawat inap dalam dua tahun terakhir. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian 2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, dengan alasan perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang apapun bentuk sub tipe penyakitnya. Hampir separuh pasien skizofrenia yang diobati dengan pelayanan standar akan kambuh dan membutuhkan perawatan kembali. Kekambuhan pada pasien skizofrenia dapat disebabkan karena ketidakpatuhan terhadap pengobatan, stigma pada keluarga dan tidak adanya dukungan keluarga. Dukungan keluarga sangat penting dalam penatalaksanaan pasien skizofrenia. 2.2. Waktu Penelitian Penilitian dilakukan MARET-MEI 2014. 3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien skizofrenia yang mengalami kekambuhan yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam satu tahun yang berjumlah 956 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga pasien skizofrenia yang menjalani perawatan kembali di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 87 orang. 4. Metode Pengumpulan Data Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung yang berpedoman pada kuesioner yang telah disusun dan melakukan wawancara kepada keluarga pasien skizofrenia yang mencakup variabel independen yaitu : ketidak patuhan pengobatan, stigma pada keluarga, dengan variabel dependen perawatan kembali yaitu frekwensi rawat inap dalam dua tahun terakhir. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dan catatan atau dokumen di Medical Record di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang relevan dengan tujuan penelitian. 5. Variabel Penelitian Variabel Independen/data demografik dalam penelitian ini. a. Keluarga pasien skizofrenia adalah salah seorang anggota keluarga yang merawat pasien, bertanggung jawab terhadap kesehatan pasien dan dapat mengambil keputusan berkaitan dengan pengobatan. Dapat tinggal serumah dengan pasien atau berdekatan rumah dan berinteraksi dengan pasien sekurang-kurangnya 10 jam per minggu. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan menanda tangani lembar persetujuan responden tertulis. b. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan adalah berbagai perilaku seperti enggan mencari bantuan, menolak pengobatan, tidak menepati perjanjian yang telah dibuat, kunjungan yang tidak teratur, terminasi dini tanpa seizin dokter pengobatan dan tidak mengikuti nasehat dokter seperti mematuhi penggunaan obat, merubah gaya hidup. c. Stigma pada keluarga adalah label atau tanda tidak adanya penerimaan sosial pada keluarga pasien skizofrenia dan masyarakat yang memandang negatif penyakit skizofrenia. d. Umur adalah jumlah tahun hidup yang dihitung sejak tanggal lahir sampai dengan tahun terakhir pada saat penelitian yang dinyatakan dalam tahun.

453 e. Pendidikan adalah jenis pendidikan terakhir yang pernah dijalani sampai akhir jenjang pendidikan. f. Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan dan menghasilkan pendapatan. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah frekwensi perawatan dalam dua tahun terakhir yaitu jumlah kunjungan rawat inap yang dialami pasien dalam dua tahun terakhir yang dapat diperolah dari anamnesis pada keluarga dan catatan medis pasien skizofrenia. 6. Metode Analisis Data Analisis univariat untuk mengetahui gambaran deskriptif dengan menampilkan tabel frekwensi. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen ketidakpatuhan terhadap pengobatan, stigma pada keluarga dengan variabel dependen perawatan kembali pasien skizofrenia digunakan uji Chi Square pada tingkat kepercayaan 95% (α =0,05), sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik p<0,05 maka variabel diatas dinyatakan mempunyai hubungan secara signifikan. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, hubungan dengan pasien, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik menunjukkan bahwa responden yang berumur diatas 40 tahun ada 37 orang (42,5%) dan paling sedikit berumur di bawah 30 tahun ada 19 orang (21,8%). Pendidikan paling banyak SLTA ada 60 orang (69%), dan paling sedikit berpendidikan SD ada 1 orang (1,1%). Jenis kelamin responden paling banyak laki-laki ada 60 orang (69%) dan paling sedikit perempuan ada 27 orang (31%). Pekerjaan paling banyak wiraswasta ada 52 orang (59,8%), paling sedikit PNS ada 2 orang (2,3%). Hubungan dengan pasien paling banyak sebagai saudara laki-laki ada 30 orang (34,5%) dan paling sedikit sebagai ibu ada 2 orang (2,3%). Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu No Karakteristik Responden N Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 60 69,0 Perempuan 27 31,0 2. Umur < 30 tahun 19 21,8 30 40 tahun 31 35,6 > 40 tahun 37 42,5 3. Pendidikan SD 1 1,1 SLTP 15 17,2 SLTA 60 69,0 Akademi 9 10,3 S1 2 2,3 4. Pekerjaan PNS 2 2,3 Wiraswsata 52 59,8 Tani 22 25,3 Karyawan Swasta 11 12,6 5. Hubungan kekeluargaan dengan pasien Ibu 2 2,3 Bapak 7 8,0

454 No Karakteristik Responden N Persentase (%) Anak 13 14,9 Saudara Perempuan 22 25,3 Saudara Laki-laki 30 34,5 Adik 13 14,9 Karakteristik Pasien Skizofrenia Karakteristik pasien skizofrenia meliputi jenis kelamin, umur, agama, status perkawinan, suku bangsa, pendidikan, urutan anak dalam keluarga dan pengeluaran pasien tiap bulannya. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik menunjukkan bahwa pasien paling banyak berjenis kelamin laki-laki ada 60 orang (69%) dan jenis kelamin perempuan ada 27 orang (31%). Umur pasien paling banyak berumur 25-35 tahun ada sebanyak 37 orang (42,6%) dan paling sedikit berumur di bawah 25 tahun ada 19 orang (21,8%). Pasien paling banyak beragama Islam ada 58 orang (66,7%), dan paling sedikit beragama Katolik ada 1 orang (1,1%). Status perkawinan pasien paling banyak dengan status kawin ada 50 orang (57,5%) dan status tidak kawin ada 37 orang (42,5%). Pasien paling banyak suku Batak ada 26 orang (29,1%) dan paling sedikit pasien dengan suku Nias ada 2 orang (2,3%). Pasien paling banyak berpendidikan SLTP ada 32 orang (36,8%), dan paling sedikit berpendidikan S1 ada 6 orang (6,9%). Pasien paling banyak tidak bekerja ada 76 orang (87,4%), dan paling sedikit bekerja ada 11 orang (12,6%). Dalam urutan keluarga paling banyak pasien anak ke 4 ada 24 orang (27,6%), dan paling sedikit anak ke 1 dan ke 7 masing-masing ada 5 orang (5,7%). Pengeluaran pasien tiap bulannya paling banyak berkisar antara Rp.250.000,- s/d Rp. 500.000,- ada 39 orang (44,8%) dan paling sedikit berkisar antara Rp.100.000,- s/d 250.000,- ada 19 orang (21,8%). Karakteristik pasien tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Distribusi Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tahun 2009 No Karakteristik Pasien n Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 60 69,0 Perempuan 27 31,0 2 Umur <25 Tahun 19 21,8 25 35 tahun 37 42,6 >35 tahun 31 35,6 3 Agama Islam 58 66,7 Protestan 26 29,9 Katolik 1 1,1 Budha 2 2,3 4. Status Perkawinan Kawin 50 57,5 Tidak kawin 37 42,5 5. Suku Bangsa Melayu 7 8,0 Mandailing 23 26,4 Jawa 12 13,8 Batak 26 29,9 China 3 3,4 Aceh 5 5,7

455 No Karakteristik Pasien n Persentase (%) Nias 2 2,3 Karo 9 10,3 6. Pendidikan SD 11 12,6 SLTP 32 36,8 SLTA 29 33,3 Akademi 9 10,3 S1 6 6,9 7. Pekerjaan Tidak Bekerja 76 87,4 Bekerja 11 12,6 8. Anak ke 1 5 5,7 2 6 6,9 3 15 17,2 4 24 27,6 5 22 25,3 6 10 11,5 7 5 5,7 9. Pengeluaran Pasien (Bulan) > Rp. 500.000,- 29 33,3 Rp. 250.000,- s/d Rp. 500.000,- 39 44,8 Rp. 100.000,- s/d Rp. 250.000,- 19 21,8 Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- 0 0 Kondisi Pasien Selama Perawatan Kondisi pasien selama mendapatkan perawatan pasien yang meliputi lama menderita sakit, usia pada saat menderita pertama kali, jumlah rawatan inap dalam dua tahun terakhir, lama perawatan yang terakhir, dan keadaan ketika pulang dari perawatan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pasien yang menderita skizofrenia paling banyak diatas 2 tahun ada 59 orang (67,9%), paling sedikit kurang dari 2 tahun ada 28 orang (32,1%). Usia pada saat menderita pertama kali paling banyak antara 25-29 tahun ada 27 orang (31%), dan paling sedikit berusia 16 19 tahun ada 11 orang (12,6%). Usia pasien pada saat pertama kali di rawat paling banyak berusia 25 29 tahun ada 26 orang (29,9%), dan paling sedikit saat pertama kali dirawat pada usia 16 19 tahun ada 10 orang (11,5%). Pasien yang di rawat inap dalam dua tahun terakhir paling banyak 3-4 kali ada 42 orang (48,3,%) dan paling sedikit kurang dari 2 kali ada 15 orang (17,2%). Perawatan yang dilakukan terakhir kali pada pasien skizofrenia paling banyak lebih dari 1 tahun ada 45 orang (51,7%), dan paling sedikit kurang dari 6 bulan ada 14 orang (16,1%). Lama perawatan yang dilakukan terakhir kali 6 bulan 1 tahun ada 36 orang (41,4%). Keadaan pasien setelah pulang dari rawatan paling banyak dalam kondisi membaik ada 54 orang (62,1%), dan paling sedikit dalam kondisi tetap ada 10 orang (11,5%).

456 Tabel 3. Distribusi Berdasarkan Kondisi Pasien Skizofrenia Selama Perawatan di Rumah Sakit Jiwa Tahun 2009 No Kondisi Pasien Skizofrenia n Persentase (%) 1 Lamanya Pasien Menderita Skizofrenia < 2 tahun 28 32,1 >2 tahun 59 67,9 2. Usia pada saat menderita pertama kali > 35 tahun 15 17,2 30 35 tahun 19 21,8 25 29 tahun 27 31,0 20 24 tahun 15 17,2 16 19 tahun 11 12,6 3. Usia Pada Saat Pertama Kali Dirawat > 35 tahun 15 17,2 30 35 tahun 19 21,8 25 29 tahun 26 29,9 20 24 tahun 17 19,5 16 19 tahun 10 11,5 4. Jumlah rawat inap dalam 2 tahun terakhir < 2 kali 15 17,2 2 4 kali 42 48,3 > 4 kali 30 34,5 5. Lama perawatan yang terakhir < 6 bulan 20 23,0 6 bulan 1 tahun 36 41,4 > 1 tahun 31 35,6 6. Keadaan setelah pulang dari rawatan Memburuk 10 11,5 Tetap 23 26,4 Membaik 54 62,1 Ketidakpatuhan Pasien Skizofrenia Terhadap Pengobatan Ketidakpatuhan pasien skizofrenia terhadap pengobatan yang meliputi alasan dirawat kembali, di rawat setelah tidak minum obat, jenis obat yang dimakan, alasan tidak makan obat dan faktor ketidakpatuhan. Dari hasil penelitian diperoleh alasan pasien skizofrenia dirawat paling banyak karena gejala terlihat kembali pada keadan semula/ bertambah ada 71 orang (81,6%) dan paling sedikit karena tidak ada yang merawat pasien skizofrenia ada 6 orang (6,9%). Pasien yang dirawat setelah tidak minum obat paling banyak kurang dari 6 bulan ada 64 orang (73,6%), dan paling sedikit 6 bulan s/d 2 tahun ada 23 orang (26,4%). Untuk jenis obat yang diminum pasien skizofrenia paling banyak 2 sampai 3 jenis obat ada 49 orang (56,3%), dan paling sedikit minum 1 jenis obat ada 6 orang (6,9%). Alasan pasien skizofrenia tidak minum obat paling banyak disebabkan karena pasien menganggap dirinya sudah sembuh ada 76 orang (87,4%), paling sedikit alasannya karena karena keluarga menganggap pasien sudah sembuh tanpa berkonsultasi ada 4 orang (4,6%). Faktor ketidakpatuhan pasien skizofrenia disebabkan karena sehubungan dengan pasien paling banyak yang menjawab ada 48 orang (55,2%), dan paling sedikit menjawab tidak ada 39 orang (44,8%). Sehubungan dengan pengobatan/efek samping paling banyak menjawab ada 57 orang (65,5%), dan paling

457 sedikit menjawab tidak ada 30 orang (34,5%). Sehubungan dengan dukungan lingkungan paling banyak menjawab ada 48 orang (55,2%), dan paling sedikit menjawab tidak ada 39 orang (44,8%). Sehubungan dengan dokter paling banyak menjawab tidak ada 60 orang (69%), dan paling sedikit ada 37 orang (31%). Ketidakpatuhan pasien skizofrenia terhadap pengobatan paling banyak tidak patuh ada 59 orang (67,8%) dan paling sedikit patuh terhadap pengobatan ada 28 orang (32,2%). Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpatuhan Pengobatan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tahun 2009 No Ketidakpatuhan n Persentase (%) 1. Alasan tidak mau berobat secara teratur Keluarga tidak siap mempunyai anggota keluarga yang sakit 71 81,6 jiwa. Merupakan penyakit akibat guna guna. 10 11,5 Penyakit yang tidak bisa disembuhkan. 6 6,9 2. Ketidakpatuhan bisa terjadi setelah minum obat teratur selama Lebih dari 2 tahun 64 73,6 6 bulan s/d 2 tahun 23 26,4 Kurang dari 6 bulan 0 0,0 3 Jenis obat yang diminum >4 jenis 32 36,8 2 jenis s/d 3 jenis 49 56,3 1 jenis 6 6,9 4 Alasan menolak minum obat Pasien menganggap dirinya sudah sembuh 76 87,4 Efek samping obat 7 8,0 Keluarga menganggap pasien sudah sembuh tanpa 4 4,6 berkonsultasi 5. Ketidakpatuhan pasien Tidak patuh Patuh 59 28 67,8 32,2 6. Faktor ketidakpatuhan a. Sehubungan dengan pasien - Ada 48 55,2 - Tidak ada 39 44,8 b. Sehubungan dengan pengobatan/efek samping - Ada 57 65,5 - Tidak ada 30 34,5 c. Sehubungan dengan dukungan lingkungan - Ada 48 55,2 - Tidak ada 39 44,8 d. Sehubungan dengan dokter - Ada 27 31,0 - Tidak ada 60 69,0

458 Stigma Anggota Keluarga Terhadap Pasien Skizofrenia Stigma anggota keluarga terhadap pasien dari tiap-tiap item pertanyaan yaitu pada item pertanyaan tentang khawatir diperlakukan berbeda paling banyak jawaban dengan kategori sangat sering ada 46 orang (52,9%), dan paling sedikit tidak sama sekali ada 8 orang (9,2%). Pada item pertanyaan tentang khawatir orang-orang akan mengetahui masalahnya paling banyak jawaban dengan kategori sangat sering ada 43 orang (49,4%) dan paling sedikit dengan kategori tidak sama sekali ada 8 orang (9,2%). Pada item pertanyaan tentang merasa perlu menyembunyikan kenyataan paling banyak jawaban dengan kategori sangat sering ada 50 orang (57,5%) dan paling sedikit dengan kategori kadang-kadang ada 8 orang (9,2%). Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Stigma Anggota Keluarga di Rumah Sakit Jiwa Tahun 2009 No Stigma Anggota Keluarga Jumlah Persentase Ringan 7 8,0 Sedang 33 37,9 Berat 47 54,0 Frekuensi Rawat Inap Pasien Skizofrenia Frekuensi rawat inap pasien skizofrenia paling banyak lebih dari 2 kali ada 63 orang (72,4%) dan paling sedikit kurang atau sama dengan 2 kali ada 24 orang (27,6%). Frekuensi rawat inap pasien skizofrenia dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 6. Distribusi Pasien Skizofrenia Berdasarkan Frekuensi Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Tahun 2009 No Frekuensi Rawat Inap Jumlah Persentase Rendah ( 2 kali) 24 27,6 Tinggi (> 2 kali) 63 72,4 Analisis Bivariat Hubungan Ketidakpatuhan Pasien Skizofrenia Dengan Frekuensi Rawat Inap Adanya hubungan ketidakpatuhan pasien skizofrenia dengan frekuensi rawat inap diperoleh yaitu pasien yang tidak patuh maka frekuensi rawat inap akan lebih dari dua kali sebanyak 59 orang (100%), pasien yang patuh maka frekuensi rawat inap kurang atau sama dengan dua kali sebanyak 24 orang (85,7%). Pada pasien yang patuh frekuensi rawat inapnya lebih dari dua kali sebanyak 4 orang (14,3%). Hasil uji chisquare variabel ketidakpatuhan pasien skizofrenia dengan frekuensi rawat inap diperoleh p = 0,000 < 0,05, artinya terdapat hubungan signifikan ketidakpatuhan pasien skizofrenia dengan frekuensi rawat inap, dimana ketidakpatuhan pengobatan akan mengakibatkan frekuensi rawat inap yang tinggi. Tabel 7. Distribusi Ketidakpatuhan Pengobatan Dengan Frekuensi Rawat Inap Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tahun 2009 No Frekuensi rawat Inap Ketidakpatuhan Rendah Tinggi (< 2 kali) (> 2 kali) Jumlah X² P 1. Tidak patuh 0 0,0 59 100,0 59 100,0 65,612 0,000 2. Patuh 24 85,7 4 14,3 28 100,0 Jumlah 24 27,6 63 72,4 87 100,0

459 Hubungan Stigma Pada Keluarga Dengan Frekuensi Rawat Inap Pasien Skizofrenia Hubungan stigma pada keluarga dengan frekuensi rawat inap pasien skizofrenia dari hasil penelitian diperoleh stigma pada keluarga paling banyak dengan kategori di atas rata-rata (derajat berat) pada frekuensi rawat inap lebih dari dua kali sebanyak 47 orang (100%). Stigma pada keluarga paling sedikit dengan nilai rata-rata (derajat sedang) pada frekuensi rawat inap kurang dari dua kali sebanyak 5 orang (71,4%), dan stigma derajat sedang pada frekuensi rawat inap lebih dari dua kali sebanyak 2 orang (28,6%). Tabel 8. Distribusi Stigma Anggota Keluarga Dengan Frekuensi Rawat Inap pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tahun 2009 Frekuensi rawat Inap No Stigma Rendah (< 2 kali) Tinggi (> 2 kali) Jumlah X² P 1. Berat 0 0,0 47 100,0 47 100,0 39,498 0,000 2. Sedang 5 71,4 2 28,6 7 100,0 3 Ringan 19 57,6 14 42,4 33 100,0 24 27,6 63 72,4 87 100,0 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Adanya faktor ketidakpatuhan sehubungan dengan pasien (55,2%), sehubungan dengan pengobatan (65,5%) dan lingkungan (55,2%) adalah merupakan bagian dari ketidakpatuhan pengobatan sedangkan faktor yang sehubungan dengan dokter (69.9%) tidak ada dilaporkan oleh responden. 2. Keluarga yang menjadi responden mengalami stigma 72,4 % yaitu stigma derajat berat (100%), stigma derajat ringan (42,4%) dan stigma derajat sedang (28,6%) pada frekuensi rawat inap yang tinggi (> 2 kali). Pada frekuensi rawat inap yang rendah ( 2 kali) keluarga juga mengalami stigma 27,6% yaitu stigma derajat ringan (57,6%) dan stigma derajat sedang (71,4%). 3. Adanya hubungan ketidakpatuhan pengobatan dan stigma pada keluarga (p<0,05) mempunyai hubungan yang signifikan dengan frekwensi rawat inap pasien skizofrenia. Saran 1. Perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan program-program penyuluhan berupa edukasi keluarga yang ditekankan pada dukungan keluarga sebagai primary support group dan pengurangan expressed emotion dalam lingkungan keluarga untuk mencegah kekambuhan yang menyebabkan tinggi frekuensi rawat inap pasien skizofrenia. 2. Adanya upaya melibatkan pasien dalam bersosialisasi/rehabilitasi dan upaya melibatkan tilikan yang baik sehubungan dengan keadaan pasien pada saat ini yang secara bersamaan juga akan meningkatkan kepatuhan pasien dalam menghadapi proses terapi yang harus dijalani. 3. Adanya stigma keluarga dan pasien harus dikoreksi, dengan memberikan penyuluhan sehingga semua proses terapi dapat dilakukan dengan baik untuk mengurangi kekambuhan dan mempercepat kesembuhan. 4. Rumah Sakit Jiwa sebagai suatu instansi kesehatan jiwa harus lebih aktif memberikan penyuluhan dan edukasi tentang penyakit skizofrenia, cara pemberian obat dan efek samping serta peningkatan kognitif, sosial dan kapasitas kerja pasien melalui program rehabilitasi yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. 5. Masyarakat hendaknya mau mengerti, memahami dan menolong pasien serta keluarga dalam menghadapi situasi yang terjadi di lingkungannya, sehingga pasien dan keluarga merasa diterima dan dihargai apa adanya dengan demikian

460 kekambuhan dapat dicegah atau tidak terjadi. 6. Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama dan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan hasil yang lebih signifikan. DAFTAR PUSTAKA Amir N. 2004. Penggunaan Antipsikiotik Generasi Kedua (APG-II) Long- Acting Pada Pasien Skizofrenia Dengan Kepatuhan Parsial. Dalam Kumpulan Makalah Ilmiah Konfrensi Nasional Skizofrenia III. Amir N. 2013. Mengenal Skizofrenia Lebih Jauh. Mitra Skizofrenia. Seksi Skizofrenia PP IDAJI. Edisi 1, Juli- September. Andriza. 2007. Faktor Resiko untuk Terjadinya Relaps Pada Pasien Skizofrenia di RSJ Tampan Propinsi Riau. Tesis Ayuso-Guiterrez JL, Rio Vega JM. 1997. Factors Influencing Relapse in The Long-Term Course of Schizophrenia. Schizophrenia Research 28; p.199-206 Buchanan A. 1998. Treatment Compliance in Schizophrenia. Advance in Psychiatric Treatment. Vol 4; p227-239 Buchanan RW, Carpenter WT. 2005. Concept of Schizopherenia. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds. Kaplan & Sadock s Chomprehensive Texbook of Psychiatry. 8 th ed. Philadelpia: Lipincott Williams & Wilkins, p.1329 Durand VM, Barlow DH. 2007. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Pustaka Pelajar; p227-267 Fenton WS. 2005. Schizophrenia: Integrative Treatment and Functional Outcomes. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds. Kaplan & Sadock Comprehensive Texbook of Psychiatry. 8 th ed, vol 1B. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, p.1498-99. Fleischacker WW, Oehl MA, Hummer M. 2003. Factor Influencing Compliance in Schizophrenia Patients. J Clin Psychiatry; 64 (suppl 16).p.10-3 Geddes J. 2013. Prevention of Relapse in Schizophrenia. N. Engl J Med, Vol 346, No. 1 January 3, 2002. Avaible from http:/www.nemj.org on may 1, Irmansyah. 2001. Pengucilan, Stigma dan Diskriminasi pada Penderita Skizofrenia. Seksi Skizofrenia. Edisi Juli-September. Kane JM, 2013. An Evidence-Based Strategy for Remission in Schizophrenia. J Clin Psychiatry; 69 (suppl 3).p.25-30. Kazadi NJB, Moosa M Ytt, Jeenah FY. 2013. Factors as Sociated With Relaps In Schizophrenia. SAJP; Vol 14 no 2; 52-60Riuwan. 2005. Panduan Penyusunan Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta. Kinon BJ, Hill AL, Liu H, Walker SK. 2003. Olanzapine Orally Disintegrating Tablets in the Treatment of Acutely III Non-Compliant Patients with Schizophrenia International Journal of Neuropsychopharmacology; 6.p.97-102 Lauriello J, Bustillo JR, Keith SJ. Schizophrenia: 2005. Scope of the Problem. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds. Kaplan & Sadock s Comprehensive Texboox of Psychiatry. 8 th ed, vol 1B Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, p.1345-53. Linden M, Godemann F, Gaebel W,et al., 2001. A Prospective Study of Factors Influencing Adherence to a Continuous Neuroleptic Treatment Program in Schizophrenia Patients During 2 years. Schizofrenia Bulletin; 27,4.p.585-96

461 Pratt SI, Mueser KT, Driscoll M, Wolfe R, Bartels SJ. 2006. Medication Nonadherence in Older People with Serious Mental illness; Prevalence and Correlates. Phychiatric Rehabilitation Journal ; Spring; 29;4. P.299-309 Sadock BJ, Sadock VA. 2003. Synopsis of Psychiatry. 9 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.p.10-12;471-504. Sena EP de et al. 2003. Relapse in Patients With Schizophrenia: a comparison between risperidone and haloperidol. Rev Bras Psiquiatr; 25(4):220-23 Sudigdo S. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. CV. Sagung Seto. Edisi ke 2 Tattan TM, Creed FH. 2001. Negative Symptom of Schizophrenia and Compliance with Medication. Schizophrenia Bulletin; 27,1.p149-55 Wicakna Inu. 2001. Cognitive Behaviour Therapy, Skizofrenia. Perusahaan Jawatan. Mitra Edisi 1; p20-2.